Pengaruh Campuran 50% Polypropylene, 30% Polyethylene, 20% Polystyrene Terhadap Variasi Temperatur Pada Proses Injection Molding Tipe Teforma RN 350

(1)

PENGARUH CAMPURAN 50% POLYPROPYLENE,

30% POLYETHYLENE, 20% POLYSTYRENE

TERHADAP VARIASI TEMPERATUR PADA PROSES

INJECTION MOLDING TIPE TEFORMA RN 350

SKRIPSI

Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik

]

PRANDANANTA SEMBIRING NIM. 060401029

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

PENGARUH CAMPURAN 50% POLYPROPYLENE,

30% POLYETHYLENE, 20% POLYSTYRENE

TERHADAP VARIASI TEMPERATUR PADA PROSES

INJECTION MOLDING TIPE TEFORMA RN 350

PRANDANANTA SEMBIRING NIM. 060401029

Diketahui / Disyahkan : Disetujui oleh :

DepartemenTeknik Mesin Dosen Pembimbing, Fakultas Teknik USU

Ketua,

Dr. Ing. Ir. Ikhwansyah Isranuri

NIP. 1964 1224 1992 111001 NIP.1956 0910 1987 01001


(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, atas segala karunia dan anugerah-Nya yang senantiasa diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk dapat lulus menjadi Sarjana Teknik di Departemen Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara. Adapun Skripsi yang dipilih, diambil dari mata kuliah Metalurgi Serbuk, yaitu “Pengaruh Campuran 50% Polypropylene, 30% Polyethylene, 20% Polystyrene Terhadap Variasi Temperatur Pada Proses Injection Molding Tipe Teforma RN 350”.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis telah berupaya dengan segala kemampuan pembahasan dan penyajian, baik dengan disiplin ilmu yang diperoleh dari perkuliahan, menggunakan literatur serta bimbingan dan arahan dari Dosen Pembimbing.

Pada kesempatan ini, penulis tidak lupa menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak. Ir. Alfian Hamsi, M.Sc. sebagai dosen pembimbing yang telah banyak meluangkan waktunya dan dengan sabar membimbing saya hingga tugas ini dapat terselesaikan.

2. Bapak Dr. Ing. Ir. Ikhwansyah Isranuri dan Bapak Ir. M. Syahril Gultom, MT, selaku Ketua dan Sekretaris Departemen Teknik Mesin, Fakultas Teknik USU.

3. Bapak Ir. Suparmin, MT, Bapak Surya Darma, dan Bapak Trimo dari Politeknik Negeri Medan yang telah berkenan membantu penulis dalam pembuAtan spesimen dan pengujian tarik.

4. Bapak/Ibu Staff Pengajar dan Pegawai Departemen Teknik Mesin Fakultas Teknik USU.


(4)

5. Orangtua tercinta P. SEMBIRING dan B. br GINTING serta abang PERANANTA SEMBIRNG atas doa dan dukungan yang selalu menyertai penulis dalam menyelesaikan pendidikan dan pembuatan tugas skripsi ini. 6. Kepada teman-teman mahasiswa teknik mesin khususnya stambuk 2006

yang selalu mendukung penulis dalam menyelesaikan tugas skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa Tugas Sarjana ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun demi penyempurnaan di masa mendatang.

Akhir kata, penulis berharap semoga tulisan ini bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Desember 2010 Penulis,

PRANDANANTA SEMBIRING 060401029


(5)

ABSTRAK

Dewasa ini, pemakaian barang-barang yang terbuat dari bahan baku plastik semakin meningkat. Hal ini dikarenakan plastik mempunyai banyak kelebihan-kelebihan yang mulai diperhitungkan oleh masyarakat. Keunggulan plastik pada umumnya adalah lebih efisien dibandingkan penggunaan logam atau kayu dan juga proses pengerjaannya yang relatif sederhana. Selain efisien, plastik juga lebih ringan, lebih murah dan mudah dibentuk. Salah satu proses yang digunakan untuk membuat produk dari bahan baku plastik adalah proses injection molding. Salah satu faktor yang mempengaruhi kualitas suatu produk pada proses injeksi molding yaitu temperatur pemanasan bahan baku plastic. Hal inilah yang mendasari sehingga penulis melakukan penelitian pengaruh variasi temperatur pada proses injection molding dengan bahan baku campuran antara polyethylene (PE), polypropylene (PP), polystyrene (PS) terhadap sifat mekaniknya dengan komposisi masing – masing 50%, 30%, 20% dibandingkan dengan bahan baku PP murni (100%). Suhu injeksi yang digunakan adalah 160oC, 180oC, dan 200oC. Untuk campuran, dari pengujian tarik yang dilakukan diperoleh kekuatan tarik (tensile strength) masing – masing temperatur berturut – turut sebesar 13,50 MPa, 11,38 MPa, dan 6,9 MPa. Sedangkan untuk PP murni diperoleh kekuatannya 22,51 MPa, 27,66 MPa, dan 28,58 MPa. Dalam hal ini ternyata PP murni lebih kuat dibandingkan campuran, karena spesimen campuran tidak homogen ketika dilakukan proses injeksi molding. Namun campuran membentuk serat yang panjang ketika diuji tarik sehingga dapat diprediksi kapan putusnya dibandingkan


(6)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

LEMBARAN PENGESAHAN DARI PEMBIMBING ... ii

SPESIFIKASI TUGAS... iii

LEMBARAN ASISTENSI ... iv

KATA PENGANTAR ... v

ABSTRAK ... vii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR... xii

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 2

1.3. Tujuan dan Manfaat ... 3

1.3.1 Tujuan ... 3

1.3.2 Manfaat ... 3

1.4. Sistematika Penulisan ... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Defenisi Plastic Injection Molding ... 5

2.2. Pengenalan Bahan Baku ... 8

2.3. Sifat Mekanik Polimer... 12

2.3.1 Kekuatan (Strength) ... 12

2.3.2 Elongation ... 13

2.3.3 Modulus ... 13

2.3.4 Ketangguhan (Thoughness) ... 14

2.4. Pemanfaatan Polimer... 14

2.5. Bahan Baku ... 16


(7)

2.7. Pencetakan (Molding) ... 30

2.8. Waktu Siklus ... 31

2.9. Parameter Proses Injection Molding... 34

2.10. Pencampuran ... 36

2.10.1 Teori pencampuran ... 36

2.10.2 Metode pencampuran ... 37

2.10.3 Faktor yang mempengaruhi sifat campuran ... 41

2.10.4 Mesin pencampur ... 41

BAB III METODOLOGI 3.1. Tahapan Penelitian ... 45

3.2. Peralatan ... 46

3.2.1 Mesin Plastic Injection Molding ... 46

3.2.2 Cetakan Plastic ... 47

3.2.3 Mesin Uji Tarik ... 48

3.3. Bahan Baku ... 49

3.4. Proses Pencetakan Plastic ... 50

3.5. Cara Pengambilan Data ... 51

3.6. Kendala – Kendala ... 52

BAB IV DATA DAN ANALISA 4.1. Data Penelitian ... 54

4.1.1 Sifat Mekanik ... 56

4.1.1.1 Sifat Mekanik Spesimen Temperatur 160 oC ... 56

4.1.1.2 Sifat Mekanik Spesimen Temperatur 180 oC ... 59

4.1.1.3 Sifat Mekanik Spesimen Temperatur 200 oC ... 61

4.1.2 Sifat Fisis ... 64

4.1.3 Deformasi Spesimen Setelah Pengujian Tarik ... 64

4.2. Analisa Hasil Pengujian ... 65

4.2.1 Analisa Kekuatan ... 65

4.2.2 Analisa Temperatur ... 66


(8)

4.3.1 Sifat Mekanik Spesimen Temperatur 160 oC... 67

4.3.2 Sifat Mekanik Spesimen Temperatur 180 oC... 68

4.3.3 Sifat Mekanik Spesimen Temperatur 200 oC... 69

BAB V KESIMPULAN 5.1. Data Pengujian Tarik ... 72

5.1.1 Campuran 50% PP, 30% PE, 20% PS ... 72

5.1.2 PP Murni (100% PP) ... 73

5.2. Deformasi Spesimen Setelah Pengujian Tarik ... 74

5.3. Saran ... 75


(9)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Biaya Proses Plastic Injection Molding (PIM) 8 Tabel 2.2 Sifat fisik, mekanis, dan thermal dari Polyethylene 18

Tabel 2.3 Sifat – sifat Polypropylene 20

Tabel 2.4 Sifat fisik, mekanis, dan thermal dari Polypropylene 21 Tabel 2.5 Sifat fisik, mekanis, dan thermal dari Polystyrene 23

Tabel 3.1 Bahan Baku dan Komposisinya 49

Tabel 4.1 Sifat Mekanik Spesimen Temperatur 160oC 56 Tabel 4.2 Sifat Mekanik Spesimen Temperatur 180oC 59 Tabel 4.3 Sifat Mekanik Spesimen Temperatur 200oC 61

Tabel 4.4 Deformasi pada Spesimen 64

Tabel 4.5 Sifat Mekanik Spesimen Temperatur 160oC 67 Tabel 4.6 Sifat Mekanik Spesimen Temperatur 180oC 68 Tabel 4.7 Sifat Mekanik Spesimen Temperatur 200oC 69


(10)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Kelebihan proses PIM dibandingkan dengan proses lain 6 Gambar 2.2 Keistimewaan Proses Plastic Injection Molding (PIM) 6 Gambar 2.3 Tahapan Proses Plastic Injection Molding (PIM) 7

Gambar 2.4 Klasifikasi Polimer 9

Gambar 2.5 Perkembangan Bahan Polimer 12

Gambar 2.6 Spesimen Uji Tarik dan Perilaku Polimer Thermoplastik

Saat Mengalami Pembebanan di Mesin Uji Tarik 24 Gambar 2.7 Kurva Tegangan Regangan Suatu Polimer Thermoplastik 25 Gambar 2.8 Perilaku Elastik Polimer Thermoplastik 26 Gambar 2.9 Perilaku Plastik Polimer Thermoplastik 27 Gambar 2.10 Penciutan dan Kristalisasi Polimer Thermoplastik Amorphous

Pada Pengujian Tarik 28

Gambar 2.11 Deformasi pada polimer setelah pengujian tarik 29 Gambar 2.12 Perbandingan kekuatan baja dengan termoplastik 29

Gambar 2.13 Proses Plastic Injection Molding 30

Gambar 2.14 Waktu siklus pada Mesin Injection Molding 31 Gambar 2.15 Pengisian bahan plastik ke dalam cetakan 32

Gambar 2.16 Masa penenangan mulai pendinginan 33

Gambar 2.17 Pengisian bahan plastik sekaligus pendinginan 33 Gambar 2.18 Pembukaan kedua mold sekaligus pengeluaran hasil cetakan 33 Gambar 2.19 Proses pencampuran pada mesin two roll mill 39

Gambar 2.20 Skema diagram internal mixer 39

Gambar 2.21 Mixer model sluiters 42

Gambar 2.22 Mixer model nobel dan model schippers 43 Gambar 2.23 Mixer interfarcial surface generator (ISG) 43


(11)

Gambar 3.2 Plastik Injection Molding Type RN 350 47

Gambar 3.3 Cetakan Spesimen Uji Tarik 47

Gambar 3.4 Mesin Uji Tarik 48

Gambar 3.5 Bahan Baku 50

Gambar 3.6 Spesimen Uji Tarik yang Dihasilkan 51

Gambar 4.1 Spesimen 160oC setelah pengujian tarik 54 Gambar 4.2 Spesimen 180oC setelah pengujian tarik 55 Gambar 4.3 Spesimen 200oC setelah pengujian tarik 55 Gambar 4.4 Hasil Pengujian Tarik Spesimen 160-1 57 Gambar 4.5 Hasil Pengujian Tarik Spesimen 160-2 57 Gambar 4.6 Hasil Pengujian Tarik Spesimen 160-3 58 Gambar 4.7 Grafik Stress – Strain Spesimen 160oC 58 Gambar 4.8 Hasil Pengujian Tarik Spesimen 180-1 59 Gambar 4.9 Hasil Pengujian Tarik Spesimen 180-2 60 Gambar 4.10 Hasil Pengujian Tarik Spesimen 180-3 60 Gambar 4.11 Grafik Stress – Strain Spesimen 180oC 61 Gambar 4.12 Hasil Pengujian Tarik Spesimen 200-1 62 Gambar 4.13 Hasil Pengujian Tarik Spesimen 200-2 62 Gambar 4.14 Hasil Pengujian Tarik Spesimen 200-3 63 Gambar 4.15 Grafik Stress – Strain Spesimen 200oC 63 Gambar 4.16 Grafik Stress – Strain Spesimen 160oC 68 Gambar 4.17 Grafik Stress – Strain Spesimen 180oC 69 Gambar 4.18 Grafik Stress – Strain Spesimen 200oC 70


(12)

ABSTRAK

Dewasa ini, pemakaian barang-barang yang terbuat dari bahan baku plastik semakin meningkat. Hal ini dikarenakan plastik mempunyai banyak kelebihan-kelebihan yang mulai diperhitungkan oleh masyarakat. Keunggulan plastik pada umumnya adalah lebih efisien dibandingkan penggunaan logam atau kayu dan juga proses pengerjaannya yang relatif sederhana. Selain efisien, plastik juga lebih ringan, lebih murah dan mudah dibentuk. Salah satu proses yang digunakan untuk membuat produk dari bahan baku plastik adalah proses injection molding. Salah satu faktor yang mempengaruhi kualitas suatu produk pada proses injeksi molding yaitu temperatur pemanasan bahan baku plastic. Hal inilah yang mendasari sehingga penulis melakukan penelitian pengaruh variasi temperatur pada proses injection molding dengan bahan baku campuran antara polyethylene (PE), polypropylene (PP), polystyrene (PS) terhadap sifat mekaniknya dengan komposisi masing – masing 50%, 30%, 20% dibandingkan dengan bahan baku PP murni (100%). Suhu injeksi yang digunakan adalah 160oC, 180oC, dan 200oC. Untuk campuran, dari pengujian tarik yang dilakukan diperoleh kekuatan tarik (tensile strength) masing – masing temperatur berturut – turut sebesar 13,50 MPa, 11,38 MPa, dan 6,9 MPa. Sedangkan untuk PP murni diperoleh kekuatannya 22,51 MPa, 27,66 MPa, dan 28,58 MPa. Dalam hal ini ternyata PP murni lebih kuat dibandingkan campuran, karena spesimen campuran tidak homogen ketika dilakukan proses injeksi molding. Namun campuran membentuk serat yang panjang ketika diuji tarik sehingga dapat diprediksi kapan putusnya dibandingkan dengan PP murni yang langsung putus ketika telah mencapai batas kekuatannya.


(13)

BAB I PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Dewasa ini, pemakaian barang-barang yang terbuat dari bahan baku plastik semakin meningkat. Hal ini dikarenakan plastik mempunyai banyak kelebihan-kelebihan yang mulai diperhitungkan oleh masyarakat. Keunggulan plastik pada umumnya adalah lebih efisien dibandingkan penggunaan logam atau kayu dan juga proses pengerjaannya yang relatif sederhana. Selain efisien, plastik juga lebih ringan, lebih murah dan mudah dibentuk. Salah satu proses yang digunakan untuk membuat produk dari bahan baku plastik adalah proses injection molding.

Dalam masa era globalisasi, persaingan dalam industri semakin ketat. Persaingan ini menyangkut perkembangan bidang teknologi, dimana dengan adanya perkembangan teknologi dapat menekan biaya produksi suatu produk. Selain perkembangan teknologi, biaya produksi dipengaruhi oleh bahan baku yang dipakai, penggunaan listrik, sumber daya manusia dan lain-lain. Oleh karena itu, untuk menghasilkan suatu produk yang efisien dan dapat bersaing perlu pertimbangan dalam pembuatan produk tersebut, mulai dari pemilihan bahan baku, proses pengerjaan, sampai produk yang dihasilkan.

Teknik injection molding harus dapat memenuhi meningkatnya permintaan akan sebuah produk yang berkwalitas tinggi, namun tetap ekonomis dari segi harga. Sebuah cetakan harus dapat memenuhi syarat keakuratan ukuran


(14)

dan kualitas permukaan, sehingga cetakan (Injection Molding) harus dibuat dengan ketelitian yang tinggi. Cetakan (Injection Molding) menggunakan bahan cetakan berkekuatan tinggi yang terbuat dari logam, umumnya baja. Selain itu ada faktor lainya yang mempengaruhi kualitas suatu produk yaitu temperatur pemanasan bahan baku plastik, hal inilah yang mendasari sehingga penulis melakukan penelitian pengaruh variasi temperatur pada proses injection moulding dengan bahan baku polyethylene (PE), polypropylene (PP), polystyrene (PS), dikaitkan dengan produk akhir yang dihasilkan.

1.2.Perumusan Masalah

Agar pembahasan lebih mengena dan tidak terjebak dalam pembahasan yang tidak perlu, maka perlu dibuat batasan masalah. Adapun batasan masalah tersebut dititikberatkan pada pembahasan yang terkait dengan permasalahan ini yaitu :

1. Bahan yang di uji adalah biji plastik polyethylene (PE), polypropylene (PP), polystyrene (PS).

2. Temperatur yang digunakan dalam pengujian biji plastik ini yaitu : polyethylene (PE), polypropylene (PP), polystyrene (PS), ini adalah 160°C, 180°C, 200°C.

3. Tekanan yang digunakan dalam pegujian ini adalah 8 bar. 4. Menghitung sifat mekanis spesimen dengan pengujian tarik.


(15)

1.3.Tujuan dan Manfaat 1.3.1. Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Mengidentifikasi pengaruh temperatur pemanasan plastik pada proses injection molding terhadap produk akhir sehingga bisa mengetahui cacat produk hasil pengujian dengan perbandingan berbagai sample produk yang dihasilkan dari temperatur pemanasan yang berbeda-beda.

2. Mengetahui sifat-sifat mekanik dan sifat-sifat fisik dari spesimen yang telah dicetak dengan pengujian tarik

3. Memperoleh hasil berupa nilai/tingkat keuletan yang dimiliki dari spesimen tersebut.

1.3.2. Manfaat

Manfaat dari penelitian ini adalah :

1. Dihasilkan suatu produk dari hasil proses Injection Moulding dengan variasi temperatur pemanasan dengan bentuk mold yang sederhana yaitu berupa spesimen uji tarik (skala kecil) dan bisa untuk bidang industri plastik (skala besar).

2. Sumbangan bagi kalangan industri, sehingga mampu memproduksi plastik dengan mengetahui jenis-jenisnya dan proses pengerjaan yang cocok dengan jenis plastik dan produk yang diinginkan.

3. Sumbangan bagi kalangan akademisi dalam bidang manufaktur tentang proses pembuatan berbagai produk dari plastik (thermoplastic).


(16)

1.4.Sistematika Penulisan

Sistematika Laporan Tugas Akhir ini memuat tentang isi bab-bab yang dapat diuraikan sebagai berikut :

i. BAB I PENDAHULUAN

Bab ini berisi tentang latar belakang tujuan penelitian, batasan masalah, manfaat penelitian dan sistematika penulisan.

ii. BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini berisi tentang hasil penelitian terdahulu yang dapat diambil dari jurnal, disertasi, tesis dan skripsi yang aktual, selain itu juga berisi landasan teori yang meliputi konsep-konsep yang relevan dengan permasalahan yang akan diteliti.

iii.BAB III METODOLOGI

Bab ini berisi tentang diagram alur penelitian, alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian, proses pencetakan dengan mesin Injection moulding dan cara pengambilan data. Dijelaskan juga kendala-kendala yang dihadapi selama penelitian.

iv.BAB IV DATA DAN ANALISA

Bab ini berisi tentang data hasil penelitian, analisa serta pembahasannya. v. BAB V KESIMPULAN

Bab ini berisi kesimpulan hasil penelitian dan saran-saran yang bisa berguna bagi pembaca maupun peneliti selanjutnya.


(17)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Plastic Injection Molding

Plastic Injection Molding ( PIM ) merupakan metode proses produksi yang cenderung menjadi pilihan untuk digunakan dalam menghasilkan atau memproses komponen-komponen yang kecil dan berbentuk rumit, dimana biayanya lebih murah jika dibandingkan dengan menggunakan metode-metode lain yang biasa digunakan (Boses, 1995). Gambar 2.1 memperlihatkan kemampuan pemrosesan dan tingkat ketelitian komponen yang dihasilkan dengan PIM dibandingkan dengan proses-proses lain. Proses ini mampu menghasilkan bentuk rumit dalam jumlah besar maupun kecil pada hampir semua jenis bahan termasuk logam, keramik, campuran logam dan plastik.

Salah satu keistimewaan proses PIM ialah kemampuannya dalam menggabungkan dan menggunakan kelebihan-kelebihan teknologi seperti kemampuan pembentukan bahan plastik, ketepatan dalam proses pencetakan dan kebebasan memilih bahan. Hal ini digambarkan pada gambar 2.2. Komponen yang dihasilkan dengan teknologi PIM kini banyak digunakan dalam industri otomotif, kimia, penerbangan, listrik, komputer, kedokteran dan peralatan militer.


(18)

Gambar 2.1 Kelebihan Proses PIM Dibandingkan Dengan Proses - Proses Yang Lain ( Cremer 1994 )

Gambar 2.2 Keistimewaan Proses Plastic Injection Molding ( PIM ) (Moller 1994)

Secara umum proses PIM dibagi menjadi beberapa tahap seperti pada gambar 2.3 (German, 1990). Proses ini dimulai dengan mencampur serbuk dan bahan pengikat. Kemudian campuran ini dibutirkan lalu disuntik ke dalam cetakan


(19)

Serbuk

Binder

Campuran Butiran

Pencetakan

Debinding Sintering Selesai Keluaran

(mould) sesuai dengan bentuk yang diinginkan. Komponen yang dihasilkan dari proses injeksi disebut Green Compact. Bahan pengikat yang digunakan kemudian dipisahkan melalui proses yang disebut sebagai proses pemisahan (debinding). Komponen yang telah dibuang bahan pengikatnya disebut Brown Compact, yang selanjutnya dipanaskan pada suhu di bawah titik didih bahan utama plastik yang digunakan. Proses ini disebut proses pemanasan (sintering). Komponen hasil pemanasan lalu didinginkan.

Gambar 2.3 Tahapan Proses Plastic Injection Molding ( PIM ) (German 1990 )

Masalah biaya sering menjadi kendala dalam usaha pengembangan teknologi manufaktur. Hal ini juga terjadi pada proses PIM. Tabel 2.1 memperlihatkan biaya untuk menghasilkan produk melalui proses PIM (Nallicheri, 1991). Biaya bahan mentah yang terdiri dari serbuk plastik dan bahan pengikat diperkirakan hampir 25,36 % dari biaya keseluruhan. Sedangkan bahan pengikat diperkirakan 40% dari biaya bahan mentah tersebut dan ini relatif tinggi, sehingga dianggap penting untuk menemukan pengganti bahan pengikat tersebut dengan biaya yang lebih ekonomis dan mempunyai sifat-sifat yang diinginkan.


(20)

Tabel 2.1 Biaya Proses Plastic Injection Molding ( PIM ) (Nallicheri, 1991)

Perkomponen ( $ ) Persentase ( % )

Bahan 0,05 25,36

Pengacuan Suntikan 0,06 27,75

Penyingkiran 0,07 32,50

Sinter 0,03 15,39

Jumlah 0,21 100

2.2. Pengenalan Bahan Baku

Menurut id.wikipedia.org/plastik (2010) Plastik adalah bahan sintetis yang dapat diubah bentuk dan dapat mempertahankan perubahan bentuk serta dikeraskan tergantung pada strukturnya.

Pada dasarnya plastik secara umum digolongkan ke dalam 3 (tiga) macam dilihat dari temperaturnya (Ilham, 2007), yakni :

1. Bahan Thermoplastik (Thermoplastic) yaitu akan melunak bila dipanaskan dan setelah didinginkan akan dapat mengeras. Contoh bahan thermoplastik adalah : Polistiren, Polietilen, Polipropilen, Nilon, Plastik fleksiglass dan Teflon.

2. Bahan Thermoseting (Thermosetting) yaitu plastik dalam bentuk cair dan dapat dicetak sesuai yang diinginkan serta akan mengeras jika dipanaskan dan tetap tidak dapat dibuat menjadi plastik lagi. Contoh bahan thermosetting adalah : Bakelit, Silikon dan Epoksi.


(21)

3. Bahan Elastis (Elastomer) yaitu bahan yang sangat elastis. Contoh bahan elastis adalah : karet sintetis.

Berikut pembagian polymer secara umum :

Gambar 2.4 Klasifikasi Polimer

( sumber : Pengetahuan Dasar Plastik, penerbit : PT. Tri Polyta Indonesia, tbk ) Polimer memiliki beberapa karakteristik untuk menggambarkan sifat fisik dan sifat kimianya. Sifat-sifat tersebut akan mempengaruhi aplikasi penggunaan polimer tersebut (id.wikipedia.org/polimer, 2010). Karakteristik polimer antara lain :

1. Crystallinity (kristalinitas)

Struktur polimer yang tidak tersusun secara teratur umumnya memiliki warna transparan. Karakteristik ini membuat polimer dapat digunakan untuk berbagai aplikasi seperti pembungkus makanan, kontak lensa dan sebagainya. Semakin tinggi derajat kristalisasinya, semakin sedikit cahaya yang dapat melewati polimer tersebut.

2. Thermosetting dan Thermoplastic (Daya tahan terhadap panas)

Berdasarkan ketahanannya terhadap panas, polimer dibedakan menjadi polimer thermoplastic dan thermosetting. Polimer thermoplastic dapat melunak bila dipanaskan, sehingga jenis polimer ini dapat dibentuk ulang. Sedangkan polimer


(22)

thermosetting setelah dipanaskan tidak dapat dibentuk ulang. Ketahanan polimer terhadap panas ini membuatnya dapat digunakan pada berbagai aplikasi antara lain untuk insulasi listrik, insulasi panas, penyimpanan bahan kimia dan sebagainya.

3. Branching (percabangan)

Semakin banyak cabang pada rantai polimer maka densitasnya akan semakin kecil. Hal ini akan membuat titik leleh polimer berkurang dan elastisitasnya bertambah karena gaya ikatan intermolekularnya semakin lemah.

4. Tacticity (taktisitas)

Taktisitas menggambarkan susunan isomerik gugus fungsional dari rantai karbon. Ada tiga jenis taktisitas yaitu isotaktik dimana gugus-gugus subtituennya terletak pada satu sisi yang sama, sindiotaktik dimana gugus-gugus subtituennya lebih teratur, dan ataktik dimana gugus-gugus subtituennya terletak pada sisi yang acak.

Beberapa keuntungan plastik (Ilham, 2007) adalah : 1. Massa jenis rendah (0,9 - 2,2 [g/cm3])

2. Tahan terhadap arus listrik dan panas, memiliki sedikit elektron bebas untuk mengalirkan panas dan arus listrik.

3. Tahan terhadap korosi kimia karena tidak terionisasi untuk membentuk elektron kimia. Pada umumnya tahan terhadap larutan kimia, dan logam juga sangat sukar untuk larut.

4. Mempunyai permukaan dan penampakan yang sangat baik dan mudah diwarnai.


(23)

Kerugian plastik (Ilham, 2007) adalah : 1. Modulus elastisnya rendah.

2. Mudah mulur (Creep) pada suhu kamar. 3. Maksimum temperatur nominalnya rendah. 4. Mudah patah pada sudut bagian yang tajam.

Secara umum Thermoplastic tidak tahan terhadap temperatur tinggi, kecuali Teflon. Bahan-bahan Thermoplastic akan meleleh bila dipanaskan pada temperatur tinggi, sedangkan pada bahan-bahan Thermosetting tidak terbakar tapi akan terpisah dan hancur.

Temperatur pelelehan dan pemisahan untuk bahan-bahan plastik jauh lebih rendah dibandingkan baja. Plastik akan memanjang (Creep) pada temperatur kamar. Kecenderungan bahan plastik akan mulur bila temperaturnya naik menunjukkan bahwa perubahan kecil saja pada temperatur dapat mempengaruhi sifat-sifat fisik bahan. Pengaruh temperatur dan laju regangan pada tegangan tarik harus dievaluasi dengan baik bila plastik akan digunakan. Pertama terjadi deformasi elastis seketika, diikuti deformasi melar, setelah waktu tertentu apabila tegangan hilang dari benda uji sebagian akan kembali ke bentuk semula setelah waktu yang lama. Cara deformasi seperti ini banyak ditemukan, suatu garis pendekatan yang sering dipakai untuk berbagai bahan mempergunakan empat model unsur kombinasi pegas dan peredam.


(24)

Gambar 2.5 Perkembangan Bahan Polimer (Rahmat Saptono, 2007 )

2.3Sifat Mekanik Polimer 2.3.1 Kekuatan (Strength)

Menurut Rahmat (2007) Kekuatan merupakan salah satu sifat mekanik dari polimer. Ada beberapa macam kekuatan dalam polimer, diantaranya yaitu:

A. Kekuatan Tarik (Tensile Strength) (Rahmat, 2007)

Kekuatan tarik adalah tegangan yang dibutuhkan untuk mematahkan suatu sampel. Kekuatan tarik penting untuk polymer yang akan ditarik, contohnya fiber, harus mempunyai kekuatan tarik yang baik.

B. Compressive strength (Rahmat, 2007)

Adalah ketahanan terhadap tekanan. Beton merupakan contoh material yang memiliki kekuatan tekan yang bagus. Segala sesuatu yang harus menahan berat dari bawah harus mempunyai kekuatan tekan yang bagus.


(25)

C. Flexural strength (Rahmat, 2007)

Adalah ketahanan pada bending (flexing). Polimer mempunyai flexural strength jika dia kuat saat dibengkokkan.

D. Impact strength (Rahmat, 2007)

Adalah ketahanan terhadap tegangan yang datang secara tiba-tiba. Polimer mempunyai kekuatan impak jika dia kuat saat dipukul dengan keras secara tiba-tiba seperti dengan palu.

2.3.2 Elongation

Menurut Rahmat (2007) semua jenis kekuatan memberitahu kita berapa tegangan yang dibutuhkan untuk mematahkan sesuatu, tetapi tidak memberitahu kita tentang apa yang terjadi pada sampel kita saat kita mencoba untuk mematahkannya, itulah kenapa kita mempelajari elongation dari polimer. Elongasi merupakan salah satu jenis deformasi. Deformasi merupakan perubahan ukuran yang terjadi saat material di beri gaya. % Elongasi adalah panjang polimer setelah di beri gaya (L) dibagi dengan panjang sampel sebelum diberi gaya (Lo) kemudian dikalikan 100%. Elongation-to-break (ultimate elongation) adalah regangan pada sampel pada saat sampel patah. Elastomer memiliki ultimate elongation yang tinggi.

2.3.3 Modulus

Modulus diukur dengan menghitung tegangan dibagi dengan elongasi. Satuan modulus sama dengan satuan kekuatan (N/cm2) (Rahmat, 2007).


(26)

2.3.4 Ketangguhan (Toughness)

Ketangguhan adalah pengukuran sebenarnya dari energi yang dapat diserap oleh suatu material sebelum material tersebut patah (Rahmat, 2007).

2.4 Pemanfaatan Polimer

Banyak polimer yang telah dikenal dan secara umum digunakan dalam kehidupan sehari-hari (id.wikipedia.org/polimer, 2010) yaitu :

1. Polyethylene (PE)

Biasanya digunakan untuk pembungkus makanan, kantung plastik, ember dan sebagainya.

2. Polypropylene (PP)

Biasanya digunakan untuk membuat karung, tali, botol dan sebagainya. 3. Teflon

Teflon atau politetrafluoroetilena memiliki sifat yang tahan terhadap bahan kimia dan panas, sehingga seringkali digunakan untuk pelapis tangki atau panci anti lengket

4. PVC

PVC (polivinilklorida) biasanya digunakan untuk membuat pipa, selang, pelapis lantai dan sebagainya

5. Akrilat (flexiglass)

Beberapa polimer dibuat dari asam akrilat sebagai monomernya. Polimetilmetakrilat atau flexiglass merupakan plastik bening, keras tetapi ringan. Polimer jenis ini banyak digunakan untuk kaca jendela pesawat terbang dan mobil.


(27)

6. Bakelit

Bakelit banyak digunakan untuk alat-alat listrik. 7. Polyester

Poliester dibentuk dari monomer-monomer ester. Salah satu contoh polimer ini adalah dakron. Dakron digunakan sebagai serat tekstil. Selain dakron dikenal pula Mylar, yang digunakan sebagai pita perekam magnetik

8. Polyurethanes

Polyurethanes banyak digunakan untuk produk-produk yang terbuat dari foam, serat, dan yang digunakan untuk elastomer dan pelapis (coating). Aplikasinya dalam kehidupan sehari-hari misalnya untuk pembuatan wadah dari foam, untuk industri garmen, untuk aplikasi bahan bangunan dan sebagainya.

9. Karet alam dan karet sintetis

Karet diperoleh dari getah pohon karet (lateks). Karet alam merupakan polimer isoprena. Karet sintetis terdiri dari beberapa macam, misalnya polibutadiena, polikloroprena dan polistirena. Karet sintetis yang telah banyak dikenal yaitu SBR. SBR terdiri dari monomer stirena dan 1,3-butadiena, banyak digunakan untuk pembuatan ban mobil.


(28)

2.5 Bahan baku a. Polyethylene (PE)

Polyethylene ini dibuat dengan jalan polimerisasi gas etilen yang dapat diperoleh dengan memberi hydrogen gas petroleum pada pemecahan minyak (nafia), gas alam atau asetelin. Melihat dan sangat bervariasi bergantung pada tipe polietilena. Pada tingkat komersil, polietilena berdensitas menengah dan tinggi, titik lelehnya berkisar 120oC hingga 135oC. Titik leleh polietilena berdensitas rendah berkisar 105oC hingga 115oC. Kebanyakan LDPE, MDPE, dan HDPE mempunyai tingkat resistansi kimia yang sangat baikdan tidak larut pada temperatur ruang karena sifat kristalinitas mereka. Polietilena umumnya bisa dilarutkan pada temperatur yang tinggi dalam

Polyethylene digolongkan menjadi polyethylene tekanan tinggi, tekanan medium dan tekanan rendah. Oleh tekanan polimerisasinya atau masing-masing menjadi polyethylene massa jenis rendah dengan massa jenis 0,910 - 0,926 g.cm-3, Polyethylene massa jenis medium dengan massa jenis 0,926 - 0,940 dan polyethylene massa jenis tinggi 0,941 - 0,965. Pada polyethylene massa jenis rendah, molekul-molekulnya tidak mengkristal secra baik tetapi memiliki banyak cabang. Disisi lain polyethylene tekanan rendah kurang bercabang dan merupakan rantai lurus karena itu massa jenisnya lebih besar sebab mengkristal secara baik sehingga memiliki kristalinitas tinggi. Karena kristal yang berbentuk baik itu


(29)

mempunyai gaya antar molekul yang kuat, maka bahan ini memiliki kekuatan mekanis yang tinggi dan titik lunak yang tinggi pula.

Polyethylene mudah diolah maka dari itu sering di cetak dengan penekanan, injeksi, ekstruksi, peniupan dan hampa udara. Polyethylene massa jenis terendah terutama digunakan dalam bentuk tipis atau lembaran, misalnya : tas, botol-botol yang dapat dijepit tabung tinta pada pena, tali senar/dawai, isolator kabel, wadah alat dapur, botol minyak tanah, dan kantong tempat sampah. Sedangkan polyethylene massa jenis tinggi digunakan untuk perpipaan, mainan, filament tenunan dan peralatan rumah tangga. Kedua jenis polyethylene ini memiliki daya tahan kimia yang sangat baik, sedikit penyerapan uap air dan ketahanan listrik yang tinggi. Umumnya bahan tambahan (additive) digunkan dalam polyethylene yaitu karbon hitam sebagai penstabil, pewarna untuk memberikan warna, serat kaca untuk peningkatan daya lentur, tarik dan karet butyl (butyl rubber) untuk mencegah terjadinya tekanan saat tidak digunakan.


(30)

Table 2.2 Sifat fisik, mekanis dan thermal dari Polyethylene


(31)

b. Polyprophylene (PP)

Sifat-sifat polyprophylene serupa dengan sifat-sifat polyethylene. Massa jenisnya rendah (0,90 - 0,92) g.cm-3 termasuk kelompok yang paling ringan diantara bahan polimer, dapat terbakar bila dinyalakan dibandingkan polyethylene massa jenis tinggi. Titik lelehnyanya tinggi sekali (176°C), kekuatan tarik, kekuatan lentur dan kekuatannya lebih tinggi tetapi tahan impaknya lebih rendah terutama pada temperatur rendah. Sifat tembus cahayanya pada pencetakan lebih baik dari pada polyethylene dengan permukaan mengkilap, penyusutannya pada pencetakan kecil, penampilan dan ketelitian dimensinya lebih baik. Sifat mekaniknya dapat ditingkatkan sampai batas tertentu dengan jalan mencampurkan serat gelas dan pemuaian termal juga dapat diperbaiki sampai setingkat dengan bahan thermoseting. Sifat- sifat listriknya hampir sama dengan sifat-sifat pada polyethylene. Tahan kimianya kira-kira sama bahkan lebih baik dari pada polyethylene massa jenis tinggi (Boedeker, 2010).

Polyprophylene yang banyak digunakan memiliki kristal yang berbentuk garis sebagai suatu polimer linear dengan kelompok-kelompok disisinya dengan tersusun secara teratur sepanjang rantai. Adanya kelompok sisi ini menjadi polimer lebih kaku dan ebih kuat dibandingkan dengan polyethylene dalam bentuk linearnya.


(32)

Tabel 2.3 Sifat-sifat Polyprophylene

Sifat-sifat Polyprophylene

Kristalinitas

Massa jenis [103 kg.m-3] Tg [°C]

Tm[°C]

Tegangan Tarik [N.mm-2] Modulus Tarik [N.mm-2] Perpanjangan [%]

60% 0,90 10 176 30 sampai 40 1,1 sampai 1,6 50 sampai 600 Sumber : Hadi Syamsul, Ir. 1995 , ”Teknologi Bahan 3”, Hal 36

Catatan

Tg = Temperatur tansisi kaca yaitu temperatur dimana polimer berubah dari keadaan beku (rigid) ke suatu bahan yang liat (fleksible)


(33)

Table 2.4 Sifat fisik, mekanis dan thermal dari Polypropylene


(34)

c. Polystyrene

Polistirena adalah sebua ruangan, polistirena biasanya bersifat yang lebih tinggi. Stirena tergolong senyawa adalah sebuah plastik tak berwarna, keras dengan fleksibilitas yang terbatas yang dapat dibentuk menjadi berbagai macam produk dengan detil yang bagus. Penambahan karet pada saat polimerisasi dapat meningkatkan fleksibilitas dan ketahanan kejut. Polistirena jenis ini dikenal dengan nama High Impact Polystyrene (HIPS). Polistirena murni yang transparan bisa dibuat menjadi beraneka warna melalui proses compounding (Boedeker, 2010).

Menurut Boedeker (2010) Karakteristik polistiren : 1. Warna dasarnya putih transparan seperti kaca 2. Temperatur operasi maksimal < 90 °C

3. Tingkat kekerasannya tinggi

4. Sangat kaku, rapuh, kecuali dimodifikasi 5. Sifat-sifat isolator listriknya prima/sangat baik 6. Bersifat listrik statik, maka menarik debu

7. Warnanya transparan, jernih, permukaannya lembut 8. Sifat higroskopisnya/penyerapan uap air rendah

9. Mudah dalam pembuatan, penyusutannya sangat rendah 10.Harganya murah


(35)

Table 2.5 Sifat fisik, mekanis dan thermal dari Polistiren


(36)

2.6 Perilaku Thermoplastik Saat Dideformasi

Perilaku mekanika polimer thermoplastik sebagai respon terhadap pembebanan secara umum dapat dijelaskan dengan mempelajari hubungan antara struktur rantai molekulnya dan fenomena yang teramati.

Gambar 2.6 Spesimen Uji Tarik Dan Perilaku Polimer Thermoplastik Saat Mengalami Pembebanan Di Mesin Uji Tarik (Rahmat Saptono, 2007 )

Perilaku mekanik dari polimer thermoplastik secara umum dapat dikelompokkan menjadi 3 bagian, yaitu: (1) Perilaku Elastik, (2) Perilaku Plastik, dan (3) Perilaku Visko-Elastik. Berikut Kurva Tegangan Regangan Suatu Polimer Thermoplastik:


(37)

Gambar 2.7 Kurva Tegangan Regangan Suatu Polimer Thermoplastik (Rahmat Saptono, 2007 )

Perilaku thermoplastik secara umum adalah elastik non-linear yang tergantung pada waktu (time-dependent). Hal ini dapat dijelaskan dari 2 mekanisme yang terjadi pada daerah elastis, yaitu: (1) distorsi keseluruhan bagian yang mengalami deformasi, dan (2) regangan dan distorsi ikatan-ikatan kovalennya. Perilaku elastik non-inear atau non-proporsional pada daerah elastis terutama berhubungan dengan mekanisme distorsi dari keseluruhan rantai molekulnya yang linear atau linear dengan cabang.


(38)

Gambar 2.8 Perilaku Elastik Polimer Thermoplastik (Rahmat Saptono, 2007 )

Perilaku plastis pada polimer thermoplastik pada umumnya dapat dijelaskan dengan mekanisme gelinciran rantai (chain sliding). Ikatan sekunder sangat berperan dalam mekanisme ini sebagaimana diilustrasikan dalam gambar. Mula-mula akan terjadi pelurusan rantai liner molekul polimer yang keadaannya dapat diilustrasikan seperti ‘mie’ dengan ikatan sekunder dan saling kunci mekanik. Selanjutnya akan terjadi gelinciran antar rantai molekul yang telah lurus pada arah garis gaya.

Ikatan sekunder dalam hal ini akan berperan sebagai semacam ‘tahanan’ dalam proses gelincir atau deformasi geser (shear) antar rantai molekul yang sejajar searah dengan arah garis gaya. Dengan demikian dapat dijelaskan bahwa ikatan sekunder sangat menentukan ketahanan polimer thermoplastik terhadap


(39)

deformasi plastik atau yang selama ini kita kenal dengan kekuatan (strength) dari polimer.

Gelinciran rantai molekul polimer thermoplastik dapat pula dilihat sebagai aliran viskos dari suatu fluida. Kemudahan molekul polimer untuk dideformasi secara permanen dalam hal ini berbanding lurus dengan viskositas dari polimer. Dari persamaan umum dapat dilihat bahwa tegangan geser akan menyebabkan gradien kecepatan antar rantai molekul yang dapat menyebabkan deformasi permanen tergantung pada viskositasnya.

Gambar 2.9 Perilaku Plastik Polimer Thermoplastik (Rahmat Saptono, 2007 )

Perilaku penciutan (necking) dari polimer thermoplastik amorphous agak sedikit berbeda dengan perilaku penciutan logam pada umumnya. Hal ini disebabkan karena pada saat terjadi penciutan akan terjadi kristalisasi yang menyebabkan penguatan lokal pada daerah tersebut dan penurunan laju deformasi.


(40)

Gambar 2.10 Penciutan dan Kristalisasi Polimer Thermoplastik Amorphous pada Pengujian Tarik (Rahmat Saptono, 2007 )

Visko-elastisitas berhubungan perilaku polimer thermoplastik saat dideformasi yang terjadi dengan deformasi elastis dan aliran viskos ketika beban diaplikasikan pada bahan. Hal ini berhubungan dengan ketergantungan perilaku bahan terhadap waktu pada saat deformasi elastis dan plastis. Secara sederhana perilaku viskoelastis dapat disimulasikan dengan mengkombinasikan persamaan Pegas Hooke dan Dashspot. Regangan, misalnya, dapat diasumsikan seri atau paralel, menggunakan Elemen Maxwell dan Elemen Voight-Kelvin.


(41)

Gambar 2.11 Deformasi pada polimer setelah pengujian tarik (Callister) Keterangan Gambar 2.11:

A. Elastis – Getas B. Elastis – Plastik C. Elastisitas tinggi

Gambar 2.12 Perbandingan kekuatan baja dengan termoplastik (David O.Kazmer, 2005)


(42)

2.7 Pencetakan (Molding)

Mekanisme proses injection molding diawali dengan bahan baku yang ada di hopper turun untuk memasuki rongga ulir pada screw. Screw akan bergerak untuk membawa butiran plastik menuju barrel untuk melelehkan butiran plastik. Langkah berikutnya, cetakan ditutup dan screw didorong maju oleh piston untuk mendorong lelehan plastik dari screw chamber melalui nozzle masuk ke dalam cetakan.

Lelehan plastik yang telah diinjeksi mengalami pengerasan karena energi panasnya diserap oleh dinding cetakan yang berpendingin air. Setelah proses pendinginan dan kekakuan produk cukup maka screw bergerak mundur untuk melakukan pengisian barrel. Pada saat itu, clamping unit akan bergerak untuk membuka cetakan. Produk dikeluarkan dengan ejector. Setelah itu, cetakan siap untuk diinjeksi kembali. Gambar 2.13 memperlihatkan mekanisme injection molding.


(43)

2.8 Waktu Siklus

Waktu siklus adalah waktu yang dibutuhkan oleh suatu mesin untuk membuat suatu produk. Satu waktu siklus injection molding, diawali dengan closing the mold, kemudian diikuti dengan phasa injection process, cooling time, holding pressure time, screw forward, opening the mold, ejection dan diakhiri dengan phasa closing the mold, seperti yang diperlihatkan gambar 2.14

Gambar 2.14 Waktu siklus pada Mesin Injection Molding(Pötsch, 1995)

Enam langkah utama yang biasanya dilakukan pada proses Injection Molding : 1. Pengapitan

Suatu mesin injeksi memiliki tiga bagian utama, yaitu cetakan, pengapit dan unit penyuntik. Unit pengapit adalah pemegang cetakan yang mengalami tekanan selama proses penyuntikan dan pendinginan. Pada dasarnya, pengapit ini memegang kedua belah cetakan bersama-sama.


(44)

2. Suntikan

Pada saat penyuntikan, material plastik umumnya dalam bentuk butiran/pellet, diisi kedalam suatu wadah saluran tuang (hopper) yang terdapat bagian atas unit mesin. Butir/pellet ini disuap ke dalam silinder untuk dipanaskan hingga mencair. Di dalam silinder (barrel) terdapat mesin screw (berputar) yang mencampur bahan butiran/pellet cair dan mendorong campuran ke bagian ujung silinder.

Ketika material yang dikumpulkan di ujung screw telah cukup, proses penyuntikan dimulai. Plastik yang dicairkan dimasukkan kedalam cetakan melalui suatu nozzle injector, ketika tekanan dan kecepatan diatur oleh screw tersebut. Sebagian mesin injeksi menggunakan suatu pendorong sebagai pengganti screw.

Gambar 2.15 Pengisian bahan plastic kedalam cetakan (mold)

3. Penenangan

Tahap ini adalah waktu penenangan sesaat setelah proses penyuntikan. Plastik cair telah disuntik kedalam cetakan dan tekanan dipertahankan untuk meyakinkan segala sisi rongga cetakan telah terisi secara sempurna.

HOPPER

SCREW PRESS NOZZLE INJECTOR


(45)

Gambar 2.16 Masa penenangan mulai pendinginan

4. Pendinginan

Plastik didinginkan didalam cetakan untuk mendapatkan bentuk padatnya didalam cetakan. Pada proses ini sekaligus pengisian ulang bahan plastik dari hopper ke dalam barrel dengan screw yang berputar.

Gambar 2.17 Pengisian bahan plastik sekaligus pendinginan

5. Cetakan Dibuka

Unit pengapit dibuka, yang memisahkan keduabelah cetakan


(46)

6. Pengeluaran

Pena dan plat ejector mendorong dan mengeluarkan hasil cetakan dari dalam cetakan,. Geram dan sisa pada sisi-sisi hasil cetakan yang tidak dipakai dapat didaur ulang untuk digunakan pada pencetakan berikutnya.

2.9 Parameter proses injection molding

Untuk memperoleh benda cetak dengan kualitas hasil yang optimal, perlu mengaturbeberapa paramateryang mempengaruhi jalannya proses produksi tersebut. Parameter- parameter suatu proses tentu saja ada yang berperan sedikit dan adapula yang mempunyai peran yang signifikan dalam mempengaruhi hasil produksi yang diinginkan. Biasanya orang perlu melakukan beberapa kali percobaan hingga ditemukan parameter-parameter apa saja yang cukup berpengaruh terhadap produk akhir benda cetak.

Adapun parameter-parameter yang berpengaruh terhadap proses produksi plastik melalui metoda injection molding adalah:

a. Temperatur leleh (melt temperature)

Adalah batas temperatur dimana bahan plastik mulai meleleh kalau diberikan enegi panas.

b. Batas tekanan (pressure limit)

Adalah batas tekanan udara yang perlu diberikan untuk menggerakkan piston guna menekan bahan plastik yang telah dileleh- kan. Terlalu rendah


(47)

tekanan, maka bahan plastik kemungkinan tidak akan keluar atau terinjeksi ke dalam cetakan. Akan tetapi jika tekanan udara terlalu tinggibdapat mengakibatkan tersemburnya bahan plastik dari dalam cetakan dan hal ini akan berakibat proses produksi menjadi tidak efisien.

c. Waktu tahan (holding time)

Adalah waktu yang diukur dari saat temperatur leleh yang di-set telah tercapai hingga keseluruhan bahan plastik yang ada dalam tabung pemanas benar-benar telah meleleh semuanya. Hal ini dikarenakan sifat rambatan panas yang memerlukan waktu untuk merambat ke seluruh bagian yang ingin dipanaskan. Dikhawatirkan jika waktu tahan ini terlalu cepat maka sebagian bahan plastik dalam tabung pemanas belum meleleh semuanya, sehingga akan memper- sulit jalannya aliran bahan plastik dari dalam nozzle.

d. Waktu penekanan (holding pressure)

Adalah durasi atau lamanya waktu yang diperlukan untuk memberikan tekanan pada piston yang mendorong plastik yang telah leleh. Pengaturan waktu penekanan bertujuan untuk meyakinkan bahwa bahan plastik telah benar-benar mengisi ke seluruh rongga cetak. Oleh karenanya waktu penekanan ini sangat tergantung dengan besar kecilnya dimensi cetakan (mold). Makin besar ukuran cetakan makin lama waktu penekan yang diperlukan.

e. Temperatur cetakan (mould temperature)

Yaitu temperatur pemanasan awal cetakan sebelum dituangi bahan plastik yang meleleh.


(48)

f. Kecepatan injeksi (injection rate)

Yaitu kecepatan lajunya bahan plastik yang telah meleleh keluar dari nozzle untuk mengisi rongga cetak. Untuk mesin-mesin injeksi tertentu kecepatan ini dapat terukur, tetapi untuk mesin-mesin injeksi sederhana kadang-kadang tidak dilengkapi dengan pengukur kecepatan ini.

g. Ketebalan dinding cetakan (wall thickness )

Menyangkut desain secara keseluruhan dari cetakan (moulding). Semakin tebal dinding cetakan, semakin besar kemungkinan untuk terjadinya cacat shrinkage.

2.10. Pencampuran

2.10.1. Teori Pencampuran

Pencampuran adalah tahap pertama pada proses PIM dan proses ini sangat penting untuk menentukan keberhasilan proses (German, 1990). Pencampuran ini dimaksudkan untuk membuat sifat bahan campuran yang seragam (Moller & Lee, 1994 ) dan juga menjaga batas keseragaman yang diinginkan pada keadaan yang optimal sejak proses pencampuran hingga proses pensinteran. Tujuan pencampuran adalah untuk melapisi partikel dengan bahan pengikat, memecah gumpalan-gumpalan dan untuk memperoleh butiran ukuran pertikel yang homogen pada proses injection molding (Ilham, 2007).

Proses pencampuran selalu dilakukan pada suhu tertentu bergantung pada jenis bahan pengikat yang digunakan. Untuk bahan pengikat termoplastik, dimana


(49)

tegangan shear stress lebih dominan, pencampuran dilakukan pada suhu rata-rata yaitu sekitar 190oC. Pemanasan diperlukan untuk menurunkan viskositas campuran.

Cacat yang terjadi dapat dihindari apabila pencampuran dilakukan pada suhu dimana campuran masih mempunyai kekuatan patah. Pencampuran pada suhu yang terlalu tinggi menyebabkan bahan pengikat terpisah dari serbuk karena viskositas campuran terlalu rendah. Pencampuran yang dilakukan di udara bebas dapat menyebabkan bahan pengikat teroksidasi dan ini akan menaikkan viscositas campuran (Kwon, 1995). Peningkatan viskositas ini menyebabkan bahan pengikat kurang sesuai untuk digunakan dalam proses injeksi plastik karena akan menyulitkan pada saat injeksi.

2.10.2. Metode Pencampuran

Proses pencampuran memungkinkan bahan pengikat untuk berpindah diantara permukaan pertikel bahan campuran untuk mencapai keseragaman. Tingkat keseragaman diperoleh berdasarkan sifat alami (dasar) dari setiap komponen campuran dan tehnik pencampurannya serta pengaruh kondisi.

Beberapa tehnik dalam proses pencampuran dapat diuraikan sebagai berikut :

1. Pencampuran secara Mekanik

Pencampuran antara dua atau lebih bahan plastik pada titik cairnya merupakan praktek proses pemesinan secara langsung. Komposisi campuran sudah ditemukan dan ditentukan dengan jelas. Pencampuran mekanik molekul plastik pada titik cairnya diperkirakan akan berjalan lambat dan tidak utuh. Suhu


(50)

pencampuran harus diatas suhu transisi bahan kaca,Tg, dari unsur plastik yang menjadi komponen dalam campuran dan diatas suhu cair, Tm, dari unsur campuran plastik semikristallin. Untuk alasan ekonomi, pencampuran secara mekanik lebih mendominasi. Ukuran partikel pada fase pemisahan sangat perlu dipertimbangkan untuk mengoptimalkan kinerja campuran. Biasanya pencampuran mekanik hanya memproduksi campuran kasar. Sifat campuran sangat dipengaruhi oleh kecepatan dan suhu pencampuran (Ilham, 2007).

Keseragaman campuran hanya dapat dicapai setelah tahap proses pencairan. Contoh mesin yang digunakan pada pencampuran mekanik, antara lain :

Two Roll Mill

Two-roll mill terdiri dari dua buah roll horizontal yang paralel dan berputar pada arah yang berbeda. Jarak antara kedua roll dibuat dengan jarak tertentu sehingga dapat diatur/distel karena memiliki bantalan blok pada sisi bagian depan secara berlawanan dengan setelan screw. Roll balik berputar lebih cepat ketimbang roll maju sesuai perbandingan yang disebut ”friction ratio”. Friction rasio yang tinggi digunakan untuk menyaring campuran. Putaran roll menarik campuran kearah jepitan, yang merupakan pembersih pada roll. Permukaan sisa bagian roll digunakan untuk mengangkut kembali bahan mentah kearah jepitan untuk proses pencampuran berikutnya. Sebahagian besar kerja dilakukan dengan lambat pada roll bagian depan selama proses penggabungan campuran. Air dingin dialirkan melalui rongga roll untuk mendinginkan material masuk yang mengalami kontak langsung dengan permukaan roll selama proses pencampuran (Ilham, 2007).


(51)

Gambar 2.19. Proses pencampuran pada mesin two roll mill Internal Mixer

Menurut Ilham (2007) Alat penekan bertekanan tinggi seperti internal mixer digunakan untuk memanaskan dan mestabilkan perubahan campuran. Alat ini terdiri dari dua buah rotor horizontal yang terbungkus. Kerja yang dilakukan mesin ini terjadi antar rotor dan antara rotor dengan jaket. Bentuk rotor ini menyerupai bentuk mesin pencampur axial sepanjang arah maju. Campuran masuk ke ruang pencampur melalui saluran masuk vertikal yang ditempatkan pada pengarah penekan yang bergerak secara hidrolik. Permukaan penekan sebelah bawah merupakan bagian dari ruang pencampuran. Campuran yang sudah merata disalurkan melalui bagian bawah dinding ruang pencampuran. Terdapat rongga yang kecil antara kedua rotor yang biasanya dijalankan pada kecepatan yang berbeda antara rotor dan dinding ruang pencampuran. Dari bentuk rotor dan gerakan penekan selama proses dapat dipastikan semua partikel campuran mengalami shear stress yang intensif pada celah (rongga) antara kedua rotor.


(52)

2. Solusi Pencampuran (Solution Mixer)

Pada metode ini, bahan plastik yang dicampur akan menyatu bersama dengan pelarut. Hal ini akan menghilangkan atau paling tidak meminimalisir permasalahan kinetik yang terjadi selama proses pencampuran yang tidak sempurna dan perubahan struktur kimia yang disebabkan oleh panas dan shear stress (Ilham, 2007). Solusi pencampuran sangat bermanfaat untuk pembelajaran mekanisme dasar kristalisasi dan parameter interaksi.

3. Polimerisasi

Metode polimerisasi digunakan untuk mempersiapkan campuran bahan plastik, terutama pada polimerisasi emulsi. Bahan-bahan plastik dibutuhkan dalam bentuk latek atau emulsi. Proses pencampuran bahan latek yang ukurannya sangat kecil, akan berkurang dalam skala satu mikron atau lebih, saat pemisahan yang sempurna oleh air. Tidak ada pengaruh panas, tegangan dan bahan pengikat, jika latek diuapkan atau dibekukan. Campuran bahan plastik yang padat biasanya dapat diperoleh dengan proses pemisahan antara kedua komponen (Ilham, 2007).

4. Pencampuran Reaksi

Metode pencampuran reaksi merupakan satu metode yang begitu inovatif. Penggunaan metode ini memudahkan dalam penyamarataan sifat dan karakteiristik bila terdapat material baru yang memiliki ketidaksesuaian yang tinggi. Proses ini seringkali melibatkan penambahan bahan reaktif ketiga, seperti bahan multifungsional co-polimer atau katalis trans-reactive (Ilham, 2007).


(53)

Peningkatan kemampuan campuran reaktif untuk memperlihatkan efek emulsi rantai plastik atau bahan co-polimer tambahan yang terbentuk selama proses pencampuran. Campuran yang lebih sempurna dengan tingkat produktif yang tinggi dapat diperoleh dengan metode ini, tetapi harus melalui pengendalian proses produksi yang lebih intensif.

2.10.3. Faktor yang Mempengaruhi Sifat Campuran

Menurut Ilham (2007) pada umumnya pencampuran diproses dengan mesin penggulung, mesin penekan, mesin injeksi molding, atau mesin pencampur yang intensif. Pengembangan mikrostruktur diawali sejak komponen pencampuran mengalami kontak fisik ketika struktur mengalami pendinginan selama proses. Dengan kata lain, proses ini mengalami pelelehan campuran, pembentukan dan pemadatan. Kebanyakan tehnik konvensional pelelehan campuran menghasilkan campuran yang berbeda fase. Biasanya komponen minor fase ini dipisahkan dalam bentuk komponen fase yang kontiniu. Jika campuran dipisahkan pada beberapa temperatur maka domain dari komponen minor akan mengalami pertambahan ukuran. Dengan pencampuran mekanik, beberapa molekul komponen yang terpisah secara pemanasan terbuka akan bergabung dan menjadi domain. Oleh sebab itu campuran mengalami pemisahan fase.

2.10.4. Mesin Pencampur

Secara umum mesin pencampur terdiri dari dua jenis yaitu pencampuran statis dan pencampuran radial (Ilham, 2007).


(54)

Pencampuran jenis ini disebut pencampur tanpa penggerak atau pencampur statis karena tidak ada bagian mesin yang bergerak. Mesin pencampur statis yang pertama, diciptakan oleh Sluiters (1965) yaitu mesin pencampur daun banyak. Pencampuran ini memisahkan aliran dalam saluran segi empat. Peralatan ini digunakan untuk mencampur resin pekat dan dibuat dari pipa yang panjang. Peralatan yang panjang memungkinkan terjadinya aliran bergelombang didalam pipa dan ini menyebabkan butiran pencampuran yang lebih baik.

.

Gambar 2.21 Mixer model Sluiters

Mesin pencampur yang diciptakan oleh Nobel ( U.S. Patent 3,015,425) digunakan untuk mencampur dua jenis fluida yang dialirkan melalui sebuah saluran kecil dan kemudian berpisah kedalam dua saluran lain yang terdapat diujungnya, dan kembali bersatu diujung yang lain. Dengan proses pemisahan dan penyatuan yang terus menerus, maka pembentukan campuran dari kedua aliran dapat diperoleh bentuk campuran yang merata. Peralatan yang sama dipatenkan oleh Schippers ( U.S. Patent 3,206,170), yaitu mempunyai dua aliran untuk setiap element (Ilham, 2007).


(55)

Gambar 2.22 Mixer model Nobel dan model Schippers

Salah satu mesin pencampur statis tanpa gerakan yang dihasilkan secara komersil ialah “Interfacial Surface Generator”(ISG). Metode pencampuran ini serupa dengan pencampuran yang dibuat Schippers ( U.S. Patent 3,206,170).

Gambar 2.23 Mixer Interfacial Surface Generator (ISG). (Rauwendall)

b. Mesin Pencampur Radial

Menurut Ilham (2007) mesin pencampur radial ialah mesin pencampur dimana pencampuran bahan dilakuka n dengan cara berputar dalam bentuk aliran turbulen atau laminar. Fluida berputar mengelilingi pusat putaran yang menyebabkan fluida bercampur secara radial. Kecepatan aliran akan merubah


(56)

bentuk vektor-vektor kecepatan yang akan memaksa fluida mengalir dari pusat ke arah dinding luar pipa. Pada saat yang sama, aliran berbalik dan dapat mengarah ke kiri atau ke kanan mengikuti konfigurasi lingkaran.


(57)

BAB III METODOLOGI 3.1. Tahapan Penelitian

Secara skematik tahapan penelitian adalah seperti gambar berikut :

Gambar 3.1 skema tahapan penelitian

Persiapan Bahan Baku

Menghitung jumlah butir bahan baku berdasarkan komposisi

Mencetak specimen dengan mesin Injeksi Molding RN 350

160 oC 180 oC 200 oC

Specimen diuji tarik dengan mesin uji tarik Tarno test UPH 100 kN

Diperoleh data hasil pengujian

Analisa Data

Kesimpulan


(58)

3.2. Peralatan

Alat yang digunakan adalah serangkaian mesin yang terdiri dari mesin injeksi molding, cetakan plastik, mesin uji tarik serta alat pendukung lainnya.

3.2.1 Mesin Plastic Injection Molding

Mesin Plastic Injection Molding adalah suatu alat atau mesin yang digunakan untuk membentuk suatu perlengkapan dari bahan plastik dengan menggunakan sistem suntikan, maksudnya adalah bahan dasar yang telah lebih dulu dicairkan/dilebur pada temperatur tertentu kemudian disuntikkan pada cetakan melalui saluran masuk dengan tenaga tekan yang diperoleh dari udara bertekanan yang dihasilkan dari kompresor. Penekanannya menggunakan piston.

Pada penelitian ini digunakanlah mesin Plastic Injection Molding jenis RN 350, adapun spesifikasinya sebagai berikut :

Injection weight : 30 g Injection volume : 32 cm2

Heating output : 600 W

Heating – up time : max. 6 min Liquefaction capacity : 1500 g/h Electrical temperature regulation

With thermo-sensing element : +20 °C to + 400 °C Canstancy of temperature : +/- 2 °C

Permissible air pressure : max. 15 bar (normal 10 bar ) Specific injection pressure : max. 350 kp/cm2

Air requirement : 1.4 dm3 x p per stroke

Wight : approx. 28 kg


(59)

Gambar 3.2 Plastic Injection Molding Type RN 350

3.2.2 Cetakan Plastik

Cetakan Plastik yang digunakan berupa cetakan dua pelat (Two Plate) yaitu berupa cetakan yang paling sederhana yang memiliki satu bukaan, produk yang dihasilkan dari cetakan ini yaitu berupa produk specimen uji tarik.

Gambar 3.3 Cetakan Specimen Uji Tarik

Handle penekan

Hopper

Ruang pemanas

Ragum

Landasan Nozzle

Pengatur suhu

Tombol Injeksi

Keran pengatur tekanan


(60)

3.2.3 Mesin Uji Tarik

Gambar 3.4 Mesin Uji Tarik Keterangan gambar 3.3 :

1. Tombol power utama 2. Hand lever

3. Tombol pengatur gaya 4. Skala uji tarik

5. Power off 6. Power on

7. Ragum pencekam 8. Piston uji tarik

Spesifikasi mesin uji tarik Tarno UPH 10 kN : a. Gaya max : 100 kN

b. Stroke : 250 mm

c. Kec. Piston : 0 – 250 mm/min

1

2 3 4

5 6

7 8


(61)

3.3. Bahan Baku

Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah : Tabel 3.1 Bahan Baku dan Komposisinya

Bahan Baku Temperatur Leleh Berat/butir Komposisi

Polipropilen (PP) 164 oC 0,017 gr 50 %

Polietilen (PE) 125 oC 0,025 gr 30 %

Polistiren (PS) 107 oC 0,021 gr 20 %

Berat dari masing – masing butir bahan baku diukur menggunakan timbangan digital. Untuk menghasilkan satu buah specimen diperlukan bahan baku dengan berat 9,5 gr. Maka untuk komposisi bahan baku dihitung berdasarkan jumlah butirnya.

i. Polipropilen

= (9,5 gr/0,017 gr) x 50 % = 279 butir

ii. Polietilen

= (9,5 gr/0,025 gr) x 30 % = 114 butir

iii. Polistirene

= (9,5 gr/0,021 gr) x 20 % = 90 butir


(62)

Polipropilen Polietilen

Polistirene Gambar 3.5 Bahan Baku

3.4. Proses Pencetakan Plastik

Campuran biji plastik polyprophylene, polyethylene, dan polystirene dimasukan ke dalam hopper pada mesin injeksi molding untuk dipanaskan hingga meleleh. Dalam pengujian ini divariasikan temperature injeksinya. Temperature di setting pada 160°C, 180°C, 200°C mengacu pada temperature leleh yang tertinggi yaitu polipropilen. Temperatur mold 25oC. Tekanan sebesar 8 bar. Setelah meleleh plastik tersebut diinjeksikan ke dalam cetakan specimen uji tarik. Untuk tiap-tiap temperatur tersebut dicetak 3 buah specimen uji tarik. Hal ini


(63)

dilakukan untuk mendapatkan data yang bersifat objektif dan valid pada saat pengujian tarik.

Gambar 3.6 Spesimen Uji Tarik yang Dihasilkan

3.5. Cara Pengambilan Data

Cara pengambilan data pada penelitian ini yaitu dengan melakukan pengujian terlebih dahulu. Spesimen uji tarik diuji pada mesin uji tarik yang terhubung dengan komputer sehingga setelah pengujian selesai dilakukan, data hasil pengujian akan didapatkan dengan bantuan proses komputerisasi. Pengujian ini dimaksudkan untuk mengetahui sifat-sifat mekanis bahan. Deformasi bahan disebabkan oleh adanya beban tarik adalah dasar dari pengujian dan studi mengenai kekuatan, hal ini disebabkan beberapa alasan :

1. Mudah dilakukan

2. Menghasilkan tegangan yang seragam pada penampang

3. Kebanyakan bahan mempunyai kelemahan untuk menerima beban tegangan tarik yang seragam pada penampang. Maka dalam pengujian bahan industri, kekuatan adalah paling sering ditentukan.


(64)

Hasil akhir dari penelitian ini adalah data mengenai pengaruh campuran bahan baku dan variasi temperature injeksi terhadap kekuatan tariknya.

3.6. Kendala-kendala

Pada proses injeksi molding seringkali terjadi gangguan / cacat produk yang dapat merusak / menganggu penampilan produk. Cacat produk dapat ditimbulkan berbagai faktor, baik yang bersumber pada faktor desain maupun parameter injeksinya. Beberapa diantaranya sebagai berikut :

i. Material/bahan dasar

Adapun bahan dasar yang digunakan dalam tugas skripsi ini adalah biji plastik yaitu Polyethylene, Polypropylene, dan polystyrene yang kemudian dicampur berdasarkan komposisi yang telah diatur sebelumnya.

Kendala dalam hal ini adalah karena tidak semua bahan baku ditimbang dengan saksama. Maka ada ukuran yang biji plastik yang lebih besar dari yang lain maupun sebaliknya sehingga dapat mempengaruhi komposisi.

ii. Mesin Injection Molding RN-350

Berhubung karena mesin yang digunakan sudah mulai rusak dan kurang perawatan, maka dibutuhkan keteliian dari pengguna. Contohnya seperti indikator suhu yang ada bisa jadi meragukan, maka ada baiknya apabila digunakan peralatan tambahan seperti Themokopel dari luar. Selain itu karena percobaan dimulai dari suhu kamar, kendala lan adalah lamanya waktu yang dibutuhkan agar mesin kembali ke keadaan awalnya.


(65)

iii. Cetakan

Memang cetakan/mold yang digunakan telah disediakan di laboratorium. Namun kami melihat kendala pada mold tersebut dimana specimen yang dihasilkan terkadang susut ataupun memeiliki ruang hampa ditengahnya. Hal ini disebabkan karena tidak adanya lubang udara keluar pada bagian ujung belakang dari mold tersebut.

iv. Mesin uji tarik Tarno UPH 10 kN

Sebenarnya untuk pengujian logam mesin ini sangat efektif dan dapat digunakan. Namun pada pengujian ini kendalan yang kami hadapi teletak pada ragum/alat penjepit specimen yang ada, sehingga harus dibuat alat tambahan menyerupai pengait sehingga specimen yang ada dapat diuji dan tidak mengalami kegagalan.

v. Kompressor udara

Tekanan maximum yang dapat dicapai oleh kompressor adalah 10 bar. Namun dalam prakteknya yang tercapai hanya 8 bar dan inilah yag digunakan. Tapi ada juga kendala yang dihadapi yaitu tekanan kompressor yang akan berkurang ketika digunakan untuk mencetak sebuah specimen sehingga harus menunggu kompressor kembali untuk memompa udara sehingga diperoleh tekanan yang diinginkan yaiu 8 bar.


(66)

BAB IV

DATA DAN ANALISA

4.1. Data Penelitian

Pada penelitian ini specimen dicetak pada mesin Injeksi Molding pada suhu 160oC, 180oC, dan 200oC. Perbandingan campuran bahan baku adalah 50% PP, 30% PE, 20% PS. Pada masing – masing temperatur dicetak sebanyak 3 buah specimen untuk mendapatkan hasil yang akurat pada saat pengujian tarik. Temperatur leleh masing – masing campuran, yaitu :

- Polipropilen (PP) 164oC - Polietilen (PE) 125oC - Polistiren (PS) 107oC

Berikut ini adalah gambar spesimen setelah dilakukan pengujian tarik.

Gambar 4.1. Spesimen 160oC setelah pengujian tarik (sumber : boedeker.com)


(67)

Gambar 4.2. Spesimen 180oC setelah pengujian tarik

Gambar 4.3. Spesimen 200oC setelah pengujian tarik

Data – data yang diperoleh setelah dilakukan pengujian tarik adalah :

 Sifat Mekanis

 Sifat Fisis


(68)

4.1.1. Sifat Mekanik

Setelah dilakukan pengujian tarik, diperoleh data – data berupa sifat mekanis spesimen yang meliputi:

• Max stress (tensile strength) : MPa • Yield stress (kekuatan mulur) : MPa • Proportional limit (batas elatis) : MPa

• Modulus Elastis : MPa

• Elongation (perpanjangan) : mm/mm atau %

4.1.1.1.Sifat Mekanik Spesimen Temperatur 160oC

Tabel 4.1 Sifat Mekanik Spesimen Temperatur 160oC 160oC Max

Stress

Yield Stress

Proportional Limit

Modulus

Elastis Elongation

1 13,50 1,45 0,48 61556,55 13,67 %

2 13,01 10,36 8,68 70800,00 6,92 %

3 13,98 6,02 4,82 93352,63 8,68 %


(69)

Gambar 4.4. Hasil Pengujian Tarik Spesimen 160-1


(70)

Gambar 4.6. Hasil Pengujian Tarik Spesimen 160-3

Dari data yang telah diperoleh di laboratorium maka dapat dibuat grafik stress vs strain berikut:


(71)

4.1.1.2.Sifat Mekanik Spesimen Temperatur 180oC

Tabel 4.2 Sifat Mekanik Spesimen Temperatur 180oC 180oC Max

Stress

Yield Stress

Proportional Limit

Modulus

Elastis Elongation

1 12,59 0,52 0,26 197008,70 13,65 %

2 10,61 9,29 8,76 71006,25 8,60 %

3 10,94 1,09 0,27 140836,84 22,40 %

(dalam MPa)


(72)

Gambar 4.9. Hasil Pengujian Tarik Spesimen 180-2


(73)

Gambar 4.11. Grafik Stress – Strain Spesimen 180oC (dalam Ms Excel)

4.1.1.3.Sifat Mekanik Spesimen Temperatur 200oC

Tabel 4.3 Sifat Mekanik Spesimen Temperatur 200oC 200oC Max

Stress

Yield Stress

Proportional Limit

Modulus

Elastis Elongation

1 7,63 2,4 1,22 42522,70 7,70 %

2 2,22 2,22 1,11 59845,53 4,38 %

3 6,18 0,77 0,51 95080,77 4,63 %


(74)

Gambar 4.12. Hasil Pengujian Tarik Spesimen 200-1


(75)

Gambar 4.14. Hasil Pengujian Tarik Spesimen 200-3


(76)

4.1.2. Sifat Fisis

Sifat fisik spesimen setelah dilakukan pengujian tarik adalah : • Spesimen rapuh pada suhu 2000c

• Spesimen bersifat elastis pada suhu 1600c dan 1800c.

• Banyak terdapat lubang/ruang kosong pada suhu 2000c sehingga kekuatannya jauh berkurang.

• Penyusutan spesimen sangat besar pada suhu 2000c.

• Ketika ditarik tidak langsung putus, tetapi membentuk serat yang banyak dan panjang.

4.1.3. Deformasi Spesimen Setelah Pengujian Tarik

Setelah pengujian tarik dilakukan, specimen mengalami deformasi berupa perubahan lebar dan tebal specimen.

Tabel 4.4 Deformasi Pada Spesimen

Temperatur Lo to L1 t1

160oC

1 7,1 mm 6 mm 6,9 mm 5,5 mm

2 7,0 mm 6 mm 6,7 mm 5,65 mm

3 7,15 mm 6 mm 6,75 mm 5,5 mm

180oC

1 7,1 mm 5,45 mm 6,9 mm 5,30 mm

2 7,15 mm 5,35 mm 7,05 mm 5,20 mm

3 7,0 mm 5,30 mm 6,85 mm 5,05 mm

200oC

1 7,0 mm 5,35 mm 6,80 mm 5,15 mm

2 7,05 mm 5,20 mm 6,90 mm 5,05 mm


(77)

4.2. Analisa Hasil Pengujian 4.2.1. Analisa Kekuatan

Temperatur memainkan peranan yang sangat penting dalam proses moulding. Jika temperature moldingnya lebih tinggi dari titik leleh plastic, maka specimen akan rusak, banyak terdapat lubang, dan kekuatannya akan turun (Wiedemann dan Rothe, 1990).

Dari hasil pencetakan, banyak terdapat lubang pada spesimen yang mempengaruhi sifat fisis dan mekanis spesimen. Diperoleh juga bahwa makin tinggi temperature moulding maka penyusutannya juga semakin tinggi dan jumlah lubang semakin banyak.

Dari data pengujian tarik diperoleh rata – rata tegangan maksimum (max stress) spesimen untuk masing – masing temperatur.

Temperatur 160oC

Temperatur 180oC


(78)

Diperoleh hasil berupa

4.2.2. Analisa Temperatur

Pada setiap temperatur, masing – masing bahan baku mengalami beberapa kondisi, yaitu :

A. Temperatur 160oC

a. Polipropilen (PP) belum meleleh secara sempurna karena titik leleh PP pada suhu 164oC. Kekuatannya sudah ada.

b. Polietilen (PE) telah meleleh karena titik leleh PE pada suhu 125oC, namun belum mengalami degradasi. Kekuatannya masih ada.

c. Polistiren (PE) telah mengalami degradasi karena titik leleh PS pada suhu 107oC. Kekuatannya telah hilang.

B. Temperatur 180oC a. PP telah meleleh.

b. PE mengalami degradasi. c. PS mengalami degradasi.


(79)

C. Temperatur 200oC

a. PP telah meleleh namun belum mengalami degradasi. Kekuatannya masih ada.

b. PE mengalami degradasi. c. PS mengalami degradasi.

4.3. Perbandingan Kekuatan Campuran (PP,PE,PS) dengan Kekuatan PP Murni

Dalam penelitian ini juga dilakukan pengujian kekuatan tarik terhadap spesimen PP murni (100%). Spesimen dicetak dengan temperatur molding 160oC, 180oC, dan 200oC. Data – data yang diperoleh sebagai berikut :

4.3.1. Sifat Mekanik Spesimen 160oC

Tabel 4.5 Sifat Mekanik Spesimen Temperatur 160oC 160oC Max

Stress

Yield Stress

Proportional Limit

Modulus

Elastis Elongation

1 20,72 8,93 8,93 70800 25,33 %

2 24,67 15,98 15,51 70953,39 11,27 %

3 22,15 15,51 14,12 73163,09 6,7 %


(80)

Gambar 4.16. Grafik Stress – Strain Spesimen 160oC (dalam Ms Excel)

4.3.2. Sifat Mekanik Spesimen 180oC

Tabel 4.6 Sifat Mekanik Spesimen Temperatur 180oC 180oC Max

Stress

Yield Stress

Proportional Limit

Modulus

Elastis Elongation

1 24,32 18,24 18,24 71035,27 8,63 %

2 33,58 22,18 21,18 71267,08 12,45 %

3 25,09 16,57 15,88 72227,28 14,63 %


(81)

Gambar 4.17. Grafik Stress – Strain Spesimen 180oC (dalam Ms Excel)

4.3.3. Sifat Mekanik Spesimen 200oC

Tabel 4.7 Sifat Mekanik Spesimen Temperatur 200oC 200oC Max

Stress

Yield Stress

Proportional Limit

Modulus

Elastis Elongation

1 30,88 19,07 18,53 71294,11 12 %

2 25,91 17,53 16,26 78722,54 6,9 %

3 28,95 18,09 17,83 87989,48 6,7 %


(82)

Gambar 4.18. Grafik Stress – Strain Spesimen 200oC (dalam Ms Excel)

Dari data pengujian tarik diperoleh rata – rata tegangan maksimum (max stress) spesimen untuk masing – masing temperatur.

Temperatur 160oC

Temperatur 180oC


(83)

Dari hasil pengujian tarik terhadap spesimen PP murni ternyata menghasilkan kekuatan yang sangat besar bila dibandingkan dengan kekuatan spesimen yang dicampur.

Sifat fisik yang terbentuk, yaitu :

• Spesimen bersifat elastis – plastis.

• Sedikit terdapat lubang karena bahan bakunya homogen. • Penyusutannya rendah.


(84)

BAB V KESIMPULAN

Dari penelitian ini diperoleh : 5.1.Data Pengujian Tarik

5.1.1 Campuran 50% PP, 30% PE, 20% PS a. Temperatur 160 oC

b. Temperatur 180 oC


(85)

Diperoleh hasil berupa . Dengan hasil

tersebur dapat disimpulkan bahwa makin tinggi temperatur injeksi berdasarkan titik leleh bahan baku, maka kekuatan yang dihasilkan akan semakin rendah. Hal ini disebabkan karena perbedaan titik leleh bahan baku dan degradasi yang terjadi.

5.1.2 PP Murni (100% PP) a.Temperatur 160 oC

b.Temperatur 180 oC

c.Temperatur 200 oC

Diperoleh hasil berupa . Dalam kasus

ini (PP murni tanpa dicampur), kekuatan akan meningkat apabila temperatur injeksi dinaikkan, namun kenaikannya tidak terlalu tinggi.

Dapat disimpulkan bahwa kekuatan spesimen PP murni lebih besar daripada spesimen PP yang dicampur. Begitu juga dengan sifat fisiknya yang jauh


(86)

campuran adalah mulur (creep) yang lumayan besar dibandingkan dengan PP murni yang langsung putus ketika diberi gaya, sehingga dapat diprediksi kapan spesimen tersebut akan putus.

5.2 Deformasi Spesimen Setelah Pengujian Tarik

Setelah pengujian tarik dilakukan, spesimen dengan bahan baku yang dicampur mengalami deformasi berupa perubahan lebar dan tebal spesimen.

Temperatur Lo to L1 t1

160oC

1 7,1 mm 6 mm 6,9 mm 5,5 mm

2 7,0 mm 6 mm 6,7 mm 5,65 mm

3 7,15 mm 6 mm 6,75 mm 5,5 mm

180oC

1 7,1 mm 5,45 mm 6,9 mm 5,30 mm

2 7,15 mm 5,35 mm 7,05 mm 5,20 mm

3 7,0 mm 5,30 mm 6,85 mm 5,05 mm

200oC

1 7,0 mm 5,35 mm 6,80 mm 5,15 mm

2 7,05 mm 5,20 mm 6,90 mm 5,05 mm

3 7,30 mm 5,40 mm 7,0 mm 5,20 mm

Dapat dilihat bahwa dimensi spesimen sebelum pengujian tarik berbeda – beda. Semakin tinggi temperatur injeksi, maka penyusutan yang terjadi juga semakin besar. Hal ini berpengaruh juga terhadap kekuatan spesimen dimana semakin besar penyusutan maka kekuatannya akan semakin kecil.


(87)

5.3 SARAN

1. Dari hasil pengujian yang dilakukan terdapat beberapa kekurangan, dimana salah satunya adalah campuran yang dihasilkan tidak sepenuhnya bersifat homogen. Hal ini disebabkan karena pemilihan temperatur pencetakan yang kurang tepat. Maka dari itu untuk ke depannya penulis menyarankan agar pencampuran dilakukan telebih dahulu dengan mixer baru diproses dengan mesin injection molding. Sehingga spesimen yang dihasilkan sesuai dengan standar temperatur dan pengujian spesimen agar didapat hasil yang memuaskan.

2. Mampu mengindentifikasi sifat mekanik dan sifat fisik spesimen dengan baik dan akurat, sehingga data hasil pengujian dapat lebih baik. Hal ini dapat dilakukan dengan menggunakan peralatan-peralatan yang tepat seperti mikroskop elektron untuk mengetahui bentuk fisik dari struktur spesimen.

3. Memperhatikan dengan saksama perubahan keuletan yang dapat diterima oleh spesimen yang telah diuji, hal ini dapat telihat dari grafik yang dihasilkan. Namun, dapat diperhatikan agar jaraknya tidak terlalu jauh, hal ini dapat diantisipasi dengan mempersiapkan segala sesuatu sebelum dilakukan pengujian. Sehingga semua data dapat digunakan.


(88)

DAFTAR PUSTAKA

A. B. Glanvill & E. N. Denton, 1988. Injection-Mould Design Fundamentals. Industrial Press Inc. 200 Madison Avenue. New York, N.Y. 10016

Alfian Hamsi, 2006. Kajian Rheologi Minyak Kelapa Sawit Sebagai Bahan Campuran Yang Berfungsi Sebagai Binder Pada Proses Metal Injection Molding. Laporan Penelitian.

Animesh Boses. 1995. The Technology and Commercial Status of Powder-Injection Molding. Journal of Metallurgy.

Avner H. Sidney, 1974, Introduction To Physical Metallugy, Second Edition,

Mc. Graw – Hill, USA.

Beebas C. Mutsuddy. 1981. Formulation of Injection Molding Binder Systems. Battle Colombus Division 505 King Avnue. Journal of Metallurgy.

Byung Ohk Rhee. 1993. Effect of The Binder Characteristics on Binder Separation in Powder Injection. Journal of Metallurgy.

Chang Chew Let. 1993. Chemical and Physical Properties of Palm Oil and Palm Kernel Oil. Palm oil Research Institut of Malaysia (PORIM).

De Garmo E.P., Balack J.T. & Kohser R.A 1984. Material and Process In Manufacturing. 3th editioin, Maxwell Macmilan Int. Eds.


(89)

Frank Petzoldt. 1995. A New Manufacturing Process For Precision Engineering Component. Europe Powder Metallurgy Association.

Halimatuddahliana. 2001. The Effects Of Various Additives on Mechanical and Rheological Properties of Polystyrene / Polyprophylene. University Sains Malaysia.

Hazorong Zhang & German R.M. 1991. The Role of Nickel in Iron Powder Injection Molding. American Powder Metallurgy Institute.

Menniner H & Virolainen J. 1980. Analisys of Binder Removal. Helsinki University of Technology, Finland. Journal of Metallurgy.

Mikell P Groover. 2002. Fundamental of Modern Manufacturing – Materials, Processes, and Systems. 2nd edition. John Wiley & Sons, Inc.

Mullah, Ilham 2007. Kajian Rheologi Minyak Kelapa Sawit Sebagai binder untuk feedstock Pada Proses Metal Injection Molding.

Saptono, Rahmat 2007. Pengetahuan Bahan. Jakarta : Departemen Metalurgi dan Material Universitas Indonesia.


(1)

BAB V KESIMPULAN

Dari penelitian ini diperoleh : 5.1.Data Pengujian Tarik

5.1.1 Campuran 50% PP, 30% PE, 20% PS a. Temperatur 160 oC

b. Temperatur 180 oC


(2)

Diperoleh hasil berupa . Dengan hasil tersebur dapat disimpulkan bahwa makin tinggi temperatur injeksi berdasarkan titik leleh bahan baku, maka kekuatan yang dihasilkan akan semakin rendah. Hal ini disebabkan karena perbedaan titik leleh bahan baku dan degradasi yang terjadi.

5.1.2 PP Murni (100% PP) a.Temperatur 160 oC

b.Temperatur 180 oC

c.Temperatur 200 oC

Diperoleh hasil berupa . Dalam kasus

ini (PP murni tanpa dicampur), kekuatan akan meningkat apabila temperatur injeksi dinaikkan, namun kenaikannya tidak terlalu tinggi.


(3)

campuran adalah mulur (creep) yang lumayan besar dibandingkan dengan PP murni yang langsung putus ketika diberi gaya, sehingga dapat diprediksi kapan spesimen tersebut akan putus.

5.2 Deformasi Spesimen Setelah Pengujian Tarik

Setelah pengujian tarik dilakukan, spesimen dengan bahan baku yang dicampur mengalami deformasi berupa perubahan lebar dan tebal spesimen.

Temperatur Lo to L1 t1

160oC

1 7,1 mm 6 mm 6,9 mm 5,5 mm

2 7,0 mm 6 mm 6,7 mm 5,65 mm

3 7,15 mm 6 mm 6,75 mm 5,5 mm

180oC

1 7,1 mm 5,45 mm 6,9 mm 5,30 mm

2 7,15 mm 5,35 mm 7,05 mm 5,20 mm

3 7,0 mm 5,30 mm 6,85 mm 5,05 mm

200oC

1 7,0 mm 5,35 mm 6,80 mm 5,15 mm

2 7,05 mm 5,20 mm 6,90 mm 5,05 mm

3 7,30 mm 5,40 mm 7,0 mm 5,20 mm

Dapat dilihat bahwa dimensi spesimen sebelum pengujian tarik berbeda – beda. Semakin tinggi temperatur injeksi, maka penyusutan yang terjadi juga semakin besar. Hal ini berpengaruh juga terhadap kekuatan spesimen dimana semakin besar penyusutan maka kekuatannya akan semakin kecil.


(4)

5.3 SARAN

1. Dari hasil pengujian yang dilakukan terdapat beberapa kekurangan, dimana salah satunya adalah campuran yang dihasilkan tidak sepenuhnya bersifat homogen. Hal ini disebabkan karena pemilihan temperatur pencetakan yang kurang tepat. Maka dari itu untuk ke depannya penulis menyarankan agar pencampuran dilakukan telebih dahulu dengan mixer baru diproses dengan mesin injection molding. Sehingga spesimen yang dihasilkan sesuai dengan standar temperatur dan pengujian spesimen agar didapat hasil yang memuaskan.

2. Mampu mengindentifikasi sifat mekanik dan sifat fisik spesimen dengan baik dan akurat, sehingga data hasil pengujian dapat lebih baik. Hal ini dapat dilakukan dengan menggunakan peralatan-peralatan yang tepat seperti mikroskop elektron untuk mengetahui bentuk fisik dari struktur spesimen.

3. Memperhatikan dengan saksama perubahan keuletan yang dapat diterima oleh spesimen yang telah diuji, hal ini dapat telihat dari grafik yang dihasilkan. Namun, dapat diperhatikan agar jaraknya tidak terlalu jauh, hal ini dapat diantisipasi dengan mempersiapkan segala sesuatu sebelum dilakukan pengujian. Sehingga semua data dapat digunakan.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

A. B. Glanvill & E. N. Denton, 1988. Injection-Mould Design Fundamentals. Industrial Press Inc. 200 Madison Avenue. New York, N.Y. 10016

Alfian Hamsi, 2006. Kajian Rheologi Minyak Kelapa Sawit Sebagai Bahan Campuran Yang Berfungsi Sebagai Binder Pada Proses Metal Injection Molding. Laporan Penelitian.

Animesh Boses. 1995. The Technology and Commercial Status of Powder-Injection Molding. Journal of Metallurgy.

Avner H. Sidney, 1974, Introduction To Physical Metallugy, Second Edition,

Mc. Graw – Hill, USA.

Beebas C. Mutsuddy. 1981. Formulation of Injection Molding Binder Systems. Battle Colombus Division 505 King Avnue. Journal of Metallurgy.

Byung Ohk Rhee. 1993. Effect of The Binder Characteristics on Binder Separation in Powder Injection. Journal of Metallurgy.

Chang Chew Let. 1993. Chemical and Physical Properties of Palm Oil and Palm Kernel Oil. Palm oil Research Institut of Malaysia (PORIM).

De Garmo E.P., Balack J.T. & Kohser R.A 1984. Material and Process In Manufacturing. 3th editioin, Maxwell Macmilan Int. Eds.


(6)

Frank Petzoldt. 1995. A New Manufacturing Process For Precision Engineering Component. Europe Powder Metallurgy Association.

Halimatuddahliana. 2001. The Effects Of Various Additives on Mechanical and Rheological Properties of Polystyrene / Polyprophylene. University Sains Malaysia.

Hazorong Zhang & German R.M. 1991. The Role of Nickel in Iron Powder Injection Molding. American Powder Metallurgy Institute.

Menniner H & Virolainen J. 1980. Analisys of Binder Removal. Helsinki University of Technology, Finland. Journal of Metallurgy.

Mikell P Groover. 2002. Fundamental of Modern Manufacturing – Materials, Processes, and Systems. 2nd edition. John Wiley & Sons, Inc.

Mullah, Ilham 2007. Kajian Rheologi Minyak Kelapa Sawit Sebagai binder untuk feedstock Pada Proses Metal Injection Molding.

Saptono, Rahmat 2007. Pengetahuan Bahan. Jakarta : Departemen Metalurgi dan Material Universitas Indonesia.