38 pula barang barang bernilai tinggi, seperti logam mulia emas dan perak, perhiasan, barang
tenunan, barang barang pecah belah dan berbagai kerajinan, rempah rempah, wangi wangian, obat obatan dan lain lain. Pergantian orientasi ekonomi atau kehilangan daya genggam terhadap
pelabuhan serta kota-kota martim tentu berdampak besar pada perekonomian dengan defisitnya neraca keuangan negara
95
. Jaka Tingkir memiliki inovasi baru untuk memecahkan masalah tersebut, yaitu dengan
menggenjot pertumbuhan ekonomi lewat menggalakan perniagaan berbasiskan pengembangan komoditas seni-budaya yang sofistikatif. Hal itu dapat terlihat dari bandar laweyan dimana Jaka
Tingkir mendukung berdirinya kampung kerajinan seperti Kampung Batik Laweyan, kampung mutihan dan beberapa kampung kerajinan lainnya yang membuat Pajang menjadi kerajaan yang
terkenal kala itu. Seni budaya masa Jaka Tingkir juga mendapat perhatian tatkala Demak saat itu menjadi kadipaten dibawah kekuasaan Pajang. Selanjutnya keraton Kerajaan Pajang diperindah
oleh Hadiwijaya, membangun masjid beserta makam dikampung Laweyan dan kemajuan dibidang lainnya
96
. Selain itu terjadi pula peralihan dibidang kultur budaya dari pedagang maritim yang
bersifat luwes dan kosmopolit ke petani agraris yang bersifat statis dan Feodal. Hal ini berdampak pula dalam hal religiusitas yang bersifat rasional dengan adanya pertukaran informasi
dengan adanya kegiatan maritim ke religiusitas yang bersifat mistis khas pedalaman.
97
Menghilangnya pengaruh maritim Demak yang digantikan oleh Pengaruh Agraris- Pedalaman ala Pajang yang akan bertahan terus hingga berdirinya Mataram Islam, makin
menguatkan Teori Domestikasi yang dicetuskan oleh Harry J Benda dan dikutip oleh Bachtiar
95
J.C van Leur,Indonesian Trade and Society. Bandung: Sumur Bandung, 1960,hlm.198
96
Arswendo Atmowiloto. Kitab Solo. Surakarta : Pemerintah Kota Surakarta, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata,2009,hal.38
97
Kuntowijoyo, Paradigma Islam Interpretasi untuk Aksi Bandung: Mizan, 1991h.30
39 Effendy. Teori itu menyatakan bahwa Kerajaan Maritim akan senantiasa kalah oleh Kerajaaan
yang memiliki basis di pedalaman. Karena kerajaan pedalaman memiliki daya gedor yang cukup baik dari aspek kuantitas sumber daya manusia maupun ketersediaan logistik berupa bahan
pangan, untuk merangsek ke pesisir dan menganeksasi sejumlah sentra-sentra dagang Islam pesisir yang terkenal dinamis tersebut
98
.
C. Peninggalan-Peninggalan Kerajaan Pajang
Dalam buku berjudul Kraton Pajang tulisan Dr Purwadi, dikisahkan Pajang punya posisi yang penting di tanah Jawa. Pajang merupakan titik temu dinasti besar kerajaan Jawa yang
menempuh jalan spiritual, intelektual, sosial, dan kultural. Keraton Pajang menduduki posisi yang amat penting dalam pentas sejarah nasional
99
. Seperti yang terjadi pada keraton-keraton kuno di Jawa pada umumnya, Keraton Pajang
ditinggalkan begitu saja seiring berdirinya Mataram. Bekas fisiknya nyaris tak terlihat akibat pelapukan selama ratusan tahun. Tak ada sisa benteng, bekas bangunan atau semacamnya yang
menggambarkan perjalanan fisik Keraton Pajang selama ratusan tahun. Yang masih tersisa dari Keraton Pajang hanyalah sisa-sisa kayu yang dahulunya merupakan getek atau rakit yang pernah
dinaiki Jaka Tingkir saat melawan buaya. Kemudian sebuah batu yang dulunya menjadi tempat bersemadi dan sebuah sendang yang airnya selalu jernih meskipun terletak di pinggir sungai
yang keruh dan kotor. Di sini juga masih terdapat beberapa artefak peninggalan masa lalu. Dalam perjalanan selanjutnya, proses pemugaran dan rekonstruksi dilakukan dengan
mendirikan bangunan baru yang sengaja dibuat untuk menyelamatkan petilasan tersebut. Ada
98
Bachtiar Effendy. Islam Negara : Transformasi Pemikiran dan praktik Politk Islam di Indonesia. Jakarta : Paramadina,1998,hal.28-30
99
Purwadi. Kraton Pajang Titik Temu Dinasti Besar Kerajaan Jawa Yang Menempuh Jalan Spiritual Intelektual Sosial dan Kultural. Jakarta : Panji Pustaka,2008,hal.10
40 sebuah pendapa, beberapa buah patung Kala Raksasa seperti yang terdapat di kerajaan-kerajaan
Hindu, beberapa bangunan penunjang lainnya yang secara keseluruhan lebih mirip sebuah taman. Upaya ini dilakukan pada tahun 1993 oleh Paguyuban Marsudi Petilasan Keraton Pajang dan
bahkan pendapa telah diubah mirip seperti keraton khas Jawa dengan cat warna hijau seperti yang dapat ditemukan di Keraton Yogyakarta lengkap dengan dinding bata khas Majapahit dan
atap sirap. Masjid Laweyan dibangun pada era kekuasaan Jaka Tingkir sekitar tahun 1568. Merupakan
masjid pertama di Kerajaan Pajang. Awalnya merupakan pura agama Hindu dengan seorang biksu sebagai pemimpin. Namun dengan pendekatan secara damai, seiring dengan banyaknya
rakyat yang mulai memeluk agama Islam, bangunan diubah fungsinya menjadi Masjid.Bersamaan dengan itu, tumbuh sebuah pesantren dengan jumlah pengikut yang lumayan
banyak. Konon karena banyaknya santri, pesantren ini tidak pernah berhenti menanak nasi untuk makan para santri sehingga selalu keluar asap dari dapur pesantren dan disebutlah wilayah ini
sebagai Kampung Belukan beluk = asap. Masjid ini dibangun oleh Jaka Tingkir dan sahabatnya, Ki Ageng Henis. Seperti layaknya sebuah masjid, Masjid Laweyan berfungsi sebagai tempat
untuk nikah, talak, rujuk, musyawarah, dan kegiatan social lainnya
100
. Bentuk arsitek masjid yang mirip seperti Kelenteng Jawa, juga menjadi ciri khas Masjid
Laweyan yang berbeda dengan bentuk arsitek masjid pada umumnya
101
. Pengaruh Hindu-Jawa sangat melekat dalam arsitektur Masjid Laweyan. Tampak dari penataan ruang dan sisa ornamen
yang masih dapat ditemukan di sekitar masjid hingga saat ini. Letak masjid berada di atas bahu jalan merupakan salah satu ciri dari pura Hindu. Tak hanya fungsi, bentuk bangunannya pun
100
Jo Santoso. Arsitektur-kota Jawa: kosmos, kultur kuasa. Jakarta : Universitas Tarumanegara Press,2008,hlm.145
101
Handinoto dan Samuel Hartono. Pengaruh pertukangan Cina pada Bangunan Masjid Kuno di Jawa abad 15-16. Dimensi Teknik Arsitektur. Vol. 35, No. 1, Juli 2007,pp. 23 - 40
41 mengalami perubahan sebelum fisiknya yang sekarang. Pura yang beralih menjadi masjid semula
berbentuk rumah panggung bertingkat dari kayu. Pengaruh Hindu terlihat dari posisi masjid yang lebih tinggi dibandingkan bangunan di sekitarnya. Saat ini, sejumlah ornamen Hindu memang
tak lagi menghiasi masjid. Tetapi, ornamen Hindu seperti hiasan ukiran batu masih menghiasi makam kuno yang ada di kompleks masjid
102
. Tata ruang Masjid Laweyan merupakan tipologi masjid Jawa pada umumnya. Ruang
dibagi menjadi tiga, yakni Ruang Induk Utama dan Serambi yang dibagi menjadi Serambi Kanan dan Serambi Kiri. Pengaruh Kerajaan Surakarta terlihat dari berubahnya bentuk masjid
menyerupai bangunan Jawa yang terdiri atas pendapa atau bangunan utama dan serambi. Ada dua serambi, yakni kanan dan kiri. Serambi kanan menjadi tempat khusus putri atau keputren,
sedangkan Serambi Kiri merupakan perluasan untuk tempat shalat jamaah
103
. Ciri arsitektur Jawa ditemukan pula pada bentuk atap masjid, dalam arsitektur Jawa,
bentuk atap menggunakan tajuk atau bersusun. Atap Masjid Laweyan terdiri atas dua bagian yang bersusun. Pada dinding masjid yang terbuat dari susunan batu bata dan semen. Penggunaan
batu bata sebagai bahan dinding, baru digunakan masyarakat sekitar tahun 1800. Sebelum dibangun seperti sekarang, bahan-bahan bangunan masjid, sebagian menggunakan kayu
104
. Seperti halnya Masjid Demak yang termasuk kategori ‘Masjid Makam’, Kompleks
Masjid Laweyan mengikuti pola yang sama dengan mengintegrasikan masjid dengan makam kerabat Keraton Pajang, Kartasura dan Kasunanan Surakarta. Pada makam terdapat pintu
gerbang samping yang khusus dibuat untuk digunakan oleh Sunan Paku Buwono X untuk ziarah
102
Departemen Pendidikan kebudayaan. Keaneka ragaman bentuk masjid di Jawa.. [Jakarta : Proyek Penelitian Pengkajian dan Pembinaan Nilai-Nilai Budaya, 1993,hlm.31
103
Bambang Setiabudhi. Menelusuri Arsitektur Masjid di Jawa, dalam Mencari Sebuah Masjid. Bandung: Penerbit Masjid,2000.,hlm.43
104
Josef Prijotomo Johannes Adiyanto. Kembara kawruh arsitektur Jawa. Surabaya : Wastu Lanas Grafika, 2004,hlm.189
42 ke makam dan hanya digunakan 1 kali saja karena 1 tahun setelah kunjungan itu beliau wafat.
Beberapa orang yang dimakamkan di tempat itu di antaranya:. Susuhunan Paku Buwono II yang memindahkan Kraton Kartasura ke Desa Sala hingga menjadi Kraton Kasunanan Surakarta.
Konon Paku Buwono II ingin dimakamkan dekat dengan Kyai Ageng Henis dan bertujuan untuk menjaga Kraton Kasunanan Surakarta dari serangan musuh
105
. Di makam ini terdapat tumbuhan langka pohon nagasari yang berusia lebih dari 500
tahun yang merupakan perwujudan penjagaan makam oleh naga yang paling unggul. Selain itu pada gerbang makam terdapat simbolisme perlindungan dari Batari Durga. Keberadaan makam
direnovasi oleh Paku Buwono X bersamaan dengan renovasi Kraton Kasunanan.
105
Purwadi Djoko Dwiyanto. Kraton Surakarta : sejarah, pemerintahan, konstitusi, kesusastraan, dan kebudayaan. Yogyakarta : Panji Pustaka, 2008,hlm.648