Pemeriksaan Radiografi Polisomnografi Diagnosa

Gambar 4. Progresif kolaps pada level retroglosal selama Müller Manuver 16

2.5.3 Pemeriksaan Radiografi

Peranan radiografi dalam menegakkan diagnosa masih kontroversial. Tujuan utama pemeriksaan radiografi adalah untuk mengidentifikasi lokasi dan keparahan kolapsnya saluran nafas bagian atas khususnya hipofaring. Radiografi saluran nafas bagian atas meliputi radiografi sefalometri lateral, komputer tomografi dan magnetic resonance imaging. 1,2 Sefalometri merupakan metode yang paling sering digunakan untuk mengevaluasi jaringan lunak dan skeletal pada kepala dan leher. Gambaran dua dimensi ini memberikan informasi mengenai deformintas skeletal seperti retrognatia. Keuntungan penggunaan sefalometri adalah mudah dilakukan, tidak mahal dan pemaparan radiografi yang minimal, sedangkan keterbatasan sefalometri yaitu tidak dapat mengevaluasi secara tiga dimensi. 1,4,6,12 Posisi maksila dan mandibula dapat dievaluasi dengan berbagai metode termasuk sudut SNA dan SNB. Pasien dengan defisiensi skeletal kebanyakan mengalami obstruksi pada dasar lidah atau pada level palatum lunak. Rilley dkk Universitas Sumatera Utara menyatakan bahwa pasien obstruktif sleep apnea memiliki posisi tulang hyoid yang lebih inferior, palatum lunak yang lebih panjang dari normal dan penyempitan dasar lidah. 1,4,12 Komputer tomografi merupakan metode alternatif selain sefalometri yang digunakan untuk menilai saluran nafas bagian atas secara kuantitatif. Dengan menggunakan rekonstruksi CT secara tiga dimensi, Lowe dkk melaporkan bahwa penderita obstruktif sleep apnea memiliki permukaan lidah yang lebih besar dan permukaan saluran nafas yang lebih kecil. 1,4 Magnetic Resonance Imaging MRI memberikan resolusi jaringan lunak yang lebih tinggi, radiografi multi bidang, rekonstruksi tiga dimensi, teknik radiografi ultrafast dan pemaparan radiografi yang minimal. MRI juga digunakan untuk mengevaluasi efikasi bedah jaringan lunak, namun bukan untuk memprediksi hasil bedah pasien sleep apnea. 1

2.5.4 Polisomnografi

Polisomnografi merupakan alat diagnosa yang penting untuk mendiagnosa sleep apnea, melihat keparahan sleep apnea dan menentukan kesuksesan perawatan. Polisomnografi dilakukan di laboratorium tidur dengan memonitor tidur pasien sepanjang malam. Total waktu tidur yang dicatat paling sedikit 4 jam. Komponen polisomnogram adalah electroencephalogram EEG, electrooculogram EOG, electromyogram EMG dan electrocardiogram ECG. Tahapan dan pola tidur ditentukan oleh gambaran EEG, EOG, dan EMG. Kardiak disritmia yang berpotensi mematikan dapat dideteksi dengan ECG. Penurunan 5 atau lebih saturasi oksigen Universitas Sumatera Utara arteri dari nilai normal adalah signifikan selama episode apnea ataupun hipopnea. Usaha respirasi dan pola pernafasan diukur dengan respiratory inductive plethysmography ataupun dengan pengukuran perubahan tekanan intrathoraks dengan balon kateter esofagus. Perbedaan antara sentral sleep apnea dan obstruktif sleep apnea adalah hubungan antara aliran udara hidung dan mulut dengan pergerakan otot respirasi abdomen dan toraks. Sentral sleep apnea terjadi jika aliran udara dan pergerakan otot respiratori berhenti secara simultan, sedangkan obstruktif sleep apnea terjadi jika aliran udara pada mulut dan hidung terhambat namun otot respiratori pada toraks dan abdomen tetap bergerak tanpa berfungsi. 1,4,17 Gambar 5. Polisomnografi 13 Universitas Sumatera Utara

BAB 3 PERAWATAN

Tujuan perawatan sleep apnea adalah mengurangi morbiditas dan mortalitas serta memperbaiki kualitas hidup. Perawatan yang ada saat ini bertujuan untuk memperlebar jalan udara faring, mengurangi kecenderungan kolaps dan menjaga jalan udara tetap terbuka. 7 Perawatan tersebut dapat berupa perawatan non bedah dan perawatan bedah. Perawatan non bedah mencakup perubahan gaya hidup, continuous positive airway pressure dan pemakaian oral appliance, sedangkan perawatan bedah mencakup trakeostomi, bedah nasal, uvulopalatopharingoplasty, laser assisted uvulopalatoplasty dan bedah ortognatik. 1

3.1 Perawatan Non Bedah

Perawatan penderita sleep apnea harus dipertimbangkan dari berbagai segi termasuk menganalisa faktor individual yang berperan dalam penyakit tersebut. Gaya hidup penderita seperti obesitas merupakan faktor kontribusi terhadap penyakit sleep apnea. Pemakaian beberapa obat-obatan dan juga alkohol dapat memperparah sleep apnea. Selain perubahan gaya hidup, perawatan non bedah lainnya adalah pemakaian oral appliance dan continuous positive airway pressure. 3,4,18,19

3.1.1 Perubahan Gaya hidup

Obesitas, terutama adanya lemak pada leher merupakan faktor resiko utama terjadinya obstruktif sleep apnea. Diperkirakan bahwa 10 persen kenaikan berat Universitas Sumatera Utara