Penanganan Penderita Sleep Apnea Dan Kebiasaan Mendengkur

(1)

PENANGANAN PENDERITA SLEEP APNEA DAN

KEBIASAAN MENDENGKUR

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat guna memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi

Oleh :

DORINDA NIM : 060600126

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2010


(2)

Fakultas Kedokteran Gigi

Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial Tahun 2010

Dorinda

Penanganan Penderita Sleep Apnea dan Kebiasaan Mendengkur Ix + 44 halaman

Gangguan pernafasan saat tidur merupakan gangguan pernafasan abnormal secara luas yang memiliki karakteristik berupa berhentinya nafas secara berulang selama tidur. Sleep apnea didefinisikan sebagai suatu kelainan yang memiliki karakteristik pernafasan abnormal berupa berhentinya nafas selama tidur serta memiliki konsekuensi rasa kantuk di siang hari dan terganggunya fungsi kognitif, termasuk terganggunya ingatan. Kebiasaan mendengkur adalah bernafas selama tidur dengan suara parau yang disebabkan vibrasi atau getaran dari palatum lunak.

Sleep apnea dapat diklasifikasikan atas 3 tipe yaitu sentral sleep apnea, obstuktif sleep apnea, dan campuran sleep apnea. Sentral sleep apnea didefinisikan sebagai ketiadaan aliran udara akibat kurangnya usaha ventilasi yang disebabkan oleh reduksi impuls dari sistem saraf pusat ke otot pernafasan. Obstruktif sleep apnea merupakan gangguan pernafasan saat tidur yang paling sering terjadi, yang didefinisikan sebagai ketiadaan aliran udara meskipun terdapat usaha ventilasi yang ditandai dengan adanya kontraksi otot pernafasan (diafragma). Campuran sleep apnea merupakan kombinasi dari sentral sleep apnea dan obstruktif sleep apnea.


(3)

Pemeriksaan yang diperlukan untuk menegakkan diagnosa yaitu pemeriksaan riwayat medis pasien, pemeriksaan radiografi, fiberoptic nasopharyngoscopy dan polisomnografi.

Perawatan sleep apnea dapat berupa perawatan non bedah dan perawatan bedah. Perawatan non bedah mencakup perubahan gaya hidup, continuous positive airway pressure dan pemakaian oral appliance, sedangkan perawatan bedah mencakup trakeostomi, bedah nasal, uvulopalatopharingoplasty, laser assisted uvulopalatoplasty dan bedah ortognatik.


(4)

PERNYATAAN PERSETUJUAN

Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan tim penguji skripsi

Medan, 05 Januari 2010

Pembimbing : Tanda tangan

Olivia Avriyanti H.,drg, Sp.BM NIP : 132 206 391


(5)

TIM PENGUJI SKRIPSI

Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan tim penguji pada tanggal 05 Januari 2010

TIM PENGUJI

KETUA : Abdullah, drg

ANGGOTA : 1. Olivia Avriyanti Hanafiah, drg., Sp.BM

2. Indra Basar Siregar, drg., M.Kes 3. Shaukat Osmani Hasbi, drg., Sp.BM


(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan karunia-Nya yang diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu, dengan segala kerendahan hati dan penghargaan yang tulus, penulis menyampaikan terima kasih kepada :

1. Eddy Anwar Ketaren, drg., Sp.BM selaku Ketua Departemen dan seluruh staf pengajar di Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

2. Olivia Avriyanti Hanafiah, drg., Sp.BM selaku dosen pembimbing yang telah begitu banyak meluangkan waktu, tenaga dan pikiran untuk membimbing penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.

3. Seluruh staf pengajar dan pegawai Departemen Ilmu Bedah Mulut Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan saran dan masukan dalam penyelesaian skripsi.

4. Siti Chadidjah Az, drg selaku dosen pembimbing akademik yang telah membimbing dan mengarahkan penulis selama menjalani pendidikan di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini, penulis juga ingin menyampaikan terima kasih kepada ayahanda Husein Hidajat dan ibunda Nani Inggriwaty S atas segala kasih sayang,


(7)

doa, dan dukungan serta segala bantuan baik berupa moril maupun materil yang tidak akan terbalas oleh penulis. Tidak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada kakak Novi dan adik Melvin yang telah memberikan dukungan kepada penulis, serta Malinda dan Edward Gozali yang selalu menemani dan memotivasi penulis dalam suka dan duka.

Teman-teman terbaik penulis Olivia, Yumira, Steffie, Jupita, Nelly, Lenny, Amanda, drg. Suwandi, serta teman-teman terutama stambuk 2006 yang tidak dapat disebutkan satu persatu atas bantuan dan dukungannya.

Seluruh staf pengajar dan pegawai di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara yang telah mendidik, membimbing, dan membantu penulis selama menuntut ilmu dimasa pendidikan.

Penulis menyadari kelemahan dan keterbatasan ilmu yang penulis miliki menjadikan skripsi ini kurang sempurna, tetapi penulis mengharapkan semoga skripsi ini dapat memberikan sumbangan pikiran yang berguna bagi fakultas, pengembangan ilmu pengetahuan, dan masyarakat.

Medan, 2 September 2009 Penulis

(Dorinda) NIM : 060600126


(8)

DAFTAR ISI

Halaman HALAMAN JUDUL ...

HALAMAN PERSETUJUAN ... HALAMAN TIM PENGUJI SKRIPSI ...

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR GAMBAR ... viii

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

BAB 2 SLEEP APNEA DAN KEBIASAAN MENDENGKUR 2.1 Definisi ... 3

2.2 Tipe-tipe Sleep Apnea ... 4

2.1.1 Sentral Sleep Apnea ... 4

2.2.2 Obstruktif Sleep Apnea ... 5

2.2.3 Campuran Sleep Apnea ... 5

2.3 Patofisiologi... 6

2.4 Manifestasi Klinis ... 7

2.5 Diagnosa ... 9

2.5.1 Riwayat Medis ... 9

2.5.2 Pemeriksaan Fisik ... 10

2.5.3 Pemeriksaan Radiografi ... 12

2.5.4 Polisomnografi ... 13

BAB 3 PERAWATAN 3.1 Perawatan Non Bedah ... 15

3.1.1 Perubahan Gaya Hidup ... 15

3.1.2 Continuous Positive Airway Pressure... 17

3.1.3 Oral Appliance ... 18

3.2 Perawatan Bedah ... 21

3.2.1 Tracheostomy... 22


(9)

3.2.3 Uvulopalatopharingoplasty ... 28

3.2.4 Laser Assisted Uvulopalatoplasty ... 30

3.2.5 Bedah Ortognatik ... 31

3.2.5.1 Maxillomandibular Advancement ... 32

3.2.5.2 Maxillomandibular expansion ... 34

3.2.5.3 Genioglossus Advancement ... 38

BAB 4 KESIMPULAN ... 40


(10)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1 Obstruktif sleep apnea ... 5

2 Progresif kolaps pada level velofaring selama Müller Manuver ... 11

3 Progresif kolaps pada level orofaring selama Müller Manuver ... 11

4 Progresif kolaps pada level retroglosal selama Müller Manuver ... 11

5 Polisomnografi ... 14

6A Nasal mask ... 15

6B Nasal pillow mask ... 15

6C Full face mask ... 15

7A Mesin CPAP... 16

7B Penggunaan mesin CPAP sewaktu tidur ... 16

8 Tongue retaining device ... 18

9 Mandibular repositioning appliance ... 19

10 Desain dan insisi kulit yang digambar dengan pola horizontal H dengan perpanjangan flap superior secara lateral ... 22

11 Elevasi lemak ... 23

12 Trakea diinsisi dengan pola vertikal H ... 23

13 Flap diputar untuk bertemu dengan kulit dan dijahit dengan benang absorbable antara kulit leher dan dinding trakea ... 24


(11)

14 Trakeostomi setelah penjahitan flap dinding trakea ke flap kulit .. 24

15 Tube Montgomery trakeostomi ... 25

16 Cara memperbaiki septum deviasi septum nasal. ... 26

17 Uvulopalatopharyngoplasty ... 27

18A Insisi vertikal dan pembuatan neo-uvula ... 29

18B Pembuatan U-shape pada pilar posterior ... 41

19A Maxillomandibular advancement sebelum operasi ... 31

19B Maxillomandibular advancement sesudah operasi ... 31

20A Gambaran radiografi sefalometri Maxillomandibular advancement sebelum operasi ... 31

20B Gambaran radiografi sefalometri Maxillomandibular advancement sesudah operasi... 31

21 Osteotomi maksila untuk memfasilitasi pelebaran maksila ... 33

22A Pelebaran maksila (sebelum) ... 33

22B Pelebaran maksila (sesudah) ... 33

23A Pelebaran mandibula (sebelum) ... 34

23B Pelebaran mandibula (sesudah) ... 34

24 Gambaran klinis yang menunjukkan pelebaran maksila ... 35

25 Gambaran radiografi menunjukkan pelebaran mandibula ... 35

26A Fragmen tulang dari rahang bawah yang ditarik kedepan dan ditahan pada tempatnya dengan menggu nakan titanium screw ... 37 26B Gambaran samping dari kepala dan leher setelah prosedur


(12)

Fakultas Kedokteran Gigi

Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial Tahun 2010

Dorinda

Penanganan Penderita Sleep Apnea dan Kebiasaan Mendengkur Ix + 44 halaman

Gangguan pernafasan saat tidur merupakan gangguan pernafasan abnormal secara luas yang memiliki karakteristik berupa berhentinya nafas secara berulang selama tidur. Sleep apnea didefinisikan sebagai suatu kelainan yang memiliki karakteristik pernafasan abnormal berupa berhentinya nafas selama tidur serta memiliki konsekuensi rasa kantuk di siang hari dan terganggunya fungsi kognitif, termasuk terganggunya ingatan. Kebiasaan mendengkur adalah bernafas selama tidur dengan suara parau yang disebabkan vibrasi atau getaran dari palatum lunak.

Sleep apnea dapat diklasifikasikan atas 3 tipe yaitu sentral sleep apnea, obstuktif sleep apnea, dan campuran sleep apnea. Sentral sleep apnea didefinisikan sebagai ketiadaan aliran udara akibat kurangnya usaha ventilasi yang disebabkan oleh reduksi impuls dari sistem saraf pusat ke otot pernafasan. Obstruktif sleep apnea merupakan gangguan pernafasan saat tidur yang paling sering terjadi, yang didefinisikan sebagai ketiadaan aliran udara meskipun terdapat usaha ventilasi yang ditandai dengan adanya kontraksi otot pernafasan (diafragma). Campuran sleep apnea merupakan kombinasi dari sentral sleep apnea dan obstruktif sleep apnea.


(13)

Pemeriksaan yang diperlukan untuk menegakkan diagnosa yaitu pemeriksaan riwayat medis pasien, pemeriksaan radiografi, fiberoptic nasopharyngoscopy dan polisomnografi.

Perawatan sleep apnea dapat berupa perawatan non bedah dan perawatan bedah. Perawatan non bedah mencakup perubahan gaya hidup, continuous positive airway pressure dan pemakaian oral appliance, sedangkan perawatan bedah mencakup trakeostomi, bedah nasal, uvulopalatopharingoplasty, laser assisted uvulopalatoplasty dan bedah ortognatik.


(14)

BAB 1 PENDAHULUAN

Gangguan pernafasan saat tidur merupakan pola pernafasan abnormal yang menyebabkan individu sering terbangun, namun hal ini tidak disadari oleh individu yang bersangkutan karena terjadi dalam waktu yang relatif singkat. Adapun beberapa gangguan pernafasan tersebut, yaitu kebiasaan mendengkur dan sindrom sleep apnea. Young, dkk (1993) melaporkan prevalensi penderita apnea menurut indeks apnea-hipopnea adalah 9% pada wanita dan 24% pada pria. Hal ini menunjukkan bahwa gangguan pernafasan lebih sering terjadi pada pria daripada wanita.1,2

Data epidemiologis menunjukkan bahwa sindrom sleep apnea merupakan sindrom yang paling sering terjadi dalam walaupun dalam bentuk ringan. Laporan Sleep Commision (1993) memperkirakan bahwa sekitar 20 juta penduduk Amerika menderita sleep apnea dan mayoritas tidak terdiagnosa sehingga tidak terawat. Dengan meningkatnya pengetahuan tenaga medis dan keperdulian masyarakat maka pengenalan terhadap kelainan ini juga meningkat. Namen, dkk (2002) dalam survei National Ambulatory Care menyatakan adanya peningkatan sebesar 12 kali lipat diagnosa dan laporan sleep apnea pada tahun 1990–1998.3,4

Sindrom sleep apnea dapat diklasifikasikan atas 3 tipe yaitu sleep apnea tipe sentral, tipe obstruktif dan tipe campuran. Sleep apnea tipe obstruktif merupakan tipe yang paling sering terjadi. Manifestasi utama dari sleep apnea tipe obstruktif saat tidur adalah suara dengkuran yang keras sehingga mengganggu teman tidur, sedangkan pada waktu siang penderita ini cenderung mengalami rasa kantuk yang


(15)

berlebihan, defek pada neurokognitif dan depresi. Hal ini mempengaruhi seluruh sistem di dalam tubuh, menyebabkan insiden hipertensi, penyakit jantung, stroke, hipertensi pulmonari, kardiak aritmia dan fungsi imun yang terganggu. Insiden kecelakaan kerja dan lalu lintas juga meningkat pada penderita ini sehingga menurunkan kualiatas hidup.1,3,4,5,6

Adapun tujuan perawatan sleep apnea tipe obstruktif adalah mengurangi kerentanan kolapsnya saluran nafas bagian atas saat tidur. Saat ini, Nasal Continuous Positive Airway Pressure (CPAP) merupakan perawatan yang paling sering dilakukan, namun yang menjadi permasalahan adalah ketidaknyamanan yang ditimbulkan sehingga penderita menolak perawatan tipe ini. Oleh karena itu, perawatan bedah merupakan alternatif pada penderita obstruktif sleep apnea.4,7

Adanya penurunan kualitas hidup yang disebabkan oleh penderita sleep apnea dan kebiasaan mendengkur, maka pada skripsi ini akan dibahas mengenai penanganan penderita sleep apnea dan kebiasaan mendengkur.


(16)

BAB 2

SLEEP APNEA DAN KEBIASAAN MENDENGKUR

Setiap individu menghabiskan 30% dari hidupnya dengan tidur. Sejak tahun 1970, para ahli telah meneliti konsekuensi gangguan tidur yang disebabkan pola pernafasan abnormal yang didefinisikan sebagai gangguan pernafasan saat tidur. Gangguan pernafasan saat tidur merupakan gangguan pernafasan abnormal secara luas yang memiliki karakteristik berupa berhentinya nafas secara berulang selama tidur. Walaupun gangguan ini sering terjadi pada populasi masyarakat, namun kebanyakan tidak terdiagnosa.1,7,8

2.1. Definisi

Sleep apnea didefinisikan sebagai suatu kelainan yang memiliki karakteristik pernafasan abnormal berupa berhentinya nafas selama tidur serta memiliki konsekuensi rasa kantuk di siang hari dan terganggunya fungsi kognitif, termasuk terganggunya ingatan.9 Berhentinya nafas dapat dikategorikan sebagai apnea bila terjadi sekurangnya 10 detik.4 Keparahan sleep apnea dapat dinilai dengan index henti nafas atau apnea-hypopnea index (AHI); ringan bila AHI berkisar 5–15 kali/jam, sedang bila AHI berkisar 15–29 kali/ jam, dan parah bila AHI lebih dari 30 kali/jam.10

Kebiasaan mendengkur menurut Random House Dictionary of English Language adalah bernafas selama tidur dengan suara parau yang disebabkan vibrasi atau getaran dari palatum lunak. The International Classification of Sleep Disorder:


(17)

Diagnostic and Coding Manual mendefinisikan kebiasaan mendengkur sebagai suara yang keras pada saluran pernafasan atas pada saat tidur tanpa adanya apnea atau hipoventilasi.7 Pasien dengan kebiasaan mendengkur memiliki AHI index lebih kecil dari 5 kali/jam dan tanpa disertai rasa kantuk yang berlebihan di siang hari.2

2.2. Tipe-tipe Sleep apnea

Sleep apnea dapat diklasifikasikan atas 3 tipe yaitu sentral sleep apnea, obstuktif sleep apnea, dan campuran sleep apnea.4,5,8,11 Namun menurut International

Classification of Sleep Disorder-2nd edition (ICSD 2), 2 kategori utama sleep apnea

adalah sentral sleep apnea dan obstruktif sleep apnea.9

2.2.1. Sentral Sleep apnea

Sentral sleep apnea merupakan kelainan yang jarang terjadi dibanding obstruktif sleep apnea. Sentral sleep apnea didefinisikan sebagai ketiadaan aliran udara akibat kurangnya usaha ventilasi yang disebabkan oleh reduksi impuls dari sistem saraf pusat ke otot pernafasan.1,9 Kelainan ini terjadi pada pasien dengan insufisiensi sistem saraf pusat yang mempengaruhi aliran keluar dari pusat pernafasan ke diafragma dan otot-otot pernafasan lainnya. Kelainan sistem saraf yang dihubungkan dengan sentral sleep apnea meliputi neoplasma batang otak, infark batang otak, bulbar encephalitis, bedah spinal, cervical cordotomy, dan primary


(18)

2.2.2. Obstruktif Sleep apnea

Obstruktif sleep apnea merupakan gangguan pernafasan saat tidur yang paling sering terjadi, yang didefinisikan sebagai ketiadaan aliran udara meskipun terdapat usaha ventilasi yang ditandai dengan adanya kontraksi otot pernafasan (diafragma).1 Kelainan ini dapat disebabkan oleh penyempitan dan penutupan saluran nafas bagian atas saat tidur.7 Obstruktif sleep apnea sering dikaitkan dengan peningkatan morbiditas dan mortalitas kardiovaskular. Akibat psikomotor pada obstruktif sleep apnea adalah rasa kantuk berlebihan dan lelah pada siang hari serta kualitas tidur yang buruk karena pasien sering terbangun saat tidur.12

Gambar 1. Obstruktif sleep apnea13

2.2.3. Campuran Sleep apnea

Campuran sleep apnea merupakan kombinasi dari sentral sleep apnea dan obstruktif sleep apnea. Pola ini dimulai dengan setral sleep apnea yang ditandai oleh tidak adanya aliran udara yang terdeteksi pada mulut dan hidung serta tidak adanya


(19)

aktivitas otot pernafasan. Pola diakhiri dengan obstruktif sleep apnea yang ditandai dengan penghentian udara pada mulut dan hidung.1,4

2.3 Patofisiologi

Pada manusia, jalur udara di daerah orofaring dan hipofaring hampir tidak memiliki dukungan tulang yang kaku sehingga jalur udara dipertahankan tetap ada dengan adanya fungsi otot dilator faring. Otot-otot utama tersebut adalah otot genioglosus dan tensor palatina.1,14

Pasien dengan obstruktif sleep apnea memiliki penyempitan jalur nafas bagian atas. Dengan adanya penyempitan jalan nafas tersebut, terjadi percepatan aliran udara (efek Venturi). Tekanan negatif ditimbulkan tepi arus aliran udara. Semakin cepat aliran udara, semakin besar tekanan negatif (Prinsip Bernauli). Pada saat terbangun, tekanan negatif pada pasien obstruktif sleep apnea diambil alih oleh peningkatan aktivitas otot genioglosus dan tensor palatina yang menjaga jalan udara tetap ada. Selama tidur, kompensasi muskular hilang dan aktivitas otot kembali ke level yang sama pada individu tanpa obstruktif sleep apnea. Kehilangan tonus otot paling nyata selama fase rapid eye movement. Kombinasi penyempitan anatomi dan kehilangan kontrol neuromuskular menyebabkan kolapsnya jalan udara dan hambatan aliran udara.1,15

Adanya obstruksi nasal merupakan patogenesis gangguan pernafasan saat tidur termasuk obstruktif sleep apnea. Perubahan pola pernafasan hidung menjadi pernafasan mulut mengubah dinamika saluran pernafasan atas yang merupakan predisposisi kolapsnya saluran pernafasan tersebut. Efek stimulasi aliran udara dari


(20)

hidung menjadi hilang. Selain itu, hambatan nasal juga meningkatkan tekanan negatif saat inspirasi, serta menambah kolapsnya jalur udara secara anatomis.1

Kebiasaan mendengkur disebabkan oleh vibrasi jaringan lunak faring yang terjadi akibat resistensi oleh adanya gumpalan udara yang bergerak cepat. Tekanan udara yang ditarik ke dalam dan resistensi menyebabkan kerasnya suara dengkuran, sedangkan titi nada dipengaruhi oleh kelebatan dan konsistensi jaringan yang bergetar. Tepi posterior palatum lunak, uvula dan pilar tonsil merupakan area yang paling sering menyebabkan suara dengkuran.1

Hambatan maupun pengurangan aliran udara selama apnea menyebabkan hipoksia dan hiperkabnia. Untuk mengatasi resistensi jalan udara selama pernafasan, diperlukan peningkatan usaha inspirasi. Kombinasi hipoksia, hiperkabnia dan peningkatan usaha ventilasi menyebabkan fragmentasi tidur dan terbangun. Pada saat pasien terbangun, otot faring menjadi aktif kembali dan jalur udara terbuka. Pasien kemudian mengadakan hiperventilasi untuk memperbaiki kekacauan gas dalam darah lalu kembali tertidur dan siklus tersebut berulang kembali.1

2.4 Manifestasi Klinis

Manifestasi utama obstruktif sleep apnea adalah gangguan selama tidur dan gangguan setelah terbangun. Adapun gangguan selama tidur yaitu suara dengkuran yang keras yang menyebabkan pasangan tidur terganggu. Suara dengkuran penderita obstruktif sleep apnea memiliki variasi makin lama makin keras yang menunjukkan keparahan penyempitan jalan udara. Adapun gejala di siang hari yaitu rasa kantuk yang berlebihan, pasien mudah tertidur di setiap situasi. Pasien menyangkal bahwa


(21)

mereka mengantuk dan berkata bahwa mereka tertidur hanya pada saat duduk atau bosan. Oleh sebab itu, pasien obstruktif sleep apnea cenderung beresiko tinggi pada kecelakaan.6 Pasien dengan obstruktif sleep apnea mengalami peningkatan insiden kecelakaan lalu lintas, kecelakaan kerja, hasil kerja yang buruk, depresi, perselisihan keluarga, dan penurunan kualitas hidup.1 Keluhan lain pasien adalah sakit kepala pada pagi hari dan mual yang merupakan akibat dari hiperkabnia, sulit berkonsentrasi, cepat lelah serta penurunan libido.4,7

Kategori utama yang kedua terjadinya morbiditas dari sleep apnea adalah disfungsi kardiovaskular. Hipertensi sistemik telah dilaporkan pada lebih dari 50 persen penderita dengan sleep apnea. Rata-rata terjadi kenaikan tekanan darah di pagi hari setara dengan meningkatnya aktivitas apnea baik pada penderita obesitas maupun tidak. Kardiak aritmia juga diasosiasikan dengan sleep apnea tipe obstruktif. Hipoksemia, aritmia dan peningkatan tekanan darah sistemik dapat memicu ishkemia miokardial dan mungkin infarksi miokardial. Hipertensi pulmonari, polycithemia, dan cor pulmonale dapat dipercepat oleh hiperkabnia dan hipoksemia pada kasus obstruktif sleep apnea yang parah. Pasien dengan gangguan pernafasan saat tidur meningkatkan resiko stroke walaupun tanpa adanya obstruktif sleep apnea. Hasil akhir adalah meningkatnya mortalitas dan memperpendek harapan hidup bagi penderita obstruktif sleep apnea, khususnya bagi mereka dengan AHI > 20 kali per jam selama tidur.1


(22)

2.5 Diagnosa

Pemeriksaan yang diperlukan untuk menegakkan diagnosa yaitu pemeriksaan riwayat medis pasien, pemeriksaan radiografi, fiberoptic nasopharyngoscopy dan polisomnografi. Informasi tambahan didapat dari tes darah di laboratorium. Alat diagnostik tambahan untuk mendiagnostik pasien sleep apnea mencakup pemeriksaan darah rutin, serum elektrolit dan tes fungsi tiroid.1,4,6

2.5.1 Riwayat Medis

Langkah utama untuk mengevaluasi individu yang menderita sleep apnea adalah riwayat medis yang lengkap. Pasien ditanya mengenai kebiasaan tidur, rasa kantuk yang berlebihan di siang hari dan fatique. Penting untuk membedakan antara rasa kantuk, fatique atau rasa lelah, yang mana dapat mengacu pada masalah medis lainnya seperti depresi, anemia maupun gagal jantung. Suara dengkuran yang keras dan lama, khususnya jika disertai dengan terbangunnya pasien pada malam hari serta termegap-megap menunjukkan sleep apnea. Informasi tambahan berupa faktor resiko seperti kenaikan berat badan, konsumsi alkohol, merokok, penggunaan obat tidur dan sedasi. Kondisi medis predisposisi dan riwayat keluarga juga harus diperoleh dari pasien.1

Riwayat medis dapat diperoleh dari pasangan tidur pasien karena pasien cenderung tidak menyadari apa yang terjadi di saat tidur. Pasangan tidur mungkin melaporkan adanya dengkuran apnea dan tidur yang tidak lelap. Lebih lanjut, anggota keluarga dapat memberikan informasi yang berharga mengenai rasa kantuk di siang hari.7


(23)

2.5.2 Pemeriksaan Fisik

Setelah diperoleh riwayat medis yang lengkap, diperlukan pemeriksaan lengkap terhadap pasien.4 Pemeriksaan fisik dapat dibagi menjadi dua yaitu pemeriksaan umum dan pemeriksaan spesifik terhadap saluran nafas bagian atas. Pemeriksaan umum bertujuan untuk mendeteksi faktor predisposisi terhadap penyakit obstruktif sleep apnea seperti obesitas, hipertensi, abnormal endokrin, dan kelainan sistemik. Obesitas, terutama penumpukan lemak pada tubuh bagian atas sering diasosiasikan dengan keberadaan dan keparahan penyakit obstruktif sleep apnea. Berat badan, tinggi badan dan lingkar leher dicatat dan Body Mass Index dikalkulasi.1,2,6,10

Pemeriksaan saluran nafas bagian atas bertujuan untuk menentukan penyebab dan lokasi penyempitan saluran nafas serta mendeteksi abnormalitas anatomi. Pemeriksaan hidung mencakup deviasi septum nasal dan pembesaran turbin. Adanya mikrognatia, retrognatia dan makroglosia dapat ditemukan pada pemeriksaan rongga mulut. Retrognatia dan mikrognatia menyebabkan penempatan lidah pada daerah posterior sehingga terjadi penyempitan jalur nafas pada faring. Keberadaan massa tumor pada nasofaring dan hipofaring juga harus diperiksa. Pada faring, hipertrofi adenotonsilar, palatum lunak yang panjang, dasar lidah yang besar dan mukosa faring yang berlebihan merupakan penyebab obstruksi yang potensial. Pemeriksaan laring mencakup selaput pita suara dan paralisa pita suara.1,4,6

Fiberoptic nasopharyngoscopy memberikan informasi yang berharga pada pemeriksaan fisik. Pemeriksaan fiberoptic nasopharyngoscopy dilakukan dengan


(24)

Pasien disuruh menarik nafas kuat-kuat pada akhir ekspirasi. Lokasi dan derajat kolapsnya saluran nafas diperiksa. Pemeriksaan ini dilakukan saat pasien dalam posisi duduk maupun terlentang. Penampilan saluran nafas faring dan derajat

kolapsnya dinding faring dinilai dengan Müller Manuver.1,4,16 Teknik ini diusulkan oleh Borowiecki dan Sassin. Teknik ini mencoba menghasilkan kolapsnya

saluran nafas atas pada level retroglosal dan retropalatal, yang mirip dengan kolaps yang terjadi sewaktu tidur. Manuver ini dilakukan dengan meminta pasien menghasilkan inspirasi yang kuat dengan mulut dan hidung tertutup.

Gambar 2. Progresif kolaps pada level velofaring selama Müller Manuver16


(25)

Gambar 4. Progresif kolaps pada level retroglosal selama Müller Manuver16

2.5.3 Pemeriksaan Radiografi

Peranan radiografi dalam menegakkan diagnosa masih kontroversial. Tujuan utama pemeriksaan radiografi adalah untuk mengidentifikasi lokasi dan keparahan kolapsnya saluran nafas bagian atas khususnya hipofaring. Radiografi saluran nafas bagian atas meliputi radiografi sefalometri lateral, komputer tomografi dan magnetic

resonance imaging.1,2

Sefalometri merupakan metode yang paling sering digunakan untuk mengevaluasi jaringan lunak dan skeletal pada kepala dan leher. Gambaran dua dimensi ini memberikan informasi mengenai deformintas skeletal seperti retrognatia. Keuntungan penggunaan sefalometri adalah mudah dilakukan, tidak mahal dan pemaparan radiografi yang minimal, sedangkan keterbatasan sefalometri yaitu tidak dapat mengevaluasi secara tiga dimensi.1,4,6,12

Posisi maksila dan mandibula dapat dievaluasi dengan berbagai metode termasuk sudut SNA dan SNB. Pasien dengan defisiensi skeletal kebanyakan mengalami obstruksi pada dasar lidah atau pada level palatum lunak. Rilley dkk


(26)

menyatakan bahwa pasien obstruktif sleep apnea memiliki posisi tulang hyoid yang lebih inferior, palatum lunak yang lebih panjang dari normal dan penyempitan dasar lidah. 1,4,12

Komputer tomografi merupakan metode alternatif selain sefalometri yang digunakan untuk menilai saluran nafas bagian atas secara kuantitatif. Dengan menggunakan rekonstruksi CT secara tiga dimensi, Lowe dkk melaporkan bahwa penderita obstruktif sleep apnea memiliki permukaan lidah yang lebih besar dan permukaan saluran nafas yang lebih kecil.1,4

Magnetic Resonance Imaging (MRI) memberikan resolusi jaringan lunak yang lebih tinggi, radiografi multi bidang, rekonstruksi tiga dimensi, teknik radiografi ultrafast dan pemaparan radiografi yang minimal. MRI juga digunakan untuk mengevaluasi efikasi bedah jaringan lunak, namun bukan untuk memprediksi hasil bedah pasien sleep apnea.1

2.5.4 Polisomnografi

Polisomnografi merupakan alat diagnosa yang penting untuk mendiagnosa sleep apnea, melihat keparahan sleep apnea dan menentukan kesuksesan perawatan. Polisomnografi dilakukan di laboratorium tidur dengan memonitor tidur pasien sepanjang malam. Total waktu tidur yang dicatat paling sedikit 4 jam. Komponen polisomnogram adalah electroencephalogram (EEG), electrooculogram (EOG), electromyogram (EMG) dan electrocardiogram (ECG). Tahapan dan pola tidur ditentukan oleh gambaran EEG, EOG, dan EMG. Kardiak disritmia yang berpotensi mematikan dapat dideteksi dengan ECG. Penurunan 5% atau lebih saturasi oksigen


(27)

arteri dari nilai normal adalah signifikan selama episode apnea ataupun hipopnea. Usaha respirasi dan pola pernafasan diukur dengan respiratory inductive plethysmography ataupun dengan pengukuran perubahan tekanan intrathoraks dengan balon kateter esofagus. Perbedaan antara sentral sleep apnea dan obstruktif sleep apnea adalah hubungan antara aliran udara hidung dan mulut dengan pergerakan otot respirasi abdomen dan toraks. Sentral sleep apnea terjadi jika aliran udara dan pergerakan otot respiratori berhenti secara simultan, sedangkan obstruktif sleep apnea terjadi jika aliran udara pada mulut dan hidung terhambat namun otot respiratori pada toraks dan abdomen tetap bergerak tanpa berfungsi.1,4,17


(28)

BAB 3 PERAWATAN

Tujuan perawatan sleep apnea adalah mengurangi morbiditas dan mortalitas serta memperbaiki kualitas hidup. Perawatan yang ada saat ini bertujuan untuk memperlebar jalan udara faring, mengurangi kecenderungan kolaps dan menjaga jalan udara tetap terbuka.7 Perawatan tersebut dapat berupa perawatan non bedah dan perawatan bedah. Perawatan non bedah mencakup perubahan gaya hidup, continuous positive airway pressure dan pemakaian oral appliance, sedangkan perawatan bedah mencakup trakeostomi, bedah nasal, uvulopalatopharingoplasty, laser assisted

uvulopalatoplasty dan bedah ortognatik.1

3.1 Perawatan Non Bedah

Perawatan penderita sleep apnea harus dipertimbangkan dari berbagai segi termasuk menganalisa faktor individual yang berperan dalam penyakit tersebut. Gaya hidup penderita seperti obesitas merupakan faktor kontribusi terhadap penyakit sleep apnea. Pemakaian beberapa obat-obatan dan juga alkohol dapat memperparah sleep apnea. Selain perubahan gaya hidup, perawatan non bedah lainnya adalah pemakaian

oral appliance dan continuous positive airway pressure.3,4,18,19

3.1.1 Perubahan Gaya hidup

Obesitas, terutama adanya lemak pada leher merupakan faktor resiko utama terjadinya obstruktif sleep apnea. Diperkirakan bahwa 10 persen kenaikan berat


(29)

badan dapat memperparah index henti nafas hingga 30 persen namun penurunan 10 persen berat badan dapat menurunkan index henti nafas hingga 20 persen. Oleh karena itu, gaya hidup sehat dan diet yang mendorong penurunan berat badan sangat diperlukan. Namun sangat disesalkan bahwa kebanyakan penderita obstruktif sleep

apnea mudah lelah dan tidak memiliki banyak energi untuk berolahraga.4,18

Pemakaian alkohol, sedatif, narkotik, anastesi dan antihistamin sedasi, serta semua obat yang memberi efek depresi pada sistem saraf pusat harus dihindari. Penderita juga harus dimotivasi untuk menghentikan kebiasaan merokok. Penderita harus memperoleh tidur yang cukup dan teratur karena kekurangan tidur dapat memperparah apnea.1,6,18

Pada beberapa kasus, sleep apnea menjadi lebih parah pada posisi telentang. Mencegah posisi telentang dapat mengurangi keparahan apnea.1,6,18,19

Beberapa obat-obatan telah digunakan untuk perawatan obstruktif sleep apnea dengan berbagai hasil. Carbonic anhydrase inhibitor acetazolamide menstimulasi respirasi dengan memproduksi asidosis metabolik. Obat ini mengurangi apnea dan menurunkan keparahan desaturasi oksigen pada penderita sentral sleep apnea. Namun pada beberapa kasus, acetazolamide yang diberikan pada penderita obstruktif sleep apnea menyebabkan durasi obstruktif sleep apnea yang lama. Oleh karena itu, acetazolamide mungkin tidak diindikasikan untuk penanganan obstruktif sleep

apnea.4

Trisiklik antidepresan protriptyline merupakan obat yang paling efektif dan terbukti yang terbaik untuk merawat obstruktif sleep apnea. Smith dkk melaporkan


(30)

REM. Protriptyline juga memberikan efek menguntungkan berupa stimulasi tonus otot saluran nafas bagian atas, serta menurunkan presentase waktu yang dihabiskan pada fase tidur REM, sehingga mengurangi apnea REM yang lebih parah.4

3.1.2 Continuous Positive Airway Pressure

Continuous Positive Airway Pressure (CPAP) merupakan terapi obstruktif sleep apnea yang pertama kali dilakukan oleh dokter Collin Sullivan pada tahun 1981. Sejak saat itu CPAP menjadi pilihan yang paling banyak digunakan untuk merawat penderita obstruktif sleep apnea.3,19 Cara kerja CPAP yaitu menyediakan tekanan udara positif melalui sebuah face mask / nasal mask yang menciptakan pneumatic splint pada faring untuk mencegah kolapsnya jalan udara faring. Mesin CPAP meniupkan udara yang dipanaskan dan dilembabkan melalui pipa ke mask. Mask harus dikenakan dengan rapat untuk mencegah kebocoran udara. Terdapat beberapa tipe mask yang berbeda yaitu nasal mask, nasal pillow dan full face mask. Mesin CPAP berukuran sedikit lebih besar daripada alat pemanggang roti sehingga dapat dibawa dalam perjalanan.9,19

A B C


(31)

A B

Gambar 7. Mesin CPAP. A. Mesin CPAP. B. Penggunaan mesin CPAP sewaktu tidur21

Pemakaian CPAP menunjukkan penurunan frekuensi apnea dan desaturasi oksigen, serta mengurangi keparahan dan gangguan tidur dan rasa kantuk berlebihan di siang hari pada penderita obstruktif sleep apnea. CPAP dapat mencegah morbiditas kardiovaskular. CPAP juga dapat memperbaiki abnormalitas neuropsikiatrik seperti penyakit psikiatrik, terganggunya fungsi kognitif, penampilan dan mengurangi insiden kecelakaan motor dan memperbaiki kualitas hidup.3,9,18,19

Efek samping pemakaian CPAP yaitu kekeringan pada hidung maupun mulut, bersin-bersin dan keluarnya tetesan dari hidung, kongesti nasal, klautrofobia, terbangun pada malam hari, ketidaknyamanan mask, konjungtivitas akibat kebocoran udara, abrasi kulit, sulit menghembuskan nafas, aerofagi, ketidaknyamanan dada dan intoleransi pasangan tidur. Keluhan utama yang paling banyak yaitu kongesti nasal dan intoleransi mask.1,3,9

3.1.3 Oral appliance

Kebanyakan oral appliance dipakai untuk merawat kebiasaan mendengkur saja. Hanya sekitar 14 oral appliance yang dinyatakan US Food and Drug


(32)

Administration untuk perawatan obstruktif sleep apnea.3 American Sleep Disorders Association menyatakan bahwa oral appliance dapat digunakan untuk merawat kebiasaan mendengkur, obstruktif sleep apnea ringan dan obstruktif sleep apnea sedang hingga parah yang menolak perawatan CPAP.4 Cara kerja oral appliance dilaporkan dapat memperbaiki gejala siang hari. Beberapa efek samping pemakaian oral appliance adalah salivasi berlebihan, serostomia, iritasi jaringan lunak, ketidaknyamanan sementara pada gigi dan TMJ, serta perubahan minor temporer terhadap oklusi. Komplikasi yang lebih serius adalah perubahan oklusal permanen dan ketidaknyamanan TMJ yang signifikan.1,4,9

Tongue retaining device (TRD) dapat menarik lidah maju tanpa memajukan mandibula dan telah digunakan secara sukses untuk merawat penderita dengan obstruktif sleep apnea ringan hingga sedang. TRD berfungsi dengan menempatkan lidah pada sebuah gelembung yang diletakkan antara gigi-gigi anterior. Adanya adhesi permukaan menjaga lidah tetap pada tempatnya. Satu kerugian TRD yaitu lidah tidak selalu berada pada posisi maju karena tegangan permukaan lidah pada gelembung menjadi hilang seiring waktu. Penggunaan TRD mengharuskan pernafasan hidung oleh penderita sehingga mungkin akan menyulitkan bagi penderita dengan jalan nafas hidung yang tidak adekuat.4


(33)

Gambar 8. Tongue retaining device22

Mandibular repositioning appliance (MRA) merupakan tipe oral appliance yang paling banyak digunakan dan diteliti oleh peneliti. MRA diindikasikan pada penderita obstruktif sleep apnea ringan sampai sedang. MRA menstabilkan mandibula ke depan dan ke bawah dan secara tidak langsung mereposisi lidah dan palatum lunak sehingga dimensi jalan nafas bagian atas meningkat.17 Tipe two-piece adjustable MRA merupakan tipe yang paling populer digunakan karena memungkinkan derajat optimal dalam memajukan mandibula. Tipe one-piece, tipe monoblok MRA dibuat dengan mandibula berada dalam posisi fixed. Penyesuaian alat dilakukan di laboratorium dental dimana komponen alat rahang atas dan rahang bawah dipisah dan difiksasi pada posisi baru setelah pembuatan gigitan yang baru. MRA tersedia dalam 2 bentuk sediaan yaitu MRA yang dibuat pabrik dan MRA yang dibuat dokter gigi. MRA yang dibuat dokter gigi dengan membuat cetakan individual dan mengambil gigitan pasien kemudian dikirim ke lab dental, sedangkan MRA buatan pabrik kurang efektif dibanding MRA buatan dokter gigi.23,24


(34)

Gambar 9. Mandibular repositioning appliance25

Jenis oral appliance lain yang juga sering digunakan dan efektif adalah Herbst appliance yang merupakan alat untuk memajukan mandibula ke depan. Alat ini terdiri dari 2 komponen akrilik menyeruluh yang dikatupkan pada gigi maksila dan mandibula yang dihubungkan dengan perlekatan dua batang pipa yang memungkinkan pembukaan vertikal, protusi, keterbatasan pergerakan lateral dan tidak adanya pergerakan retrusif.4

3.2 Perawatan Bedah

Perawatan bedah lebih efektif pada penderita obstruktif sleep apnea dengan abnormalitas kraniofasial yang diskret daripada penderita dengan sampel obesitas. Berbagai prosedur bedah tersedia saat ini dan kebanyakan diarahkan langsung pada lokasi obstruksi. Prosedur bedah untuk merawat obstruktif sleep apnea meliputi trakeostomi, bedah nasal, uvulopalatopharyngoplasty dan beberapa prosedur bedah ortognatik. Pemilihan prosedur bedah untuk penderita ditentukan oleh keparahan sleep apnea, keberadaan defisiensi skeletal dan maksilofasial, lokasi obstruksi dan keberadaan obesitas yang morbid.1,3,4,6,9


(35)

3.2.1 Trakeostomi

Trakeostomi merupakan prosedur bedah pertama yang paling efektif untuk merawat penderita obstruktif sleep apnea. Prosedur ini dilakukan pertama kali oleh Kuhlo dkk pada tahun 1969. Tingkat keefektifannya hampir mencapai 100 persen dalam mengurangi tanda dan gejala obstruktif sleep apnea karena tidak melewati semua lokasi yang berpotensi obstruksi pada saluran nafas bagian atas. Setelah trakeostomi terjadi pengurangan yang cepat pada rasa kantuk siang hari dan perubahan pola tidur serta pengurangan frekuensi terbangunnya penderita.4,6

Penggunaan trakeostomi saat ini bermanfaat sebagai tindakan sementara untuk proteksi jalan udara pada penderita dengan sleep apnea berat dengan obesitas yang tidak normal atau anomali kraniofasial yang signifikan. Trakeostomi permanen sebagai perawatan jangka panjang untuk obstruktif sleep apnea menjadi suatu pilihan bagi penderita obesitas yang tidak normal dengan obesitas hipoventilasi sindrom atau bagi pasien dengan anomali kraniofasial signifikan yang telah gagal semua perawatan non-bedah maupun bedah.12

Konsep prosedur ini adalah apabila terdapat hambatan pernafasan dari hidung ke kotak suara, maka dibuat suatu lubang pada trakea yang dihubungkan dengan pipa udara. Lubang pada trakea disebut stoma. Stoma harus dijaga bersih dan diinsersi dengan pipa. Pipa trakeostomi harus dijaga bersih supaya tidak terjadi infeksi nyeri pada stoma, selain itu pipa udara dapat terhambat oleh sekresi.26

Prosedur bedah trakeostomi dimulai dengan insisi horizontal berbentuk H pada kulit dengan perluasan flap superior secara lateral (gambar 10). Setelah flap


(36)

ke-5, tergantung panjang trakea yang mudah tersingkap pada leher (gambar 11). Pasien yang membutuhkan flap trakeostomi kebanyakan menderita obesitas dan mempunyai retraksi trakea bagian atas tepat di bawah level klavikula.16

Jika diindikasikan, lipektomi submental dapat dilakukan melalui insisi ini. Pengambilan lemak yang tidak dibutuhkan ini mempermudah flap berada pada posisi yang lebih baik pada otot pengikat dan membuat stoma lebih mudah diatur.16

Bagian anterior trakea secara penuh tersingkap dengan adanya retraksi otot pengikat. Glandula tiroid dibagi pada midline dengan jahitan pada tiap lobus untuk mencegah pendarahan pada ujung bebas. Diseksi tajam dan tumpul pada fascia pretrakeal menyingkapkan keseluruhan anterior trakea. Trakea diinsisi dengan pola vertikal H (gambar 12), membentuk flap superior dan inferior yang diputar sehingga bertemu dengan kulit dan dilakukan penjahitan antara kulit leher dan dinding trakea dengan benang absorbable (gambar 13, 14).16

Setelah penyelesaian operasi, dilakukan pemasangan double-cannulated cuffed tube trakeostomi dengan balon. Jika tube asli yang ditempatkan pada saat pembedahan memuaskan, dapat diganti dengan noncuffed tube dengan ukuran yang sama setelah 5 – 14 hari.16

Terdapat beberapa variasi teknik standar yang sering digunakan, namun yang paling sering digunakan adalah suatu insisi melintang yang ditempatkan di pertengahan antara cricoid dan sternal notch. Insisi ini memberikan estetis yang lebih baik, meminimalkan dead space dan mengurangi resiko pembentukan seroma. Tujuan utama trakeostomi pada penderita sleep apnea adalah menjaga stoma tertutup pada siang hari sehingga pasien dapat berkomunikasi, melembabkan saluran udara


(37)

dan berfungsi secara fisiologis. Kancing stoma dilepas pada malam hari sebelum tidur untuk mencegah gejala obstruktif sleep apnea.16

Kanula trakea Montgomery telah digunakan dengan sukses pada pasien dengan nafas yang pendek. Kanula ini memberikan drainase luka pada fase awal penyembuhan dan tidak begitu mudah lepas dengan adanya cincin multipel. Pada stoma yang matang, tube montgomery yang lebih lunak dan pendek dapat digunakan. Tube ini digunakan pada pasien tanpa komplikasi luka dan sukses meminimalkan granulasi luka di kemudian hari. Tube Montgomery harus diganti setidaknya setiap 3 – 6 bulan.16

Gambar 10. Desain dan insisi kulit yang digambar dengan pola horizontal H dengan perpanjangan flap superior secara lateral16


(38)

Gambar 11. Elevasi lemak16


(39)

Gambar 13. Flap di putar untuk bertemu dengan kulit dan dijahit dengan benang absorbable antara kulit leher dan dinding trakea16


(40)

Gambar 15. Tube Montgomery trakeostomi.16

Kelemahan prosedur trakeostomi adalah kebanyakan penderita mengalami depresi biologis karena estetis yang tidak baik dan pemaparan terhadap komplikasi lokal seperti pendarahan, infeksi, nyeri dan pembentukan jaringan granulasi. Penderita juga mengalami peningkatan resiko terhadap komplikasi serius berupa stenosis trakea dan erosi pembuluh darah di sekitarnya. Karena kelemahan dan komplikasi yang ditimbulkan, trakeostomi permanen hanya dilakukan pada kasus parah pada obstruktif sleep apnea dengan tanda kardiovaskular. Simon dkk menyatakan bahwa prosedur trakeostomi merupakan terapi primer untuk penderita memiliki disritmia kardiak yang mengancam selama sleep apnea.4,6

3.2.2 Bedah Nasal

Obstruksi nasal dapat menyebabkan rasa kantuk yang berlebihan di siang hari, fragmentasi tidur, hipopnea dan pernafasan periodik selama tidur. Penderita dengan obstruktif sleep apnea sedang sampai parah, obstruksi nasal bukanlah faktor


(41)

penyebab. Obstruksi nasal dapat berupa deviasi septum nasal, polip nasal atau pembesaran konka. Prosedur nasal yang paling banyak dilakukan adalah septoplasti dan reduksi konka. Prosedur lain yang mungkin berguna untuk merawat obstruksi nasal yaitu nasal polipektomi ataupun turbinektomi. Pengaruh utama dari bedah nasal adalah peningkatan subjektif yang nyata dari nasal dan reduksi nasal untuk keperluan CPAP. 1,4,12,27

Gambar 16. Cara memperbaiki septum deviasi septum nasal.28

3.2.3 Uvulopalatopharingoplasty

Uvulopalatopharyngoplasty (UPPP) telah digunakan untuk merawat sleep apnea sejak 25 tahun yang lalu. Prosedur uvuloplasti dapat memperbesar jalan udara faring dan membuat kaku dinding faring, serta mengurangi kolapsnya saluran nafas bagian atas. Prosedur uvulopalatopharyngoplasty mencakup eliminasi obstruksi orofaring melalui tonsilektomi dan adenoidektomi, eksisi uvula, mengambil mukosa


(42)

lateral faring yang berlebihan dan pemotongan 8-15 mm sepanjang margin posterior palatum lunak.1,4,6,12

Teknik bedah UPPP bervariasi, namun tujuan utama adalah memperpendek palatum dan memperbesar jalan udara posterior. Insisi mukosa dibuat dengan elektrokauteri pada bagian permukaan anterior palatum lunak. Diseksi dilakukan dari lateral mencakup tonsil palatina. Dasar tonsil dikoagulasi untuk hemostasis. Otot palatal dieksisi dan mukosa nasofaring ditarik ke depan untuk mendapatkan kerapatan primer. Penjahitan dengan teknik multipel interrupted resorbable. Jika tonsil diambil, mukosa dinding anterior ditutupkan ke dinding posterior. Hal ini berguna untuk menghilangkan jaringan faring yang berlebihan dan melonggarkan ataupun mempererat dinding faring.4

Gambar 17. Uvulopalatopharyngoplasty. A-C. Tonsil dan uvula dibuang serta pilar anterior ditutup ke pilar posterior.4


(43)

Komplikasi yang mungkin ditimbulkan oleh prosedur UPPP adalah perubahan fungsi palatum, insufisiensi velofaringeal, stenosis dan disfagia. Penderita juga merasakan adanya reflux cairan ke hidung dan keluarnya udara hidung selama berbicara. Rasa sakit pascaoperasi adalah signifikan, oleh karena itu analgesia harus diberikan.4,6,12

3.2.4 Laser Assisted Uvulopalatoplasty

Laser Assisted Uvulopalatoplasty (LAUP) adalah prosedur bedah yang digunakan untuk merawat kebiasaan mendengkur dan obstruktif sleep apnea dengan cara membentuk dan mengkontur kembali palatum lunak di bawah anastesi lokal dengan menggunakan laser CO2. LAUP diperkenalkan pertama kali pada tahun 1980

oleh dokter Yves-Victor Kamami. Tujuan utama LAUP adalah mengurangi obstruksi jalan nafas faring dengan mengurangi volume jaringan pada uvula, palatum lunak dan bagian teratas dari dinding faring posterior.29

Pada awalnya prosedur bedah LAUP merupakan teknik multiple stage yang melibatkan empat atau lima sesi yang memiliki interval per bulan. Seiring dengan waktu, prosedur tersebut dipersingkat dan hanya melibatkan satu tahap yang disebut teknik single stage. Prosedur ini diawali dengan pembuatan dua insisi vertikal paramedian dengan ketinggian 2-3 cm pada lateral uvula yang diperluas ke pertemuan antara palatum keras dan palatum lunak. Basis uvula ditarik ke lateral dengan Kocher clamp supaya insisi horizontal dapat dibuat tepat di bawah basis uvula, uvula pada apeks palatum lunak dibentuk kembali sehingga terbentuk uvula kecil yang baru.


(44)

Uvula yang baru bergantung pada bagian belakang palatum keras sehingga dapat mencegah bekas luka sentripetal.4,11,29

A B

Gambar 18. LAUP single stage. A. Insisi vertikal dan pembuatan neo-uvula. B. Pembuatan U-shape pada pilar posterior.29

Biasanya tidak terdapat komplikasi serius yang terjadi selama operasi maupun selama fase pascaoperasi LAUP. Observasi pascaoperasi pada unit rawat medis tidak diperlukan. Tidak ada perubahan klinis yang teridentifikasi sewaktu bicara ataupun fungsi velofaring. Infeksi jarang terjadi kecuali bila terdapat kandidiasis oral.29

3.2.5 Bedah Ortognatik

Berbagai prosedur bedah ortognatik telah dilakukan untuk merawat obstruktif sleep apnea. Mayoritas obstruksi jalan udara pada palatum lunak dan basis lidah. Prosedur bedah ortognatik dapat mengubah ukiran jalan udara di berbagai regio. Mandibular advancement dan genial advancement bekerja dengan mengubah posisi mandibula dan tulang hyoid.4


(45)

3.2.5.1 Maxillomandibular Advancement (MMA)

Abnormalitas tulang maksilofasial diketahui sebagai faktor resiko obstruktif sleep apnea. MMA dinyatakan sebagai perawatan jangka panjang yang paling sukses pada penderita obstruktif sleep apnea, dengan tingkat kesuksesan rata-rata hampir mencapai 90 persen. Walaupun MMA merupakan prosedur bedah yang invasif, namun resiko akibat pembedahan adalah rendah mencakup pembedahan, infeksi, maloklusi dan kebas permanen.1,9

Teknik bedah MMA mencakup osteotomi standar Le Fort I yang dikombinasikan dengan split sagital osteotomi pada mandibula untuk memajukan maksila dan mandibula. Osteotomi Le Fort I pada maksila dilakukan diatas apikal gigi. Maksila difrakturkan ke bawah setelah separasi pterygomaksilari. Arteri palatina harus dijaga. Maksila dimobilisasi dengan memajukan kira-kira 10-14 mm. Selama mobilisasi, integritas arteri palatina harus tetap dipertahankan. Jika terdapat tegangan berlebihan, arteri harus dipotong dan dibagi untuk mencegah pendarahan berlebihan akibat rusaknya pembuluh darah. Fiksasi rigid dengan 4 lempeng (plate). Susunan gigi maksila dan mandibula, pertumbuhan gigi dan wajah adalah penting sekali untuk oklusi yang dapat diterima dan estetis. Osteotomi mandibula dilakukan dengan teknik split sagital. Korteks medial dan lateral diseparasi pada regio ramus dengan menjaga keutuhan nervus inferior alveolar. Segmen mandibula dimajukan sejauh maksila sehingga oklusi direstorasi. Fiksasi rigid didapat dengan 3 screw yang ditempatkan pada tiap sisi (plates sering digunakan untuk menjembatani sisi osteotomi untuk mendapatkan rigiditas) setelah mandibula distabilasasi dengan intermaxillary


(46)

A B

Gambar 19. Maxillomandibular advancement. A. Sebelum operasi. B. Sesudah operasi.16

Gambar 20. Maxillomandibular advancement. A. Gambaran radiografi sefalometri sebelum operasi. B. Gambaran radiografi sefalometri sesudah operasi16


(47)

3.2.5.2 Maxillomandibular Expansion

Adanya konstriksi maksila disertai palatum keras yang tinggi dan sempit sering ditemukan pada penderita obstruktif sleep apnea. Berbagai peneliti menyatakan bahwa ekspansi maksila dapat memperbaiki obstruktif sleep apnea pada anak-anak, remaja maupun dewasa. Penderita obstruktif sleep apnea dengan konstriksi maksila cenderung disertai dengan konstriksi mandibula, oleh karena itu perawatan obstruktif sleep apnea dengan ekspansi maksila dan mandibula lebih menguntungkan dalam mengurangi keparahan obstruktif sleep apnea. Pada pasien anak-anak, prosedur ini tidak memerlukan tindakan bedah karena sutura palatina mediana belum mengalami osifikasi. Namun fusi sutura palatina terjadi setelah remaja, oleh karena itu osteotomi dibutuhkan untuk ekspansi12,16

Prosedur bedah dilakukan diruang operasi dibawah anastesi umum. Ekspansi maksila dilakukan dengan osteotomi terbatas pada Le Fort I tanpa memfrakturkan maksila ke bawah. Osteotomi yang terbatas pada midline maksila juga dilakukan. Alat distraksi biasanya ditempatkan oleh ahli ortodonti sebelum pembedahan dan diaktivasi sebesar 0,5 mm pada penyelesaian operasi. Pada mandibula, osteotomi


(48)

Gambar 21. Osteotomi maksila untuk memfasilitasi pelebaran maksila16

A B


(49)

Gambar 23. Pelebaran mandibula. A. Sebelum. B. Sesudah16

Diikuti periode laten selama 5-7 hari. Alat tersebut diaktivasi dua sampai empat kali sehari untuk mendapatkan perpanjangan tulang 1 mm setiap hari. Total ekspansi yang dihasilkan ditentukan oleh anatomi pasien, pertumbuhan gigi, penampilan wajah dan keparahan obstruktif sleep apnea. Biasanya ekspansi sebesar 5-10 mm dapat dicapai. Setelah penyelesaian distraksi (sekitar 1-3 minggu), alat distraksi dipertahankan lebih kurang 2-3 bulan agar osifikasi terjadi. Alat distraksi maksila dapat dilepas ahli ortodonti dan alat distraksi mandibula dilepaskan di bawah anastesi umum.16


(50)

Gambar 24. Gambaran klinis yang menunjukkan pelebaran maksila16


(51)

3.2.5.3 Genioglossus Advancement (GA)

Penempatan posisi lidah dan mandibula lebih ke anterior menunjukkan perbaikan obstruktif sleep apnea. Genioglossus advancement merupakan suatu prosedur untuk memajukan geniotubercle dan insersi genioglossus tanpa memindahkan mandibula. Prosedur ini menimbulkan ketegangan pada otot lidah sehingga membatasi pergerakan ke posterior selama tidur. Prosedur GA terdiri dari osteotomi berbentuk empat persegi panjang pada bagian apikal gigi dengan mempertahankan batas inferior mandibula sehingga genial tubercle dan perlekatan ototnya dapat dimajukan secara maksimal dengan perubahan kecantikan yang minimal. Insisi mukosa vestibular yang dimodifikasi ke bawah ke bagian anterior mandibula. Osteotomi bikortikal berbentuk segi empat persegi panjang dengan ukuran 2 cm x 1 cm dilakukan dengan gergaji. Pemotongan harus dilakukan 5 mm atau lebih di bawah apeks akar. Osteotomi didesain menyerupai bentuk laci sehingga otot genial dapat ditarik keluar. Tulang harus cukup lebar sehingga dapat dirotasikan ± 20 – 90°. Bagian terluar tulang kortikal dan kanselous yang berbentuk segi empat dapat dibuang sedangkan korteks bagian dalam difiksasi dengan bone screw. Pendarahan tulang kanselous harus dikendalikan.4,12,16


(52)

A. B.

Gambar 26. A. Fragmen tulang dari rahang bawah yang ditarik kedepan dan ditahan pada tempatnya dengan menggunakan titanium screw. B. Gambaran samping dari kepala dan leher setelah prosedur genioglosus advancement30


(53)

BAB 4 KESIMPULAN

Sleep apnea merupakan kelainan gangguan tidur yang sering terjadi dan memiliki karakteristik berupa penghentian nafas secara berulang selama tidur dan menyebabkan rasa kantuk yang berlebihan di siang hari, terganggunya fungsi kognitif termasuk terganggunya memori yang berdampak terhadap kualitas hidup pasien.1,9 Terdapat 3 tipe sleep apnea yaitu sleep apnea tipe sentral, obstruktif dan campuran.4,9,11 Sleep apnea tipe obstruktif merupakan sleep apnea yang paling sering terjadi dan ditandai dengan adanya obstruksi saluran nafas bagian atas. Diagnosa sleep apnea didasarkan pada riwayat medis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan radiografi.1,2

Morbiditas sleep apnea dapat dikurangi dengan perawatan yang tepat. Berbagai perawatan sleep apnea telah tersedia saat ini. Perawatan bervariasi dari perubahan gaya hidup, penggunaan CPAP, hingga perawatan bedah. Pemilihan perawatan sangat kompleks tergantung variasi anatomi dan fisiologi penderita, pilihan penderita, keparahan penyakit dan ketersediaan perawatan.1,15,18 Perawatan bedah merupakan jenis perawatan yang dilakukan bila perawatan dengan CPAP gagal. Yang termasuk perawatan bedah yaitu trakeostomi, bedah nasal, uvulopalatopharyngoplasty, laser assisted uvulopalatoplasty dan bedah ortognatik yang terdiri dari maxillomandibular advancement, maxillomandibular expansion dan


(54)

dan kotak suara, maka dibuat suatu lubang pada trakea. Kerugian trakeostomi yaitu pasien mengalami depresi psikologis dengan pemakaian trakeostomi jangka panjang akibat tidak estetis. Komplikasi trakeostomi lainnya berupa pendarahan, infeksi, nyeri dan pembentukan jaringan granulasi.4,21 Prosedur bedah nasal adalah prosedur yang dilakukan untuk merawat obstruksi nasal berupa deviasi septum nasal, nasal polip dan pembesaran turbin. Teknik bedah lain yang digunakan untuk mengeliminasi obstruksi orofaring yaitu uvulopalatopharyngoplasty. Prosedurnya meliputi tonsilektomi dan adenoidektomi, mengeksisi uvula, mengambil mukosa lateral faring serta memotong margin posterior palatum lunak. Laser assisted uvulopalatoplasty yaitu prosedur untuk mengambil uvula dan bagian palatum lunak dengan insisi laser CO2 dan

vaporisasi.12 Salah satu perawatan yang cukup efektif untuk obstruktif sleep apnea adalah Maxillomandibular advancement, walaupun prosedurnya cukup invasif. Secara umum prosedur ini dapat diterima dan hanya menimbulkan komplikasi minimal.9,12,15 Maxillomandibular expansion adalah prosedur yang kurang invasif dibandingkan prosedur dibanding maxillomandibular advancement. Prosedur ini terdiri dari osteotomi terbatas untuk membesarkan maksila dan mandibula dengan distraktor.12 Genioglossus advancement merupakan salah satu prosedur yang bertujuan untuk membesarkan jalan nafas posterior pada regio hipofaring dasar lidah. Teknik genioglossus advancement sederhana namun hasilnya tidak konsisten.15


(55)

DAFTAR RUJUKAN

1. Lee KJ. Essential otolaryngology. 8th ed. New York: McGraw-Hill Companies., 2001: 57-65

2. Troell RJ, Terris DJ. Sleep apnea and sleep-disordered breathing. In: Cummings CW, Flint PW, Harker LA et al eds. Cummings otolaryngology

head & neck surgery. Vol II. 4th ed. Philadelphia: Mosby, Inc., 2005: 1701-16

3. Qureshi A, Ballard RD. Current reviews of allergy and clinical immunology. J Allergy Clin Immunol 2003; 112(4): 643-51

4. Tiner BD, Waite PD. Surgical and nonsurgical management of obstructive sleep apnea. In: Miloro M, Ghali GE, Larsen PE, Waite PD. Peterson’s

principles of oral and maxillofacial surgery. 2nd ed. Hamilton: BC Decker

Inc., 2004: 1297-313

5. Lumbantobing SM. Gangguan tidur. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2004: 20-5

6. Rodriguez HP, Berggen DV. Biology and treatment of sleep apnea. In: Water TRVD, Staecker H. Otolaryngology basic science and clinical review. NewYork: Thieme Medical Publishers,Inc., 2006: 71-82

7. Budev MM, Golish JA. Sleep disorder breathing.

8. Lavie P. Insomnia and sleep-disordered breathing. Sleep Medicine 2007; 4: 21-5


(56)

9. Banno K, Kryger MH. Sleep apnea: clinical investigation in humans. Sleep Medicine 2007; 8: 400-26

10.Friedman. Sleep apnea and snoring. Philadelphia: Elsevier Inc., 2009: 45-6 11.Romero OF, Berdinas BG, Betanzos AA, Bonillo VM. A new method for

sleep apnea classification using wavelets and feedforward neural networks. Artificial Intelligence in Medicine 2005; 34: 65-76

12.Li KK. Surgical therapy for adult obstructive sleep apnea . Sleep Medicine Review 2005; 9: 201-9

13.Golish JA. Diagnosing obstructive sleep apnea. <http://www.mysleep test.com

14.Kushida CA. Obstructive sleep apnea. 4nd. California: Informa Healthcare, 2007: 36

> (5 November 2009)

15.Pack AI. Sleep apnea pathogenesis, diagnosis, and treatment. New York: Marcel Dekker Inc., 2002: 218-9

16.Kountakis SE, Onerci M. Rhinologic and sleep apnea surgical techniques. Berlin: Springer, 2007: 255-376

17.Randerath WJ, Sanner BM, Somers VK. Sleep apnea current diagnosis and treatment. Vol 35. Basel: S. Karger AG, 2006 :151-9

18.Sanchez AI, Martinez P, Miro E, Bardwell WA, Buela-Casal G. Cpap and behavioral therapies in patients with obstructive sleep apnea: effects on daytime sleepiness, mood, and cognitive function. Sleep Medicine Review 2009; 13:223-33


(57)

20.Anonymous. CPAP Mask. 21. Anonymous. CPAP machine 22. Anonymous. Tongue retaining device.

2009)

23.Ferguson KA, Cartwright R, Rogers R, Schmidt-Nowara W. Oral appliances for snoring and obstructive sleep apnea: a review. Sleep 2006; 29(2): 244-61 24.Moore KE. Oral appliances treatment for obstructive sleep apnea. Operative

Techniques in Otolaryngology 2007; 18: 52-6

25.Anonymous. Mandibular repositioning appliance. Oktober 2009)

26.Anonymous. Surgical treatment of obstructive sleep apnea.

27.Kereiakes TJ. Indication for UPPP in snoring and sleep apnea. In: Pensak ML. controversies in otolaryngology. New York: Thieme Medical Publisher, Inc, 2001: 57-65

28.Ghorayeb BY. Otolaryngology houston. Septoplasty (submucous resection).

29.Kamami YV. Outpatient treatment of snoring and sleep apnea syndrome with

CO2 laser : laser-assisted uvulopalatoplasty. In: Clayman L, Kuo P,eds. Laser

in maxillofacial surgery and dentistry. New York: Thieme Medical Publishers,Inc., 1997: 111-20

30.Anonymous. Tongue region procedures. Genioglossus advancement. 2009.


(58)

Fakultas Kedokteran Gigi

Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial Tahun 2010

Dorinda

Penanganan Penderita Sleep Apnea dan Kebiasaan Mendengkur Ix + 44 halaman

Gangguan pernafasan saat tidur merupakan gangguan pernafasan abnormal secara luas yang memiliki karakteristik berupa berhentinya nafas secara berulang selama tidur. Sleep apnea didefinisikan sebagai suatu kelainan yang memiliki karakteristik pernafasan abnormal berupa berhentinya nafas selama tidur serta memiliki konsekuensi rasa kantuk di siang hari dan terganggunya fungsi kognitif, termasuk terganggunya ingatan. Kebiasaan mendengkur adalah bernafas selama tidur dengan suara parau yang disebabkan vibrasi atau getaran dari palatum lunak.

Sleep apnea dapat diklasifikasikan atas 3 tipe yaitu sentral sleep apnea, obstuktif sleep apnea, dan campuran sleep apnea. Sentral sleep apnea didefinisikan sebagai ketiadaan aliran udara akibat kurangnya usaha ventilasi yang disebabkan oleh reduksi impuls dari sistem saraf pusat ke otot pernafasan. Obstruktif sleep apnea merupakan gangguan pernafasan saat tidur yang paling sering terjadi, yang didefinisikan sebagai ketiadaan aliran udara meskipun terdapat usaha ventilasi yang ditandai dengan adanya kontraksi otot pernafasan (diafragma). Campuran sleep apnea merupakan kombinasi dari sentral sleep apnea dan obstruktif sleep apnea.


(59)

Pemeriksaan yang diperlukan untuk menegakkan diagnosa yaitu pemeriksaan riwayat medis pasien, pemeriksaan radiografi, fiberoptic nasopharyngoscopy dan polisomnografi.

Perawatan sleep apnea dapat berupa perawatan non bedah dan perawatan bedah. Perawatan non bedah mencakup perubahan gaya hidup, continuous positive airway pressure dan pemakaian oral appliance, sedangkan perawatan bedah mencakup trakeostomi, bedah nasal, uvulopalatopharingoplasty, laser assisted uvulopalatoplasty dan bedah ortognatik.


(1)

dan kotak suara, maka dibuat suatu lubang pada trakea. Kerugian trakeostomi yaitu pasien mengalami depresi psikologis dengan pemakaian trakeostomi jangka panjang akibat tidak estetis. Komplikasi trakeostomi lainnya berupa pendarahan, infeksi, nyeri dan pembentukan jaringan granulasi.4,21 Prosedur bedah nasal adalah prosedur yang dilakukan untuk merawat obstruksi nasal berupa deviasi septum nasal, nasal polip dan pembesaran turbin. Teknik bedah lain yang digunakan untuk mengeliminasi obstruksi orofaring yaitu uvulopalatopharyngoplasty. Prosedurnya meliputi tonsilektomi dan adenoidektomi, mengeksisi uvula, mengambil mukosa lateral faring serta memotong margin posterior palatum lunak. Laser assisted uvulopalatoplasty yaitu prosedur untuk mengambil uvula dan bagian palatum lunak dengan insisi laser CO2 dan vaporisasi.12 Salah satu perawatan yang cukup efektif untuk obstruktif sleep apnea adalah Maxillomandibular advancement, walaupun prosedurnya cukup invasif. Secara umum prosedur ini dapat diterima dan hanya menimbulkan komplikasi minimal.9,12,15 Maxillomandibular expansion adalah prosedur yang kurang invasif dibandingkan prosedur dibanding maxillomandibular advancement. Prosedur ini terdiri dari osteotomi terbatas untuk membesarkan maksila dan mandibula dengan distraktor.12 Genioglossus advancement merupakan salah satu prosedur yang bertujuan untuk membesarkan jalan nafas posterior pada regio hipofaring dasar lidah. Teknik genioglossus advancement sederhana namun hasilnya tidak konsisten.15


(2)

DAFTAR RUJUKAN

1. Lee KJ. Essential otolaryngology. 8th ed. New York: McGraw-Hill Companies., 2001: 57-65

2. Troell RJ, Terris DJ. Sleep apnea and sleep-disordered breathing. In: Cummings CW, Flint PW, Harker LA et al eds. Cummings otolaryngology head & neck surgery. Vol II. 4th ed. Philadelphia: Mosby, Inc., 2005: 1701-16 3. Qureshi A, Ballard RD. Current reviews of allergy and clinical immunology. J

Allergy Clin Immunol 2003; 112(4): 643-51

4. Tiner BD, Waite PD. Surgical and nonsurgical management of obstructive sleep apnea. In: Miloro M, Ghali GE, Larsen PE, Waite PD. Peterson’s principles of oral and maxillofacial surgery. 2nd ed. Hamilton: BC Decker Inc., 2004: 1297-313

5. Lumbantobing SM. Gangguan tidur. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2004: 20-5

6. Rodriguez HP, Berggen DV. Biology and treatment of sleep apnea. In: Water TRVD, Staecker H. Otolaryngology basic science and clinical review. NewYork: Thieme Medical Publishers,Inc., 2006: 71-82

7. Budev MM, Golish JA. Sleep disorder breathing.

8. Lavie P. Insomnia and sleep-disordered breathing. Sleep Medicine 2007; 4: 21-5


(3)

9. Banno K, Kryger MH. Sleep apnea: clinical investigation in humans. Sleep Medicine 2007; 8: 400-26

10.Friedman. Sleep apnea and snoring. Philadelphia: Elsevier Inc., 2009: 45-6 11.Romero OF, Berdinas BG, Betanzos AA, Bonillo VM. A new method for

sleep apnea classification using wavelets and feedforward neural networks. Artificial Intelligence in Medicine 2005; 34: 65-76

12.Li KK. Surgical therapy for adult obstructive sleep apnea . Sleep Medicine Review 2005; 9: 201-9

13.Golish JA. Diagnosing obstructive sleep apnea. <http://www.mysleep test.com

14.Kushida CA. Obstructive sleep apnea. 4nd. California: Informa Healthcare, 2007: 36

> (5 November 2009)

15.Pack AI. Sleep apnea pathogenesis, diagnosis, and treatment. New York: Marcel Dekker Inc., 2002: 218-9

16.Kountakis SE, Onerci M. Rhinologic and sleep apnea surgical techniques. Berlin: Springer, 2007: 255-376

17.Randerath WJ, Sanner BM, Somers VK. Sleep apnea current diagnosis and treatment. Vol 35. Basel: S. Karger AG, 2006 :151-9

18.Sanchez AI, Martinez P, Miro E, Bardwell WA, Buela-Casal G. Cpap and behavioral therapies in patients with obstructive sleep apnea: effects on daytime sleepiness, mood, and cognitive function. Sleep Medicine Review 2009; 13:223-33


(4)

20.Anonymous. CPAP Mask.

21. Anonymous. CPAP machine 22. Anonymous. Tongue retaining device.

2009)

23.Ferguson KA, Cartwright R, Rogers R, Schmidt-Nowara W. Oral appliances for snoring and obstructive sleep apnea: a review. Sleep 2006; 29(2): 244-61 24.Moore KE. Oral appliances treatment for obstructive sleep apnea. Operative

Techniques in Otolaryngology 2007; 18: 52-6

25.Anonymous. Mandibular repositioning appliance. Oktober 2009)

26.Anonymous. Surgical treatment of obstructive sleep apnea.

27.Kereiakes TJ. Indication for UPPP in snoring and sleep apnea. In: Pensak ML. controversies in otolaryngology. New York: Thieme Medical Publisher, Inc, 2001: 57-65

28.Ghorayeb BY. Otolaryngology houston. Septoplasty (submucous resection).

29.Kamami YV. Outpatient treatment of snoring and sleep apnea syndrome with CO2 laser : laser-assisted uvulopalatoplasty. In: Clayman L, Kuo P,eds. Laser in maxillofacial surgery and dentistry. New York: Thieme Medical Publishers,Inc., 1997: 111-20

30.Anonymous. Tongue region procedures. Genioglossus advancement. 2009.


(5)

Fakultas Kedokteran Gigi

Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial Tahun 2010

Dorinda

Penanganan Penderita Sleep Apnea dan Kebiasaan Mendengkur Ix + 44 halaman

Gangguan pernafasan saat tidur merupakan gangguan pernafasan abnormal secara luas yang memiliki karakteristik berupa berhentinya nafas secara berulang selama tidur. Sleep apnea didefinisikan sebagai suatu kelainan yang memiliki karakteristik pernafasan abnormal berupa berhentinya nafas selama tidur serta memiliki konsekuensi rasa kantuk di siang hari dan terganggunya fungsi kognitif, termasuk terganggunya ingatan. Kebiasaan mendengkur adalah bernafas selama tidur dengan suara parau yang disebabkan vibrasi atau getaran dari palatum lunak.

Sleep apnea dapat diklasifikasikan atas 3 tipe yaitu sentral sleep apnea, obstuktif sleep apnea, dan campuran sleep apnea. Sentral sleep apnea didefinisikan sebagai ketiadaan aliran udara akibat kurangnya usaha ventilasi yang disebabkan oleh reduksi impuls dari sistem saraf pusat ke otot pernafasan. Obstruktif sleep apnea merupakan gangguan pernafasan saat tidur yang paling sering terjadi, yang didefinisikan sebagai ketiadaan aliran udara meskipun terdapat usaha ventilasi yang ditandai dengan adanya kontraksi otot pernafasan (diafragma). Campuran sleep apnea merupakan kombinasi dari sentral sleep apnea dan obstruktif sleep apnea.


(6)

Pemeriksaan yang diperlukan untuk menegakkan diagnosa yaitu pemeriksaan riwayat medis pasien, pemeriksaan radiografi, fiberoptic nasopharyngoscopy dan polisomnografi.

Perawatan sleep apnea dapat berupa perawatan non bedah dan perawatan bedah. Perawatan non bedah mencakup perubahan gaya hidup, continuous positive airway pressure dan pemakaian oral appliance, sedangkan perawatan bedah mencakup trakeostomi, bedah nasal, uvulopalatopharingoplasty, laser assisted uvulopalatoplasty dan bedah ortognatik.