kondisinya. Anak perlu mendapat perlindungan agar tidak mengalami kerugian, baik mental, fisik maupun sosial.
12. Pasal 17 ayat 1 dan 2
1 Setiap anak yang dirampas kebebasannya berhak untuk : a.
mendapatkan perlakuan secara manusiawi dan penempatannya dipisahkan dari orang dewasa;
b. memperoleh bantuan hukum atau bantuan lainnya secara efektif
dalam setiap tahapan upaya hukum yang berlaku; dan c.
membela dari dan memperoleh keadilan di depan pengadilan anak yang objektif dan tidak memihak dalam sidang tertutup untuk
umum. 2 Setiap anak yang menjadi korban atau pelaku kekerasan seksual atau
yang berhadapan dengan hukum berhak dirahasiakan. Penjelasan pada ayat 1 huruf b, yang dimaksud dengan bantuan lainnya
misalnya bimbingan sosial dari pekerja sosial, konsultasi dari psikolog dan psikiater, atau bantuan dari ahli bahasa.
13. Pasal 18
Setiap anak yang menjadi korban atau pelaku tindak pidana berhak mendapatkan bantuan hukum dan bantuan lainnya.
Bantuan lainnya dalam ketentuan ini termasuk bantuan medik, sosial, rehabilitasi, vokasional, dan pendidikan.
B. Perlindungan Terhadap Anak Menurut Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika
Universitas Sumatera Utara
Anak terlibat dalam tindak pidana penyalahgunaan narkotika mempunyai beberapa faktor penyebab, menurut kajian empirik yaitu : a. Kesibukan orang tua
yang tidak sempat lagi untuk memperhatikan kehidupan anaknya yang masih sekolah; b. Rumah tangga berantakan broken home sehingga anak-anak
kehilangan bimbingan; c. Perubahan sosial dan cara hidup yang berlebihan; d. Menemukan kesulitan dalam belajar; e. Mobilitas pemuda dan kelompok pemakai
ganja; f. Informasi yang salah dan berlebihan tentang masalah narkotika.
48
Anak sebagai pelaku danatau korban tindak pidana harus tetap mendapatkan perlindungan hukum, khususnya perlindungan yang didapatkan
anak dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika terdapat dalam Pasal 55 ayat 1 dan Pasal 60 ayat 2 huruf c, dengan penjelasan masing-
masing sebagai berikut : 1.
Pasal 55 ayat 1 Orang tua atau wali dari Pecandu Narkotika yang belum cukup umur wajib
melaporkan kepada pusat kesehatan masyarakat, rumah sakit, danatau lembaga rehabilitasi sosial yang ditunjuk oleh Pemerintah untuk
mendapatkan pengobatan danatau perawatan melalui rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial.
Dalam penjelasannya, ketentuan ini menegaskan bahwa untuk membantu Pemerintah dalam menanggulangi masalah dan bahaya penyalahgunaan
Narkotika, khususnya untuk pecandu narkotika, maka diperlukan keikutsertaan orang tuawali, masyarakat, guna meningkatkan tanggung jawab pengawasan dan
bimbingan terhadap anak-anaknya.
48
Maidin Gultom,
Op.Cit
, hlm. 125
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika disebutkan bahwa Narkotika adalah zat atau obat yang berasal
dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi
sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan, yang dibedakan ke dalam golongan-golongan sebagaimana terlampir dalam Undang-
Undang ini. Sebagaimana yang diamanatkan dalam konsideran UU Narkotika, bahwa
ketersediaan narkotika jenis tertentu yang sangat dibutuhkan sebagai obat dimaksudkan untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, namun di sisi
laim mengingat dampak yang dapat ditimbulkan dan tingkat bahaya yang ada apabila digunakan tanpa pengawasan dokter secara tepat dan ketat maka harus
dilakukan tindakan
pencegahan dan
pemberantasan terhadap
bahaya penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika.
49
Dalam Undang-Undang Narkotika secara tegas menyebutkan tujuan narkotika itu sendiri yang dituangkan dalam Pasal 4 UU Narkotika sebagai
berikut: Undang-Undang Narkotika bertujuan :
a. menjamin ketersediaan Narkotika untuk kepentingan pelayanan
kesehatan danatau pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi;
b. mencegah, melindungi, dan menyelamatkan bangsa Indonesia dari
penyalahgunaan narkotika; c.
memberantas peredaran gelap narkotika dan prekursor narkotika; dan menjamin pengaturan upaya rehabilitasi medis dan sosial bagi
penyalahgunaan dan pecandu narkotika.
2. Pasal 60 ayat 2 huruf c
49
Kusno Adi,
Op.Cit
, hlm. 18
Universitas Sumatera Utara
mencegah generasi muda dan anak usia sekolah dalam penyalahgunaan narkotika, termasuk dengan memasukkan pendidikan yang berkaitan dengan
narkotika dalam kurikulum sekolah dasar sampai lanjutan atas. Penjelasan dalam Undang-Undang ini menyatakan bahwa ketentuan
tersebut di atas tidak mengurangi upaya pencegahan melalui kegiatan ekstrakurikuler pada perguruan tinggi.
Menurut A. Qirom Syamsudin Meliala bahwa secara umum untuk menanggulangi kejahatan remaja dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu :
50
a Cara moralistik, yaitu dengan menyebarluaskan ajaran-ajaran agama dan
norma, perundang-undangan yang baik dan sarana-sarana lain yang dapat mengekang nafsu untuk berbuat jahat. Sistem ini hendaknya mendapat
perhatian khusus, baik oleh orang tua sendiri, apalagi bagi para ahli yang bersangkutan, begitu juga dengan pemerintah.
b Cara abolisionistik, yaitu dengan memberantas sebab-sebab terjadinya
kejahatan tersebut, misalnya telah diselidiki bahwa faktor ekonomi kemiskinan dan kesejahteraan merupakan penyebabnya maka usaha
mencapai kesejahteraan dan kemakmuran adalah mengurangi tindakan kejahatan.
c Preventif, yaitu suatu usaha untuk menghindari kejahatan jauh sebelum
rencana kejahatan itu terjadi dan terlaksana. Tindakan preventif ini adalah berupa memberikan kesibukan yang berarti kepada anak-anak, karena selain
memasukkannya ke dalam pendidikan yang wajib baginya, juga memasukkan ke dalam kursus-kursus keterampilan, pendidikan keagamaan,
dan lain-lain.
50
Ibid
, hlm. 133
Universitas Sumatera Utara
C. Perlindungan Terhadap Anak Menurut Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak
Secara yuridis peradilan merupakan kekuasaan kehakiman yang berbentuk badan peradilan dan dalam kegiatannya melibatkan lembaga peradilan, kejaksaan,
kepolisian, kehakiman, lembaga pemasyarakatan, bantuan hukum, untuk memberikan perlindungan dan keadilan bagi setiap warga negara.
Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman merupakan landasan kerangka hukum Indonesia. Pasal 25 ayat 1 Undang-
Undang tersebut menentukan bahwa Kekuasaan Kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya, dan
oleh sebuah Mahkamah Konstitusi. Badan peradilan yang berada di bawah Mahkamah Agung meliputi badan peradilan dalam lingkungan peradilan umum;
peradilan agama; peradilan militer; dan peradilan tata usaha negara. Undang- undang ini membedakan antara empat lingkungan peradilan yang masing-masing
mempunyai lingkungan wewenang mengadili tertentu dan meliputi badan-badan peradilan tingkat pertama dan tingkat banding.
Peradilan Agama, Peradilan Militer, dan Peradilan Tata Usaha Negara merupakan peradilan khusus, karena mengadili perkara-perkara tertentu atau
mengenai golongan rakyat tertentu. Peradilan Umum adalah peradilan bagi rakyar pada umumnya, mengenai baik perkara perdata maupun perkara pidana. Tidak
tertutup kemungkinan adanya pengkhususan diferensiasispesialisasi dalam masing-masing lingkungan, misalnya dalam Peradilan Umum dapat diadakan
Universitas Sumatera Utara
pengkhususan berupa Pengadilan Lalu Lintas, Peradilan Pidana Anak, Pengadilan Niaga, dan sebagainya.
51
Aspek perlindungan anak dalam peradilan anak ditinjau dari segi psikologis bertujuan agar anak terhindar dari kekerasan, keterlantaran,
penganiayaan, tertekan, perlakuan tidak senonoh, kecemasan, dan sebagainya.
52
Mewujudkan hal ini perlu ada hukum yang melandasi, menjadi pedoman dan sarana tercapainya kesejahteraan dan kepastian hukum guna menjamin perlakuan
maupun tindakan yang diambil oleh anak. Dalam mewujudkan kesejahteraan anak, anak perlu diadili oleh suatu badan peradilan tersendiri. Usaha mewujudkan
kesejahteraan anak adalah bagian dari meningkatkan pembinaan bagi semua anggota masyarakat, yang tidak terlepas dari kelanjutan dan kelestarian peradaban
bangsa, yang penting bagi masa depan bangsa dan negara.
53
Pasal 2 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Sistem Peradilan Pidana Anak menentukan bahwa Sistem Peradilan Pidana Anak dilaksanakan
berdasarkan asas : 1.
Perlindungan; 2.
Keadilan; 3.
Nondiskriminasi; 4.
Kepentingan terbaik bagi Anak; 5.
Penghargaan terhadap pendapat Anak; 6.
Kelangsungan hidup dan tumbuh kembang Anak; 7.
Pembinaan dan pembimbingan Anak; 8.
Proporsional;
51
Maidin Gultom,
Op.Cit
, hlm. 91
52
Hadi Supeno,
Op.Cit
, hlm. 190
53
Maidin Gultom,
Op.Cit
, hlm. 93
Universitas Sumatera Utara
9. Perampasan kemerdekaan dan pemidanaan sebagai upaya terakhir;
dan 10.
Penghindaran pembalasan. Bentuk perlindungan yang diberikan kepada anak selama proses peradilan
pidana sampai pada saat anak menjalani masa pidananya memiliki beberapa hak yang harus dilindungi yang terdapat dalam Pasal 3 dan Pasal 4 Undang-Undang
Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak sebagai berikut :
1. Pasal 3
Setiap anak dalam proses peradilan pidana berhak : a.
diperlakukan secara manusiawi dengan memperhatikan kebutuhan sesuai dengan umurnya;
b. dipisahkan dari orang dewasa;
c. memperoleh bantuan hukum dan bantuan lain secara efektif;
d. melakukan kegiatan rekreasional;
e. bebas dari penyiksaan, penghukuman, atau perlakuan lain yang kejam,
tidak manusiawi, serta merendahkan derajat dan martabatnya; f.
tidak dijatuhi pidana mati atau pidana seumur hidup; g.
tidak ditangkap, ditahan, atau dipenjara, kecuali sebagai upaya terakhir dan dalam waktu yang paling singkat;
h. memperoleh keadilan di muka pengadilan anak yang objektif, tidak
memihak, dan dalam sidang yang tertutup untuk umum; i.
tidak dipublikasikan identitasnya; j.
memperoleh pendampingan orang tuawali dan orang yang dipercaya oleh anak;
k. memperoleh advokasi sosial;
Universitas Sumatera Utara
l. memperoleh kehidupan pribadi;
m. memperoleh aksebilitas, terutama bagi anak cacat;
n. memperoleh pendidikan;
o. memperoleh pelayanan kesehatan; dan
p. memperoleh hak lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan. Penjelasan pasal 3 huruf a, yang dimaksud dengan “kebutuhan sesuai
deng an umurnya” meliputi, melakukan ibadah sesuai dengan agama atau
kepercayaannya, mendapat kunjungan dari keluarga danatau pendamping, mendapat perawatan rohani dan jasmani, mendapat pendidikan dan pengajaran,
mendapat pelayanan kesehatan dan makanan yang layak, mendapat bahan bacaan, menyampaikan keluhan, serta mengikuti siaran media massa.
Huruf b “anak dipisahkan dari orang dewasa”, dijelaskan bahwa anak harus dipisahkan dengan orang dewasa baik selama proses persidangan maupun
dalam menjalankan masa tahanan mengingat karakteristik anak yang berbeda dengan orang dewasa. Anak tetaplah anak yang masih mengalami proses
perkembangan fisik, mental, psikis, dan sosial menuju kesempurnaan seperti yang dimiliki orang dewasa. Konsekuensinya, reaksi yang terhadap anak tidak sama
dengan reaksi yang diberikan orang dewasa, yang lebih mengarah kepada punitif.
54
Bantuan hukum yang dimaksudkan dalam huruf c yaitu adanya kehadiran Penasihat Hukum dalam sidang perkara anak. Adanya pendamping anak selama
proses persidangan mengingat karakteristik anak dari
55
segi sosiologis, psikologis,
54
Nashriana,
Op.Cit
, hlm. 75
55
Darwan Prinst,
Op.Cit
, hlm. 36
Universitas Sumatera Utara
dan paedagogis bahwa anak tersebut belum dapat mempertanggungjawabkan perbuatannya.
Yang dimaksud dengan “rekreasional” pada huruf d adalah kegiatan latihan fisik bebas sehari-hari di udara terbuka dan anak harus memiliki waktu
tambahan untuk kegiatan hiburan harian, kesenian, atau mengembangkan keterampilan.
Huruf e, yang dimaksud dengan “merendahkan derajat dan martabatnya” misalnya Anak disuruh membuka baju dan lari berkeliling, anak digunduli
rambutnya, anak diborgol, anak disuruh membersihkan WC, serta anak perampuan disuruh memijat penyidik laki-laki.
Huruf f, anak tidak dijatuhi pidana mati atau pidana seumur hidup, bahwa hukum mati atau hukuman seumur hidup tidak dapat dijatuhkan untuk pelaku
tindak pidana yang masih anak. Pidana penjara anak hanya dapat dilakukan sesuai dengan hukum yang berlaku dan hanya dapat dilaksanakan sebagai upaya terakhir.
Huruf g menyatakan bahwa “anak tidak ditangkap, ditahan atau dipenjara” tetapi kenyataannya masih banyak anak yang dijatuhi hukuman pidana penjara
dalam persidangan.
56
Alasan pengadilan melakukan pemutusan pidana adalah perta ma
, karena telah terbukti memenuhi unsur-unsur tindak pidana yang telah dituntutkan padanya. Kedua , anak telah ditahan selama proses pengadilan, mulai
saat penyidikan, penuntutan sampai pada saat persidangan, sehingga dengan diputus pidana maka putusan pidana kurungan dapat dikurangi atau hampir sama
dengan masa penahanan yang telah dilakukannya. Pertimbangan pemutusan hukum yang dilakukan oleh hakim dalam proses
persidangan yaitu, jika tindak pidana yang dilakukan oleh anak tergolong ringan,
56
Marlina,
Op.Cit
, hlm. 109
Universitas Sumatera Utara
jaksa menuntut pidana di bawah 1 satu tahun. Terhadap tuntutan jaksa tersebut, hakim akan mempertimbangkan berdasarkan bukti dan saksi yang ada. Hakim
akan memutuskan pidana penjara terhadap seorang anak seringan-ringannya adalah 4 empat bulan, dipotong masa tahanan 3 tiga bulan, jadi anak akan
menjalankan pidana penjaranya tinggal 1 satu bulan lagi.
57
Huruf h menyatakan anak “memperoleh keadilan di muka pengadilan anak” sama halnya dengan proses penyelesaian kasus orang dewasa, setelah anak
menerima vonis atau putusan hakim ia masih memiliki upaya hukum untuk mencari keadilan, yaitu upaya hukum biasa dan upaya hukum luar biasa.
58
Upaya hukum biasa adalah upaya hukum yang dapat dilakukan, baik oleh terdakwa
maupun penuntut umum terhadap putusan pengadilan melalui banding, kasasi, dan perlawanan, baik perlawanan terhadap putusan hakim yang bersifat penetapan
maupun perlawanan terhadap putusan verstek. Upaya hukum luar biasa yaitu peninjauan kembali dan kasasi demi kepentingan hukum.
Pada huruf k adanya advokasi sosial yang di dapat anak, advokasi sendiri adalah suatu tindakan yang ditujukan untuk mengubah kebijakan, kedudukan atas
program dari suatu institusi. Dalam pemeriksaan terhadap anak dilakukan secara kekeluargaan, dalam arti hakim dan jaksa yang memeriksa tidak memakai toga
dan pakaian dinas, hadirnya orang tuawali dan pembimbing kemasyarakatan, dan tetap memberikan hak kepada terdakwa untuk didampingi penasihat hukum
advokat. Penjelasan huruf l, selama menjalani proses peradilan, anak berhak
menikmati kehidupan pribadi, antara lain anak diperbolehkan membawa barang atau perlengkapan pribadinya, seperti mainan, dan jika anak ditahan atau
57
Ibid
58
Ibid
, hlm. 108
Universitas Sumatera Utara
ditempatkan di LPKA, anak berhak memiliki atau membawa selimut atau bantal, pakaian sendiri, diberikan tempat tidur yang terpisah.
Aksebilitas dalam huruf m, adalah derajat kemudahan dicapai oleh orang, terhadap suatu objek, pelayanan ataupun lingkungan. Pada anak cacat misalnya
diberikan fasilitas seperti pengguna kursi roda. Anak berhak memperoleh pendidikan, dalam huruf n menerangkan bahwa
setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinya sesuai dengan minat, bakat, dan tingkat kecerdasannya,
mencakup pendidikan tata krama dan budi pekerti.
59
Pendidikan bagi seorang anak tidak akan pernah berhenti walaupun kondisi anak yang tidak
memungkinkan sebagai terdakwa, pendidikan anak harus tetap diupayakan semaksimal mungkin, mengingat bahwa anak adalah generasi penerus bangsa
yang akan membawa bangsa ini lebih baik ke depannya. Huruf p, yang dimaksud dengan “peraturan perundang-undangan” antara
lain Undang-Undang tentang Hukum Acara Pidana dan Undang-Undang tentang Pemasyarakatan.
2. Pasal 4 ayat 1
1 Anak yang sedang menjalani masa pidana berhak : a.
mendapat pengurangan masa pidana; b.
memperoleh asimilasi; c.
memperoleh cuti mengunjungi keluarga; d.
memperoleh pembebasan bersyarat; e.
memperoleh cuti menjelang bebas; f.
memperoleh cuti bersyarat; dan
59
Abdussalam,
Hukum Perlindungan Anak
, Jakarta, PTIK Press, 2014, hlm. 29
Universitas Sumatera Utara
g. memperoleh hak lain sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan. Dalam Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak ini telah diatur
diversi. Diversi adalah pengalihan penyelesaian perkara Anak dari proses peradilan pidana ke proses di luar peradilan pidana. Dalam sistem peradilan
pidana anak, wajib diupayakan diversi, artinya diversi diupayakan salam Sistem Peradilan Pidana Anak, yang meliputi : penyidikan dan penuntutan pidana anak
yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, kecuali ditentukan lain dalam Undang-Undang ini; persidangan anak yang
dilakukan oleh pengadilan di lingkungan peradilan umum; dan pembinaan, pembimbingan, pengawasan, danatau pendampingan selama proses pelaksanaan
pidana atau tindakan dan setelah menjalani pidana atau tindakan Pasal 5 ayat 2 UU SPPA.
60
Diversi bertujuan untuk mencapai perdamaian anatar korban dan anak; menyelesaikan perkara anak di luar proses peradilan; menghindarkan anak dari
perampasan kemerdekaan; mendorong masyarakat untuk berpartisipasi; dan menanamkan rasa tanggung jawab kepada anak Pasal 6 UU SPPA.
D. Perlindungan Terhadap Anak Menurut Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Sistem Pemasyarakatan
Dalam menghadapi anak-anak yang telah melakukan tindak pidana, yang penting baginya bukanlah apakah anak-anak tersebut dapat dihukum atau tidak,
melainkan tindakan yang bagaimanakah yang harus diambil untuk mendidik anak- anak seperti itu. Bagi pembentuk undang-undang, suatu pidana itu merupakan
60
Maidin Gultom,
Op.Cit
, hlm. 103
Universitas Sumatera Utara
sarana yang lebih sederhana untuk mendidik seorang anak daripada mengirimkan anak tersebut ke suatu lembaga pendidikan paksa, dimana anak itu perlu dididik
secara sistematis untuk jangka waktu yang cukup lama, bukan saja memerlukan biaya yang sangat besar melainkan juga merupakan suatu pengekangan yang
terlalu lama terhadap seorang anak.
61
Undang-Undang Pemasyarakatan telah menyebutkan dalam Pasal 1 angka 1 bahwa lembaga pemasyarakatan adalah tempat untuk melakukan pembinaan
narapidana dan anak didik pemasyarakatan. Perbedaan penamaan ini tidak dijelaskan oleh undang-undang, namun
dapat diperhatikan “anak didik pemasyarakatan” bukan “narapidana anak” karena dipengaruhi oleh gaya bahasa eufemismus. Dengan menggunakan istilah anak
didik pemasyarakatan tersebut merupakan ungkapan halus untuk menggantikan istilah narapidana anak yang dirasakan menyinggung perasaan dan mensugestikan
sesuatu yang tidak mengenakkan bagi anak.
62
Anak yang ditempatkan di LAPAS Anak, berhak untuk memperoleh pendidikan dan latihan baik formil maupun informil sesuai dengan bakat dan
kemampuannya, serta memperoleh hak-hak lainnya. Hak-hak lainnya yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Sistem
Pemasyarakatan terdapat dalam Pasal 14 kecuali huruf g seperti yang tertulis
dalam Pasal 22 ayat 1, dengan uraian sebagai berikut :
1. Pasal 14 ayat 1
Narapidana Anak Didik Pemasyarakatan berhak : a.
melakukan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya; b.
mendapat perawatan, baik perawatan rohani maupun jasmani;
61
Nandang Sambas,
Pembaruan Sistem Pemidanaan Anak di Indonesia
, Yogyakarta, 2010, hlm. 81
62
Nashriana,
Op.Cit
, hlm. 159
Universitas Sumatera Utara
c. mendapat pendidikan dan pengajaran;
d. mendapat pelayanan kesehatan dan makanan yang layak;
e. menyampaikan keluhan;
f. mendapat bahan bacaan dan mengikuti siaran media massa lainnya;
g. mendapat upah atau premi atas pekerjaan yang dilakukan;
h. menerima kunjungan keluarga, penasihat hukum, atau orang tertentu
lainnya; i.
mendapat pengurangan masa pidana remisi; j.
mendapat kesempatan berasimilasi termasuk cuti mengunjungi keluarga;
k. mendapat pembebasan bersyarat;
l. mendapat cuti menjelang bebas; dan
m. mendapatkan hak-hak lain sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku. Penjelasan huruf a sampai dengan d dalam Undang-Undang ini
menyatakan bahwa hak-hak yang dimaksud dilaksanakan dengan memperhatikan status yang bersangkutan sebagai anak didik pemasyarakatan, dengan demikian
pelaksanaannya dalam batas-batas yang diizinkan. Huruf e, yang dimaksud dengan “menyampaikan keluhan” adalah apabila
terhadap narapidanaanak didik pemasyarakatan yang bersangkutan terjadi pelanggaran hak asasi dan hak-hak lainnya yang timbul sehubungan dengan
proses pembinaan, yang dilakukan oleh aparat LAPAS atau sesama penghuni LAPAS, yang bersangkutan dapat menyampaikan keluhannya kepada Kepala
LAPAS.
Universitas Sumatera Utara
Penjelasan huruf i dan j, diberikannya hak tersebut setelah narapidana anak didik pemasyarakatan yang bersangkutan memenuhi syarat-syarat yang
ditentukan oleh peraturan perundang-undangan. Huruf k, yang
dimaksud dengan “pembebasan bersyarat” adalah bebasnya narapidanaanak didik pemasyarakatan setelah menjalani sekurang-kurangnya dua
pertiga masa pidananya dengan ketentuan dua pertiga tersebut tidak kurang dari 9 sembilan bulan.
Huruf l, yang dimaksud d engan “cuti menjelang bebas” adalah cuti yang
diberikan setelah narapidanaanak didik pemasyarakatan menjalani dari 23 dua pertiga masa pidananya dengan ketentuan harus berkelakuan baik dan jangka
waktu cuti sama dengan remisi terakhir paling lama 6 enam bulan. Huruf m, yang dimaksud dengan “hak-hak lain” adalah hak politik, hak
memilih, dan hak keperdataan lainnya. Tujuan hukum adalah untuk mewujudkan ketertiban dan keteraturan,
kedamaian, serta keadilan. Hukum bertujuan untuk mengayomi manusia, yang tidak hanya melindungi manusia dalam arti pasif, yakni hanya mencegah tindakan
sewenang-wenang dan pelanggaran hak saja, juga meliputi pengertian melindungi secara aktif, artinya meliputi upaya untuk menciptakan kondisi dan mendorong
manusia untuk selalu memanusiakan diri terus-menerus. Kepastian hukum merupakan kehendak setiap orang, bagaimana hukum
harus berlaku atau diterapkan dalam peristiwa konkret. Kepastian hukum berarti bahwa setiap orang dapat menuntut agar hukum dapat dilaksanakan dan tuntutan
itu pasti dipenuhi, dan bahwa setiap pelanggaran hukum akan ditindak dan dikenakan sanksi menurut hukum.
63
63
Franz Magnis Suseno, 1994:79, seperti dikutip oleh Nashriana,
Op.Cit
, hlm.110
Universitas Sumatera Utara
BAB III BENTUK PELAKSANAAN PERLINDUNGAN TERHADAP ANAK DIDIK