Pengaruh Variasi Temperatur Pada Proses Plastic Injection Molding RN. 350 Dengan Bahan Baku Polypropylene Murni, Campuran Polypropylene, Polyethylene dan Polystyrene

(1)

PENGARUH VARIASI TEMPERATUR PADA PROSES

PLASTIC INJECTION MOLDING JENIS RN. 350

DENGAN BAHAN BAKU POLYPROPYLENE MURNI,

CAMPURAN POLYPROPYLENE, POLYETHYLENE DAN

POLYSTYRENE

SKRIPSI

Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik

EKO BAMBANG

NIM. 080421012

PROGRAM PENDIDIKAN SARJANA EKSTENSI

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

(7)

(8)

(9)

(10)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas hidayah-Nya memberikan pengetahuan, pengalaman, kesehatan dan kesempatan kepada penulis, sehingga mampu menyelesaikan tugas akhir ini.

Tugas akhir ini merupakan satu persyaratan guna menyelesaikan pendidikan untuk meraih gelar Sarjana Teknik pada Departemen Teknik Mesin Universitas Sumatera Utara. Adapun judul tugas akhir ini adalah

“Pengaruh Variasi Temperatur Pada Proses Plastic Injection Molding RN. 350 Dengan Bahan Baku Polypropylene Murni, Campuran Polypropylene,

Polyethylene dan Polystyrene ”.

Dalam proses pembuatan laporan ini, penulis telah mendapat bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak baik material, spiritual, informasi maupun segi administrasi. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Ir. Syahrul Abda, M.S.c, koordinator Ekstensi Departemen Teknik

Mesin Universitas Sumatera Utara .

2. Bapak Dr. Ing, Ir.Ikhwansyah Isranuri, selaku ketua Departemen Teknik

Mesin Universitas Sumatera Utara

3. Bapak Ir. Alfian Hamsi, Msc, selaku dosen pembimbing penulis yang

dengan sabar telah meluangkan waktu, pemikiran dan tenaga untuk membimbing serta memberikan arahan hingga selesainya Tugas Sarjana ini.


(11)

4. Seluruh Staf Pengajar pada Departemen Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan bekal pengetahuan kepada penulis hingga akhir studi.

5. Seluruh Staff laborautium Teknik Mesin Politeknik Negeri Medan.

6. Orang tua tercinta yang selalu memberikan dorongan, nasehat, kasih

sayang, do’a, dukungan material dan spiritual serta adik, dan teman-teman yang banyak membantu penulis.

7. Bang Syawal yang banyak membantu penulis dari awal hingga akhir studi

dalam menangani administrasi sekalipun ditengah-tengah kesibukan yang padat, serta kepada seluruh pegawai lainnya di Departemen Teknik Mesin FT-USU.

8. Teman-teman mahasiswa antara lain Ariman, Ade Putra, Kurniawan,

Rizky, Sudi, M. Sajali, Roni dan teman-teman lain yang tidak dapat disebutkan di sini satu-persatu yang telah banyak memberikan bantuan, support dan inspirasi khususnya angkatan 2008 baik selama masa kuliah maupun dalam penyelesaian skripsi ini.

9. Semua pihak yang telah membantu dan mendukung dalam menyelesaikan


(12)

Penulis sadar bahwa Tugas Akhir ini masih belum sempurna dikarenakan keterbatasan penulis. Untuk itu penulis tetap mengharapkan saran dan kritik yang sifatnya membangun untuk kesempurnaan Tugas Akhir ini.

Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih.

Medan, Juni 2010

Eko Bambang NIM.080421012


(13)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ………. i

DAFTAR ISI ………... iii

DAFTAR TABEL….………... v

DAFTAR GAMBAR………... vi

BAB I PENDAHULUAN ………... 1

1.1. Latar Belakang ………. 1

1.2. Batasan Masalah …..………. 2

1.3. Tujuan dan Manfaat ………. 2

1.3.1. Tujuan ……… 2

1.3.2. Manfaat ……… 2

1.4. Sistematika Penulisan ……….. 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA………... 4

2.1. Definisi Plastic Injection Molding ……… 4

2.2. Pengenalan Bahan Baku ……… 6

2.2.1. Polyethylene……… 8

2.2.2. Polypropylene ………. 9

2.2.3. Polystyrene ………. 10

2.3. Pencetakan (Molding)……… 12

2.4. Kekuatan Tarik... 16

BAB III METODOLOGI ………... 19

3.1. Tahapan Penelitian ……….... 19

3.2. Peralatan ………... 19

3.2.1. Mesin Plastic Injection Molding……….. 19

3.2.2. Cetakan Plastik……… 21


(14)

3.3. Bahan Baku ……… 23

3.4. Cara Menghitung Komposisi Bahan Baku... 24

3.5. Proses Pencetakan Plastik………. 25

3.6. Penjelasan Daerah Pemanasan Plastik... 28

3.7. Cara Pengambilan data ………. 29

3.8. Kendala – kendala……….. 35

BAB IV DATA DAN ANALISA……… 36

4.1. Data Penelitian ………... 36

4.1.1. Sifat Mekanik……… 37

4.2. Sifat Fisik ………... 47

4.3. Analisa Hasil Pengujian ………. 47

4.3.1. Analisa Kekuatan……… 47

4.4. Perbandingan Kekuatan Polypropylene Murni dengan Kekuatan Plastik (50%PP/30%PE/20%PS)...……… 49

4.4.1. Sifat Mekanik……… 50

4.4.2. Sifat Fisik ………. 60

4.4.3. Analisa Kekuatan... ………… 60

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ……….. 62

5.1. Kesimpulan ………... 62

5.2. Saran ………. 63

DAFTAR PUSTAKA ……….. 64 LAMPIRAN


(15)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Sifat-sifat polypropylene... 9


(16)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Kelebihan proses PIM Dibandingkan Dengan

Proses –Proses Yang Lain... 4

Gambar 2.2 Keistimewaan proses Plastic Injection Molding ( PIM )... ... 5

Gambar 2.3 Tahapan Proses Plastic Injection Molding ( PIM )... 5

Gambar 2.4 Mesin Injection Molding...……….. 13

Gambar 2.5 Bagian detail plastic injection machine………… 13

Gambar 2.6 Pengisian bahan plastik kedalam cetakan (mold). 14 Gambar 2.7 Masa penenangan mulai pendinginan………….. 15

Gambar 2.8 Pengisian bahan plastik sekaligus pendinginan.... 15

Gambar 2.9 Pembukaan kedua mold sekaligus pengeluaran hasil cetakan………. 16

Gambar 2.10. Kelakuan tarikan bahan polimer... 17

Gambar 2.11. Kelakuan mulur dalam kurva tegangan -regangan... 18

Gambar 3.1 Diagram Alir Tahapan Penelitian……… 19

Gambar 3.2 Plastic Injection Molding Machine - Type RN 350………... 20

Gambar 3.3 Cetakan Specimen Uji Tarik……… 21

Gambar 3.4 Mesin Uji Tarik Universal……….. 21

Gambar 3.5 Polypropylene………. 23

Gambar 3.6 Polyethylene………... 23

Gambar 3.7 Polystyrene………. 23

Gambar 3.8 Plastic Injection Molding Machine Type RN 350………. 25

Gambar 3.9 Plastic Injection Molding Machine Type RN 350………. 25


(17)

Gambar 3.10 Lampu Operasi Plastic Injection Molding

Machine Type RN 350…………..………. 26

Gambar 3.11 Tuas Tangan Plastic Injection Molding

Machine Type RN 350…………..………. 26

Gambar 3.12 Tombol kontrol Plastic Injection Molding

Machine Type RN 350…………..………. 26

Gambar 3.13 Cetakan dan produk spesimen uji tarik ... 27

Gambar 3.14 Skema Pencetakan Biji Plastik

50%PP / 30%PE / 20%PS ... 27

Gambar 3.15 Skema Pencetakan Biji Plastik

50%PP / 30%PE /20%PS... 28

Gambar 3.16 Skema pengujian tarik dari awal pembebanan... 29

Gambar 3.17 Gambaran singkat uji tarik dan tegangan yang

Terjadi………. 30

Gambar 3.18 Kurva tegangan–regangan ………. 31

Gambar 3.19 Profil data hasil uji tarik……….. 32

Gambar 3.20 Penentuan tegangan luluh (yield stress) untuk

kurva tanpa daerah linier………. 34

Gambar 3.21 Spesimen Uji tarik... 34

Gambar 3.22 Udara terjebak……….. 35

Gambar 4.1 Spesimen 160 °C (Type A) setelah

pengujian tarik... 36

Gambar 4.2 Spesimen 180 °C(Type A) setelah

pengujian tarik... 37

Gambar 4.3 Spesimen 200 °C (Type A) setelah

pengujian tarik... 37

Gambar 4.4 Hasil Pengujian Tarik Spesimen 160-1A……… 38

Gambar 4.5 Grafik Stress Vs Strain Spesimen 160-1A... 38

Gambar 4.6 Hasil Pengujian Tarik Spesimen 160-2A……… 39

Gambar 4.7 Grafik Stress Vs Strain Spesimen 160-2A... 39


(18)

Gambar 4.9 Grafik Stress Vs Strain Spesimen 160-3A... 40

Gambar 4.10 Hasil Pengujian Tarik Spesimen 180-1A………. 41

Gambar 4.11 Grafik Stress Vs Strain Spesimen 180-1A... 41

Gambar 4.12 Hasil Pengujian Tarik Spesimen 180-2A……… 42

Gambar 4.13 Grafik Stress Vs Strain Spesimen 180-2A... 42

Gambar 4.14 Hasil Pengujian Tarik Spesimen 180-3A……… 43

Gambar 4.15 Grafik Stress Vs Strain Spesimen 180-3A... 43

Gambar 4.16 Hasil Pengujian Tarik Spesimen 200-1A……… 44

Gambar 4.17 Grafik Stress Vs Strain Spesimen 200-1A... 44

Gambar 4.18 Hasil Pengujian Tarik Spesimen 200-2A……… 45

Gambar 4.19 Grafik Stress Vs Strain Spesimen 200-2A... 45

Gambar 4.20 Hasil Pengujian Tarik Spesimen 200-3A……… 46

Gambar 4.21 Grafik Stress Vs Strain Spesimen 200-3A... 46

Gambar 4.22 Spesimen 160oC (TypeB) setelah

pengujian tarik...………... 49

Gambar 4.23 Spesimen 180oC (Type B) setelah

pengujian tarik………... 49

Gambar 4.24 Spesimen 200oC (Type B) setelah

pengujian tarik………... 50

Gambar 4.25 Hasil Pengujian Tarik Spesimen 160-1B………. 51

Gambar 4.26 Grafik Stress Vs Strain Spesimen 160-1B... 51

Gambar 4.27 Hasil Pengujian Tarik Spesimen 160-2B………. 52

Gambar 4.28 Grafik Stress Vs Strain Spesimen 160-2B... 52

Gambar 4.29 Hasil Pengujian Tarik Spesimen 160-3B………. 53

Gambar 4.30 Grafik Stress Vs Strain Spesimen 160-3B... 53

Gambar 4.31 Hasil Pengujian Tarik Spesimen 180-1B………. 54

Gambar 4.32 Grafik Stress Vs Strain Spesimen 180-1B... 54

Gambar 4.33 Hasil Pengujian Tarik Spesimen 180-2B………. 55

Gambar 4.34 Grafik Stress Vs Strain Spesimen 180-2B... 55

Gambar 4.35 Hasil Pengujian Tarik Spesimen 180-3B………. 56


(19)

Gambar 4.37 Hasil Pengujian Tarik Spesimen 200-1B………. 57

Gambar 4.38 Grafik Stress Vs Strain Spesimen 200-1B... 57

Gambar 4.39 Hasil Pengujian Tarik Spesimen 200-2B………. 58

Gambar 4.40 Grafik Stress Vs Strain Spesimen 200-2B... 58

Gambar 4.41 Hasil Pengujian Tarik Spesimen 200-3B………. 59


(20)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Dewasa ini, pemakaian barang-barang yang terbuat dari bahan baku plastik semakin meningkat. Hal ini dikarenakan plastik mempunyai banyak kelebihan-kelebihan yang mulai diperhitungkan oleh masyarakat. Keunggulan plastik pada umumnya adalah lebih efisien dibandingkan penggunaan logam atau kayu dan juga proses pengerjaannya yang relatif sederhana. Selain efisien, plastik juga lebih ringan, lebih murah dan mudah dibentuk. Salah satu proses yang digunakan untuk membuat produk dari bahan baku plastik adalah proses injection molding.

Dalam masa era globalisasi, persaingan dalam industri semakin ketat. Persaingan ini menyangkut perkembangan bidang teknologi, dimana dengan adanya perkembangan teknologi dapat menekan biaya produksi suatu produk. Selain perkembangan teknologi, biaya produksi dipengaruhi oleh bahan baku yang dipakai, penggunaan listrik, sumber daya manusia dan lain-lain. Oleh karena itu, untuk menghasilkan suatu produk yang efisien dan dapat bersaing perlu pertimbangan dalam pembuatan produk tersebut, mulai dari pemilihan bahan baku, proses pengerjaan, sampai produk yang dihasilkan.

Teknik injection molding harus dapat memenuhi meningkatnya permintaan akan sebuah produk yang berkwalitas tinggi, namun tetap ekonomis dari segi harga. Sebuah cetakan harus dapat memenuhi syarat keakuratan ukuran dan kualitas permukaan, sehingga cetakan (Injection Molding) harus dibuat dengan ketelitian yang tinggi. Cetakan (Injection Molding) menggunakan bahan cetakan berkekuatan tinggi yang terbuat dari logam, umumnya baja. Selain itu ada faktor lainya yang mempengaruhi kwalitas suatu produk yaitu temperatur pemanasan bahan baku plastik, hal inilah yang mendasari sehingga penulis melakukan penelitian pengaruh variasi temperatur pada proses injection moulding


(21)

dengan bahan baku polypropylene (PP), polyethylene (PE), polystyrene (PS), dikaitkan dengan produk akhir yang dihasilkan.

1.2.Batasan Masalah

Agar pembahasan lebih mengena dan tidak terjebak dalam pembahasan yang tidak perlu, maka perlu dibuat batasan masalah. Adapun batasan masalah tersebut di titik beratkan pada pembahasan yang terkait dengan permasalahan ini yaitu :

1. Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah biji plastik

polypropylene (PP), polyethylene (PE), polystyrene (PS),

2. Biji plastik plastik polypropylene (PP), polyethylene (PE), polystyrene

(PS) dicetak menjadi spesimen uji tarik dengan mesin injeksi molding.

3. Mesin Injeksi molding yang digunakan yaitu mesin injeksi molding jenis

RN.350

4. Spesimen uji tarik diuji dengan menggunakan Universal Tensile Testing

Machine.

1.3.Tujuan dan Manfaat 1.3.1. Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Mengidentifikasi pengaruh temperatur pemanasan terhadap spesimen uji

tarik yang terbuat dari biji plastik murni (polypropylene) dan biji plastik yang terdiri dari 50% polypropylene, 30% polyethylene, 20% polystyrene, pada proses injection molding.

2. Mengidentifikasi cacat pada spesimen uji tarik dengan melakukan

perbandingan beberapa spesimen uji tarik yang dihasilkan dari temperatur pemanasan yang berbeda-beda.

1.3.2. Manfaat

Manfaat dari penelitian ini adalah :

1. Dihasilkan suatu produk dari hasil proses Injection Moulding dengan

variasi temperatur pemanasan dengan bentuk mold yang sederhana yaitu berupa spesimen uji tarik.


(22)

2. Sumbangan bagi kalangan industri, sehingga mampu memproduksi plastik dan mengetahui jenis-jenisnya serta proses pengerjaan yang cocok dengan jenis plastik dan produk yang diinginkan.

3. Sumbangan bagi kalangan akademisi dalam bidang manufaktur tentang

proses pembuatan produk dari plastik (thermoplastic) dan kesalahan-kesalahan yang sering terjadi pada proses pencetakan plastik.

1.4.Sistematika Penulisan

Sistematika Laporan Tugas Akhir ini memuat tentang isi bab-bab yang dapat diuraikan sebagai berikut :

-BAB I PENDAHULUAN

Bab ini berisi tentang latar belakang tujuan penelitian, batasan masalah, manfaat penelitian dan sistematika penulisan.

-BAB II TINJAUAN PUSATAKA

Bab ini berisi tentang hasil penelitian terdahulu yang dapat diambil dari jurnal, disertasi, tesis dan skripsi yang aktual, selain itu juga berisi landasan teori yang meliputi konsep-konsep yang relevan dengan permasalahan yang akan diteliti.

-BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Bab ini berisi tentang diagram alur penelitian, alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian, proses pencetakan dengan mesin Injection moulding dan cara pengambilan data. Dijelaskan juga kendala-kendala yang dihadapi selama penelitian.

-BAB IV DATA DAN ANALISA

Bab ini berisi tentang data hasil penelitian, analisa serta pembahasannya. -BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini berisi kesimpulan hasil penelitian dan saran-saran yang bisa berguna bagi pembaca maupun peneliti selanjutnya.


(23)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Plastic Injection Molding

Plastic Injection Molding ( PIM ) merupakan metode proses produksi yang cenderung menjadi pilihan untuk digunakan dalam menghasilkan atau memproses komponen-komponen yang kecil dan berbentuk rumit, dimana biayanya lebih murah jika dibandingkan dengan menggunakan metode-metode lain yang biasa digunakan (Boses, 1995). Gambar 2.1 memperlihatkan kemampuan pemrosesan dan tingkat ketelitian komponen yang dihasilkan dengan PIM dibandingkan dengan proses-proses lain. Proses ini mampu menghasilkan bentuk rumit dalam jumlah besar maupun kecil pada hampir semua jenis bahan termasuk logam, keramik, campuran logam dan plastik.

Salah satu keistimewaan proses PIM ialah kemampuannya dalam menggabungkan dan menggunakan kelebihan-kelebihan teknologi seperti kemampuan pembentukan bahan plastik, ketepatan dalam proses pencetakan dan kebebasan memilih bahan. Hal ini digambarkan pada gambar 2.2. Komponen yang dihasilkan dengan teknologi PIM kini banyak digunakan dalam industri otomotif, kimia, penerbangan, listrik, komputer, kedokteran dan peralatan militer.

Gambar 2.1 Kelebihan proses PIM Dibandingkan Dengan Proses - Proses Yang Lain ( Cremer, 1994 )


(24)

Serbuk Binder

Campuran Butiran

Pencetakan

Debinding Sintering Selesai Keluaran

Gambar 2.2 Keistimewaan proses Plastic Injection Molding ( PIM ) (Moller, 1994)

Secara umum proses PIM dibagi menjadi beberapa tahap seperti pada gambar 2.3 (German, 1990). Proses ini dimulai dengan mencampur serbuk dan bahan pengikat. Kemudian campuran ini dibutirkan lalu disuntik ke dalam cetakan (mould) sesuai dengan bentuk yang diinginkan. Komponen yang dihasilkan dari proses injeksi disebut Green Compact. Bahan pengikat yang digunakan kemudian dipisahkan melalui proses yang disebut sebagai proses pemisahan (debinding). Komponen yang telah dibuang bahan pengikatnya disebut Brown Compact, yang selanjutnya dipanaskan pada suhu di bawah titik didih bahan utama plastik yang digunakan. Proses ini disebut proses pemanasan (sintering). Komponen hasil pemanasan lalu didinginkan.


(25)

2.2. Pengenalan Bahan Baku

Penemuan ebonite atau karet keras, pada tahun 1839 oleh Charles Goodyear dan penemuan seluloid oleh J. W. Hyatt sekitar 1869 merupakan awal perkembangan industri plastik. Pada tahun 1909 bahan yang paling penting yaitu resin penol formaldehida dikembangkan oleh kelompok yang dipimpin Dr. L.H. Baekeland. Setelah itu penelitian mengenai bahan sintetis meningkat dengan cepat dan mulai dikembangkan bahan buatan dengan berbagai sifat fisik. Di Indonesia pemakaian bahan plastik, baik untuk keperluan industri, rumah tangga, pengemasan, dan keperluan lainnya meningkat dengan cepat sekitar tahun 1970-an.

Istilah plastik mencakup semua bahan yang mampu dibentuk. Dalam pengertian modern lebih luas, plastik mencakup semua bahan sintetis organik yang berubah menjadi plastis setelah dipanaskan dan mampu dibentuk dibawah pengaruh tekanan. Bahan ini secara bertahap mulai menggantikan gelas, kayu dan logam di bidang industri bangunan dan digunakan juga sebagai pelapis dan serat untuk tekstil. (B.H.Amstead, 1991)

Plastik adalah bahan yang dipolimerisasi dengan pelunak, pewarna, stabiliser, pengisi, dan bahan tambah yang siap untuk diproduksi sesuai dengan hasil yang diinginkan (Irvin I Rubin, 1972)

Pada dasarnya plastik secara umum digolongkan ke dalam 3 (tiga) macam dilihat dari temperaturnya, yakni :

1. Bahan Thermoplastik (Thermoplastic) yaitu akan melunak bila dipanaskan

dan setelah didinginkan akan dapat mengeras. Contoh Bahan Thermoplastik adalah : Polisterin, Polietilen, Nilon, Plastik fleksiglass dan Teflon.

2. Bahan Thermoseting (Thermosetting) yaitu plastik dalam bentuk cair dan

dapat dicetak sesuai yang diinginkan serta akan mengeras jika dipanaskan dan tetap tidak dapat dibuat menjadi plastik lagi. Contoh bahan thermosetting adalah : Bakelit, Silikon dan Epoksi.

3. Bahan Elastis (Elastomer) yaitu bahan yang sangat elastis. Contoh bahan


(26)

Beberapa keuntungan plastik adalah :

1. Massa jenis rendah (0,9-2,2 [kg/dm3])

2. Tahan terhdap arus listrik dan panas, memiliki sedikit elektron bebas

untuk mengalirkan panas dan arus listrik.

3. Tahan terhadap korosi kimia karena tidak terionisasi untuk membentuk

elektron kimia. Pada umumnya tahan terhadap larutan kimia, dan logam juga sangat sukar untuk larut.

4. Mempunyai permukaan dan penampakan yang sangat baik dan mudah

diwarnai.

Kerugian plastik adalah :

1. Modulus elastisnya rendah.

2. Mudah mulur (Creep) pada suhu kamar.

3. Maksimum temperatur nominalnya rendah.

4. Mudah patah pada sudut bagian yang tajam.

Secara umum Thermoplastic tidak tahan terhadap temperatur tinggi, kecuali Teflon. Bahan-bahan Thermoplastic akan meleleh bila dipanaskan pada temperatur tinggi, sedangkan pada bahan-bahan Thermosetting tidak terbakar tapi akan terpisah dan hancur.

Temperatur pelelehan dan pemisahan untuk bahan-bahan plastik jauh lebih rendah dibandingkan baja. Plastik akan memanjang (Creep) pada temperatur kamar. Kecenderungan bahan plastik akan mulur bila temperaturnya naik menunjukkan bahwa perubahan kecil saja pada temperatur dapat mempengaruhi sifat-sifat fisik bahan. Pengaruh temperatur dan laju regangan pada tegangan tarik harus dievaluasi dengan baik bila plastik akan digunakan. Pertama terjadi deformasi elastis seketika, diikuti deformasi melar, setelah waktu tertentu apabila tegangan hilang dari benda uji sebagian akan kembali ke bentuk semula setelah waktu yang lama. Cara deformasi seperti ini banyak ditemukan, suatu garis pendekatan yang sering dipakai untuk berbagai bahan mempergunakan empat model unsur kombinasi pegas dan peredam.


(27)

2.2.1. Polyethylene

Polyethylene ini dibuat dengan jalan polimerisasi gas etilen yang dapat diperoleh dengan memberi hydrogen gas petroleum pada pemecahan minyak (nafta), gas alam atau asetelin.

polyethylene digolongkan menjadi polyethylene tekanan tinggi, tekanan medium dan tekanan rendah. Oleh tekanan polimerisasinya atau masing-masing menjadi polyethylene massa jenis rendah dengan massa jenis 0,910-0,926, polyethylene massa jenis medium dengan massa jenis 0,926-0,940 dan polyethylene massa jenis tinggi 0,941-0,965. Menurut massa jenisnya, karenanya sifatnya erat kaitannya dengan massa jenisnya (kristanilitas) cara polimerisasi etilen yang berbeda didapat struktur-struktur yang berbeda pula. Pada polyethylene massa jenis rendah, molekul-molekulnya tidak mengkristal secara baik tetapi memiliki banyak cabang. Disisi lain polyethylene tekanan rendah kurang bercabang dan merupakan rantai lurus karena itu massa jenisnya lebih besar sebab mengkristal secara baik sehingga memiliki kristalinitas tinggi. Karena kristal yang berbentuk baik itu mempunyai gaya antar molekul yang kuat, maka bahan ini memiliki kekuatan mekanis yang tinggi dan titik lunak yang tinggi pula. Berikut ini akan ditunjukkan hubungan antara massa jenis dan sifat-sifat lain polyethylene.

polyethylene mudah diolah maka dari itu sering di cetak dengan penekanan, injeksi, ekstruksi, peniupan dan hampa udara. polyethylene massa jenis terendah terutama digunakan dalam bentuk tipis atau lembaran, misalnya : tas, botol-botol yang dapat dijepit tabung tinta pada pena, tali senar/dawai, isolator kabel, wadah alat dapur, botol minyak tanah, dan kantong tempat sampah. Sedangkan polyethylene massa jenis tinggi digunakan untuk perpipaan, mainan, filament tenunan dan peralatan rumah tangga. Kedua jenis polyethylene ini memiliki daya tahan kimia yang sangat baik, sedikit penyerapan uap air dan ketahanan listrik yang tinggi. Umumnya bahan tambahan (additive) digunkan dalam polyethylene yaitu karbon hitam sebagai penstabil, pewarna untuk memberikan warna, serat kaca untuk peningkatan daya lentur, tarik dan karet butyl (butyl rubber) untuk mencegah terjadinya tekanan saat tidak digunakan. (Tata Surdia, 1999)


(28)

2.2.2. Polypropylene

Bahan baku polyprophylene di dapat dengan menguraikan petroleum dengan metode tekanan rendah polyethylene menggunakan katalis zieger-natta polyprophylene dengan keteraturan ruang dapat diperoleh dari polyprophylene.

Sifat-sifat polyprophylene serupa dengan sifat-sifat polyethylene. Massa jenisnya rendah (0,90-0,92) termasuk kelompok yang paling ringan diantara bahan polimer, dapat terbakar bila dinyalakan dibandingkan polyethylene massa jenis tinggi. Titik lunaknya tinggi sekali (176°C), kekuatan tarik, kekuatan lentur dan kekuatannya lebih tinggi tetapi tahan impaknya lebih rendah terutama pada temperatur rendah. Sifat tembus cahayanya pada pencetakan lebih baik dari pada polyethylene dengan permukaan mengkilap, penyusutannya pada pencetakan kecil, penampilan dan ketelitian dimensinya lebih baik. Sifat mekaniknya dapat ditingkatkan sampai batas tertentu dengan jalan mencampurkan serat gelas dan pemuaian termal juga dapat diperbaiki sampai setingkat dengan bahan thermoseting. Sifat-sifat listriknya hampir sama dengan sifat-sifat pada polyethylene. Ketahanan kimianya kira-kira sama bahkan lebih baik dari pada polyethylene massa jenis tinggi. Ketahanan retak-tegangannya sangat baik. Dalam hidrokarbon aromatik dan hidrokarbon yang terklorinasi, larut pada 80°C atau lebih, tetapi pada temperatur biasa hanya membengkak. Oleh karena itu sukar untuk diolah dengan perekatan dan pencapan seperti halnya dengan polyethylene yang memerlukan perlakuan tertentu pada permukaannya.

Tabel 2.1 Sifat-sifat Polypropylene

Sifat-sifat Polyprophylene

Kristalinitas

Massa jenis [103Kg.m-3]

Tg [°C] Tm[°C]

Tegangan Tarik [N.mm-2]

Modulus Tarik [N.mm-2]

Perpanjangan [%]

60% 0,90 10 176 30 sampai 40 1,1 sampai 1,6 50 sampai 600


(29)

Catatan

Tg = Temperatur tansisi kaca yaitu temperatur dimana polimer berubah dari keadaan beku (rigid) ke suatu bahan yang liat (fleksible)

Tm = Temperatur luluh yaitu pada saat kritanilitas tidak tampak (kristanilitas : Derajat kemungkinan terbentuknya susunan kristal dalam bentuk rantai).

Molekul Polypropylene mengandung atom karbon tertier dengan gugus metil rantai utama. Atom hidrogen terikat pada atom karbon tertier yang mudah bereaksi dengan oksigen dan ozon, yang menyebabkan ketahanan oksidasinya lebih kecil daripada polyethylene. Di lain fihak karena temperatur pengolahan lebih tinggi daripada polyethylene, oksidasi harus dicegah. Fenol alkil dipakai sebagai anti oksidasi yang dikombinasikan dengan senyawa belerang organik dan senyawa amin.

Agar degradasi oleh sinar Ultra Violet secara efektif dapat dikurangi, maka dicampurkan bubuk karbon sebagai bahan pengabsorb UV. Polypropylene mempunyai tembus cahaya jauh lebih baik daripada polyethylene, oleh karena itu dipakai sebagai bahan pada pembuatan film. Dengan mempergunakan bahan penginti kristal, ukuran kristal dapat dibuat lebih kecil agar lebih transfaran, yang juga memperbaiki kekakuannya dari kekuatan impaknya pada temperatur rendah. Sebagai penginti dipergunakan bahan Na, Zn, Al dan garam-garam logam lainnya dari asam karboksilat aromatik. Permeabilitas gas polypropylene lebih baik dari pada polyethylene, karena itu perlu berhati-hati untuk mencegah dispersi pada pengepakan wangi-wangian tersebut. (Tata Surdia, 1999)

2.2.3. Polystyrene

Polystyrene adalah bahan thermoplastik yang khusus diciptakan untuk setak injeksi dan ekstrusi. Ciri-ciri khasnya ialah berat jenisnya yang rendah (1,07), daya tahan terhadap air dan zat kimia, stabilitas dimensi dan kemampuan isolasi. Polystyrene merupakan bahan pengganti karet yang baik untuk isolasi listrik. Resin polystyrene dapat dicetak menjadi kotak baterai, piring, bagian dari radio, roda gigi, pola untuk pengecoran, kotak es, kemasan, gelas dan ubin tembok. Bahan ini dapat dicetak injeksi, diekstrusi atau dibentuk dalam cetakan.


(30)

Sifat-sifat Polystyrene yaitu tidak berwarna dan merupakan resin transparan dapat diwarnai secara bening. Massa jenisnya lebih rendah dari Polyethylene dan polyprophylene. Memiliki sifat yang baik sekali terutama bagi frekwensi tinggi, walaupun kestabilan terhadap cahaya dan sifat tahan cuacanya agak rendah daripada resin metakrilik. Ketahanan radiasinya sangat baik. Polystyrene mudah larut dalam keton ester dan pelarut hidrokarbon aromatik, tahan terhadap asam, alkali, asam klor, asam organik, minyak bumi dan alkohol. Kestabilan panas dan kecairannya pada pencairan sangat baik, sedangkan barang cetakan yang titik lunaknya rendah (70°C) memiliki ketahanan impak yang rendah dan bersifat getas. Ketahanan terhadap retak tegangan, juga kurang baik.

Jenis-jenis Polystyrene antara lain : a. Polystyrene keperluan umum Adalah plastik yang paling umum dipakai

b. Polystyrene dengan ketahanan impak tinggi

Kegetasan, yang merupakan kekurangan bagi Polystyrene, telah diperbaiki terutama dengan jalan mencampurkan 5-20 % karet sintetik atau SBR (Styrene Butadiene Rubber). Makin banyak kadar karetnya makin baik ketahanan impaknya sedangkan sebaliknya terjadi pada kekuatan tarik, ketahanan panas, mampu cetak, kehalusan permukaan dan seterusnya makin berkurang. Untuk memperbaiki sifat tembus cahaya dari bahan yang dicampur karet, dibuat sehalus mungkin partikel karet yang didispersikan agar dapat menghindari hamburan cahaya, dengan itu pula kekuatan impaknya menjadi lebih baik.

c. Polystyrene tahan cahaya

Seperti telah diuraikan diatas, Polystyrene mempunyai ketahanan cahaya yang buruk, jadi karena cahaya fluoresen dan cahaya matahari langsung menjadi pudar warnanya dan terdegradasi. Polystyrene keperluan umum tidak cocok untuk peralatan yang kena sinar atau pengunaan diluar rumah. Jenis ini telah dikembangkan dengan mencampur zat pengabsorb Ultra Violet dan zat antioksidasi.


(31)

d. Polystyrene busa

Butan, pentan, heksan dst, dicampurkan sebagai bahan pembusa bagi Polystyrene, yang dibuat dalam bentuk butiran. Kalau dipanaskan dalam cetakan akan mengembang menjadi 20-70 kali lebih besar menjadi lunak dan kuat sebagai barang busa yang tercetak. Kertas stiren yang mempunyai permukaan mengkilat bagus dibuat dengan menggunakan mesin ekstrusi. Busa Polystyrene terdiri dari gelembung-gelembung kecil yang bebas sehingga dapat menghalangi panas dan suara.

Polystyrene akan lunak pada temperatur sekitar 95°C dan menjadi cairan kental pada 120 -180°C dan menjadi encer diatas 250°C, kemudian terurai diatas 320-330°C. Karena itu, dibanding dengan resin termoplastik lain, bahan ini mempunyai temperatur dekomposisi termal yang lebih tingi dan kecairanya lebih baik. Pencetakan injeksi adalah cara yang paling cocok. Akan tetapi karena tegangan dalam terjadi selama pencetakan, maka perlu penganilan yang tepat. Yaitu dipanaskan pada temperatur lebih rendah dari temperatur ketahanan panasnya (70-80°C) kemudian didinginkan perlahan-lahan. (Tata Surdia, 1999)

2.3. Pencetakan (Molding)

Mekanisme proses injection molding diawali dengan bahan baku yang ada di hopper turun untuk memasuki rongga ulir pada screw. Screw akan bergerak untuk membawa butiran plastik menuju barrel untuk melelehkan butiran plastik. Langkah berikutnya, cetakan ditutup dan screw didorong maju oleh piston untuk mendorong lelehan plastik dari screw chamber melalui nozzle masuk ke dalam cetakan. Lelehan plastik yang telah diinjeksi mengalami pengerasan karena energi panasnya diserap oleh dinding cetakan yang berpendingin air. Setelah proses pendinginan dan kekakuan produk cukup maka screw bergerak mundur untuk melakukan pengisian barrel. Pada saat itu, clamping unit akan bergerak untuk membuka cetakan. Produk dikeluarkan dengan ejector. Setelah itu, cetakan siap untuk diinjeksi kembali. Gambar 2.4 memperlihatkan mekanisme injection molding.


(32)

Gambar 2.4 Mesin Injection Molding

Gambar 2.5 Bagian detail plastic injection machine


(33)

Enam langkah utama yang biasanya dilakukan pada proses Injection Molding :

1. Pengapitan

Suatu mesin Injeksi memiliki tiga bagian utama, yaitu cetakan, pengapit dan unit penyuntik. Unit pengapit adalah pemegang cetakan yang mengalami tekanan selama proses penyuntikan dan pendinginan. Pada dasarnya, pengapit ini memegang kedua belah cetakan bersama-sama.

2. Suntikan

Pada saat penyuntikan, material plastik umumnya dalam bentuk butiran/pellet, diisi kedalam suatu wadah saluran tuang (hopper) yang terdapat bagian atas unit mesin. Butir/pellet ini disuap ke dalam silinder untuk dipanaskan hingga mencair. Di dalam silinder (barrel) terdapat mesin screw (berputar) yang mencampur bahan butiran/pellet cair dan mendorong campuran ke bagian ujung silinder. Ketika material yang dikumpulkan di ujung screw telah cukup, proses penyuntikan dimulai. Plastik yang dicairkan dimasukkan kedalam cetakan melalui suatu nozzle injector, ketika tekanan dan kecepatan diatur oleh screw tersebut. Sebagian mesin injeksi menggunakan suatu pendorong sebagai pengganti screw.

Mold Nozzle Injector Hopper Screw

Barrel Heaters


(34)

3. Penenangan

Tahap ini adalah waktu penenangan sesaat setelah proses penyuntikan. Plastik cair telah disuntik kedalam cetakan dan tekanan dipertahankan untuk meyakinkan segala sisi rongga cetakan telah terisi secara sempurna.

Mold Nozzle Injector Hopper

Screw

Barrel Heaters

Gambar 2.7 Masa penenangan mulai pendinginan

4. Pendinginan

Plastik didinginkan didalam cetakan untuk mendapatkan bentuk padatnya didalam cetakan. Pada proses ini sekaligus pengisian ulang bahan plastik dari hopper ke dalam barrel dengan screw yang berputar.

Mold Nozzle Injector Hopper Screw

Barrel Heaters


(35)

5. Cetakan Dibuka

Unit pengapit dibuka, yang memisahkan keduabelah cetakan

Mold Nozzle Injector Hopper

Screw Barrel Heaters

Gambar 2.9 Pembukaan kedua mold sekaligus pengeluaran hasil cetakan

6. Pengeluaran

Pena dan plat ejector mendorong dan mengeluarkan hasil cetakan dari dalam cetakan. Geram dan sisa pada sisi-sisi hasil cetakan yang tidak dipakai dapat didaur ulang untuk digunakan pada pencetakan berikutnya.

2.4. Kekuatan Tarik

Kekuatan tarik adalah salah satu sifat dasar dari bahan. Hubungan tegangan-regangan pada kekuatan tarik memberikan nilai yang cukup berubah tergantung pada laju tegangan, temperatur, lebaman dst, sebab dalam bahan polimer sifat-sifat viskoelastik mempunyai kekhasan seperti dinyatakan diatas, Pada bahan thermoplastik kelakuan demikian sangat berubah dengan penyearahan molekul rantai dalam bahan. Umunya kekuatan tarik dari bahan polimer lebih

rendah daripada umpamanya baja 70 kgf/mm2, duralumin 44 kgf/mm2 dan

sebagainya. Kekuatan tarik nilon 66 adalah 6,5 - 8,4 kgf/mm2 dan PVC 3,5-6,3

kgf/mm2. Pada resin biasa seperti Polystyrene, Polyethylene dan Polypropylene

kekuatan tariknya antara 0,7-8,4 kgf/mm2. Sedangkan pada film dan serat sangat


(36)

Gambar 2.10 menunjukan kekuatan tarik dari bahan polimer dalam bentuk kurva tegangan-regangan menurut kehasannya lunak atau besar, lemah atau kuat, getas atau liat. Dilihat dari kelakuan mulurnya ada tiga jenis kurva tegangan – regangan seperti ditunjukkan pada gambar 2.11.

Seperti ditunjukkan oleh garis OA1 pada (a) laju perpanjangan agak

rendah dan meningkat sampai 0,5-2 % pada saat patah menunjukkan hubungan lurus. Bahan yang termasuk kelompok ini adalah fenol, urea, melamin, polister tak jenuh, epoksi dan resin stiren yang bersifat patah getas.

Pada jenis selanjutnya, yang ditunjukkan pada (c), OY adalah lurus sampai titik mulur pada Y, tetapi setelah itu memberikan perpanjangan yang besar sampai 100 -1000%, dan sebelum patah tegangan tarik meningkat cepat. Kadang-kadang peningkatan terakhir ini tidak dapat teramati. Bahan yang termasuk kelompok ini adalah polyethylene, polypropylene, polyacetal dan lainnya yang terdiri dari molekul rantai.

Jenis (b) ada di antara (a) dan (c) yang tidak menunjukkan penurunan bebas setelah titik mulur seperti halnya ditunjukkan pada (c) tetapi hanya satu titik infleksi, jadi beban meningkat dan akhirnya mengakibatkan patah. Bahan yang termasuk jenis ini adalah resin ABS, Asetat, resin fluoro,dst.

Kelakuan bahan tersebut diatas berlaku pada temperatur kamar (200C). Kelakuan

tersebut akan berubah banyak apabila temperatur berubah.


(37)

Gambar 2.11 Kelakuan mulur dalam kurva tegangan-regangan

Resin termoset seperti resin fenol menunjukkan kelakuan semacam pada (a), walaupun temperatur berubah sampai batas tertentu, sedangkan resin thermoplastik sering berubah dari kelakuan (a) ke (c) apabila temperatur meningkat.

Dari setiap gambar tersebut, konstanta perbandingan antara tegangan dan regangan pada bagian lurus OY adalah modulus elastic yaitu modulus elastic

Young. Modulus elastic Young pada bahan polimer terletak di daerah 0,1-21 x 102

kgf/mm2 .

Harga tersebut lebih rendah daripada baja yaitu 200x102 kgf/mm2. Akan

tetapi kalau molekul rantai cukup terarah seperti serat, maka harga tersebut diatas menjadi lebih besar hampir menyamai logam. Deformasi oleh penarikan sampai patah berbeda banyak tergantung pada jenis dan temperatur. Pada 20ºC perpanjangannya ada pada daerah luas yaitu 0,5 – 700%. Kebanyakan thermoset, kurang dari 5%. Pada resin thermoplastic berkristal kebanyakan menunjukkan tipe (c) dengan perpanjangan yang jelas. (Tata Surdia, 1999)


(38)

BAB III

METODOLOGI

3.1. Tahapan Penelitian

Secara skematik tahapan penelitian adalah seperti gambar 3.1

Gambar 3.1 Diagram Alir Tahapan Penelitian

3.2. Peralatan

Alat yang digunakan adalah serangkaian mesin yang tediri dari mesin Injeksi molding, Cetakan plastik, Mesin uji tarik serta alat pendukung lainnya.

3.2.1 Mesin Plastic Injection Molding

Mesin Plastic Injection Molding adalah suatu alat atau mesin yang digunakan untuk membentuk suatu perlengkapan dari bahan plastik dengan menggunakan system suntikan, maksudnya adalah bahan dasar yang telah lebih dulu dicairkan / dilebur pada temperatur tertentu kemudian disuntikan pada cetakan melalui saluran masuk dengan tenaga tekan yang diperoleh dari udara bertekanan yang dihasilkan dari kompresor.

Penentuan Faktor : Jenis plastik, Temperatur, Tekanan, Waktu injeksi

Penentuan Produk : Spesimen Uji Tarik

Penentuan Mesin : Mesin Injeksi Molding

Jenis RN 350 Desain Eksperimen

Pencetakan Plastik

Pengujian Tensile dan Pengambilan Data

Pengolahan Data dan Grafik


(39)

Pada penelitian ini digunakanlah Mesin Plastic Injection Molding jenis RN 350, adapun spesifikasinya sebagai berikut :

Injection weight : 30 g

Injection volume : 32 cm2

Heating output : 600 w

Heating – up time : max. 6 min

Liquefaction capacity : 1500 g/h Electrical temperature regulation

with thermo-sensing element : +20 °C to + 400 °C Canstancy of temperature : +/- 2 °C

Permissible air pressure : max. 15 bar (normal 10 bar) Specific injection pressure : max. 350 kp/cm2

Air requirement : 1.4 dm3 x p per stroke

Wight : approx. 28 kg

Connected load : 220 V, 50 Hz, 3 A

Gambar 3.2 Plastic Injection Molding Machine Type RN 350 (Politeknik Negeri Medan, 2011)


(40)

3.2.2 Cetakan Plastik

Cetakan Plastik yang digunakan berupa cetakan dua pelat (Two Plate) yaitu berupa cetakan yang paling sederhana yang memiliki satu bukaan, produk yang dihasilkan dari cetakan ini yaitu berupa produk spesimen uji tarik.

Gambar 3.3 Cetakan Specimen Uji Tarik (Politeknik Negeri Medan, 2011)

3.2.3 Mesin Uji Tarik Universal

Untuk melakukan pengujian tarik digunakanlah mesin uji tarik universal yang terhubung dengan computer.

Gambar 3.4 Mesin Uji Tarik Universal (Politeknik Negeri Medan, 2011)

1

2 3 4

5 6 7


(41)

Keterangan gambar 3.4 :

1. Tombol power utama

2. Hand lever

3. Tombol pengatur gaya

4. Skala uji tarik

5. Power off

6. Power on

7. Ragum pencekam

8. Piston uji tarik

Adapun Spesifikasi mesin tersebut antara lain :

Nama Mesin : Universal Tensile Testing Machine

Model : Tarno Grocki

Tahun Pembuatan : 1989

Manufactued : Wilhelm Herm. Holm

Export Association of German

Gaya max : 100 kN

Stroke : 250 mm


(42)

3.3. Bahan Baku

Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah Polypropylene (PP), Polyethylene (PE), Polystyrene (PS).

Gambar 3.5 Polypropylene (Politeknik Negeri Medan, 2011)

Gambar 3.6 Polyethylene (Politeknik Negeri Medan, 2011)

Gambar 3.7 Polystyrene (Politeknik Negeri Medan, 2011)


(43)

3.4. Cara Menghitung Komposisi Bahan Baku

Pada peneltian ini digunakan biji plastik dengan formulasi sebagai berikut:

1. Biji plastik polypropylene murni

2. Biji plastik 50% polypropylene / 30% polyethylene / 20% polystyrene yang

dilelehkan secara bersamaan pada proses pencetakan plastik menjadi spesimen uji tarik.

Tabel 3.1 Bahan Baku dan Komposisinya

Bahan Baku *Temperatur

Leleh Berat/butir Komposisi

Polypropylene (PP) 160-175 oC 0,017 gr 50 %

Polyethylene (PE) 109-125 oC 0,025 gr 30 %

Polystyrene (PS) 74-104 oC 0,021 gr 20 %

*Sumber

Berat dari masing – masing butir bahan baku diukur menggunakan timbangan digital. Untuk menghasilkan satu buah spesimen diperlukan bahan baku dengan berat 9,5 gr. Maka untuk komposisi bahan baku yang terdiri dari Biji plastik 50% polypropylene / 30% polyethylene / 20% polystyrene dapat dihitung sebagai berikut :

50% Polypropylene

= 100

50

x 9,5 gr

= 4,75 gr

30% Polyethylene

= 100

30

x 9,5 gr


(44)

20% Polystyrene =

100 20

x 9,5 gr

= 1,9 gr

3.5. Proses Pencetakan Plastik

Berikut ini akan diuraikan proses pencetakan spesimen uji tarik dengan menggunakan mesin injeksi molding jenis RN 350.

1. Hubungkan arus listrik ke mesin injeksi molding, lalu tekan tombol on.

2. Biji plastik polypropylene murni tanpa campuran dimasukan kedalam

hopper pada mesin Injeksi molding untuk dipanaskan hingga meleleh.

Gambar 3.8 Plastic Injection Molding Machine Type RN 350

3. Temperatur di setting pada 160°C. Handle pengatur temperatur pada

mesin injeksi molding jenis RN 350 ditunjukkan oleh tanda anak panah berwarna merah

handle pengatur temperatur

Gambar 3.9 Plastic Injection Molding Machine Type RN 350


(45)

5. Biarkan biji plastik meleleh, hal ini ditandai dengan menyalanya lampu operasi.

Lampu operasi

Gambar 3.10 Lampu operasi Plastic Injection Molding Machine Type RN 350

6. Turunkan tuas tangan agar ujung nozel tepat diatas lubang cetakan,

kemudian tahan agar posisinya tidak bergeser.

Gambar 3.11 Tuas tangan Plastic Injection Molding Machine Type RN 350

7. Tekan tombol kontrol pada panel kontrol dan udara yang bertekanan

dilepaskan melalui silinder. Tekanan dipertahankan selama tombol ditekan hingga plastik memenuhi seluruh rongga cetakan. Ketika udara dilepaskan, silinder kembali keposisi semula.


(46)

8. Biarkan selama 5 menit agar plastik didalam cetakan mengeras. Kemudian buka cetakan dan dihasilkanlah sebuah spesimen uji tarik

Gambar 3.13 Cetakan dan produk Spesimen uji tarik

9. Lakukan hal yang sama dengan merubah temperatur cetak menjadi 180°C

dan 200 °C. Pada setiap temperatur dicetak 3 buah spesimen uji tarik.

Untuk mencetak spesimen uji tarik dengan bahan baku 50% PP / 30% PE / 20% PS, langkah kerjanya sama seperti cara mencetak plastik dengan bahan baku polypropylene murni, semua bahan baku tersebut dimasukkan kedalam hopper, lalu temperatur pemanasannya diatur pada 160 °C, setelah lampu operasi menyala menandakan plastik telah meleleh dan temperatur 160 °C telah tercapai maka dilakukanlah penyuntikan plastik kedalam cetakan dan dicetaklah spesimen uji tarik sebanyak 3 buah. Begitu juga proses yang dilakukan untuk mencetak spesimen uji tarik pada temperatur 180 °C dan 200 °C. Kita tinggal mengatur temperaturnya dengan memutar handle pengatur temperatur pada mesin injeksi molding dan kemudian dibuatlah 3 buah spesimen untuk masing-masing temperatur.

Gambar 3.14 Skema Pencetakan Spesimen Uji Tarik dari biji plastik 50%PP / 30%PE / 20%PS


(47)

3.6. Penjelasan Daerah Pemanasan Plastik

Gambar 3.15 Skema Pencetakan Spesimen Uji Tarik dari biji plastik 50%PP / 30%PE / 20%PS

Dengan melihat gambar skema diatas (Gambar 3.15) kita dapat mengetahui bahwa biji plastik yang terdiri dari 50%PP / 30%PE / 20%PS dimasukan secara bersamaan ke dalam hopper, kemudian biji-biji plastik tersebut akan memasuki rongga-rongga barrel dan karena adanya heater bands yang dipasang di sisi-sisi barrel maka biji plastik tersebut akan meleleh pada saat proses pemanasan, setelah seluruh biji plastik tersebut meleleh maka screw akan mendorong lelehan plastik tersebut untuk diinjeksikan kedalam cetakan (mold) spesimen uji tarik dengan cara menepatkan ujung nozzle ke lubang saluran cetakan. Setelah seluruh rongga cetakan terisi lelehan plastik nozzle dilepaskan dari cetakan dan didiamkan selama 5 menit agar plastik yang berada didalam cetakan mengeras, kemudian cetakan dibuka, maka dihasilkanlah spesimen uji tarik.


(48)

3.7. Cara Pengambilan Data

Untuk mengetahui sifat-sifat mekanik dari suatu material, maka yang harus dilakukan adalah pengujian terhadap material tersebut. Dalam dunia industri tentu akan menjadi sangat boros bila dilakukan pengujian dari setiap barang yang ingin diketahui sifat mekaniknya. Ada beberapa uji mekanik yang bisa dilakukan untuk mengetahui sifat-sifat material, antara lain uji tarik (tensile test), uji tekan (compression test), uji torsi/ puntir (torsion test), uji fatigue, dll. Dari sekian pengujian yang dapat dilakukan untuk mengetahui sifat material, uji tarik menjadi pengujian paling disukai untuk dilakukan karena dari satu pengujian dapat diketahui lebih banyak sifat material dari satu pengujian tersebut.

Uji tarik mungkin dapat dikatakan pengujian yang paling mendasar. Pengujian ini sangat sederhana, tidak mahal dan telah mengalami standarisasi di seluruh dunia, baik dari metode pengujian, bentuk spesimen yang di uji dan metode perhitungan dari hasil pengujian tersebut. Dengan menarik suatu material secara perlahan-lahan, kita akan mengetahui reaksi dari material tersebut terhadap pembebanan yang diberikan dan seberapa panjang material tersebut bertahan sampai akhirnya putus.

Cara pengambilan data pada penelitian ini yaitu dengan melakukan pengujian pada mesin uji tarik. Spesimen uji tarik diuji pada mesin uji tarik yang terhubung dengan computer sehingga setelah pengujian selesai dilakukan, data hasil pengujian akan didapatkan dengan bantuan proses komputerisasi.

Gambar 3.16 Skema pengujian tarik dari awal pembebanan

pada tanggal 28 November 2010)


(49)

Dari uji tarik, banyak sifat-sifat yang bisa kita ketahui dibandingkan pengujian lain. Dari hasil penarikan material hingga material tersebut putus, kita dapat mengetahui data yaitu berupa tegangan tarik versus pertambahan panjang dari material yang kita uji.

Gambar 3.17 Gambaran singkat uji tarik dan tegangan yang terjadi

pada tanggal 28 November 2010)

Biasanya yang menjadi fokus perhatian adalah kemampuan maksimum bahan tersebut dalam menahan beban. Kemampuan ini umumnya disebut “Ultimate Tensile Strenght” disingkat dengan UTS, dalam bahasa Indonesia disebut tegangan tegangan tarik maksimum.

Pada tahap sangat awal dari uji tarik, hubungan antara beban atau gaya yang diberikan berbanding lurus dengan perubahan panjang bahan tersebut. Ini disebut daerah linier atau linier zone. Di daerah ini, kurva pertambahan panjang vs beban mengikuti aturan Hooke sebagai berikut :

Rasio tegangan (stress) dan regangan (strain) adalah konstan Stress :

A F = σ Strain :

L L

∆ =

ε


(50)

E = ε σ dimana :

F : Gaya tarikan (kN)

A : Luas penampang (mm2)

L

∆ : Pertambahan panjang (mm)

L : Panjang awal (mm)

ε : Regangan

σ : Tegangan (Mpa)

E : Modulus Elastisitas (Gpa)

Selanjutnya kita dapatkan gambar, yang merupakan kurva standar ketika melakukan eksperimen uji tarik. E adalah gradien kurva dalam daerah linier, di

mana perbandingan tegangan ( )σ dan tegangan (ε ) selalu tetap. E diberi nama

“Modulus Elastisitas “ atau “Young Modulus”. Kurva yang menyatakan antara strain dan stress seperti ini kerap disingkat kurva SS (SS curve).

Gambar 3.18 Kurva tegangan–regangan

pada tanggal 28 November 2010)

Untuk keperluan kebanyakan analisa teknik, data yang didapatkan dari uji tarik dapat digeneralisasikan seperti pada gambar 3.19.


(51)

Gambar 3.19 Profil data hasil uji tarik

pada tanggal 28 November 2010)

Dengan berpedoman pada hasil uji tarik seperti pada gambar 3.19 kita dapat membahas istilah mengenai sifat-sifat mekanik bahan. Asumsikan bahwa kita melakukan uji tarik mulai dari titik 0 sampai D sesuai dengan arah panah dalam gambar.

Deformasi plastis (plastic deformation)

Yaitu perubahan bentuk yang tidak kembali ke keadaan semula. Pada gambar 3.19 yaitu bila bahan ditarik sampai melewati batas proporsional dan mencapai daerah landing.

Tegangan luluh atas σuy (upper yield stress)

Tegangan maksimum sebelum bahan memasuki fase landing peralihan deformasi elastis ke plastis.

Tegangan luluh bawah σ ly (lower yield stress)

Tegangan rata-rata daerah landing sebelum benar-benar memasuki fase deformasi plastis. Bila hanya disebut tegangan luluh (yield stress), maka yang dimaksud adalah tegangan ini.


(52)

Regangan elastis εy (yield strain)

Regangan permanen saat bahan akan memasuki fase deformasi plastis.

Regangan elastis ε e (elastic strain)

Regangan yang diakibatkan perubahan elastis bahan. Pada saat beban dilepaskan regangan ini akan kembali keposisi semula.

Regangan plastis εp (plastic strain)

Regangan yang diakibatkan perubahan plastis. Pada saat beban dilepaskan regangan ini tetap tinggal sebagai perubahan permanent bahan.

Regangan total (total strain)

Merupakan gabungan regangan plastis dan regangan elastis, εT = εe + εp

Perhatikan dengan arah OABE. Pada titik B, regangan yang ada adalah regangan total. Ketika beban dilepaskan, posisi regangan ada pada titik E dan besar regangan yang tinggal (OE) adalah regangan plastis.

Tegangan tarik maksimum TTM (UTS, Ultimate tensile strength)

Pada gambar 3.19 ditunjukan dengan titik C (σβ), merupakan besar tegangan

maksimum yang didapatkan dalam uji tarik.

Kekuatan patah (fracture strength)

Pada gambar 3.19 ditunjukkan dengan titik D, merupakan besar tegangan dimana bahan yang diuji putus atau patah.

Tegangan luluh pada data tanpa batas jelas antara perubahan elastis dan plastis.

Untuk hasil uji tarik yang tidak memiliki daerah linier dan landing yang jelas, tegangan luluh biasanya didefenisikan sebagai tegangan yang menghasilkan


(53)

regangan permanent sebesar 0.2 %, regangan ini disebut offset-strain (Gambar 3.20).

Gambar 3.20 Penentuan tegangan luluh (yield stress) untuk kurva tanpa daerah linier

pada tanggal 28 November 2010)

Prosedur pengujian :

1. Mempersiapkan alat dan bahan yang diperlukan

2. Meletakkan spesimen uji tarik pada mesin uji tarik dan atur jarum

penunjuk skala pada angka nol.

3. Menghidupkan mesin dan mengamati perubahan yang terjadi baik pada

grafik yang muncul dilayar komputer maupun pada jarum penunjuk skala.

4. Menambahkan beban pada spesimen uji tarik yang diberikan dengan

kecepatan konstan hingga spesimen uji tarik putus.

5. Menghentikan mesin uji tarik dan melepaskan spesimen dari ragum

pencekam dan mengukur pertambahan panjang yang terjadi pada spesimen tersebut.

6. Menganalisa data yang telah didapat dari hasil pengujian dengan bantuan

proses komputerisasi.


(54)

3.7. Kendala-kendala

Pada proses injeksi molding seringkali terjadi gangguan / cacat produk yang dapat merusak / menganggu penampilan produk. Cacat produk dapat ditimbulkan berbagai faktor, baik yang bersumber pada faktor desain maupun parameter injeksinya. Untuk mengatasi cacat tersebut tentunya harus disesuaikan dengan bentuk dan jenis gangguan atau cacat yang ditimbulkan dan pengaruhnya pada produk. Cacat yang sering terjadi pada penelitian ini yaitu udara terjebak (Air Traped). Cacat yang terjadi akibat udara terjebak dalam cetakan akan membentuk produk yang tidak terisi penuh hal ini menyebabkan produk tidak dapat digunakan untuk pengujian tarik.

Udara yang terjebak

Gambar 3.22 Udara terjebak

Hal ini dapat terjadi karena beberapa hal :

1. Kecepatan aliran dan tekanan terlalu tinggi sehingga udara tidak sempat

keluar dari dalam rongga cetakan.

2. Holding pressure terlalu rendah.


(55)

BAB IV

DATA DAN ANALISA

4.1. Data Penelitian

Pada Bab ini akan dibahas bagaimana analisa grafik hasil pengujian tarik pada :

3. Biji plastik polypropylene murni yang dicetak pada temperatur 160°C,

180 °C dan 200 °C. (Type A)

4. Biji plastik 50% polypropylene, 30% polyethylene dan 20% polystyrene

yang dilelehkan secara bersamaan pada proses pencetakan plastik menjadi spesimen uji tarik dengan temperatur pencetakannya yaitu pada 160 °C, 180 °C dan 200 °C. (Type B)

Untuk masing-masing temperatur dicetak sebanyak 3 buah spesimen sehingga mendapatkan hasil yang akurat pada pengujian tarik.

Berikut ini adalah gambar spesimen setelah dilakukan pengujian tarik.


(56)

Gambar 4.2. Spesimen 180 °C (Type A) setelah pengujian tarik

Gambar 4.3. Spesimen 200 °C (Type A) setelah pengujian tarik

4.1.1. Sifat Mekanik

Setelah dilakukan pengujian tarik, diperoleh data – data berupa sifat mekanis spesimen yang meliputi:

• Max stress (tensile strength) : MPa

• Yield stress (kekuatan mulur) : MPa

• Proportional limit (batas elatis) : MPa

• Modulus Elastis : MPa


(57)

Berikut ini disajikan hasil pengujian tarik untuk tiap-tiap spesimen.

Spesimen 160-1 (PP Murni)

Gambar 4.4. Hasil Pengujian Tarik Spesimen 160-1A

Dari hasil pengujian tarik untuk spesimen 160-1A dapat diketahui :

Max. Stress : 22.15 Mpa

Yield Stress : 15.51 Mpa

Proportional Limit : 14.12 Mpa

Elastic Modulus : 73163.09 Mpa

Elongation : 6.70 %

STRESS-STRAIN DIAGRAM 0 5 10 15 20 25 30

-0.02 0 0.02 0.04 0.06 0.08 0.1 0.12 0.14 Strain (mm/mm) S tr e s s ( M p a )

Gambar 4.5. Grafik Stress VS Strain Spesimen 160-1A (dalam Ms. Excel )

Berdasarkan bentuk grafik hasil pengujian dapat diketahui bahwa spesimen uji tarik 160-1A memiliki kelakuan tarikan yang keras dan ulet.


(58)

Spesimen 160-2 (PP Murni)

Gambar 4.6. Hasil Pengujian Tarik Spesimen 160-2A

Dari hasil pengujian tarik untuk spesimen 160-2A dapat diketahui :

Max. Stress : 24.67 Mpa

Yield Stress : 15.98 Mpa

Proportional Limit : 15.51 Mpa

Elastic Modulus : 70953.39 Mpa

Elongation : 11.27 %

STRESS-STRAIN DIAGRAM 0 5 10 15 20 25 30

-0.02 0 0.02 0.04 0.06 0.08 0.1 0.12 0.14

Strain (mm/mm) S tr e s s ( M p a )

Gambar 4.7. Grafik Stress VS Strain Spesimen 160-2A (dalam Ms. Excel )

Berdasarkan bentuk grafik hasil pengujian dapat diketahui bahwa spesimen uji tarik 160-2A memiliki kelakuan tarikan yang keras dan kuat.


(59)

Spesimen 160-3 (PP Murni)

Gambar 4.8. Hasil Pengujian Tarik Spesimen 160-3A

Dari hasil pengujian tarik untuk spesimen 160-3A dapat diketahui :

Max. Stress : 17.25 Mpa

Yield Stress : 12.94 Mpa

Proportional Limit : 12.26 Mpa

Elastic Modulus : 95574.89 Mpa

Elongation : 6.52 %

STRESS-STRAIN DIAGRAM

0 5 10 15 20 25

-0.01 0 0.01 0.02 0.03 0.04 0.05 0.06 0.07 0.08

Strain (mm/mm)

S

tr

e

s

s

(

M

p

a

)

Gambar 4.9. Grafik Stress VS Strain Spesimen 160-3A (dalam Ms. Excel )

Berdasarkan bentuk grafik hasil pengujian dapat diketahui bahwa spesimen uji tarik 160-3A memiliki kelakuan tarikan yang keras dan kuat.


(60)

Spesimen 180-1 (PP Murni)

Gambar 4.10. Hasil Pengujian Tarik Spesimen 180-1A

Dari hasil pengujian tarik untuk spesimen 180-1A dapat diketahui :

Max. Stress : 24.32 Mpa

Yield Stress : 18.24 Mpa

Proportional Limit : 18.24 Mpa

Elastic Modulus : 71035.27 Mpa

Elongation : 8.63 %

STRESS-STRAIN DIAGRAM 0 5 10 15 20 25 30

-0.02 0 0.02 0.04 0.06 0.08 0.1 0.12 0.14 0.16 0.18

Strain (mm/mm) S tr e s s ( M p a )

Gambar 4.11. Grafik Stress VS Strain Spesimen 180-1A (dalam Ms. Excel )

Berdasarkan bentuk grafik hasil pengujian dapat diketahui bahwa spesimen uji tarik 180-1A memiliki kelakuan tarikan yang keras dan ulet.


(61)

Spesimen 180-2 (PP Murni)

Gambar 4.12 Hasil Pengujian Tarik Spesimen 180-2A

Dari hasil pengujian tarik untuk spesimen 180-2A dapat diketahui :

Max. Stress : 33.58 Mpa

Yield Stress : 22.18 Mpa

Proportional Limit : 21.28 Mpa

Elastic Modulus : 71267.08Mpa

Elongation : 12.45 %

STRESS-STRAIN DIAGRAM 0 5 10 15 20 25 30 35 40

-0.02 0 0.02 0.04 0.06 0.08 0.1 0.12 0.14 Strain (mm/mm) S tr e s s ( M p a )

Gambar 4.13. Grafik Stress VS Strain Spesimen 180-2A (dalam Ms. Excel )

Berdasarkan bentuk grafik hasil pengujian dapat diketahui bahwa spesimen uji tarik 180-2A memiliki kelakuan tarikan yang keras dan ulet.


(62)

Spesimen 180-3 (PP Murni)

Gambar 4.14. Hasil Pengujian Tarik Spesimen 180-3A

Dari hasil pengujian tarik untuk spesimen 180-3A dapat diketahui :

Max. Stress : 25.09 Mpa

Yield Stress : 16.57 Mpa

Proportional Limit : 15.88 Mpa

Elastic Modulus : 72227.28Mpa

Elongation : 14.63 %

STRESS-STRAIN DIAGRAM 0 5 10 15 20 25 30

-0.02 0 0.02 0.04 0.06 0.08 0.1 0.12 0.14 0.16 0.18 Strain (mm/mm) S tr e s s ( M p a )

Gambar 4.15. Grafik Stress VS Strain Spesimen 180-3A (dalam Ms. Excel )

Berdasarkan bentuk grafik hasil pengujian dapat diketahui bahwa spesimen uji tarik 180-3A memiliki kelakuan tarikan yang keras dan ulet.


(63)

Spesimen 200-1 (PP Murni)

Gambar 4.16. Hasil Pengujian Tarik Spesimen 200-1A

Dari hasil pengujian tarik untuk spesimen 200-1A dapat diketahui :

Max. Stress : 30.88 Mpa

Yield Stress : 19.07 Mpa

Proportional Limit : 18.53 Mpa

Elastic Modulus : 71294.11Mpa

Elongation : 12.00 %

STRESS-STRAIN DIAGRAM 0 5 10 15 20 25 30 35

-0.02 0 0.02 0.04 0.06 0.08 0.1 0.12 0.14

Strain (mm/mm) S tr e s s ( M p a )

Gambar 4.17. Grafik Stress VS Strain Spesimen 200-1A (dalam Ms. Excel )

Berdasarkan bentuk grafik hasil pengujian dapat diketahui bahwa spesimen uji tarik 200-1A memiliki kelakuan tarikan yang keras dan ulet.


(64)

Spesimen 200-2 (PP Murni)

Gambar 4.18. Hasil Pengujian Tarik Spesimen 200-2A

Dari hasil pengujian tarik untuk spesimen 200-2A dapat diketahui :

Max. Stress : 25.91 Mpa

Yield Stress : 17.53 Mpa

Proportional Limit : 16.26 Mpa

Elastic Modulus : 78722.54 Mpa

Elongation : 6.90 %

STRESS-STRAIN DIAGRAM 0 5 10 15 20 25 30

-0.01 0 0.01 0.02 0.03 0.04 0.05 0.06 0.07 0.08 Strain (mm/mm) S tr e s s ( M p a )

Gambar 4.19. Grafik Stress VS Strain Spesimen 200-2A (dalam Ms. Excel )

Berdasarkan bentuk grafik hasil pengujian dapat diketahui bahwa spesimen uji tarik 200-2A memiliki kelakuan tarikan yang keras dan kuat.


(65)

Spesimen 200-3 (PP Murni)

Gambar 4.20. Hasil Pengujian Tarik Spesimen 200-3A

Dari hasil pengujian tarik untuk spesimen 200-3A dapat diketahui :

Max. Stress : 28.95 Mpa

Yield Stress : 18.09 Mpa

Proportional Limit : 17.83 Mpa

Elastic Modulus : 87989.48 Mpa

Elongation : 6.70 %

STRESS-STRAIN DIAGRAM 0 5 10 15 20 25 30 35

0 0.01 0.02 0.03 0.04 0.05 0.06 0.07 0.08

Strain (mm/mm) S tr e s s ( M p a )

Gambar 4.21. Grafik Stress VS Strain Spesimen 200-3A (dalam Ms. Excel )

Berdasarkan bentuk grafik hasil pengujian dapat diketahui bahwa spesimen uji tarik 200-3A memiliki kelakuan tarikan yang keras dan kuat.


(66)

4.2. Sifat Fisik

• Spesimen bersifat elastis – plastis.

• Sedikit terdapat lubang karena bahan bakunya homogen.

• Penyusutannya rendah.

• Ketika ditarik langsung putus tanpa membentuk serat.

4.3. Analisa Hasil Pengujian 4.3.1. Analisa Kekuatan

Temperatur memainkan peranan yang sangat penting dalam proses moulding. Jika temperatur moldingnya lebih tinggi dari titik leleh plastik, maka spesimen akan rusak, banyak terdapat lubang, dan kekuatannya akan turun (Wiedemann dan Rothe : 1990).

Dari hasil pencetakan, banyak terdapat lubang pada spesimen yang mempengaruhi sifat fisik dan mekanis spesimen. Diperoleh juga bahwa makin tinggi temperatur moulding maka penyusutannya juga semakin tinggi dan jumlah lubang semakin banyak.

Dari data pengujian tarik diperoleh rata – rata tegangan maksimum (max stress) spesimen untuk masing – masing temperatur.

160 (max)

σ o

Crata-rata =

3

max max

max1 σ 2 σ 3

σ + +

= 3 ) 25 , 17 67 , 24 15 , 22

( + + Mpa

= 3 07 ,

64 Mpa


(67)

180 (max)

σ o

Crata-rata =

3

max max

max1 σ 2 σ 3

σ + +

= 3 ) 09 , 25 58 , 33 32 , 24

( + + Mpa

= 3 99 ,

82 Mpa

= 27,66 Mpa

200 (max)

σ o

C rata-rata =

3

max max

max1 σ 2 σ 3

σ + +

= 3 ) 95 , 28 91 , 25 88 , 30

( + + Mpa

= 3 74 ,

85 Mpa

= 28,58 Mpa

Dalam hal ini, kekuatan akan meningkat apabila temperatur pemanasan dinaikkan, namun kenaikannya tidak terlalu tinggi. Dari hasil pengujian tarik terhadap spesimen Polypropylene (PP) murni ternyata pada pengujian spesimen yang dicetak pada temperatur 200 °C menghasilkan kekuatan yang lebih besar bila dibandingkan dengan spesimen yang dicetak pada temperatur 160 °C ataupun 180°C. Hal ini dapat diketahui dari rata-rata tegangan maksimumnya yang lebih besar yaitu 28,58 Mpa. Dimana tegangan maksimum ini menjadi fokus perhatian karena merupakan kemampuan maksimum bahan tersebut dalam menahan beban.


(68)

4.4. Perbandingan Kekuatan Plastik Polypropylene (PP) Murni dengan Kekuatan Plastik (50% PP / 30%PE / 20%PS)

Dalam penelitian ini juga dilakukan pengujian kekuatan tarik terhadap spesimen yang terbuat dari bahan baku 50% PP / 30% PE / 20% PS yang secara besamaan dicetak menjadi spesimen uji tarik. Temperatur cetak diatur pada 160°C, 180°C, 200°C, spesimen yang dicetak sebanyak 3 spesimen pada tiap-tiap temperatur.

Berikut ini adalah gambar spesimen setelah dilakukan pengujian tarik.

Gambar 4.22. Spesimen 160oC (Type B) setelah pengujian tarik


(69)

Gambar 4.24. Spesimen 200oC (Type B) setelah pengujian tarik

4.4.1. Sifat Mekanik

Setelah dilakukan pengujian tarik, diperoleh data – data berupa sifat mekanis spesimen yang meliputi:

• Max stress (tensile strength) : MPa

• Yield stress (kekuatan mulur) : MPa

• Proportional limit (batas elatis) : MPa

• Modulus Elastis : MPa


(70)

Spesimen 160-1 (50%PP / 30%PE / 20%PS)

Gambar 4.25. Hasil Pengujian Tarik Spesimen 160-1B

Dari hasil pengujian tarik untuk spesimen 160-1B dapat diketahui :

Max. Stress : 13.50 Mpa

Yield Stress : 1.45 Mpa

Proportional Limit : 0.48 Mpa

Elastic Modulus : 61156.55 Mpa

Elongation : 13.67 %

STRESS-STRAIN DIAGRAM

0 5 10 15

-0.05 0 0.05 0.1 0.15 0.2

Strain (mm/mm)

S

tr

e

s

s

(

M

p

a

)

Gambar 4.26. Grafik Stress VS Strain Spesimen 160-1B (dalam Ms. Excel )

Berdasarkan bentuk grafik hasil pengujian dapat diketahui bahwa spesimen uji tarik 160-1B memiliki kelakuan tarikan yang lunak dan lemah.


(71)

Spesimen 160-2 (50%PP / 30%PE / 20%PS)

Gambar 4.27. Hasil Pengujian Tarik Spesimen 160-2B

Dari hasil pengujian tarik untuk spesimen 160-2B dapat diketahui :

Max. Stress : 13.98 Mpa

Yield Stress : 6.02 Mpa

Proportional Limit : 4.82 Mpa

Elastic Modulus : 93352.63 Mpa

Elongation : 8.68 %

STRESS-STRAIN DIAGRAM

0 5 10 15

-0.02 0 0.02 0.04 0.06 0.08 0.1

Strain (mm/mm)

S

tr

e

s

s

(

M

p

a

)

Gambar 4.28. Grafik Stress VS Strain Spesimen 160-2B (dalam Ms. Excel )

Berdasarkan bentuk grafik hasil pengujian dapat diketahui bahwa spesimen uji tarik 160-2B memiliki kelakuan tarikan yang lunak dan lemah.


(72)

Spesimen 160-3 (50%PP / 30%PE / 20%PS)

Gambar 4.29. Hasil Pengujian Tarik Spesimen 160-3B

Dari hasil pengujian tarik untuk spesimen 160-3 dapat diketahui :

Max. Stress : 17.35 Mpa

Yield Stress : 15.91 Mpa

Proportional Limit : 11.81 Mpa

Elastic Modulus : 70124.18 Mpa

Elongation : 7.40 %

STRESS-STRAIN DIAGRAM

0 5 10 15 20

-0.1 0 0.1 0.2 0.3 0.4

Strain (mm/mm)

S

tr

e

s

s

(

M

p

a

)

Gambar 4.30. Grafik Stress VS Strain Spesimen 160-3B (dalam Ms. Excel )

Berdasarkan bentuk grafik hasil pengujian dapat diketahui bahwa spesimen uji tarik 160-3B memiliki kelakuan tarikan yang lunak dan lemah.


(73)

Spesimen 180-1 (50%PP / 30%PE / 20%PS)

Gambar 4.31. Hasil Pengujian Tarik Spesimen 180-1B

Dari hasil pengujian tarik untuk spesimen 180-1B dapat diketahui :

Max. Stress : 10.94 Mpa

Yield Stress : 1.09 Mpa

Proportional Limit : 0.27 Mpa

Elastic Modulus : 140836.84 Mpa

Elongation : 22.40 %

STRESS-STRAIN DIAGRAM 0 2 4 6 8 10 12

-0.05 0 0.05 0.1 0.15 0.2 0.25 0.3

Strain (mm/mm) S tr e s s ( M p a )

Gambar 4.32. Grafik Stress VS Strain Spesimen 180-1B (dalam Ms. Excel )

Berdasarkan bentuk grafik hasil pengujian dapat diketahui bahwa spesimen uji tarik 180-1B memiliki kelakuan tarikan yang keras dan getas.


(74)

Spesimen 180-2 (50%PP / 30%PE / 20%PS)

Gambar 4.33. Hasil Pengujian Tarik Spesimen 180-2B

Dari hasil pengujian tarik untuk spesimen 180-2B dapat diketahui :

Max. Stress : 12.59 Mpa

Yield Stress : 0.52 Mpa

Proportional Limit : 0.26 Mpa

Elastic Modulus : 197008.70 Mpa

Elongation : 13.65 %

STRESS-STRAIN DIAGRAM

0 2 4 6 8 10 12 14

-0.05 0 0.05 0.1 0.15

Strain (mm/mm)

St

re

ss

(M

pa

)

Gambar 4.34. Grafik Stress VS Strain Spesimen 180-2B (dalam Ms. Excel )

Berdasarkan bentuk grafik hasil pengujian dapat diketahui bahwa spesimen uji tarik 180-2B memiliki kelakuan tarikan yang lunak dan lemah.


(75)

Spesimen 180-3 (50%PP / 30%PE / 20%PS)

Gambar 4.35. Hasil Pengujian Tarik Spesimen 180-3B

Dari hasil pengujian tarik untuk spesimen 180-3B dapat diketahui :

Max. Stress : 10.61 Mpa

Yield Stress : 9.29 Mpa

Proportional Limit : 8.76 Mpa

Elastic Modulus : 71006.25 Mpa

Elongation : 8.60 %

STRESS-STRAIN DIAGRAM

0 2 4 6 8 10 12

-0.02 0 0.02 0.04 0.06 0.08 0.1 0.12

Strain (mm/mm)

S

tr

es

s

(M

p

a)

Gambar 4.36. Grafik Stress VS Strain Spesimen 180-3B (dalam Ms. Excel )

Berdasarkan bentuk grafik hasil pengujian dapat diketahui bahwa spesimen uji tarik 180-3B memiliki kelakuan tarikan yang lunak dan lemah.


(76)

Spesimen 200-1 (50%PP / 30%PE / 20%PS)

Gambar 4.37. Hasil Pengujian Tarik Spesimen 200-1B

Dari hasil pengujian tarik untuk spesimen 200-1B dapat diketahui :

Max. Stress : 7.63 Mpa

Yield Stress : 2.44 Mpa

Proportional Limit : 1.22 Mpa

Elastic Modulus : 42522.70 Mpa

Elongation : 7.70 %

STRESS-STRAIN DIAGRAM 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9

0 0.02 0.04 0.06 0.08 0.1 0.12 0.14 0.16 0.18

Strain (mm/mm) S tr e s s ( M p a )

Gambar 4.38. Grafik Stress VS Strain Spesimen 200-1B (dalam Ms. Excel )

Berdasarkan bentuk grafik hasil pengujian dapat diketahui bahwa spesimen uji tarik 200-1B memiliki kelakuan tarikan yang lunak dan lemah.


(77)

Spesimen 200-2 (50%PP / 30%PE / 20%PS)

Gambar 4.39. Hasil Pengujian Tarik Spesimen 200-2B

Dari hasil pengujian tarik untuk spesimen 200-2B dapat diketahui :

Max. Stress : 2.22 Mpa

Yield Stress : 2.22 Mpa

Proportional Limit : 1.11 Mpa

Elastic Modulus : 59845.53 Mpa

Elongation : 4.38 %

STRESS-STRAIN DIAGRAM

0 0.5 1 1.5 2 2.5

-0.01 0 0.01 0.02 0.03 0.04 0.05 Strain (mm/mm)

S

tr

e

s

s

(

M

p

a

)

Gambar 4.40. Grafik Stress VS Strain Spesimen 200-2B (dalam Ms. Excel )

Berdasarkan bentuk grafik hasil pengujian dapat diketahui bahwa spesimen uji tarik 200-2B memiliki kelakuan tarikan yang lunak dan lemah.


(78)

Spesimen 200-3 (50%PP / 30%PE / 20%PS)

Gambar 4.41. Hasil Pengujian Tarik Spesimen 200-3B

Dari hasil pengujian tarik untuk spesimen 200-3B dapat diketahui :

Max. Stress : 6.18 Mpa

Yield Stress : 0.77 Mpa

Proportional Limit : 0.51 Mpa

Elastic Modulus : 95080.77 Mpa

Elongation : 4.63 %

STRESS-STRAIN DIAGRAM 0 1 2 3 4 5 6 7

-0.01 0 0.01 0.02 0.03 0.04 0.05

Strain (mm/mm) S tr e s s ( M p a )

Gambar 4.42. Grafik Stress VS Strain Spesimen 200-3B (dalam Ms. Excel )

Berdasarkan bentuk grafik hasil pengujian dapat diketahui bahwa spesimen uji tarik 200-3B memiliki kelakuan tarikan yang lunak dan lemah.


(79)

4.4.2. Sifat Fisik

Sifat fisik spesimen setelah dilakukan pengujian tarik adalah :

• Spesimen bersifat elastis – plastis.

• Terdapat lubang/ruang kosong dan penyusutannya cukup banyak.

• Ketika ditarik tidak langsung putus, tetapi membentuk serat yang banyak

dan panjang.

4.4.3. Analisa Kekuatan

Dari data pengujian tarik diperoleh rata – rata tegangan maksimum (max stress) spesimen type B untuk masing – masing temperatur.

160 (max)

σ o

Crata-rata =

3

max max

max1 σ 2 σ 3

σ + +

= 3 ) 35 , 17 98 , 13 50 , 13

( + + Mpa

= 3 38 ,

44 Mpa

= 14,79 Mpa

180 (max)

σ o

Crata-rata =

3

max max

max1 σ 2 σ 3

σ + +

= 3 ) 61 , 10 59 , 12 94 , 10

( + + Mpa

= 3 14 ,

34 Mpa


(80)

200 (max)

σ o

C rata-rata =

3

max max

max1 σ 2 σ 3

σ + +

= 3 ) 18 , 6 22 , 2 63 , 7

( + + Mpa

= 3 03 ,

16 Mpa

= 5,34 Mpa

Pada pengujian spesimen dengan bahan baku 50% PP / 30% PE / 20% PS, ternyata spesimen yang dicetak pada temperatur 160°C memiliki kekuatan yang lebih besar dari spesimen yang dicetak pada temperatur 180°C ataupun 200°C, hal ini bisa dilihat dari rata-rata tegangan maksimum (max. Stress) pada temperatur 160°C sebesar 14,79 Mpa tetapi bila dibandingkan dengan spesimen uji tarik berbahan polypropylene murni kekuatan spesimen ini lebih kecil.


(81)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Dari data hasil pengujian, pemeriksaan dan pembahasan dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Setelah dilakukan pengujian tarik, pada spesimen uji tarik yang terbuat

dari biji plastik polypropylene murni (Type A) yang dicetak pada temperatur 200°C memiliki rata-rata tegangan maximum sebesar 28,58 Mpa. Tegangan ini lebih besar dibandingkan spesimen uji tarik yang terbuat dari biji plastik polypropylene murni yang dicetak pada temperatur 160 °C dan 180 °C, dimana spesimen tersebut hanya memiliki rata-rata tegangan maximum sebesar 21,35 Mpa dan 27,66 Mpa.

2. Setelah dilakukan pengujian tarik, pada spesimen uji tarik yang terbuat

dari 50 % polypropylene / 30 % polyethylene / 20 % polystyrene (Type B) yang dicetak pada temperatur 160 °C memiliki rata-rata tegangan maximum sebesar 14,79 Mpa. Tegangan ini lebih besar dibandingkan spesimen uji tarik yang terbuat dari 50 % polypropylene / 30 % polyethylene / 20 % polystyrene yang dicetak pada temperatur 180 °C dan 200 °C, dimana spesimen tersebut hanya memiliki rata-rata tegangan maximum sebesar 11,38 Mpa dan 5,34 Mpa.

3. Dari hasil perbandingan antara spesimen uji tarik yang terbuat dari

polypropylene murni dan spesimen uji tarik yang terbuat dari 50%PP / 30%PE / 20% PS dapat diketahui bahwa spesimen uji tarik yang terbuat dari polypropylene murni lebih kuat karena memiliki tegangan maksimum yang lebih besar, hal ini berarti kemampuan spesimen tersebut menahan beban lebih besar.

4. Sifat fisik spesimen uji tarik yang terbuat dari polypropylene murni

antara lain bersifat elastis-plastis, sedikit terdapat lubang karena bahan bakunya homogen, penyusutannya rendah dan ketika dilakukan pengujian tarik spesimen tersebut langsung putus tanpa membentuk serat.


(82)

5. Sifat fisik spesimen uji tarik yang terbuat dari 50 % polypropylene / 30 % polyethylene / 20 % polystyrene antara lain spesimen bersifat elastis-plastis, terdapat lubang atau ruang kosong dan penyusutannya cukup banyak, ketika diuji tarik spesimen tidak langsung tetapi membentuk serat yang banyak dan panjang.

6. Dari hasil penelitian ini diketahui bahwa gagalnya spesimen uji tarik saat

proses pencetakan disebabkan oleh adanya udara yang terjebak (Air Traped) didalam plastik yang diinjeksikan ke cetakan, hal ini menyebabkan cacat pada spesimen uji tarik sehingga spesimen tersebut tidak dapat digunakan pada proses uji tarik.

5.2. Saran

1. Untuk mempermudah proses pengujian pada spesimen sebaiknya

dilakukan penandaan / pemberian kode yang baik dan jelas agar tidak terjadi kesalahan pada saat pengambilan data.

2. Analisa yang dilakukan hanya berdasarkan bentuk grafik yang dihasilkan

oleh mesin uji tarik. Disarankan untuk berikutnya agar melakukan pengembangan analisa yang lebih kompleks dengan melakukan perbandingan antara hasil analisa grafik dengan hasil analisa hitungan teoritis.


(83)

DAFTAR PUSTAKA

1. Amstead. B.H dkk1991, “Teknologi Mekanik” , Jakarta : Penerbit

Erlangga

2. Budiarto, 2002, “Perancangan Peralatan Pencetak” ; Politeknik

Manufaktur Bandung ; Bandung

3. Gere, M. James dan Timoshenko, P. Stephen ; 1996. “Mekanika Bahan”

Jakarta : Penerbit Erlangga

4.

tanggal 16 November 2010

5.

diakses pada tanggal 28 November 2010

6.

Polyta Indonesia Tbk, diakses pada tanggal 28 November 2010

7. Luchsinger,H.R, 1982, “Tool Design 3”, Politeknik Mekanik Swiss – ITB;

Bandung.

8. Surdia, Tata; 985. “Pengetahuan Bahan Teknik”, Cetakan keempat, Jakarta


(84)

(85)

(86)

(87)

(88)

(89)

(90)

(91)

(92)

(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)