Pengaruh Variasi Campuran Dan Temperatur Polypropylene, Polyethylene, Dan Polystyrene Pada Proses Plastic Molding

(1)

i

PENGARUH VARIASI CAMPURAN DAN

TEMPERATUR POLYPROPYLENE,

POLYETHYLENE, DAN POLYSTYRENE PADA

PROSES PLASTIC MOLDING

SKRIPSI

Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik

]

YASSER ARAFAT NIM. 060401021

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2010


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

(7)

vii

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, atas segala karunia dan anugerah-Nya yang senantiasa diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk dapat lulus menjadi Sarjana Teknik di Departemen Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara. Adapun Skripsi yang dipilih, diambil dari mata kuliah Proses Produksi Non Logam, yaitu “Pengaruh Variasi Campuran Dan Temperatur Polypropylene, Polyethylene, Dan Polystyrene Pada Proses Plastic Molding”.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis telah berupaya dengan segala kemampuan pembahasan dan penyajian, baik dengan disiplin ilmu yang diperoleh dari perkuliahan, menggunakan literatur serta bimbingan dan arahan dari Dosen Pembimbing.

Pada kesempatan ini, penulis tidak lupa menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak. Ir. Alfian Hamsi, M.Sc. sebagai dosen pembimbing yang telah banyak meluangkan waktunya dan dengan sabar membimbing saya hingga tugas ini dapat terselesaikan.

2. Bapak Ir. Awaluddin Thayab, M.Sc dan Bapak Dr. Ing. Ikhwansyah Isranuri selaku dosen penguji I dan II.

3. Bapak Dr. Ing. Ikhwansyah Isranuri dan Bapak Ir. M. Syahril Gultom, MT, selaku Ketua dan Sekretaris Departemen Teknik Mesin Fakultas Teknik USU.

4. Bapak Ir. Suparmin, MT, Bapak Surya Darma, dan Bapak Trimo dari Politeknik Negeri Medan yang telah berkenan membantu penulis dalam pembutan spesimen dan pengujian tarik.

5. Bapak/Ibu Staff Pengajar dan Pegawai Departemen Teknik Mesin Fakultas Teknik USU.


(8)

viii 6. Orangtua tercinta dan adik – adik yang saya sayangi (Nurul dan Adek) atas

doa yang selalu menyertai saya dalam menyelesaikan pendidikan ini.

7. Kepada teman-teman mahasiswa teknik mesin khususnya stambuk 2006 yang selalu mendukung penulis dalam menyelesaikan tugas skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa Tugas Sarjana ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun demi penyempurnaan di masa mendatang.

Akhir kata, penulis berharap semoga tulisan ini bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Desember 2010 Penulis,

Yasser Arafat 06 0401 021


(9)

ix

ABSTRAK

Dewasa ini, pemakaian barang-barang yang terbuat dari bahan baku plastik semakin meningkat. Hal ini dikarenakan plastik mempunyai banyak kelebihan-kelebihan yang mulai diperhitungkan oleh masyarakat. Keunggulan plastik pada umumnya adalah lebih efisien dibandingkan penggunaan logam atau kayu dan juga proses pengerjaannya yang relatif sederhana. Selain efisien, plastik juga lebih ringan, lebih murah dan mudah dibentuk. Salah satu proses yang digunakan untuk membuat produk dari bahan baku plastik adalah proses plastic molding. Salah satu faktor yang mempengaruhi kualitas suatu produk pada proses plastik molding yaitu komposisi bahan baku plastik. Hal inilah yang mendasari sehingga penulis melakukan penelitian pengaruh variasi komposisi dan temperatur bahan baku plastik pada proses injection molding dan compression molding dengan bahan baku. Campuran polyethylene (PE), polypropylene (PP), polystyrene (PS) dengan komposisi masing – masing 55%, 35%, 10% dicetak dengan proses injeksi molding. Suhu injeksi yang digunakan adalah 150oC, 175oC, dan 200oC. Dari pengujian tarik yang dilakukan diperoleh kekuatan tarik (tensile strength) masing – masing temperatur berturut – turut sebesar 14,39 MPa, 12,44 MPa, dan 6,09 MPa. Terjadi penyusutan yang sangat besar terutama pada temperatur 200oC. Campuran antara polyethylene (PE) dan polystyrene (PS) dengan komposisi 75%PE : 25%PS, 50%PE : 50%PS, dan 25%PE : 75%PS dicetak dengan proses compression molding. Suhu injeksi yang digunakan adalah 135oC. Dari pengujian tarik yang dilakukan diperoleh kekuatan tarik (tensile strength) untuk masing – masing campuran berturut – turut sebesar 26,77 MPa, 20,52 MPa, dan 29,15 MPa. Ketiga spesimen memiliki sifat yang sama, yaitu keras dan getas/rapuh. Secara keseluruhan pada spesimen terbentuk buble yang menurunkan sifat mekaniknya. Penyusutan (shrinkage) yang terjadi sangat kecil.

Kata kunci : polypropylene, polyethylene, polystyrene, injection molding, compression molding, tensile strength, shrinkage


(10)

x

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN HASIL SIDANG ... ii

LEMBAR PENGESAHAN HASIL SEMINAR ... iii

LEMBARAN PENGESAHAN DARI PEMBIMBING ... iv

SPESIFIKASI TUGAS ... v

LEMBARAN ASISTENSI ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

ABSTRAK ... ix

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang... 1

1.2. Batasan Masalah ... 2

1.3. Tujuan dan Manfaat ... 3

1.3.1Tujuan ... 3

1.3.2Manfaat ... 3

1.4. Sistematika Penulisan ... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Teknologi Pemrosesan Plastik ... 5

2.2. Defenisi Polymer ... 6

2.3. Sifat Mekanik Polimer ... 10

2.4. Pemanfaatan Polimer ... 12

2.5. Bahan Baku ... 14

2.6. Pengujian Sifat Mekanis ... 19


(11)

xi

2.8. Jenis – Jenis Mesin Plastik Molding ... 24

2.9. Parameter Proses Injection Molding ... 36

BAB III METODOLOGI 3.1. Tahapan Penelitian ... 39

3.2. Alat dan Bahan ... 40

3.2.1Alat ... 41

3.2.2Bahan ... 49

3.3. Pembuatan Spesimen ... 49

BAB IV DATA DAN ANALISA 4.1. Spesimen Campuran 55%PP 35%PE 10%PS ... 51

4.1.1Sifat Mekanik ... 52

4.1.1.1Sifat Mekanik Spesimen Temperatur 150 oC ... 53

4.1.1.2Sifat Mekanik Spesimen Temperatur 175 oC ... 55

4.1.1.3Sifat Mekanik Spesimen Temperatur 200 oC ... 57

4.1.2Sifat Fisik ... 60

4.1.3Penyusutan (Shrinkage) Pada Spesimen ... 61

4.2. Spesimen Campuran PE : PS ... 64

4.2.1Analisa Visual Spesimen ... 64

4.2.2Hasil Uji Mekanik Spesimen ... 65

4.2.3Hasil Uji Mikrostruktur Spesimen ... 73

4.2.4Penyusutan (Shrinkage) Pada Spesimen ... 76

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan ... 79

5.2. Saran ... 83 DAFTAR PUSTAKA


(12)

xii

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Sifat Mekanis Polimer 18

Tabel 3.1 Bahan Baku dan Karakteristiknya 49

Tabel 4.1 Data Hasil Uji Tarik/Uji Mulur Spesimen 52 Tabel 4.2 Sifat Mekanik Spesimen Temperatur 150oC 54 Tabel 4.3 Sifat Mekanik Spesimen Temperatur 175oC 55 Tabel 4.4 Sifat Mekanik Spesimen Temperatur 200oC 57 Tabel 4.5 Sifat Mekanik Spesimen Rata – Rata 59 Tabel 4.6 Dimensi Spesimen Setelah Pencetakan 61 Tabel 4.7 Penyusutan (Shrinkage) Pada Spesimen 62 Tabel 4.8 Data Hasil Uji Tarik/Uji Mulur Spesimen 65

Tabel 4.9. Sifat Mekanik Spesimen 67

Tabel 4.10 Sifat Mekanik Spesimen Rata – Rata 69 Tabel 4.11 Dimensi Spesimen Setelah Pencetakan 76 Tabel 4.12 Penyusutan (Shrinkage) Pada Spesimen 77


(13)

xiii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Klasifikasi Polimer 7

Gambar 2.2 Sifat Material Kurva Tegangan Regangan Thermoplastik 20 Gambar 2.3 Proses pencampuran pada mesin Two Roll Mill 23 Gambar 2.4 Proses Pencampuran pada Internal Mixer 23

Gambar 2.5 Unit Mesin Injection Moulding 25

Gambar 2.6 Proses Injection Molding 26

Gambar 2.7 Waktu Siklus 27

Gambar 2.8 Proses Pengisian Butiran Plastik 29 Gambar 2.9 Proses Pemanasan Butiran Plastik 29

Gambar 2.10 Proses Peniupan Udara 30

Gambar 2.11 Proses Pengeluaran Produk 30

Gambar 2.12 Metode Compression Molding 31

Gambar 2.13 Metode Extrusion Molding 32

Gambar 2.14 Pemanasan Plastik 33

Gambar 2.15 Proses Pencetakan 33

Gambar 2.16 Proses Pengeluaran Produk 34

Gambar 2.17 Produk Yang Dihasilkan dengan Extrution Molding 34

Gambar 2.19 Metode Rotational Molding 35

Gambar 2.20 Metode Calendering 36

Gambar 3.1 Skema Tahapan Penelitian 39

Gambar 3.2 Internal Mixer 40

Gambar 3.3 Mesin Plastic Injection Molding 42

Gambar 3.4 Cetakan Spesimen Uji Tarik DIN 43

Gambar 3.5 Compression Molding 44

Gambar 3.6 Dimensi Specimen Uji Tarik Standard ASTM 44


(14)

xiv

Gambar 3.8 Mikroskop RaxVision 3 48

Gambar 3.9 Bahan Baku 49

Gambar 4.1 Spesimen 150oC setelah pengujian tarik 51 Gambar 4.2 Spesimen 175oC setelah pengujian tarik 51 Gambar 4.3 Spesimen 200oC setelah pengujian tarik 52 Gambar 4.4 Grafik Stress – Strain Spesimen 150oC 54 Gambar 4.5 Grafik Stress – Strain Spesimen 175oC 56 Gambar 4.6 Grafik Stress – Strain Spesimen 200oC 57 Gambar 4.7 Grafik Temperatur Leleh vs Stress 60 Gambar 4.8 Grafik Temperratur Leleh vs % Shrinkage 63

Gambar 4.9 Spesimen 75% PE : 25% PS 64

Gambar 4.10 Spesimen 50% PE : 50% PS 64

Gambar 4.11 Spesimen 25% PE : 75% PS 65

Gambar 4.12 Spesimen Setelah Pengujian Tarik 70 Gambar 4.13 Kurva Tegangan – Regangan Spesimen 71

Gambar 4.14 Grafik Komposisi vs Stress 72

Gambar 4.15 Mikrostruktur Spesimen 75%PE : 25%PS 73 Gambar 4.16 Mikrostruktur Spesimen 50%PE : 50%PS 74 Gambar 4.17 Mikrostruktur Spesimen 25%PE : 75%PS 75 Gambar 4.18 Grafik Komposisi vs % Shrinkage 77


(15)

ix

ABSTRAK

Dewasa ini, pemakaian barang-barang yang terbuat dari bahan baku plastik semakin meningkat. Hal ini dikarenakan plastik mempunyai banyak kelebihan-kelebihan yang mulai diperhitungkan oleh masyarakat. Keunggulan plastik pada umumnya adalah lebih efisien dibandingkan penggunaan logam atau kayu dan juga proses pengerjaannya yang relatif sederhana. Selain efisien, plastik juga lebih ringan, lebih murah dan mudah dibentuk. Salah satu proses yang digunakan untuk membuat produk dari bahan baku plastik adalah proses plastic molding. Salah satu faktor yang mempengaruhi kualitas suatu produk pada proses plastik molding yaitu komposisi bahan baku plastik. Hal inilah yang mendasari sehingga penulis melakukan penelitian pengaruh variasi komposisi dan temperatur bahan baku plastik pada proses injection molding dan compression molding dengan bahan baku. Campuran polyethylene (PE), polypropylene (PP), polystyrene (PS) dengan komposisi masing – masing 55%, 35%, 10% dicetak dengan proses injeksi molding. Suhu injeksi yang digunakan adalah 150oC, 175oC, dan 200oC. Dari pengujian tarik yang dilakukan diperoleh kekuatan tarik (tensile strength) masing – masing temperatur berturut – turut sebesar 14,39 MPa, 12,44 MPa, dan 6,09 MPa. Terjadi penyusutan yang sangat besar terutama pada temperatur 200oC. Campuran antara polyethylene (PE) dan polystyrene (PS) dengan komposisi 75%PE : 25%PS, 50%PE : 50%PS, dan 25%PE : 75%PS dicetak dengan proses compression molding. Suhu injeksi yang digunakan adalah 135oC. Dari pengujian tarik yang dilakukan diperoleh kekuatan tarik (tensile strength) untuk masing – masing campuran berturut – turut sebesar 26,77 MPa, 20,52 MPa, dan 29,15 MPa. Ketiga spesimen memiliki sifat yang sama, yaitu keras dan getas/rapuh. Secara keseluruhan pada spesimen terbentuk buble yang menurunkan sifat mekaniknya. Penyusutan (shrinkage) yang terjadi sangat kecil.

Kata kunci : polypropylene, polyethylene, polystyrene, injection molding, compression molding, tensile strength, shrinkage


(16)

1 BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Dewasa ini, pemakaian barang-barang yang terbuat dari bahan polimer semakin meningkat. Hal ini dikarenakan polimer mempunyai banyak kelebihan yang mulai diperhitungkan oleh masyarakat. Polimer sangat mudah dan ekonomis untuk dibuat dan dicetak dengan bentuk serumit apapun (Hartomo, 1993). Penerapan bahan polimer ke segala segi kehidupan manusia untuk memenuhi kebutuhan sandang, pangan, papan memerlukan berbagai standar mutu bahan polimer dari polimer komoditas, sampai bahan polimer teknik dan polimer khusus (Wirjosentono, 1995). Salah satu proses yang digunakan untuk membuat produk dari bahan baku plastik adalah proses plastic molding.

Metode plastic molding harus dapat memenuhi meningkatnya permintaan akan sebuah produk yang berkualitas tinggi, namun tetap ekonomis dari segi harga. Oleh karena itu, untuk menghasilkan suatu produk yang efisien dan dapat bersaing perlu pertimbangan dalam pembuatan produk tersebut, mulai dari pemilihan bahan baku, proses pengerjaan, sampai produk yang dihasilkan (Mervat, 2010). Faktor yang mempengaruhi kualitas suatu produk yaitu komposisi dan temperature pencetakan dari bahan bakunya. Salah satu jenis polimer komoditi adalah thermoplastic (Stevens, 2001). Pada penelitian ini, penulis akan melakukan penelitian terhadap campuran polimer thermoplastic dengan variasi komposisi dan temperature pada proses injection molding dan compression molding dikaitkan dengan produk akhir yang dihasilkan.


(17)

2 Pada tahap pertama, penulis melakukan penelitian pengaruh variasi temperature injeksi pada proses injection molding dengan campuran 3 bahan bahan baku, yaitu polypropylene (PP), polyethylene (PE), dan polystyrene (PS) dengan satu komposisi.

Pada tahap kedua, dilakukan penelitian pengaruh variasi komposisi bahan baku pada proses compression molding dengan variasi campuran 2 bahan, yaitu polyethylene (PE) dan polystyrene (PS) dengan satu temperature.

Kemudian dari kedua tahap (campuran 3 bahan dan 2 bahan) di atas akan diperoleh perbandingan hasilnya mana yang lebih baik dilihat dari segi sifat mekanik maupun penyusutan yang terjadi – pada kondisi optimum kedua metode tersebut.

1.2. Batasan Masalah

Dalam penyusunan skripsi ini perlu ditentukan batasan masalah agar pembahasan lebih fokus. Secara rinci, batasan masalah tersebut, yaitu :

1. Tahap Pertama (Proses Injection Molding)

a. Bahan yang diuji adalah bijih plastik polypropylene (PP), polyethylene (PE) dan polystyrene (PS).

b. Komposisi 55% PP 35% PE 10% PS dengan variasi temperature 150oC, 175oC, dan 200oC.

c. Tekanan injeksi 8 bar.

d. Pengujian tarik, analisa sifat mekanik terhadap variasi temperature, dan analisa penyusutan yang terjadi pada spesimen.


(18)

3 2. Tahap Kedua (Proses Compression Molding)

a. Bahan yang diuji adalah bijih plastik polyethylene (PE) dan polystyrene (PS).

b. Variasi komposisi (25%PE : 75%PS), (50%PE : 50%PS), (75%PE : 25%PS) dengan temperature pencetakan 135oC. Sebelum dicetak dilakukan proses mixer.

c. Pengujian tarik, analisa sifat mekanik terhadap variasi komposisi, analisa mikrostruktur, dan analisa penyusutan (shrinkage).

1.3. Tujuan dan Manfaat 1.3.1. Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Mengidentifikasi pengaruh variasi campuran dan temperatur bahan baku plastik pada proses plastik molding terhadap produk akhir.

2. Mengidentifikasi sifat mekanik spesimen dengan pengujian tarik dan tren yang terjadi.

3. Menganalisa penyusutan (shrinkage) yang terjadi pada spesimen. 4. Mengetahui sifat material setelah pengujian tarik berdasarkan literatur. 5. Menganalisa tren yang terjadi dengan melakukan foto mikrostruktur.

1.3.2. Manfaat

Manfaat dari penelitian ini adalah :

1. Dihasilkan suatu produk dari hasil proses plastik molding dengan variasi komposisi dan temperatur bahan baku yaitu berupa spesimen uji tarik.


(19)

4 2. Mampu memproduksi plastik dengan mengetahui jenisnya dan proses

pengerjaan yang cocok dengan jenis plastik dan produk yang diinginkan. 3. Mengetahui proses pembuatan bebagai produk dari plastik (thermoplastic)

dan kesalahan-kesalahan yang sering terjadi pada realita di lapangan.

1.4. Sistematika Penulisan

Sistematika Laporan Tugas Akhir ini memuat tentang isi bab-bab yang dapat diuraikan sebagai berikut :

-BAB I PENDAHULUAN

Bab ini berisi tentang latar belakang, batasan masalah, tujuan dan manfaat penelitian serta sistematika penulisan.

-BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini berisi tentang penelitian terdahulu yang dapat diambil dari jurnal, disertasi, tesis dan skripsi yang aktual. Selain itu juga berisi landasan teori yang meliputi konsep-konsep yang relevan dengan permasalahan yang akan diteliti. -BAB III METODOLOGI

Bab ini berisi tentang diagram alur penelitian, alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian, proses pencetakan dengan mesin injection molding dan compression molding.

-BAB IV DATA DAN ANALISA

Bab ini berisi tentang data hasil penelitian, analisa serta pembahasannya. -BAB V KESIMPULAN

Bab ini berisi kesimpulan hasil penelitian dan saran-saran yang bisa berguna bagi pembaca maupun peneliti selanjutnya.


(20)

5 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Teknologi Pemrosesan Plastik

Secara umum teknologi pemrosesan plastic banyak melibatkan operasi yang sama seperti proses produksi logam. Plastik dapat dicetak, dituang, dan dibentuk serta diproses permesinan (machining) dan disambung (joining) (Mervat, 2010). Bahan baku plastik banyak dijumpai dalam bentuk pellet atau serbuk. Plastik juga tersedia dalam bentuk lembaran, plat, batangan dan pipa. Metode pemrosesan plastik dapat dilakukan dengan cara ekstrusi, injection molding, casting, thermoforming, blow molding dan lain sebagainya. (Firdaus dan Soejono, 2002)

Plastic Molding merupakan metode proses produksi massal yang cenderung menjadi pilihan untuk digunakan dalam menghasilkan atau memproses komponen-komponen yang kecil dan berbentuk rumit. Ada dua proses pencetakan dasar, yaitu cetak injeksi dan cetak kompresi. Dalam cetak injeksi, polimer leburan dikompresi ke dalam suatu ruang cetakan tertutup. Cetak kompresi menggunakan panas dan tekanan untuk menekan polimer cair, yang dimasukkan antara permukaan cetakan, sehingga membentuk pola yang sesuai. Cetak injeksi umumnya lebih cepat dari pada cetak kompresi. (Stevens, 2001)

Injection molding salah satu bagian besar dalam industry plastic dan sebuah bisnis besar dunia dengan produksi 32% dari seluruh plastic. Berada di bawah ekstrusi dengan produksi 36%. Sedangkan untuk compression molding, produksinya sebesar 6%. (Rosato, 2000)


(21)

6 2.2. Defenisi Polimer

Polimer merupakan molekul besar yang terbentuk dari unit – unit berulang sederhana. Nama ini diturunkan dari bahasa Yunani Poly, yang berarti ‘banyak’, dan mer, yang berarti ‘bagian’. Makromolekul merupakan istilah yang sinomim dengan polimer (Stevens, 2001, hal 3).

Pada dasarnya polimer secara umum digolongkan ke dalam 3 (tiga) macam, yakni : (Stevens, 2001)

1. Bahan Thermoplastik (Thermoplastic), yaitu akan melunak bila dipanaskan dan setelah didinginkan akan dapat mengeras. Thermoplastik disebut juga plastic komoditi dan sering dipakai dalam bentuk barang yang bersifat pakai – buang (disposable) seperti lapisan pengemas (Stevens, 2001, hal 33). Contoh bahan thermoplastik adalah : polistiren, polietilen, polipropilen, nilon, plastik fleksiglass dan teflon.

2. Bahan Thermoseting (Thermosetting), yaitu plastik dalam bentuk cair dan dapat dicetak sesuai yang diinginkan serta akan mengeras jika dipanaskan dan tetap tidak dapat dibuat menjadi plastik lagi. Thermosetting disebut juga plastic teknik, memiliki sifat mekanik yang unggul, dan daya tahan yang lebih baik (Stevens, 2001, hal 33). Contoh bahan thermosetting adalah : bakelit, silikon dan epoksi.

3. Karet (Elastomer) yaitu polimer yang memperlihatkan resiliensi (daya pegas) atau kemampuan meregang dan kembali ke keadaan semula dengan cepat (Stevens, 2001, hal 36). Contoh elastomer, yaitu : karet sintetis.


(22)

7 Berikut pembagian polimer secara umum :

Gambar 2.1 Klasifikasi Polimer

(sumber : Pengetahuan Dasar Plastik, penerbit : PT. Tri Polyta Indonesia, tbk)

Bentuk-bentuk polimer yang banyak digunakan dalam kehidupan, antara lain serat, elastomer (karet) dan plastik. (Azizah, 2004)

Serat

Serat adalah polimer yang perbandingan panjang terhadap diameter molekulnya kira-kira 100:1. Sifat serat ditentukan oleh struktur makromolekul dan teknik produksinya. Supaya dapat dibuat menjadi serat, polimer harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:

o Polimer harus linier dan mempunyai berat molekul lebih dari 10. 000, tetapi tidak boleh terlalu besar karena sukar untuk dilelehkan atau dilarutkan.

o Molekul harus simetris dan dapat mempunyai gugus-gugus samping yang besar yang dapat mencegah terjadinya susunan yang rapat.


(23)

8

o Polimer harus memberi kemungkinan untuk mendapatkan derajat orientasi yang tinggi, yang dengan cara penarikan mempunyai kekuatan serat yang tinggi dan kurang elastik.

o Polimer harus mempunyai gugus polar yang letaknya teratur untuk mendapatkan kohesi antar molekul yang kuat dan titik leleh yang tinggi. Dengan ditemukannya beberapa macam serat sintetis, perkembangan selanjutnya diarahkan pada memperbaiki cara pembuatan dan pengubahan bahan serat untuk mendapatkan kualitas hasil akhir yang lebih baik. Serat poliamida (nilon) mempunyai banyak jenis antara lain: nilon 66, nilon 6, nilon 610, nilon 7, nilon 11 (krislan). Nomor yang ada di belakang nama nilon menunjukkan jumlah atom karbon monomer pembentuknya.

Elastomer (karet)

Proses lain yang sering terjadi pada gabungan reaksi dengan reaksi adisi atau reaksi kondensasi merupakan gabungan/ikatan bersama dari banyak rantai polimer. Hal ini disebut ikatan silang, dan ikatan silang ini memberikan kekuatan tambahan terhadap polimer. Pada tahun 1844, Charles Goodyear telah menemukan bahwa lateks dari pohon karet yang dipanaskan dengan belerang dapat membentuk ikatan silang antara rantai-rantai hidrokarbon di dalam lateks cair. Karet padat yang dibentuk dapat digunakan pada ban dan bola-bola karet. Proses ini disebut vulkanisasi, untuk menghormati dewa Romawi yang bernama Vulkan.

Kekuatan rantai dalam elastomer (karet) terbatas, akibat adanya struktur jaringan, tetapi energi kohesi harus rendah untuk memungkinkan peregangan.


(24)

9 Contoh elastomer yang banyak digunakan adalah poli (vinil klorida), polimer stirena-butadiena-stirena (SBS) merupakan jenis termoplastik elastomer.

Plastik

Meskipun istilah plastik dan polimer seringkali dipakai secara sinonim, namun tidak berarti semua polimer adalah plastik. Plastik merupakan polimer yang dapat dicetak menjadi berbagai bentuk yang berbeda. Umumnya setelah suatu polimer plastik terbentuk, polimer tersebut dipanaskan secukupnya hingga menjadi cair dan dapat dituangkan ke dalam cetakan. Setelah penuangan, plastik akan mengeras jika plastik dibiarkan mendingin.

Sifat plastik pada dasarnya adalah antara serat dan elastomer. Jenis plastik dan penggunaannya sangat luas. Plastik yang banyak digunakan berupa lempeng, lembaran dan film. Ditinjau dari penggunaannya plastic digolongankan menjadi dua yaitu plastik keperluan umum dan plastic untuk bahan konstruksi (engineering plastics).

Plastik mempunyai berbagai sifat yang menguntungkan, yaitu: (Azizah, 2004) 1) Umumnya kuat namun ringan.

2) Secara kimia stabil (tidak bereaksi dengan udara, air, asam, alkali dan berbagai zat kimia lain).

3) Merupakan isolator listrik yang baik. 4) Mudah dibentuk, khususnya dipanaskan. 5) Biasanya transparan dan jernih.

6) Dapat diwarnai. 7) Fleksibel/plastis.


(25)

10 2.3 Sifat Mekanik Polimer

Polimer memiliki beberapa sifat mekanik, yaitu : (Stevens, 2001) 2.3.1. Kekuatan (Strength)

Kekuatan merupakan salah satu sifat mekanik dari polimer. Ada beberapa macam kekuatan dalam polimer, diantaranya yaitu:

A. Tensile strength

Kekuatan tarik mengacu kepada ketahanan terhadap tarikan. Kekuatan tarik penting untuk polymer yang akan ditarik. (Stevens, 2001)

B. Compressive strength

Kekuatan kompresif adalah kebalikan dari kekuatan tarik; yang merupakan ukuran sampai dimana suatu sampel bisa ditekan sebelum rusak. (Stevens, 2001)

C. Flexural strength

Kekuatan fleksur adalah ukuran dari ketahanan terhadap patahan, ketika suatu sampel ditekuk (difleks). Polimer mempunyai flexural strength jika dia kuat saat dibengkokkan. (Stevens, 2001)

D. Impact strength

Kekuatan impak adalah ukuran dari keuletan – bagaimana suatu sampel akan menahan pukulan stress yang tiba – tiba, seperti pukulan palu. (Stevens, 2001)

E. Fatigue

Kelelahan merupakan ukuran bagaimana suatu sampel bisa menahan aplikasi berulang dari tegangan tarik, fleksur, atau kompresif. (Stevens, 2001)


(26)

11 2.3.2. Elongation

Semua jenis kekuatan memberitahu kita berapa tegangan yang dibutuhkan untuk mematahkan sesuatu, tetapi tidak memberitahu kita tentang apa yang terjadi pada sampel kita saat kita mencoba untuk mematahkannya, itulah kenapa kita mempelajari elongation dari polimer. Elongasi merupakan salah satu jenis deformasi. Deformasi merupakan perubahan ukuran yang terjadi saat material di beri gaya. % elongasi adalah panjang polimer setelah di beri gaya (L) dibagi dengan panjang sampel sebelum diberi gaya (Lo) kemudian dikalikan 100%. Elongation-to-break (ultimate elongation) adalah regangan pada sampel pada saat sampel patah. Elastomer memiliki ultimate elongation yang tinggi. (Stevens, 2001)

2.3.3. Modulus

Modulus merupakan perbandingan tegangan terhadap perpanjangan atau ukuran ketahanan terhadap tegangan tarik. Modulus mempunyai satuan yang sama dengan tegangan (MPa). (Stevens, 2001)

2.3.4. Ketangguhan (Toughness)

Ketangguhan adalah pengukuran sebenarnya dari energi yang dapat diserap oleh suatu material sebelum material tersebut patah. Pengukuran di bawah kurva stress-strain menunjukkan toughness (ketangguhan). Caranya spesimen ditempatkan pada suatu pemegang dengan salah satu ujungnya vertical di atas pemegang. Suatu pendulum dengan bobot dan sudut tertentu diayunkan pada spesimen sampai terjadi patahan. (Wirjosentono, 1995)


(27)

12 2.4. Pemanfaatan Polimer

Banyak polimer yang telah dikenal dan secara umum digunakan dalam kehidupan sehari-hari yaitu : (Stevens, 2001, hal 34)

1. Polyethylene (PE)

Biasanya digunakan untuk botol, drum, pipa, saluran, lembaran, film, isolasi kawat dan kabel, perabotan, bahan pelapis, lapisan pengemas, dll. 2. Polypropylene (PP)

Biasanya digunakan untuk bagian – bagian mobil dan perkakas, tali, anyaman, dan karpet.

3. Polystyrena (PS)

Digunakan untuk bahan pengemas (busa dan film), isolasi busa, perkakas, perabotan rumah, dan barang mainan.

4. PVC

PVC (polivinilklorida) biasanya digunakan untuk membuat pipa, selang, pelapis lantai, isolasi kawat dan kabel.

5. Teflon

Teflon atau politetrafluoroetilena memiliki sifat yang tahan terhadap bahan kimia dan panas, sehingga seringkali digunakan untuk pelapis tangki atau panci anti lengket.

6. Akrilat (flexiglass)

Beberapa polimer dibuat dari asam akrilat sebagai monomernya. Polimetilmetakrilat atau flexiglass merupakan plastik bening, keras tetapi ringan. Polimer jenis ini banyak digunakan untuk kaca jendela pesawat terbang dan mobil.


(28)

13 7. Bakelit

Bakelit banyak digunakan untuk alat-alat listrik. 8. Polyester

Poliester dibentuk dari monomer-monomer ester. Salah satu contoh polimer ini adalah dakron. Dakron digunakan sebagai serat tekstil. Selain dakron dikenal pula Mylar, yang digunakan sebagai pita perekam magnetik

9. Polyurethanes

Polyurethanes banyak digunakan untuk produk-produk yang terbuat dari foam, serat, dan yang digunakan untuk elastomer dan pelapis (coating). Aplikasinya dalam kehidupan sehari-hari misalnya untuk pembuatan wadah dari foam, untuk industri garmen, untuk aplikasi bahan bangunan dan sebagainya.

10.Karet alam dan karet sintetis

Karet diperoleh dari getah pohon karet (lateks). Karet alam merupakan polimer isoprena. Karet sintetis terdiri dari beberapa macam, misalnya polibutadiena, polikloroprena dan polistirena. Karet sintetis yang telah banyak dikenal yaitu SBR. SBR terdiri dari monomer stirena dan 1,3-butadiena, banyak digunakan untuk pembuatan ban mobil.


(29)

14 2.5. Bahan Baku

a. Polyprophylene (PP)

Polipropilena atau polipropena (PP) adalah sebuah yang dibuat ole diantaranya pengemasan, karpet), alat tulis, berbagai tipe wadah terpakaikan ulang serta bagian plastik, perlengkapan labolatorium polimer. Polimer adisi yang terbuat dari propilena monomer, permukaannya tidak rata serta memiliki sifat resistan yang tidak biasa terhadap kebanyakan pelarut kimia, basa dan asam. Polipropena biasanya didaur-ulang, da

Kebanyakan polipropilena komersial merupakan isotaktik dan memiliki polietilena berdensitas tinggi; modulus Youngnya juga menengah. Melalui penggabungan partikel karet, PP bisa dibuat menjadi liat serta fleksibel, bahkan di suhu yang rendah. Hal ini membolehkan polipropilena digunakan sebagai pengganti berbagai plastik teknik, seperti permukaan yang tak rata, seringkali lebih kaku daripada beberapa plastik yang lain, lumayan ekonomis, dan bisa dibuat translusen (bening) saat tak berwarna tapi tidak setranspara dibuat buram dan/atau berwarna-warni melalui penggunaan pigmen, Polipropilena memiliki resistensi yang sangat bagus terhadap kelelahan (bahan).


(30)

15 Kebanyakan barang dari plastik untuk keperluan medis atau labolatorium bisa dibuat dari polipropilena karena mampu menahan panas di dalam autoklaf. Sifat tahan panas ini menyebabkannya digunakan sebagai bahan untuk membuat ketel (ceret) tingkat – konsumen. Wadah penyimpan makan yang terbuat dari PP takkan meleleh di dalam mesin cuci piring dan selama proses pengisian panas industri berlangsung. Untuk itulah, sebagian besar tong plastik untuk produk susu perahan terbuat dari propilena yang ditutupi dengan foil aluminium (keduanya merupakan bahan tahan-panas)

b. Polyethylene (PE)

Meliha melihat sifat fisik polietilena. Temperatur titik tersebut sangat bervariasi bergantung pada tipe polietilena. Pada tingkat komersil, polietilena berdensitas menengah dan tinggi, titik lelehnya berkisar 120oC hingga 135oC. Titik leleh polietilena berdensitas rendah berkisar 105oC hingga 115oC. Kebanyakan LDPE, MDPE, dan HDPE mempunyai tingkat resistansi kimia yang sangat baikdan tidak larut pada temperatur ruang karena sifat kristalinitas mereka. Polietilena umumnya bisa dilarutkan pada temperatur yang tinggi dalam

Polietilena terdiri dari berbagai jenis berdasarkan kepadatan dan percabangan molekul. Sifat mekanis dari polietilena bergantung pada tipe percabangan, struktur kristal, dan berat molekulnya.


(31)

16

o HDPE dicirikan dengan densitas yang melebihi atau sama dengan 0.941 g/cm3. HDPE memiliki derajat rendah dalam percabangannya dan memiliki kekuatan antar molekul yang sangat tinggi dan kekuatan tensil. HDPE bisa diproduksi denga botol susu, botol/kemasan deterjen, kemasan margarin, pipa air, dan tempat sampah.

o MDPE dicirikan dengan densitas antara 0.926–0.940 g/cm3. MDPE bisa diproduksi dengan katalis kromium/silika, katalis Ziegler-Natta, atau katalis metallocene. MDPE memiliki ketahanan yang baik terhadap tekanan dan kejatuhan. MDPE biasa digunakan pada pipa gas.

o LDPE dicirikan dengan densitas 0.910–0.940 g/cm3. LDPE memiliki derajat tinggi terhadap percabangan rantai panjang dan pendek, yang berarti tidak akan berubah menjadi struktur kristal. Ini juga mengindikasikan bahwa LDPE memiliki kekuatan antar molekul yang rendah. Ini mengakibatkan LDPE memiliki kekuatan tensil yang rendah. LDPE diproduksi dengan

c. Polystyrene (PS)

Polistirena adalah sebuah ruangan, polistirena biasanya bersifat yang lebih tinggi. Polistirena padat murni adalah sebuah plastik tak berwarna, keras dengan fleksibilitas yang terbatas yang dapat dibentuk menjadi berbagai


(32)

17 macam produk dengan detil yang bagus. Penambahan karet pada saat polimerisasi dapat meningkatkan fleksibilitas dan ketahanan kejut. Polistirena jenis ini dikenal dengan nama High Impact Polystyrene (HIPS). Polistirena murni yang transparan bisa dibuat menjadi beraneka warna melalui proses compounding. (http://id.wikipedia.org/wiki/Polistirena)

Karakteristik polistirena, yaitu : (Mujiarto, 2005) 1. Sifat mekanis

Sifat-sifat mekanis yang menonjol dari bahan ini adalah kaku, keras, mempunyai bunyi seperti metallic bila dijatuhkan.

2. Ketahanan terhadap bahan kimia

Ketahanan PS terhadap bahan-bahan kimia umumnya tidak sebaik ketahanan yang dipunyai oleh PP atau PE. PS larut dalam eter, hidrokarbon aromatic dan chlorinated hydrocarbon. PS juga mempunyai daya serap air yang rendah, dibawah 0,25 %.

3. Abrasion resistance

PS mempunyai kekuatan permukaan relative lebih keras dibandingkan dengan jenis termoplastik yang lain. Meskipun demikian, bahan ini mudah tergores.

4. Transparansi

Sifat optis dari PS adalah mempunyai derajat transparansi yang tinggi, dapat melalui semua panjang gelombang cahaya (A 90%). Disamping itu dapat memberikan kilauan yang baik yang tidak dipunyai oleh jenis plastic lain, dimana bahan ini mempunyai indeks refraksi 1,592.


(33)

18 5. Sifat elektrikal

Karena mempunyai sifat daya serap air yang rendah maka PS digunakan untuk keperluan alat – alat listrik. PS foil digunakan untuk spacers, slot liners dan covering dari kapasitor, koil dan keperluan radar.

6. Ketahanan panas

PS mempunyai softening point rendah (90oC) sehingga PS tidak digunakan untuk pemakaian pada suhu tinggi, atau misalnya pada makanan yang panas. Suhu maksimum yang boleh dikenakan dalam pemakaian adalah 75oC. Disamping itu, PS mempunyai sifat konduktifitas panas yang rendah.

Tabel 2.1 Sifat Mekanis Polimer (Sumber : Callister, 2001)


(34)

19 2.6. Pengujian Sifat Mekanis

Penggunaan bahan polimer sebagai bahan teknik misalnya dalam industri suku cadang mesin, konstruksi bangunan dan transportasi, tergantung sifat mekanisnya, yaitu gabungan antara kekuatan yang tinggi dan elastisitas yang baik. Sifat mekanis yang khas ini disebabkan oleh adanya dua macam ikatan dalam bahan polimer, yaitu ikatan kimia yang kuat antara atom dan interaksi antara rantai polimer (Wirjosentono, 1995, hal 99).

Sifat mekanis biasanya dipelajari dengan mengamati sifat kekuatan tarik (σ) bila terhadap bahan diberikan tegangan. Secara praktis, kekuatan tarik diartikan sebagai besarnya beban maksimum (Fmaks) yang dibutuhkan untuk

memutuskan spesimen bahan, dibagi dengan luas penampang. Karena selama dibawah pengaruh tegangan, spesimen mengalami perubahan bentuk (deformasi) maka definisi besarnya beban maksimum (Fmaks) yang dibutuhkan

untuk memutuskan spesimen bahan dibagi dengan luas penampang mula-mula (Ao) (Wirjosentono, 1995, hal 99).

Secara matematis ditulis:

Dimana :

σmaks = kekuatan tarik (MPa)

Fmaks = gaya saat spesimen putus (N)


(35)

20 Hasil pengamatan sifat kekuatan tarik ini dinyatakan dalam bentuk kurva tegangan yakni nisbah beban dengan luas penampang (F/A) terhadap perpanjangan bahan (regangan) yang disebut dengan kurva tegangan-regangan. Bentuk kurva tegangan-regangan ini merupakan karakteristik yang menunjukkan indikasi sifat mekanis bahan yang lunak, keras, kuat, lemah, rapuh atau liat. Gambar 2.2. merupakan contoh kurva tegangan-regangan beberapa bahan. Tampak dari kurva yang ditunjukkan bahwa untuk jenis bahan yang berbeda akan memiliki kurva yang berbeda bergantung pada besar tegangan dan regangan masing-masing bahan.

Gambar 2.2 Sifat Material dari Kurva Tegangan Regangan Polimer Thermoplastik (Wirjosentono, 1995)


(36)

21 Bila bahan polimer (elastis) dikenakan gaya tarikan dengan laju yang tetap, mula-mula kenaikan tegangan yang diterima bahan berbanding lurus dengan perpanjangan spesimen. Sampai dengan titik elastis bila mana tegangan dilepaskan maka spesimen akan kembali seperti bentuk semula, tetapi bila tegangan dinaikkan sedikit saja, akan terjadi perpanjangan yang besar. Kemiringan kurva pada keadaan ini disebut modulus atau kekakuan, sedangkan besarnya tegangan dan perpanjangan mencapai titik elastis ini masing-masing disebut tegangan yield dan kemuluran pada yield. Di atas titik elastis ini molekul-molekul polimer berorientasi searah dengan tarikan dan hanya memerlukan sedikit tegangan untuk menaikkan perpanjangan. Bila semua rantai polimer telah tersusun teratur, membentuk struktur kristalin, bahan menjadi lebih liat dan diperlukan tegangan yang lebih besar untuk menaikkan perpanjangan. Akhirnya bahan akan terputus bila bila tegangan telah melampaui gaya interaksi total antar segmen. Perpanjangan dan tegangan pada saat bahan terputus ini masing-masing disebut kemuluran ε dan kekuatan tarik akhir σt

(Wirjosentono, 1995, hal 100).

Laju mulur (ε) didefinisikan sebagai perbandingan pertambahan

panjang dengan panjang mula-mula yang dinyatakan dalam persen. Secara matematis ditulis:

Dimana :

ε = kemuluran (%)

L1 = panjang spesimen setelah tarikan (mm)


(37)

22 2.7. Pencampuran

Pencampuran adalah proses mengurangi ketidak – homogenan bahan untuk menghasilkan produk sesuai yang diinginkan. Ketidak – homogen bisa berupa konsentrasi, fasa, atau temperatur. Memiliki efek juga terhadap aliran massa, reaksi, dan sifat produk (Paul, 2004). Pencampuran ini dimaksudkan untuk membuat sifat bahan campuran yang seragam dan juga menjaga batas keseragaman yang diinginkan pada keadaan yang optimal sejak proses pencampuran. Tingkat keseragaman diperoleh berdasarkan sifat alami (dasar) dari setiap komponen campuran dan teknik pencampurannya serta pengaruh kondisi.

Proses ini merupakan hal yang utama untuk kesuksesan manufaktur suatu produk. Jika proses pencampuran ini gagal memproduksi syarat produk yang diinginkan, seperti kualitas atau kondisi fisik maka akan meningkatkan biaya produksi. Dan kemungkinan penjualan produk akan tertunda atau batal karena memerlukan waktu untuk memperbaiki masalah pencampuran ini. (Paul, 2004)

Two Roll Mill

Two-roll mill terdiri dari dua buah roll horizontal yang paralel dan berputar pada arah yang berbeda. Jarak antara kedua roll dibuat dengan jarak tertentu sehingga dapat diatur/distel karena memiliki bantalan blok pada sisi bagian depan secara berlawanan dengan setelan screw. Roll balik berputar lebih cepat ketimbang roll maju sesuai perbandingan yang disebut ”friction ratio”. Friction rasio yang tinggi digunakan untuk menyaring campuran. Putaran roll menarik campuran kearah jepitan, yang merupakan pembersih pada roll.


(38)

23 Gambar 2.3 Proses pencampuran pada mesin two roll mill

Internal Mixer

Alat penekan bertekanan tinggi seperti internal mixer digunakan untuk memanaskan dan mestabilkan perubahan campuran. Alat ini terdiri dari dua buah rotor horizontal yang terbungkus. Kerja yang dilakukan mesin ini terjadi antar rotor dan antara rotor dengan jaket. Bentuk rotor ini menyerupai bentuk mesin pencampur axial sepanjang arah maju. Campuran masuk ke ruang pencampur melalui saluran masuk vertikal yang ditempatkan pada pengarah penekan yang bergerak secara hidrolik. Permukaan penekan sebelah bawah merupakan bagian dari ruang pencampuran. Campuran yang sudah merata disalurkan melalui bagian bawah dinding ruang pencampuran. Terdapat rongga yang kecil antara kedua rotor yang biasanya dijalankan pada kecepatan yang berbeda antara rotor dan dinding ruang pencampuran.


(39)

24 2.8. Jenis – Jenis Mesin Plastik Molding

Berdasarkan Material Plastik yang digunakannya Plastic Molding dapat dibedakan atas beberapa jenis, yaitu: (Hartomo, 1993)

1. Injection Molding 2. Blowing molding. 3. Compression molding. 4. Extrusion molding. 5. Rotational molding. 6. Calendering.

Metode Injection Molding

Proses injection molding merupakan proses yang sering digunakan dalam industry manufaktur plastic. Termoplastik dalam bentuk butiran atau bubuk ditampung dalam sebuah hopper kemudian turun ke dalam (karena gaya gravitasi) dimana ia dilelehkan oleh pemanas yang terdapat di dinding barrel dan oleh gesekan akibat perputaran sekrup injeksi. Plastik yang sudah meleleh diinjeksikan oleh sekrup injeksi (yang juga berfungsi sebagai plunger) melalu sudah dingin dan mengeras dikeluarkan dari cetakan oleh pendorong hidrolik yang tertanam dalam rumah cetakan selanjutnya diambil oleh manusia atau menggunaka dalam barrel terjadi proses pelelehan plastik sehingga begitu produk dikeluarkan dari cetakan dan cetakan menutup, plastik leleh bisa langsung diinjeksikan. (http://id.wikipedia.org/wiki/Injection_molding)


(40)

25 Gambar 2.5 Unit Mesin Injcetion Moulding (Mervat, 2010)

Terdapat tiga bagian utama dalam mesin injection molding, yaitu : 1. Clamping Unit

Merupakan tempat untuk menyatukan molding. Clamping system sangat kompleks, dan di dalamnya terdapat mesin molding (cetakan), dwelling untuk memastikan molding terisi penuh oleh resin, injection untuk memasukkan resin melalui sprue pendingin, ejection untuk mengeluarkan hasil cetakan plastik.

2. Plasticizing Unit

Merupakan bagian untuk memasukan pellet plastik (resin) dan pemanasan. Bagian dari Plasticizing unit: Hopper untuk mamasukkan resin; Screw untuk mencampurkan material supaya merata, Barrel, Heater, dan Nozzle.

3. Drive Unit

Unit untuk melakukan kontrol kerja dari Injection Molding, terdiri dari Motor untuk menggerakan screw, piston injeksi menggunakan Hydraulic system (sistem pompa) untuk mengalirkan fluida dan menginjeksi resin cair ke molding.


(41)

26 Gambar 2.6 Proses Injection Molding (Kazmer, 2005)


(42)

27 Proses kerja mold injeksi berkisar antara 35 detik yang terdiri atas beberapa tahap seperti kedua gambar dibawah ini : (Mervat, 2010)


(43)

28 Jendela proses atau juga disebut indikator seberapa jauh kita bisa memvariasikan proses dan masih bisa membuat produk yang memenuhi syarat. Idealnya jendela proses cukup lebar sehingga bisa mengakomodasi variasi alami yang terjadi selama proses injeksi. Jika jendela proses terlalu sempit maka ada risiko menghasilkan produk yang cacat akibat variasi proses injeksi berada di luar jendela. Jendela proses berbeda-beda untuk tiap resin karena masing-masing resin memiliki titik leleh (temperatur transisi gelas, Tg) yang berbeda-beda. (http://id.wikipedia.org/wiki/Injection_molding)

Jika tidak meleleh dan jika meleleh maka memerlukan tekanan injeksi yang sangat tinggi. Jika tekanan injeksi terlalu tinggi maka akan menimbulkan flash atau burr pada garis pemisah cetakan akibat gaya cekam kecil dari tekanan injeksi. (http://id.wikipedia.org/wiki/Injection_molding)

Metode Blow Molding

Blow molding merupakan suatu metode mencetak benda kerja berongga dengan cara meniupkan atau menghembuskan udara kedalam material/bahan yang menggunakan cetakan yang terdiri dari dua belahan mold yang tidak menggunakan inti (core) sebagai pembentuk rongga tersebut. Digunakan untuk membuat barang termoplastik lengkung – cembung, misalnya botol. Dikenal 2 macam blow molding, yaitu : ekstrusi dan injeksi (Hartomo, 1993, hal 13).

Blow molding ekstrusi terdiri dari pelelehan resin, membentuk hollow tube, kemudian ditiup. Ketiga tahap itu berjalan serentak. Segera dilontarkan bila sudah dingin, seraya dibuang potongan sisa di mulut botol. Biasanya cetakan


(44)

29 bergerak relative terhadap dienya. Ada juga yang cetakannya tetap, hollow tube dipotong dan dipindah ke cetakan oleh robot (Hartomo, 1993, hal 13).

Blow molding injeksi dipakai untuk membuat wadah kecil di bawah 3 liter. Tahap cetak injeksinya dapat pada mesin terpisah atau pada satu mesin terpadu (Hartomo, 1993, hal 14).

Proses blow molding (pembuatan gelas/botol) seperti gambar dibawah ini : 1. Proses Pengisian butiran Plastik dari Hopper kedalam Heater. Oleh motor Screw berputar sambil menarik butiran plastik mengisi ruang Heater.

Gambar 2.8 Proses Pengisian Butiran Plastik

2. Proses pemanasan butiran plastik kedalam heater. Setelah butiran plastic meleleh dan membentuk seperti pasta maka plastik diinjeksikan ke dalam mold.


(45)

30 3. Proses peniupan udara. Saat plastik menempel pada dinding mold seperti pada tahap kedua maka udara dengan tekanan tertentu ditiupkan ke dalam mold.

Gambar 2.10 Proses Peniupan Udara

4. Proses pengeluaran produk. Produk dikeluarkan setelah produk dingin dengan cara salah satu cavity plate membuka.

Gambar 2.11 Proses Pengeluaran Produk

Metode Compression Molding

Compression molding (thermoforming) merupakan metode mold plastic dimana material plastik (compound plastic) diletakan ke dalam mold yang dipanaskan kemudian setelah material tersebut menjadi lunak dan bersifat plastis, maka bagian atas dari die atau mould akan bergerak turun menekan material menjadi bentuk yang diinginkan. Apabila panas dan tekanan yang ada diteruskan,


(46)

31 maka akan menghasilkan reaksi kimia yang bisa mengeraskan material thermoplastik tersebut (Hartomo, 1993, hal 15).

Gambar 2.12 Metode Compression Molding (Colton, 2009)

Ada dua cara pokok thermoforming, yaitu forming vakum dan forming tekanan. Forming vakum. Bahan termoplastik berupa lembaran lalu dipanaskan lalu dibentuk dengan mengurangi tekanan udara, di anratanya dengan cetakan. Pemanas didekatkan hingga plastic melunak, lalu pemanas dijauhkan, dilakukan vakum. Salah satu daya tarik vakum adalah tidak diperlukannya tekanan tinggi sehingga cetakan tidak usah kuat. Aluminium bisa digunakan pada proses ini karena mudah dibentuk dan daya hantar panas baik (Hartomo, 1993, hal 15).

Forming tekanan. Ini serupa dengan yang vakum, hanya saja bukan vakum di bawah lembaran, melainkan tekanan di atas lembaran yang digunakan (Hartomo, 1993, hal 16).


(47)

32

Metode Extrusion Molding

Extrusion molding suatu proses pembentukan plastic secara continue yang menggunakan mesin ektruder dan material yang akan dibentuk akan berupa bentukan profil tertentu yang panjang, seperti pipa, batang, lembaran, film, filament, pelapis kabel listrik, dll. Plastic berbentuk butiran atau bubuk dimasukkan lewat corong, didorong ke screw baja. Dialirkan ke sepanjang barrel dan dipanaskan. Kedalaman lekukan screw semakin berkurang untuk memadatkan bahannya. Pada ujung ekstruder, lelehan melalui die, menghasilkan ekstrudat dengan bentuk sesuai yang dikehendaki. Screw yang sesuai untuk mengektrusi kebanyakan termoplastik digerakkan oleh motor listrik lewat roda gigi. (Hartomo, 1993, hal 8)

Gambar 2.13 Metode Extrusion Molding (Colton, 2009)

Keluaran extruder dipengaruhi oleh : (Hartomo, 1993, hal 10)

1. Ukuran dan desain screw (diameter lebih besar, keluaran banyak). 2. Kecepatan screw (makin tinggi putaran, makin banyak).


(48)

33 3. Tekanan head (tekanan membesar mengurangi keluaran, tetapi lelehannya

lebih baik).

4. Viskositas atau tahanan alir polimernya. Berikut ini proses extrusion molding :

1. Butiran kecil material plastik oleh gerakan srew dimasukkan ke dalam silinder heater dipanaskan untuk diubah menjadi material kental seperti pasta.

Gambar 2.14 Pemanasan Plastik

2. Didalam silinder heater atau pemanas, butiran plastik berubah menjadi cair, lalu dengan tekanan tertentu dimasukkan melalui sebuah forming die (extruder head atau hole), yaitu suatu lubang dengan bentuk profill.

Gambar 2.15 Proses Pencetakan

3. Produk ditarik atau dikeluarkan dan diterima oleh sebuah conveyor dan dijalankan/ditarik sambil didingikan, sehingga profil yang terbentuk akan mengeras.


(49)

34 Gambar 2.16 Proses Pengeluaran Produk

Berikut ini contoh produk-produk yang dihasilkan dengan extrution molding.

Gambar 2.17 Produk Yang Dihasilkan dengan Extrution Molding

Kebanyakan die didesain berdasarkan pengalaman agar memberikan bentuk sesuai, kemudian diikuti dengan unit – unit sizing yang menyempurnakan bentuk ekstrudat sekuler dari die. Bila bentuk telah tepat, harus segera didinginkan. Misalnya dilewatkan pada bak air dingin. Begitu bahan plastic muncul dari die, bahan panas, lunak dan mudah dibentuk. Jadi begitu ekstrusi terbentuk, harus segera diambil dan dijaga bentuk dan ukurannya. Pendinginan dengan udara atau air dapat membantu. (Hartomo, 1993)


(50)

35

Metode Rotational Molding

Mencakup pemanasan dan pemutaran bahan thermoplastic dalam cetakan tertutup sekitar dua sumbu yang saling tegak. Putaran itu membagikan muatan bahan plastiknya ke dinding dalam cetakan, yang masing – masing kemudian mengalami pendinginan. Produknya komponen lengkung/lekuk. (Hartomo, 1993, hal 14)

Gambar 2.18 Metode Rotational Molding (Colton, 2009)

Ada tiga tahap utama, yaitu : (Hartomo, 1993, hal 14)

1. Pemuatan sejumlah bahan ke cetakan dan mengklem ke kerangka spider 2. Pemanasan cetakan dan isinya dalam oven secara seragam, serentak

cetakannya diputar sesuai konfigurasi cetakan, dengan kecepatan cermat (sesuai kedua sumbunya) sehingga pelapisannya merata.

3. Pendinginan cetakan dalam ruang yang dialiri udara, uap air, semprotan air, dengan tetap diputar agar pendinginan merata.


(51)

36

Metode Calendering

Calendering adalah cara membuat film atau lembaran plastic dengan menekannya lewat celah/sela atau nip antara dua silinder yang berputar lawan arah. Di bidang polimer diterapkan pertama kali untuk mencampurkan aditif pada karet. PVC merupakan plastic yang paling sering dicalender, biasa disebut plastic vinil. Film vinil sering dilaminasikan pada tenunan untuk tenda, sepatu, pelapis lantai, dll. (Hartomo, 1993, hal 18)

Gambar 2.19 Metode Calendering (Colton, 2009)

2.9. Parameter Proses Injection Molding

Untuk memperoleh benda cetak dengan kualitas hasil yang optimal, perlu mengatur beberapa parameter yang mempengaruhi jalannya proses produksi tersebut. Parameter- parameter suatu proses tentu saja ada yang berperan sedikit dan adapula yang mempunyai peran yang signifikan dalam mempengaruhi hasil produksi yang diinginkan. Biasanya orang perlu melakukan beberapa kali percobaan hingga ditemukan parameter-parameter apa saja yang cukup berpengaruh terhadap produk akhir benda cetak. (Firdaus, 2002)


(52)

37 Adapun parameter-parameter yang berpe- ngaruh terhadap proses produksi plastik melalui metoda injection molding adalah: (Rosato, 2000)

 Temperatur leleh (melt temperature)

Adalah batas temperatur dimana bahan plastik mulai meleleh kalau diberikan enegi panas.

 Batas tekanan (pressure limit)

Adalah batas tekanan udara yang perlu diberikan untuk menggerakkan piston guna menekan bahan plastik yang telah dilelehkan. Terlalu rendah tekanan, maka bahan plastik kemungkinan tidak akan keluar atau terinjeksi ke dalam cetakan. Akan tetapi jika tekanan udara terlalu tinggibdapat mengakibatkan tersemburnya bahan plastik dari dalam cetakan dan hal ini akan berakibat proses produksi menjadi tidak efisien.

 Waktu tahan (holding time)

Adalah waktu yang diukur dari saat temperatur leleh yang di-set telah tercapai hingga keseluruhan bahan plastik yang ada dalam tabung pemanas benar-benar telah meleleh semuanya. Hal ini dikarenakan sifat rambatan panas yang memerlukan waktu untuk merambat ke seluruh bagian yang ingin dipanaskan. Dikhawatirkan jika waktu tahan ini terlalu cepat maka sebagian bahan plastik dalam tabung pemanas belum meleleh semuanya, sehingga akan mempersulit jalannya aliran bahan plastik dari dalam nozzle.

 Waktu penekanan (holding pressure)

Adalah durasi atau lamanya waktu yang diperlukan untuk memberikan tekanan pada piston yang mendorong plastik yang telah leleh. Pengaturan waktu


(53)

38 penekanan bertujuan untuk meyakinkan bahwa bahan plastik telah benar-benar mengisi ke seluruh rongga cetak. Oleh karenanya waktu penekanan ini sangat tergantung dengan besar kecilnya dimensi cetakan (mold). Makin besar ukuran cetakan makin lama waktu penekan yang diperlukan.

 Temperatur cetakan (mould temperature)

Yaitu temperatur pemanasan awal cetakan sebelum dituangi bahan plastik yang meleleh.

 Kecepatan injeksi (injection rate)

Yaitu kecepatan lajunya bahan plastik yang telah meleleh keluar dari nozzle untuk mengisi rongga cetak. Untuk mesin-mesin injeksi tertentu kecepatan ini dapat terukur, tetapi untuk mesin-mesin injeksi sederhana kadang-kadang tidak dilengkapi dengan pengukur kecepatan ini.

 Ketebalan dinding cetakan (wall thickness )

Menyangkut desain secara keseluruhan dari cetakan (moulding). Semakin tebal dinding cetakan, semakin besar kemungkinan untuk terjadinya cacat shrinkage.


(54)

39 BAB III

METODOLOGI

3.1. Tahapan Penelitian

Secara skematik tahapan penelitian adalah seperti gambar berikut :

Gambar 3.1 Skema Tahapan Penelitian

Mixer Injeksi Molding

Uji Tarik

PE : PS 25% : 75% Mulai

PE : PS 50% : 50%

PE : PS 75% : 25% PP : PE : PS

55% : 35% : 10%

150oC Compression

Molding (135oC) 175oC 200oC

Spesimen Uji

Tarik DIN Spesimen ASTM


(55)

40 3.2. Alat dan Bahan

3.2.1 Alat

3.2.1.1 Mixer

Mixer yang digunakan berupa internal mixer. Kecepatan motor 2500 rpm dan kecepatan saat pencampuran 10 rpm.

Gambar 3.2 Internal Mixer Keterangan gambar 3.2 :

1. Pengatur temperature pencampuran 2. Tombol power

3. Tombol penggerak motor 4. Motor

5. Hopper

6. Ruang pemanas dan pencampuran 1

2

4 3

5


(56)

41 3.2.1.2 Mesin Plastic Injection Molding (Tahap I)

Mesin Plastic Injection Molding adalah suatu alat atau mesin yang digunakan untuk membentuk suatu perlengkapan dari bahan plastik dengan menggunakan sistem suntikan, maksudnya adalah bahan dasar yang telah lebih dulu dicairkan/dilebur pada temperatur tertentu kemudian disuntikkan pada cetakan melalui saluran masuk dengan tenaga tekan yang diperoleh dari udara bertekanan yang dihasilkan dari kompresor.

Pada penelitian ini digunakanlah mesin Plastic Injection Molding jenis Teforma RN 350 made in Germany, adapun spesifikasinya sebagai berikut : Injection weight : 30 g

Injection volume : 32 cm2

Heating output : 600 W

Heating – up time : max. 6 min Liquefaction capacity : 1500 g/h Electrical temperature regulation

With thermo-sensing element : +20 °C to + 400 °C Canstancy of temperature : +/- 2 °C

Permissible air pressure : max. 15 bar (normal 10 bar ) Specific injection pressure : max. 350 kp/cm2

Air requirement : 1.4 dm3 x p per stroke

Wight : approx. 28 kg


(57)

42 Gambar 3.3 Plastic Injection Molding Type RN 350

Keterangan :

1. Pengatur suhu 2. Tombol injeksi 3. Nozzle

4. Keran pengatur tekanan 5. Handle penekan

6. Hopper

7. Ruang pemanas/barrel 8. Ragum

9. Landasan 1

2

3

4

5

6 7

8


(58)

43 3.2.1.3 Cetakan Spesimen Uji Tarik DIN (Tahap I)

Pembuatan spesimen dilakukan pada laboratorium mekanik Politeknik Negeri Medan dengan bantuan mesin injection molding Teforma RN 350 dengan bahan baku dari jenis plastik thermoplast yaitu: polypropylene (PP), polyethylene (PE), dan polystyrene (PS).

Cetakan spesimen dibuat dari bahan ASSAB SF-2. Cetakan spesimen satu paket dengan mesin injeksi molding Teforma RN 350. Pembuatan spesimen mengacu pada prosedur yang ditetapkan oleh pabrik pembuat mesin HOLM Exportgemeinschaft Deutcher Werkzeugmachinenfabriken Hamburg dengan standar DIN .

Gambar 3.4 Dimensi Specimen Uji Tarik Standard DIN

3.2.1.4 Mesin Compression Molding (Tahap II)

Mesin Compression Molding adalah suatu alat atau mesin yang digunakan untuk membentuk suatu perlengkapan dari bahan plastik dengan menggunakan sistem penekanan, maksudnya adalah bahan dasar dipanaskan pada cetakan yang terdapat pada alat ini sambil ditekan hingga bahan mencair pada temperature yang diinginkan.


(59)

44 Gambar 3.5 Compression Molding

3.2.1.5 Cetakan Spesimen Uji Tarik ASTM (Tahap II)

Bahan baku yang digunakan bersifat non rigid, maka untuk pengambilan data sifat mekanik pada proses compression molding, ukuran spesimen dibuat sesuai standar ASTM D638 type IV dengan dimensi seperti gambar berikut:

Gambar 3.6 Dimensi Specimen Uji Tarik Standard ASTM 3.2.1.6 Mesin Uji Tarik

Merupakan alat yang digunakan untuk menghitung sifat mekanik spesimen. Sifat mekanik yang dapat dilakukan oleh mesin ini adalah :

- kekuatan tarik (tensile strength) - kekuatan tekan (compressive strength)


(60)

45 - kekuatan bending (flexural strength)

Menggunakan piston yang digerakkan oleh pompa hidraulik. Memiliki skala 100 kgf, 200 kgf, 400 kgf, 1000 kgf dan 2000 kgf.. Grafik pengujian yang dilakukan dicetak di kertas grafik.

Gambar 3.7 Mesin Uji Tarik Keterangan :

1. Pencekam spesimen 2. Indikator load 3. Indikator stroke 4. Skala uji tarik 5. Tombol power 6. Kertas grafik

1 6

5 4 3 2


(61)

46 Spesifikasi mesin uji tarik Tarno SC – 2DE :

- Gaya max : 2000 kgf - Stroke : 250 mm

- Kec. Piston : 0 – 250 mm/min

3.2.1.7 Mikroskop RaxVision 3

Digunakan untuk melihat struktur mikro dari suatu logam dengan

perbesaran tertentu. Mikrokop ini memiliki perbesaran 50X, 100X, 200X, 500X, dan 800X. Segala macam jenis material dapat dilihat struktur mikronya dengan mikroskop ini.

Keunggulan :

1. Lensa memiliki cahaya yang ditembakkan ke permukaan benda yang diuji sehingga struktur mikro dapat dilihat dengan jelas.

2. Tempat dudukan benda dapat digeser vertical maupun horizontal.

3. Cahaya dapat diatur sesuka hati sehingga mikroskop tidak perlu lagi diarahkan ke arah datangnya cahaya.

4. Bisa fokus ke satu titik benda yang diamati. 5. Dapat dihubungkan ke computer.

Pada poin ke-5, pada mikroskop terdapat kamera dengan resolusi 2 MP yang dapat dihubungkan dengan computer dengan bantuan kabel USB. Software yang digunakan adalah RaxVision 3 Plus. Mikrostruktur benda yang diamati dapat dilihat pada computer. Namun apabila mikrostrukturnya dilihat dengan computer, pada lensa mikroskop tidak berfungsi, dan begitu juga sebaliknya.


(62)

47 Kelebihan lainnya adalah dapat diukur berapa dimensi struktur mikro suatu benda. Misalnya kita dapat mengukur dimensi satu titik ke titik lainnya.

1

3 2

4 5


(63)

48 Gambar 3.8 Mikroskop RaxVision 3

Keterangan gambar :

1. Kabel USB penghubung ke komputer 2. Kamera

3. Teropong 4. Lensa

5. Landasan spesimen

6. Tuas penggerak landasan spesimen 7. Pengatur warna

8. Pemfokus lensa 9. Tombol power 10. Pengatur cahaya

8

9

10 7


(64)

49 3.2.2 Bahan Baku

Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah : Tabel 3.1 Bahan Baku dan Karakteristiknya Bahan Baku Temperatur Leleh Berat/butir Polipropilen (PP) 131 – 171 oC 0,017 gr

Polietilen (PE) 120 – 135 oC 0,025 gr Polistiren (PS) 107 oC 0,021 gr

Polipropilen Polietilen Polistirene Gambar 3.9 Bahan Baku

3.3 Pembuatan Spesimen

3.3.1 Proses Injection Molding (Tahap I)

Campuran biji plastik polyprophylene, polyethylene, dan polystyrene dengan komposisi 55%PP 35%PE 10%PS dimasukan ke dalam hopper pada mesin injeksi molding untuk dipanaskan hingga meleleh. Dalam pengujian ini divariasikan temperature injeksinya. Temperature di setting pada 150°C, 175°C, 200°C mengacu pada temperature leleh yang tertinggi yaitu polipropilen. Temperatur


(65)

50 mold 25oC. Tekanan sebesar 8 bar. Setelah meleleh plastik tersebut diinjeksikan ke dalam cetakan specimen uji tarik standard DIN. Untuk tiap-tiap temperatur tersebut dicetak 3 buah specimen uji tarik. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan data yang bersifat objektif dan valid pada saat pengujian tarik. Kemudian dilakukan analisa sifat mekanik dan analisa penyusutan.

3.3.2 Proses Compression Molding (Tahap II)

Pencampuran PE dengan PS dilakukan dengan menggunakan neraca analitik dengan berat masing – masing komposisi 50 gr. Rasio PE : PS adalah 25:75, 50:50, dan 75:25. Langkah selanjutnya adalah mencampur PE dan PS yang berbeda komposisinya ke dalam mixer pada suhu 135oC.

Langkah selanjutnya adalah proses pencetakan spesimen dengan menggunakan mesin compression molding. Proses pencetakan dilakukan dengan cara memasukkan ekstrudat ke dalam cetakan (pola) sesuai dengan ketentuan untuk uji karakteristiknya yaitu standard ASTM D638 type IV. Untuk tiap-tiap komposisi tersebut dicetak 3 buah specimen uji tarik. Nantinya akan diperoleh sifat mekanik spesimen setelah pengujian tarik. Langkah selanjutnya adalah analisa mikrostruktur spesimen dan analisa penyusutan.

Pada penelitian ini, digunakan dua metode berbeda untuk membandingkan produk yang dihasilkan mana yang lebih baik. Pada injection molding, digunakan cetakan standard DIN yang merupakan bawaan dari mesin, sedangkan compression molding digunakan cetakan standard ASTM D638 type IV. Dari proses dan jenis cetakan akan diperoleh nilai kekuatan tarik dan besarnya penyusutan spesimen.


(66)

51 BAB IV

DATA DAN ANALISA

4.1. Spesimen Campuran 55%PP 35%PE 10%PS (Tahap I)

Pada campuran ini specimen dicetak pada mesin injeksi molding dengan variasi temperatur 150oC, 175oC, dan 200oC. Spesimen dicetak sesuai dengan standard DIN. Pada masing – masing temperatur dicetak sebanyak 3 buah specimen untuk mendapatkan hasil yang akurat pada saat pengujian tarik.

Berikut ini adalah gambar spesimen setelah dilakukan pengujian tarik.

Gambar 4.1. Spesimen 150oC setelah pengujian tarik


(67)

52 Gambar 4.3. Spesimen 200oC setelah pengujian tarik

Data – data yang diperoleh setelah dilakukan pengujian tarik adalah :

 Sifat mekanik

 Sifat fisik

 Penyusutan (shrinkage) pada spesimen

4.1.1. Sifat Mekanik

Setelah dilakukan pengujian tarik, diperoleh data – data berupa sifat mekanik spesimen yaitu :

Tabel 4.1 Data Hasil Uji Tarik/Uji Mulur Spesimen (Standard DIN)

Temperatur (oC)

Thickness (mm)

Width (mm)

Ao (mm2)

Beban saat putus (N)

Stroke (mm)

150oC

5,860 5,900 5,820 7,300 7,280 7,280 42,778 42,952 42,369 487,27 649,69 751,2 6,31 10,31 7,4


(68)

53 175 oC

5,74 5,70 5,73 7,23 7,25 7,15 41,500 41,325 40,969 497,42 517,72 588,78 3,13 5,39 8,6

200 oC

5,430 5,400 5,450 7,000 7,150 7,100 38,010 38,610 38,695 162,42 223,33 365,45 4,07 4,48 3,2

4.1.1.1. Sifat Mekanik Spesimen Temperatur 150oC

Berdasarkan tabel 4.1, maka kekuatan tarik, kemuluran, dan modulus elastis spesimen dapat dicari berdasarkan perhitungan sebagai berikut:

Kekuatan tarik σmaks (stress) spesimen adalah :

Kemuluran ฀ merupakan perbandingan antara pertambahan panjang ΔL dengan panjang mula – mula Lo dimana panjang mula – mula spesimen 40 mm dan pertambahan panjang spesimen 6,31 mm maka diperoleh :

Modulus elastis (E) merupakan konstanta dari perbandingan lurus antara tegangan dan regangan. Besarnya modulus ini sama dengan angka kemiringan dari kurva tegangan – regangan yang berupa garis lurus pada bagian yang dekat ke titik 0.


(69)

54 Dengan cara yang sama maka dapat dihitung sifat mekanik untuk spesimen yang lain.

Tabel 4.2 Sifat Mekanik Spesimen Temperatur 150oC

150oC Max Stress

Modulus

Elastis Elongation

1 11,12 71,28 15,6 %

2 14,87 58,84 25,27 %

3 17,2 95,55 18 %

(dalam MPa)

Kurva tegangan vs regangan seperti pada gambar di bawah.

Gambar 4.4. Grafik Stress – Strain Spesimen 150oC (dalam Ms Excel)

Keterangan grafik :

Pada spesimen 1, gaya diberikan pada spesimen dan terus naik hingga sebesar 487,27 N pada saat stroke 4,53 mm. Setelah melewati gaya tersebut,


(70)

55 spesimen tidak sanggup lagi menerima gaya yang lebih besar dan putus pada saat stroke 6,31 mm.

Pada spesimen 2, gaya yang diterima spesimen sedikit lebih besar dari spesimen 1 yaitu sebesar 649,69 N saat stroke 6,87 mm. Kemudian spesimen tidak sanggup lagi menerima gaya dan putus pada saat stroke 10,31 mm.

Gaya yang diterima spesimen 3 lebih besar dibanding spesimen 1 dan 2, yaitu sebesar 751,2 N saat stroke 6,85 mm. Namun setelah melewati gaya maksimum, pemanjangan pada spesimen ini dan akhirnya langsung putus pada saat stroke 7,4 mm.

4.1.1.2. Sifat Mekanik Spesimen Temperatur 175oC

Tabel 4.3 Sifat Mekanik Spesimen Temperatur 175oC

175oC Max Stress

Modulus

Elastis Elongation

1 11,7 158,11 7,4 %

2 11,9 88,34 13,47 %

3 13,72 70,28 19,52 %


(71)

56 Gambar 4.5. Grafik Stress – Strain Spesimen 175oC (dalam Ms Excel)

Keterangan grafik :

Spesimen 1 kurang elastis. Spesimen ini menerima gaya hingga 497,42 N ketika strokenya masih 0,3 mm. Jenis spesimen ini rapuh dibandingkan dengan spesimen 2 dan 3 sehingga strain pada spesimen ini sangat kecil yaitu sebesar 7,4% dengan stroke 3,13 mm.

Spesimen 2 menerima gaya sebesar 517,72 N pada saat stroke 2,03 mm. Kemudian gaya menurun karena spesimen tidak sanggup lagi menerima gaya yang lebih besar dan putus pada saat stroke 5,39 mm.

Spesimen 3 memiliki stress dan strain yang lebih tinggi dibandingkan spesimen 1 dan 2. Gaya yang dapat diterima sebesar 588,78 N pada saat stroke 2,73 mm. Kemudian terjadi pemanjangan yang besar namun dengan gaya yang lebih kecil hingga strokenya mencapai 8,6 mm.


(72)

57 4.1.1.3. Sifat Mekanik Spesimen Temperatur 200oC

Tabel 4.4 Sifat Mekanik Spesimen Temperatur 200oC 200oC Max

Stress

Modulus

Elastis Elongation

1 4,27 41.98 10,17 %

2 5,44 48,57 11,2 %

3 8,58 107,25 8 %

(dalam MPa)

Gambar 4.6. Grafik Stress – Strain Spesimen 200oC (dalam Ms Excel)

Keterangan grafik :

Spesimen 1 memiliki gaya yang lebih kecil, yaitu sebesar 162,42 N pada saat stroke 1,45 mm. Kemudian spesimen tidak sanggup lagi menerima gaya dan putus dengan stroke 4,07 mm.

Spesimen 2 sanggup menerima gaya sebesar 223,33 N saat stroke 3,02 mm. Lalu spesimen putus dengan stroke 4,48 mm.


(73)

58 Spesimen 3 memiliki gaya yang lebih besar dari spesimen 1 dan 2, yaitu sebesar 365,45 N saat strokenya 1,66 mm. Namun stroke spesimen ini lebih kecil sebesar 3,2 mm.

Pengaruh Temperatur

Temperatur memainkan peranan yang sangat penting dalam proses moulding. Jika temperature injeksinya lebih tinggi dari titik leleh plastic, maka specimen akan rusak, banyak terdapat lubang, dan kekuatannya akan turun. (Wiedemann dan Rothe, 1990)

Dari hasil pencetakan, banyak terdapat lubang pada spesimen yang mempengaruhi sifat fisik dan mekanik spesimen. Diperoleh juga bahwa makin tinggi temperature injeksi maka penyusutannya juga semakin tinggi dan jumlah lubang semakin banyak.

Secara keseluruhan, sifat mekanik spesimen pada komposisi ini menurun dibandingkan dengan sifat mekanik bahan pembentuknya. Hal ini disebabkan karena campuran tidak homogen dan banyak terdapat buble. Dari data pengujian tarik diperoleh rata – rata tegangan maksimum (max stress), elongation, dan modulus elastis spesimen untuk masing – masing temperature.


(74)

59 Temperatur 175oC

Temperatur 200oC

Dengan cara yang sama dihitung rata – rata kemuluran dan modulus elastis. Hasilnya terlihat seperti pada tabel 4.5 berikut.

Tabel 4.5 Sifat Mekanik Spesimen Rata – Rata

Temperatur (oC)

Kekuatan Tarik (MPa)

Kemuluran (%)

Modulus Elastis (MPa)

150oC 14,39 19,62 75,22

175oC 12,44 13,46 92,42


(75)

60 Gambar 4.7. Grafik Temperatur Leleh vs Stress

Dari gambar di atas terlihat bahwa semakin tinggi temperatur leleh, maka kekuatan yang dihasilkan akan menurun. Dari data terjadi penurunan yang signifikan pada temperatur 200oC. Hal ini dikarenakan pada temperatur tersebut, bahan polietilen dan polistiren kemungkinan sudah mengalami degradasi dan terbakar sehingga spesimen yang dihasilkan cacat dan memiliki penyusutan yang sangat besar.

4.1.2. Sifat Fisik

Sifat fisik spesimen setelah dilakukan pengujian tarik adalah :

• Spesimen rapuh.

• Banyak terdapat lubang/buble karena cetakan yang dipakai tidak terdapat saluran udara keluar sehingga kekuatannya jauh berkurang.


(76)

61 4.1.3. Penyusutan (Shrinkage) Pada Spesimen

Shrinkage didefinisikan sebagai perbedaan antara dimensi produk cetakan dengan dimensi cetakan diukur pada temperatur kamar. Cacat shrinkage dapat timbul antara lain jika temperatur leleh terlalu tinggi. Setelah pencetakan spesimen dilakukan, ternyata specimen mengalami penyusutan berupa perubahan lebar dan tebal specimen.

Pada cetakan standard DIN, dimensi lebar spesimen (L) 8 mm dan tebal (t) 6 mm. Untuk menghitung penyusutan digunakan rumus berikut :

Keterangan :

L = lebar cetakan (8 mm)

L1 = lebar produk hasil cetakan (mm)

t = tebal cetakan (6 mm)

t1 = tebal produk hasil cetakan (mm)

Tabel 4.6 Dimensi Spesimen Setelah Pencetakan

Temperatur L1 t1

150oC

1 7,3 mm 5,86 mm

2 7,28 mm 5,90 mm

3 7,28 mm 5,82 mm

175oC

1 7,23 mm 5,74 mm

2 7,25 mm 5,70 mm


(77)

62 200oC

1 7 mm 5,43 mm

2 7,15 mm 5,4 mm

3 7,1 mm 5,45 mm

Spesimen 1 temperatur 150oC

Dengan cara yang sama dihitung penyusutan untuk spesimen lain. Hasilnya terlihat pada tabel berikut ini.

Tabel 4.7 Penyusutan (Shrinkage) Pada Spesimen

Temperatur % Penyusutan Rata - Rata Lebar Tebal Lebar Tebal 150oC

1 8,75 2,33

8,92 2,33

2 9,00 1,67

3 9,00 3,00

175oC

1 9,62 4,33

9,87 4,61

2 9,37 5

3 10,62 4,5

200oC

1 12,50 9,50

11,45 9,55 2 10,62 10,00


(78)

63 Gambar 4.8. Grafik Temperatur Leleh vs % Shrinkage

Persentase cacat penyusutan paling kecil terjadi pada temperature leleh 150oC dimana persentase cacat ini semakin meningkat dengan naiknya temperature leleh. Sebab perbedaan antara temperature cairan plastik dengan temperatur injeksi yang besar akan menyebabkan semakin besarnya kemungkinan terjadinya cacat penyusutan. Pada penelitian ini persentase penyusutan paling besar 11,45% dan 9,55% pada temperatur leleh 200oC. Hal ini disebabkan oleh pada temperature 200oC kemungkinan besar bahan polietilen dan polistiren telah mengalami degradasi dan terbakar.

Dari hasil pengujian tahap I dengan campuran tiga bahan, ternyata diperoleh hasil yang kurang memuaskan. Hal ini disebabkan oleh density (massa jenis) ketiga bahan yang berbeda sehingga campuran tidak homogen. Temperature yang terlalu tinggi membuat bahan terdegradasi dan terbakar sehingga kekuatan spesimen menurun. Oleh karena itu, pada tahap II ini dilakukan pengujian dengan campuran dua bahan dengan variasi komposisi dan satu temperature pencetakan.


(79)

64 4.2. Spesimen Campuran PE : PS (Tahap II)

4.2.1. Analisa Visual Spesimen

Spesimen yang dihasilkan berbentuk plat tipis dengan ketebalan 2 mm dan dibentuk sesuai dengan ASTM D638 Type IV. Tampilan spesimen bahan Polietilena (PE) : Polistirena (PS) dengan komposisi 75% : 25%, 50% : 50%, dan 25% : 75% dapat dilihat seperti pada gambar berikut :

Gambar 4.9. Spesimen 75% PE : 25% PS


(80)

65 Gambar 4.11. Spesimen 25% PE : 75% PS

Dari gambar di atas dapat dilihat bahwa spesimen antara masing – masing komposisi tidak terdapat perbedaan warna yang berarti dan penyusutan yang terjadi sedikit. Selanjutnya spesimen ini dilakukan uji mekanik yaitu Uji Tarik/Uji Kemuluran. Dari pengujian tarik ini nantinya akan diketahui berapa kekuatan tarik spesimen (strength), pertambahan panjang (elongasi), dan modulus elastisitas (E) spesimen.

4.2.2. Hasil Uji Mekanik Spesimen

Data lengkap hasil Uji Tarik/Uji Mulur spesimen ditunjukkan pada tabel 4.8. Tabel 4.8 Data Hasil Uji Tarik/Uji Mulur Spesimen (ASTM D638 Type IV) Sampel

(PE : PS)

Thickness (mm)

Width (mm)

Ao (mm2)

Beban saat putus (kgf) Stroke (mm) 75% PE 25% PS 1,950 1,980 1,980 5,940 5,930 5,950 11,583 11,741 11,781 31,25 32,67 31,93 6,97 7,30 7,15


(81)

66 50% PE 50% PS 1,980 1,970 1,960 5,940 5,960 5,940 11,761 11,741 11,642 24,75 24,51 24,28 5,49 5,26 5,05 25% PE 75% PS 1,980 1,960 1,960 5,960 5,970 5,990 11,801 11,701 11,740 34,46 35,84 34,75 4,95 5,27 5,16

Berdasarkan tabel 4.8, maka kekuatan tarik, kemuluran, dan modulus elastis spesimen dapat dicari berdasarkan perhitungan sebagai berikut:

1 kgf = 9,807 N.

Luas penampang awal (Ao) untuk PE 75% : PS 25% (spesimen 1) adalah : Ao = 1,950 mm x 5,940 mm

= 11,583 mm2 Fmaks = 31,25 x 9,807 N

= 306,468 N

Maka kekuatan tarik σmaks (stress) spesimen adalah :

Kemuluran ฀ merupakan perbandingan antara pertambahan panjang ΔL dengan panjang mula – mula Lo dimana panjang mula – mula spesimen 25 mm dan pertambahan panjang spesimen 6,97 mm maka diperoleh :


(82)

67 Modulus elastis (E) merupakan konstanta dari perbandingan lurus antara tegangan dan regangan. Besarnya modulus ini sama dengan angka kemiringan dari kurva tegangan – regangan yang berupa garis lurus pada bagian yang dekat ke titik 0.

Dengan cara yang sama seperti di atas, maka dapat dihitung sifat mekanik untuk spesimen lainnya. Data sifat mekanik spesimen terlihat seperti pada tabel 4.9.

Tabel 4.9 Sifat Mekanik Spesimen Sampel

(PE : PS)

Kekuatan Tarik (MPa) Kemuluran (%) Modulus Elastis (MPa)

75% PE 25% PS

26,46 27,29 26,58 27,88 29,20 28,60 94,90 93,46 92,94

50% PE 50% PS

20,63 20,47 20,45 21,96 21,04 20,20 93,94 97,29 101,24

25% PE 75% PS

28,64 29,78 29,03 19,80 21,08 20,64 144,65 141,27 140,65


(83)

68 Dari hasil perhitungan diperoleh nilai rata – rata untuk masing – masing komposisi, yaitu :

 Komposisi 75% PE : 25% PS

 Komposisi 50% PE : 50% PS


(84)

69 Tabel 4.10 Sifat Mekanik Spesimen Rata – Rata

Sampel (PE : PS)

Kekuatan Tarik (MPa)

Kemuluran (%)

Modulus Elastis (MPa)

75% : 25% 26,77 28,56 93,77

50% : 50% 20,52 21,07 97,49

25% : 75% 29,15 20,51 142,19

Dari hasil perhitungan diperoleh sifat mekanik spesimen yang berbeda jika dibandingkan dengan sifat mekanik polietilen dan polistiren murni. Kekuatan tarik spesimen berada di bawah kekuatan tarik bahan murni. Berdasarkan literatur, kekuatan tarik polietilen massa jenis tinggi (HDPE) sebesar 22,1 – 31,0 MPa (Callister, 2001). Sedangkan kekuatan tarik polistiren sebesar 35,9 – 51,7 MPa (Callister, 2001). Penurunan nilai kekuatan tarik ini disebabkan karena perbedaan density (massa jenis) antara polietilen dan polistiren. Meskipun telah dicampur dengan menggunakan mixer, namun sifat density kedua bahan yang berbeda menghalangi terjadinya interaksi antar keduanya.


(85)

70 Gambar spesimen setelah dilakukan pengujian tarik seperti terlihat pada gambar 4.12 di bawah ini :

Gambar 4.12. Spesimen Setelah Pengujian Tarik (a) Komposisi 75%PE : 25%PS, (b) Komposisi 50%PE : 50%PS, (c) Komposisi 25%PE : 75%PS

Kurva load - stroke spesimen setelah pengujian tarik ditunjukkan seperti pada gambar 4.13 berikut :

(a)

(c) (b)


(86)

71

(a)

(b)

(c)

Gambar 4.13. Kurva Tegangan – Regangan Spesimen (a) 75%PE : 25%PS, (b) 50%PE : 50%PS, (c) 25%PE : 75%PS

Stroke L o a d Stroke L o a d Stroke L o a d Stroke L o a d Stroke L o a d Stroke L o a d Stroke L o a d Stroke L o a d Stroke L o a d


(87)

72 Kurva load vs stroke identik dengan kurva tegangan vs regangan karena σ=F/Ao dan ε=ΔL/Lo. Dalam hal ini, load sebanding dengan tegangan dan stroke sebanding dengan regangan. Ketiga komposisi menunjukkan tidak ada perbedaan bentuk. Hal ini disebabkan karena bahan bakunya sama, yang membedakan hanya komposisinya saja. Jika dibandingkan dengan kurva tegangan – regangan polimer termoplastik diperoleh bahwa spesimen yang dihasilkan adalah jenis spesimen yang keras dan rapuh (Wirjosentono B, 1995).

Gambar 4.14. Grafik Komposisi vs Stress Keterangan :

1. Komposisi 75% PE : 25% PS 2. Komposisi 50% PE : 50% PS 3. Komposisi 25% PE : 75% PS

Dari grafik di atas terlihat bahwa terjadi penurunan kekuatan pada komposisi 50 : 50. Hal ini akan dibahas pada analisa mikrostruktur poin 4.2.3.


(88)

73 4.2.3. Hasil Uji Mikrostruktur Spesimen

Setelah dilakukan pengujian tarik, akan dilihat mikrostruktur dari permukaan spesimen menggunakan mikroskop pada pembesaran 500x. Foto struktur mikro seperti terlihat pada gambar di bawah.

4.2.3.1. Spesimen 75% PE : 25% PS

Gambar 4.15. Mikrostruktur Spesimen 75%PE : 25%PS (500x)

Pada spesimen ini, distribusi partikel tidak terlalu merata antara polietilen dan polistiren. Tampak perbedaan antara mayor polietilen dan minor polistiren akibat perbedaan density (massa jenis). Hal ini mungkin disebabkan karena proses mixer yang kurang bagus. Adanya buble membuat kekuatan spesimen ini menurun. Buble terbentuk karena campuran tidak homogen dan adanya udara yang terperangkap pada spesimen. Kekuatan pada spesimen ini adalah 26,77 MPa. PS

Buble


(89)

74 4.2.3.2. Spesimen 50% PE : 50% PS

Gambar 4.16. Mikrostruktur Spesimen 50%PE : 50%PS (500x)

Salah satu yang mempengaruhi menurunnya sifat mekanis dari suatu material adalah adanya buble. Buble menyebabkan kekuatan spesimen menurun karena beban yang diberikan tidak dapat diterima pada bagian tersebut sehingga spesimen putus ketika diberikan beban yang kecil. Dari gambar terlihat buble dalam jumlah yang cukup banyak dan ukurannya besar. Hal inilah penyebab utama kenapa kekuatan spesimen pada komposisi ini rendah (20,52 MPa) bila dibandingkan dengan spesimen komposisi lain. Selain itu, perbedaan density membuat kedua bahan tidak homogen walaupun telah dimixer.

PE PS

Buble


(90)

75 4.2.3.3. Spesimen 25% PE : 75% PS

Gambar 4.17. Mikrostruktur Spesimen 25%PE : 75%PS (500x)

Struktur pada spesimen ini tidak homogen. Terlihat dari gambar minor polietilen dan mayor polistiren saling membentuk struktur masing – masing. Pada komposisi ini terjadi perubahan PE menjadi komponen minor (25%) dan PS menjadi komponen mayor (75%). Terbentuknya buble juga mempengaruhi kekuatan spesimen ini. Dibandingkan komposisi lain, spesimen pada komposisi ini memiliki kekuatan yang lebih tinggi. Meskipun demikian, kekuatan spesimen ini masih di bawah kekuatan murni polietilen maupun polistiren.

Secara keseluruhan, terlihat bahwa distribusi antara partikel – partikel polietilen dan polistiren tidak merata. Hal ini disebabkan karena perbedaan density (massa jenis) bahan sehingga sifat mekanik yang dihasilkan dari spesimen di bawah nilai sifat mekanik bahan pembentuknya.

PE PS


(91)

76 4.2.4. Penyusutan (Shrinkage) Pada Spesimen

Pada cetakan ASTM D638 Type IV, dimensi lebar spesimen (L) 6 mm dan tebal (t) 2 mm. Untuk menghitung penyusutan digunakan rumus berikut :

Keterangan :

L = lebar cetakan (6 mm)

L1 = lebar produk hasil cetakan (mm)

t = tebal cetakan (2 mm)

t1 = tebal produk hasil cetakan (mm)

Tabel 4.11 Dimensi Spesimen Setelah Pencetakan

PE : PS L1 t1

75 : 25

1 5,94 1,95

2 5,93 1,98

3 5,95 1,98

50 : 50

1 5,94 1,98

2 5,96 1,97

3 5,94 1,96

25 : 75

1 5,96 1,98

2 5,97 1,96

3 5,97 1,97


(92)

77 Dengan cara yang sama dihitung penyusutan untuk spesimen lain. Hasilnya terlihat pada tabel berikut ini.

Tabel 4.12 Penyusutan (Shrinkage) Pada Spesimen

PE : PS % Penyusutan Rata - Rata Lebar Tebal Lebar Tebal 75 : 25

1 1,00 2,50

1,00 1,50

2 1,20 1,00

3 0,80 1,00

50 : 50

1 1,00 1,00

0,89 1,50

2 0,67 1,50

3 1,00 2,00

25 : 75

1 0,67 1,00

0,55 1,67

2 0,50 2,00

3 0,50 2,00

Gambar 4.18. Grafik Komposisi vs % Shrinkage Keterangan :

1. Komposisi 75% PE : 25% PS 2. Komposisi 50% PE : 50% PS 3. Komposisi 25% PE : 75% PS


(93)

78 Dari grafik terlihat penyusutan (shrinkage) spesimen masing – masing komposisi perbedaannya tidak terlalu signifikan. Hal ini disebabkan oleh proses pencetakan dengan temperature yang sama (135oC). Karena yang mempengaruhi penyusutan adalah perbedaan temperature pencetakan dimana persentase cacat semakin meningkat dengan naiknya temperature leleh/cetak. Jika dibandingkan dengan proses pada tahap I (injeksi molding) dengan variasi temperature yang berbeda, penyusutan pada proses ini jauh lebih kecil.


(94)

79 BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Setelah dilakukan penelitian dan pengujian maka dapat disimpulkan : 1. Proses Injection Molding (55%PP 35%PE 10%PS) - Tahap I

• Dari pengujian diperoleh data sifat mekanik spesimen, yaitu : Temperatur Injeksi

(oC)

Kekuatan Tarik

(MPa)

Kemuluran

(%)

Modulus Elastis

(MPa)

150oC 14,39 19,62 75,22

175oC 12,44 13,46 92,42

200oC 6,09 9,79 62,21

• Pada spesimen diperoleh hasil berupa σmax(150) > σmax(175) >σmax(200).

Dapat disimpulkan bahwa makin tinggi temperatur injeksi berdasarkan titik leleh bahan baku, maka kekuatan yang dihasilkan akan semakin rendah. Hal ini disebabkan karena perbedaan titik leleh bahan baku dan degradasi yang terjadi.

• Spesimen yang dihasilkan pada penelitian ini tidak homogen sehingga terbentuk buble pada spesimen. Hal tersebut mempengaruhi terhadap menurunnya sifat fisik dan mekanik spesimen.


(95)

80

• Dari analisa penyusutan (shrinkage) diperoleh hasil, yaitu :

Temperatur % Penyusutan Rata - Rata Lebar Tebal Lebar Tebal

150oC

1 8,75 2,33

8,92 2,33

2 9,00 1,67

3 9,00 3,00

175oC

1 9,62 4,33

9,87 4,61

2 9,37 5,00

3 10,62 4,5

200oC

1 12,50 9,50

11,45 9,55

2 10,62 10,00

3 11,25 9,17

• Terjadi penyusutan (shrinkage) yang besar pada spesimen. Semakin tinggi temperatur injeksi maka penyusutan yang terjadi juga semakin besar. Hal ini berpengaruh juga terhadap kekuatan spesimen dimana semakin besar penyusutan maka kekuatannya akan semakin kecil. Persentase penyusutan paling besar 11,45% dan 9,55% pada temperatur leleh 200oC. Hal ini disebabkan oleh pada temperature 200oC kemungkinan besar bahan polietilen dan polistiren telah mengalami degradasi dan terbakar.


(1)

91 LAMPIRAN B

Data Perhitungan Tegangan Tarik, Elongation, dan Modulus Elastis Pada Proses Injection Molding (Tahap I)

A. Temperatur 150oC

Spesimen 1

Spesimen 2


(2)

92 B. Temperatur 175oC

Spesimen 1

Spesimen 2


(3)

93 C. Temperatur 200oC

Spesimen 1

Spesimen 2


(4)

84 LAMPIRAN C

Data Perhitungan Tegangan Tarik, Elongation, dan Modulus Elastis Pada Proses Compression Molding (Tahap II)

A. Campuran 75% PE : 25% PS

Spesimen 1

Spesimen 2


(5)

85 B. Campuran 50% PE : 50% PS

Spesimen 1

Spesimen 2


(6)

86 C. Campuran 25% PE : 75% PS

Spesimen 1

Spesimen 2