2.5 Diagnosa
Pemeriksaan yang diperlukan untuk menegakkan diagnosa yaitu pemeriksaan riwayat medis pasien, pemeriksaan radiografi, fiberoptic nasopharyngoscopy dan
polisomnografi. Informasi tambahan didapat dari tes darah di laboratorium. Alat diagnostik tambahan untuk mendiagnostik pasien sleep apnea mencakup pemeriksaan
darah rutin, serum elektrolit dan tes fungsi tiroid.
1,4,6
2.5.1 Riwayat Medis
Langkah utama untuk mengevaluasi individu yang menderita sleep apnea adalah riwayat medis yang lengkap. Pasien ditanya mengenai kebiasaan tidur, rasa
kantuk yang berlebihan di siang hari dan fatique. Penting untuk membedakan antara rasa kantuk, fatique atau rasa lelah, yang mana dapat mengacu pada masalah medis
lainnya seperti depresi, anemia maupun gagal jantung. Suara dengkuran yang keras dan lama, khususnya jika disertai dengan terbangunnya pasien pada malam hari serta
termegap-megap menunjukkan sleep apnea. Informasi tambahan berupa faktor resiko seperti kenaikan berat badan, konsumsi alkohol, merokok, penggunaan obat tidur dan
sedasi. Kondisi medis predisposisi dan riwayat keluarga juga harus diperoleh dari pasien.
1
Riwayat medis dapat diperoleh dari pasangan tidur pasien karena pasien cenderung tidak menyadari apa yang terjadi di saat tidur. Pasangan tidur mungkin
melaporkan adanya dengkuran apnea dan tidur yang tidak lelap. Lebih lanjut, anggota keluarga dapat memberikan informasi yang berharga mengenai rasa kantuk di siang
hari.
7
Universitas Sumatera Utara
2.5.2 Pemeriksaan Fisik
Setelah diperoleh riwayat medis yang lengkap, diperlukan pemeriksaan lengkap terhadap pasien.
4
Pemeriksaan fisik dapat dibagi menjadi dua yaitu pemeriksaan umum dan pemeriksaan spesifik terhadap saluran nafas bagian atas.
Pemeriksaan umum bertujuan untuk mendeteksi faktor predisposisi terhadap penyakit obstruktif sleep apnea seperti obesitas, hipertensi, abnormal endokrin, dan kelainan
sistemik. Obesitas, terutama penumpukan lemak pada tubuh bagian atas sering diasosiasikan dengan keberadaan dan keparahan penyakit obstruktif sleep apnea.
Berat badan, tinggi badan dan lingkar leher dicatat dan Body Mass Index dikalkulasi.
1,2,6,10
Pemeriksaan saluran nafas bagian atas bertujuan untuk menentukan penyebab dan lokasi penyempitan saluran nafas serta mendeteksi abnormalitas anatomi.
Pemeriksaan hidung mencakup deviasi septum nasal dan pembesaran turbin. Adanya mikrognatia, retrognatia dan makroglosia dapat ditemukan pada pemeriksaan rongga
mulut. Retrognatia dan mikrognatia menyebabkan penempatan lidah pada daerah posterior sehingga terjadi penyempitan jalur nafas pada faring. Keberadaan massa
tumor pada nasofaring dan hipofaring juga harus diperiksa. Pada faring, hipertrofi adenotonsilar, palatum lunak yang panjang, dasar lidah yang besar dan mukosa faring
yang berlebihan merupakan penyebab obstruksi yang potensial. Pemeriksaan laring mencakup selaput pita suara dan paralisa pita suara.
1,4,6
Fiberoptic nasopharyngoscopy memberikan informasi yang berharga pada pemeriksaan fisik. Pemeriksaan fiberoptic nasopharyngoscopy dilakukan dengan
memasukkan alat tersebut melewati hidung dan diposisikan tepat di atas segmen.
Universitas Sumatera Utara
Pasien disuruh menarik nafas kuat-kuat pada akhir ekspirasi. Lokasi dan derajat kolapsnya saluran nafas diperiksa. Pemeriksaan ini dilakukan saat pasien dalam
posisi duduk maupun terlentang. Penampilan saluran nafas faring dan derajat kolapsnya dinding faring dinilai dengan Müller Manuver.
1,4,16
Teknik ini diusulkan oleh Borowiecki dan Sassin. Teknik ini mencoba menghasilkan kolapsnya
saluran nafas atas pada level retroglosal dan retropalatal, yang mirip dengan kolaps yang terjadi sewaktu tidur. Manuver ini dilakukan dengan meminta pasien
menghasilkan inspirasi yang kuat dengan mulut dan hidung tertutup.
Gambar 2. Progresif kolaps pada level velofaring selama Müller Manuver
16
Gambar 3. Progresif kolaps pada level orofaring selama Müller Manuver
16
Universitas Sumatera Utara
Gambar 4. Progresif kolaps pada level retroglosal selama Müller Manuver
16
2.5.3 Pemeriksaan Radiografi