Pemenuhan Hak atas Kesehatan Anak Didik Pemasyarakatan (Studi di Lembaga Pemasyarakatan Anak Klas II A Tanjung Gusta Medan)

(1)

PEMENUHAN HAK ATAS KESEHATAN ANAK DIDIK PEMASYARAKATAN (Studi di Lembaga Pemasyarakatan Anak Klas II-A Tanjung Gusta Medan)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi dan Melengkapi Syarat-syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

OLEH :

DEVI RIA WINANDA SINAGA 110200280

DEPARTEMEN HUKUM PIDANA

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2015


(2)

PEMENUHAN HAK ATAS KESEHATAN ANAK DIDIK PEMASYARAKATAN (Studi di Lembaga Pemasyarakatan Anak Klas II-A Tanjung Gusta Medan)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi dan Melengkapi Syarat-syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

OLEH :

DEVI RIA WINANDA SINAGA 110200280

DEPARTEMEN HUKUM PIDANA

Disetujui Oleh,

Ketua Departemen Hukum Pidana

Dr. H. M. Hamdan, S.H., M.H. NIP : 195703261986011001

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Prof. Dr. Suwarto, S.H.,M.H. Rafiqoh Lubis, S.H.,M.Hum NIP.195605051989031001 NIP.197407252002122002


(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat, kasih, dan penyertaanNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Skripsi ini disusun dalam rangka memenuhi persyaratan untuk mencapai gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Medan. Adapun judul skripsi yang diangkat penulis adalah “Pemenuhan Hak atas Kesehatan Anak Didik Pemasyarakatan (Studi di Lembaga Pemasyarakatan Anak Klas II A Tanjung Gusta Medan)”. Skripsi ini

menjelaskan mengenai perlindungan hak atas kesehatan anak didik pemasyarakatan menurut peraturan perundang-undangan di Indonesia, menjelaskan bagaimana pemenuhan hak atas kesehatan anak didik pemasyarakatan di Lembaga Pemasyarakatan Anak Klas II-A Tanjung Gusta Medan.

Dalam proses penulisan skripsi ini, penulis menyadari keterbatasan yang dimiliki, namun berkat segala bantuan dan bimbingan, motivasi, dukungan, dan doa dari berbagai pihak dari masa kuliah hingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Prof.Dr.Runtung Sitepu,S.H.,M.Hum selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

2. Bapak Prof.Dr.Budiman Ginting,S.H.,M.Hum selaku Wakil Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

3. Bapak Syafruddin Hasibuan,S.H.,M.H.,DFM selaku Wakil Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

4. Bapak Dr.O.K.Saidin,S.H.,M.Hum selaku Wakil Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumater Utara;

5. Bapak Edy Murya,S.H. selaku Dosen Penasehat Akademik yang banyak memberikan bimbingan dan masukan selama masa perkuliahan penulis;


(4)

6. Bapak Dr.Hamdan,S.H.,M.H selaku Ketua Departemen Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

7. Ibu Liza Erwina,S.H.,M.Hum selaku Sekretaris Departemen Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

8. Bapak Prof.Dr. Suwarto, S.H.,M.H selaku Dosen Pembimbing I yang telah sangat sabar dan bersedia menyediakan waktu, tenaga serta pikiran untuk membimbing, mengarahkan, dan memotivasi penulis;

9. Ibu Rafiqoh Lubis, S.H.,M.Hum selaku Dosen Pembimbing II atas kesabaran selama proses bimbingan dan ilmu yang diberikan, serta telah banyak berkorban waktu, tenaga, serta pikiran dalam membimbing, mengarahkan, dan memotivasi penulis;

10.Seluruh dosen dan staff yang ada di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, khususnya dosen Departemen Hukum Pidana yang telah membantu dan mengajarkan serta memberikan ilmunya kepada penulis selama masa perkuliahan;

11.Orangtuaku tercinta, Ayahanda Viktor Sinaga, S.Pd dan Ibunda Debora Sitorus, S.Pd terima kasih telah merawat dan membimbing penulis dengan cinta kasih. Terima kasih untuk segala nasihat, motivasi, dukungan baik moril maupun materil, dan doa yang tidak pernah terputus untuk kelancaran perkuliahan sampai penyelesaian penulisan skripsi ini.

12.Adik-adikku tercinta, Indra Zoel Agustian Sinaga, Amelia Martha Dina Sinaga, Putri Natasya Sinaga. Terima kasih untuk doa dan semangat kalian, semoga kita bisa memberikan yang terbaik bagi orang tua, keluarga, negara terlebih kepada Tuhan Yang Maha Esa, semangat adik-adikku sukses buat kita;

13.Kepada yang terhormat Bapak Kepala Seksi Lapas Anak Klas II-A Tanjung Gusta Medan, Bapak Kasubsie Bimpas Lapas Anak Klas II-A Tanjung Gusta Medan, Ibu Pegawai Regristrasi Lapas Anak Klas II-A Tanjung Gusta Medan, Ibu Dokter Lapas Klas II-A Tanjung Gusta Medan, terima kasih banyak karena telah memberikan waktu, ilmu pengetahuan serta informasi yang diperlukan penulis dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini;


(5)

14.Adik-adik di Lapas Anak Klas II-A Tanjung Gusta Medan, terimaksih telah membantu penulis memperoleh data untuk menyelesaikan skripsi ini dengan bersedia menjawab beberapa pertanyaan yang diberikan.

Penulis menyadari bahwa karena keterbatasan penulis sehingga skripsi ini masih banyak kekurangan dan masih jauh dari sempurna, oleh sebab itu dengan rendah hati penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari para pembaca. Akhir kata, semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.

Medan, 14 September 2015


(6)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... vii

ABSTRAK ... ix

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 11

C. Tujuan Penelitian ... 11

D. Manfaat Penulisan ... 11

E. Keaslian Penulisan ... 12

F. Tinjauan Kepustakaan 1. Perlindungan Hak Anak sebagai Hak Asasi Manusia .... 12

2. Pemasyarakatan dan Anak Didik Pemasyarakatan ... 25

3. Hak - hak Anak Didik Pemasyarakatan ... 35

G. Metode Penelitian ... 38

H. Sistematika Penulisan ... 42

BAB II PERLINDUNGAN HAK ATAS KESEHATAN ANAK DIDIK

PEMASYARAKATAN MENURUT PERATURAN

PERUNDANG – UNDANGAN DI INDONESIA

A. Hak yang Berkaitan dengan Kesehatan Anak Didik Pemasyarakatan Menurut UU No. 12 Tahun 1995 tentang


(7)

Pemasyarakatan dan menurut UU No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak ... 44 B. Pelaksanaan Hak atas Kesehatan Anak Didik Pemasyarakatan

menurut Peraturan Pemerintah No. 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan ... 49 C. Pemenuhan Gizi Makanan di Lembaga Pemasyarakatan dan

Rumah Tahanan menurut PERMEN Hukum dan HAM Republik Indonesia No. M.HH-01.PK.07.02 Tahun 2009 Tentang Pedoman Penyelenggaraan Makanan Bagi Warga Binaan Pemasyarakatan di Lembaga Pemasyarakatan dan Rumah Tahanan Negara ... 57

BAB III PEMENUHAN HAK – HAK KESEHATAN ANAK DIDIK

PEMASYARAKATAN DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN ANAK TANJUNG GUSTA MEDAN

A. Gambaran Umum Lembaga Pemasyarakatan Anak Tanjung Gusta Medan

A.1. Sejarah Lembaga Pemasyarakatan Anak Tanjung

Gusta Medan ... 63 A.2. Visi, Misi dan Motto Lembaga Pemasyarakatan

Anak Tanjung Gusta ... 64 A.3. Struktur Lembaga Pemasyarakatan Anak Tanjung

Gusta Medan ... 65 A.4. Gambaran Fisik dan Fasilitas di Lembaga Pemasyarakatan


(8)

A.5. Jumlah Penghuni Lembaga Pemasyarakatan Anak Tanjung Gusta Medan ... 73 B. Pemenuhan Hak Berkaitan Dengan Kesehatan Anak Didik

Pemasyarakatan di Lembaga Pemasyarakatan Anak Tanjung Gusta Medan... 75 C. Pembinaan Anak Didik Pemasyarakatan di Lembaga

Pemasyarakatan Anak Tanjung Gusta Medan yang Berkaitan dengan Kesehatan ... 112 D. Kendala dalam Pemenuhan Hak Atas Kesehatan Anak Didik

Pemasyarakatan ... 116 E. Upaya yang dilakukan dalam Mengatasi Kendala dalam

Pemenuhan Hak Atas Kesehatan Anak Didik Pemasyarakatan ... 118

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ... 121 B. Saran ... 124


(9)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Standar Kecukupan Gizi yang Dianjurkan... 59

(Berdasarkan Ketentuan Widyakarya Pangan danGizi Tahun 2004) Tabel 2. Kecukupan Energi Rata-rata ( kilo kalori ) Bagi Tahanan/Narapidana Anak dan Remaja Umur 10-18 Tahun... 59

Tabel 3. Kecukupan Energi rata-rata (kilo kalori) Bagi Tahanan/Narapidana Dewasa Umur di atas 18 Tahun... 60

Tabel 4. Standar Perbaikan Bahan Makanan dan Bahan Bakar per Orang dalam Siklus Menu 10 Hari Bagi Narapidana dan Tahanan... 60

Tabel 5. Frekwensi Penggunaan Bahan Makanan Bagi Tahanan dan Narapidana dalam Siklus Menu 10 Hari... 62

Tabel 6. Jumlah Penghuni Lapas Anak Klas II-A Tanjung Gusta Medan... 74

Tabel 7. Menu Makanan Warga Binaan Pemasyarakatan Lembaga Pemasyaratan Lembaga Pemasyarakatan Anak Klas II-A Tanjung Gusta Medan.... 81

Tabel 8. Rekapitulasi Pemberian Bahan Makanan Anak Pidana/ Tahanan... 83

Tabel 9. Frekwensi Penggunaan Bahan Makanan Dalam Siklus Menu 10 Hari... 84

Tabel 10. Pemberian Makanan Bagi Anak Didik Pemasyarakatan Dilaksanakan Setiap Hari... 85

Tabel 11. Pemberian Makanan Sebanyak 3 (tiga) Kali Dalam Sehari... 86

Tabel 12. Menu Makan Lengkap Lauk-pauk, Buah Serta Snack ... 86

Tabel 13. Ketersediaan Air Bersih... 90

Tabel 14. Kebersihan Pribadi (Mandi 2 kali sehari)... 95

Tabel 15. Tersedianya Tong Sampah dalam Menciptakan Lingkungan Lapas yang bersih dan Sehat... 96

Tabel 16. Tersedianya Tempat Pembuangan Air Limbah... 97


(10)

Tabel 18. Tersedianya Poliklinik... 100

Tabel 19. Pemeriksaan Kesehatan Rutin (1 kali dalam sebulan)... 101

Tabel 20. Keluhan Kesehatan (Sakit)... 103

Tabel 21. Kegiatan Penyuluhan Kesehatan... 104

Tabel 22. Kegiatan Olahraga/Kebugaran Jasmani... 105

Tabel 23. Kegiatan Pembinaan Mental Rohani Ibadah dan Pendidikan Keagamaan... 109

Tabel 24. Kegiatan Moralitas/Budi Pekerti... 111


(11)

ABSTRAKSI Devi Ria Winanda Sinaga1

Suwarto2 Rafiqoh Lubis3

Anak Didik Pemasyarakatan merupakan komunitas masyarakat suatu bangsa. Sebagai manusia Anak Didik Pemasyarakatan memiliki hak yang wajib untuk dilindungi dan dihormati serta dijunjung tinggi oleh negara,pemerintah, hukum, dan setiap orang. Anak Didik Pemasyarakatan juga merupakan generasi muda penerus cita-cita perjuangan bangsa sehingga diperlukan pembinaan terbaik demi kelangsungan hidup,pertumbuhan dan perkembangan fisik,mental dan sosial. Namun kenyataannya saat ini Anak Didik Pemasyarakatan dihadapkan kepada situasi maksimalnya perawatan banyaknya kasus mengenai risiko Anak Didik Pemasyarakatan terinfeksi HIV,IMS serta penyakit menular lainnya yang menyebabkan kesakitan dan kematian serta masalah kelebihan kapasitas menyebabkan kurang maksimalnya perawatan dan pelayanan kesehatan di dalam Lembaga Pemasyarakatan. Untuk itu, permasalahan yang diajukan dalam skripsi ini yaitu bagaimana perlindungan hak atas kesehatan Anak Didik Pemasyarakatan menurut peraturan perundang-undangan di Indonesia dan bagaimana pemenuhan hak atas kesehatan Anak Didik Pemasyarakatan di Lembaga Pemasyarakatan Anak Tanjung Gusta Medan.

Metode penelitian yang digunakan adalah metode yuridis empiris untuk mendapatkan data primer, memperoleh keterangan, penjelasan dan data mengenai pemenuhan hak atas kesehatan anak didik pemasyarakatan serta melihat secara langsung bentuk penerapannya di Lembaga Pemasyarakatan Anak Tanjung Gusta Medan. Analisis data yang digunakan adalah metode analisis kualitatif.

Demi melindungi hak atas kesehatan anak didik pemasyarakatan, Pemerintah membentuk UU No. 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, UU No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, PP No. 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan serta mengeluarkan Permen Hukum dan HAM Republik Indonesia No. M.HH-01.PK.07.02 Tahun 2009 tentang Pedoman Penyelenggaraan Makanan Bagi Warga Binaan Pemasyarakatan di Lembaga Pemasyarakatan dan Rumah Tahanan Negara. Dari hasil penelitian di Lembaga Pemasyarakatan Anak Tanjung Gusta Medan diperoleh kesimpulan bahwa dalam pemenuhan hak atas kesehatan anak didik pemasyarakatan baik fisik maupun mental rohani, Lapas telah mengadakan kegiatan olahraga, pemeriksaan kesehatan, pemberian makan dengan menu yang terdiri dari lauk-pauk serta buah dan snack, menjaga kebersihan lingkungan, serta melaksanakan kegiatan ibadah dan pendidikan keagamaan serta moralitas. Namun pemenuhan hak atas kesehatan anak pidana di dalam Lapas Anak Tanjung Gusta Medan tersebut tidak maksimal karena kelebihan kapasitas yang terjadi serta sarana dan prasarana yang terbatas.

1

Mahasiswa Fakultas Hukum USU

2

Dosen Pembimbing I, Staf Pengajar di Fakultas Hukum USU

3


(12)

ABSTRAKSI Devi Ria Winanda Sinaga1

Suwarto2 Rafiqoh Lubis3

Anak Didik Pemasyarakatan merupakan komunitas masyarakat suatu bangsa. Sebagai manusia Anak Didik Pemasyarakatan memiliki hak yang wajib untuk dilindungi dan dihormati serta dijunjung tinggi oleh negara,pemerintah, hukum, dan setiap orang. Anak Didik Pemasyarakatan juga merupakan generasi muda penerus cita-cita perjuangan bangsa sehingga diperlukan pembinaan terbaik demi kelangsungan hidup,pertumbuhan dan perkembangan fisik,mental dan sosial. Namun kenyataannya saat ini Anak Didik Pemasyarakatan dihadapkan kepada situasi maksimalnya perawatan banyaknya kasus mengenai risiko Anak Didik Pemasyarakatan terinfeksi HIV,IMS serta penyakit menular lainnya yang menyebabkan kesakitan dan kematian serta masalah kelebihan kapasitas menyebabkan kurang maksimalnya perawatan dan pelayanan kesehatan di dalam Lembaga Pemasyarakatan. Untuk itu, permasalahan yang diajukan dalam skripsi ini yaitu bagaimana perlindungan hak atas kesehatan Anak Didik Pemasyarakatan menurut peraturan perundang-undangan di Indonesia dan bagaimana pemenuhan hak atas kesehatan Anak Didik Pemasyarakatan di Lembaga Pemasyarakatan Anak Tanjung Gusta Medan.

Metode penelitian yang digunakan adalah metode yuridis empiris untuk mendapatkan data primer, memperoleh keterangan, penjelasan dan data mengenai pemenuhan hak atas kesehatan anak didik pemasyarakatan serta melihat secara langsung bentuk penerapannya di Lembaga Pemasyarakatan Anak Tanjung Gusta Medan. Analisis data yang digunakan adalah metode analisis kualitatif.

Demi melindungi hak atas kesehatan anak didik pemasyarakatan, Pemerintah membentuk UU No. 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, UU No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, PP No. 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan serta mengeluarkan Permen Hukum dan HAM Republik Indonesia No. M.HH-01.PK.07.02 Tahun 2009 tentang Pedoman Penyelenggaraan Makanan Bagi Warga Binaan Pemasyarakatan di Lembaga Pemasyarakatan dan Rumah Tahanan Negara. Dari hasil penelitian di Lembaga Pemasyarakatan Anak Tanjung Gusta Medan diperoleh kesimpulan bahwa dalam pemenuhan hak atas kesehatan anak didik pemasyarakatan baik fisik maupun mental rohani, Lapas telah mengadakan kegiatan olahraga, pemeriksaan kesehatan, pemberian makan dengan menu yang terdiri dari lauk-pauk serta buah dan snack, menjaga kebersihan lingkungan, serta melaksanakan kegiatan ibadah dan pendidikan keagamaan serta moralitas. Namun pemenuhan hak atas kesehatan anak pidana di dalam Lapas Anak Tanjung Gusta Medan tersebut tidak maksimal karena kelebihan kapasitas yang terjadi serta sarana dan prasarana yang terbatas.

1

Mahasiswa Fakultas Hukum USU

2

Dosen Pembimbing I, Staf Pengajar di Fakultas Hukum USU

3


(13)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Anak merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari keberlangsungan hidup manusia dan keberlangsungan sebuah bangsa dan negara. Dalam konstitusi Indonesia, anak memiliki peran strategis yang secara tegas dinyatakan bahwa negara menjamin hak setiap anak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Kepentingan terbaik bagi anak patut dihayati sebagai kepentingan terbaik bagi kelangsungan hidup umat manusia. Berbagai upaya dalam pelaksanaan pembinaan dan perlindungan bagi anak terkadang dihadapkan pada permasalahan serta tantangan dalam masyarakat dan kadang-kadang dijumpai penyimpangan perilaku di kalangan anak, bahkan lebih dari itu terdapat anak yang melakukan perbuatan melanggar hukum tanpa mengenal status sosial dan ekonomi. Penyimpangan tingkah laku atau perbuatan melanggar hukum yang dilakukan anak sering sekali disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain pengaruh dampak negatif dari perkembangan arus globalisasi di bidang komunikasi dan informasi, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta perubahan gaya dan cara hidup sebagian orang tua telah membawa perubahan sosial yang mendasar dalam kehidupan masyarakat yang sangat berpengaruh terhadap nilai dan perilaku anak.

Penyimpangan tingkah laku atau perbuatan melanggar hukum yang dilakukan oleh anak disebut juga sebagai juvenile delinquency. Menurut Kartini


(14)

Kartono, juvenile deliquency ialah perilaku jahat (dursila), atau kejahatan/kenakalan anak-anak muda; merupakan gejala sakit (patologis) secara sosial pada anak-anak dan remaja yang disebabkan oleh suatu bentuk pengabaian sosial, sehingga mereka itu mengembangkan bentuk tingkah laku yang menyimpang.4

Penyimpangan tingkah laku yang dilakukan anak saat ini semakin hari semakin mengalami peningkatan dan beragam bentuknya, baik berupa penyimpangan tingkah laku yang masih dapat ditolerir oleh masyarakat hingga sampai kepada penyimpangan tingkah laku yang termasuk kedalam perbuatan melanggar hukum atau tindak pidana yang harus diselesaikan melalui jalur hukum dan memiliki sanksi pidana. UU No.11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana memberikan istilah Anak yang Berkonflik dengan Hukum kepada anak yang melakukan tindak pidana.

Seseorang yang menurut Undang-undang melakukan perbuatan melanggar hukum atau tindak pidana adalah seseorang yang perbuatannya dapat dikenakan hukuman pidana.5 Setiap orang baik dewasa maupun anak-anak yang melakukan tindak pidana akan menjalani sistem peradilan pidana. Sistem peradilan pidana yang dilaksanakan bagi anak dan orang dewasa tentu berbeda hal ini disebabkan karena terbentuknya UU No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak yang diperuntukkan bagi anak yang melakukan tindak pidana. Pelaksanaan Sistem Peradilan Pidana Anak dilaksanakan sesuai dengan asas-asas yang terkandung dalam Pasal 2 UU No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan

4

Kartini Kartono, Patologi Sosial 2 Kenakalan Remaja, Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2013, hlm. 6.

5


(15)

Pidana Anak yaitu berdasarkan asas perlindungan, keadilan, nondiskriminasi kepentingan terbaik bagi anak, penghargaan terhadap pendapat anak, kelangsungan hidup dan tumbuh kembang anak, pembinaan dan pembimbingan anak, proporsional, perampasan kemerdekaan dan pemidanaan sebagai upaya terakhir dan penghindaran pembalasan. Penjelasan umum Undang-Undang No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak menekankan bahwa sistem peradilan pidana bagi anak harus didasarkan pada peran dan tugas masyarakat, pemerintah, dan lembaga negara lainnya yang berkewajiban dan bertanggung jawab untuk meningkatkan Kesejahteraan Anak serta memberikan perlindungan khusus kepada Anak yang berhadapan dengan Hukum harus sesuai dengan Konvensi Hak-Hak Anak yang telah diratifikasi oleh Pemerintah Republik Indonesia dengan Keputusan Presiden No. 36 Tahun 1990 tentang Pengesahan Konvensi Hak-Hak Anak.

Pasal 1 angka 8 UU No. 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan memberikan istilah Anak Didik Pemasyarakatan bagi Anak Pidana yang melakukan perbuatan pidana dan berdasarkan putusan pengadilan menjalani pidana di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Anak. Istilah Anak Didik Pemasyarakatan tidak hanya diberikan bagi anak yang berdasarkan putusan pengadilan menjalani pidana, namun istilah anak didik pemasyarakatan juga diberikan kepada Anak Negara serta Anak Sipil .Anak Pidana yang berdasarkan putusan pengadilan menjalani masa pidananya ditempatkan di dalam Lembaga Pemasyarakatan.


(16)

Seperti yang tercantum dalam Pasal 1 angka 3 UU No. 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan menyebutkan bahwa Lembaga Pemasyarakatan merupakan tempat untuk melaksanakan pembinaan bagi narapidana dan anak didik pemasyarakatan (anak pidana).

Lembaga pemasyarakatan yang seharusnya menjadi tempat pembinaan bagi anak pidana saat ini merupakan institusi pemerintah yang rentan terhadap berbagai pelanggaran, baik yang bersifat kelembagaan ataupun individual. Berita di media massa berulang kali mengangkat citra buruk Lapas, dari beragam kekerasan di dalamnya, sampai tuduhan bahwa Lapas merupakan sarang penyimpanan dan peredaran narkoba “ paling aman” dibanding tempat di luar.6 Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna H Laoly juga mengakui bahwa kondisi Lapas di Indonesia saat ini sangat memprihatinkan dan persoalan dari tahun ke tahun pun masih sama, hampir seluruh Lembaga Pemasyarakatan yang ada di Indonesia mengalami over capacity (kelebihan muatan) serta keterbatasan sumber daya manusia.7 Minimnya kapasitas Rutan dan Lapas, ketidak lengkapan fasilitas, buruknya pelayanan dan kurangnya sipir menjadi pemicu buruknya pelayanan hak-hak narapidana. Sistem database pemasyarakatan juga mencatat, jumlah penghuni Lapas per 31 Desember 2011 sebanyak 136.145 orang. Setahun kemudian, 31 Desember 2012, angka itu bertambah menjadi 150.592 orang. Akhir 2013, peningkatannya menjadi 160.061 orang. Terakhir data per 17 Juli 2014 ada 167.163 narapidana yang menghuni Rutan di seluruh Indonesia. Kasubdit

6

A. Josias Simon R dan Thomas Sunaryo, Studi Kebudayaan Lembaga Pemasyarakatan di Indonesia, Bandung: Lubuk Agung, 2011, hlm. 5

7

Meilikhah, Menkum HAM Akui Kondisi Lapas di Indonesia Memprihatinkan, http://news.metrotvnews.com/read/2014/12/31/338929/menkum-ham-akui-kondisi-lapas-di-indonesia-memprihatinkan diakses pada tanggal 5 Juli 2015


(17)

Komunikasi Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM Akbar Hadi Prabowo mengakatan bahwa setiap tahun terjadi peningkatan yang luar biasa di dalam Lapas, rata-rata terjadi peningkatan lebih dari 10 ribu orang pertahunnya.8 Peningkatan jumlah atau over capacity (kelebihan muatan) tidak hanya menjadi masalah di Lapas saat ini, namun masalah kesehatan juga menjadi masalah yang sangat memprihatinkan.

Kondisi Lapas Anak saat ini juga mengalami beberapa masalah yang sangat memprihatinkan, hal ini disebabkan oleh perilaku dan kehidupan anak-anak penghuni Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Anak berisiko terinfeksi penyakit menular seksual (IMS) dan HIV/AIDS. Menurut World Population Foundation (WPF) Indonesia dan Plan Indonesia, sebagian dari anak penghuni Lapas yang menjadi Anak Didik (Andik) kedua lembaga tersebut berprilaku seksual yang tidak aman dan menyimpang, berbagai jarum suntik untuk pemakaian narkoba dan tato. Perilaku tersebut di atas membuat Anak Didik Pemasyarakatan rentan terhadap infeksi menular seksual (IMS) dan HIV/AIDS. Dari kasus yang ada hampir 50% Anak Didik di Lapas disebabkan karena mereka terlibat kasus penyalahgunaan narkoba, dan sebagian besar anak-anak yang berada di dalam Lapas secara seksual sudah aktif sebelum mereka masuk ke dalam Lapas. Karena sebagian mereka adalah anak jalanan, atau anak-anak tanpa dukungan penuh dari orang tua, sehingga mereka melakukan pergaulan bebas.9

8

Nasional, Over Kapasitas Lapas Tembus 153 persen , Pemerintah Optimalkan Pemberian Hak Napi http://www.jawapos.com/baca/artikel/5878/Over-Kapasitas-Lapas-Tembus-153-Persen, 16/08/14 diakses pada tanggal 25 November 2014

9

http://www.satudunia.net/content/penghuni-lapas-anak-punya-risiko-terinfeksi-ims-dan-hiv diakses pada tanggal 25 November 2014


(18)

Penularan penyakit menular seksual, HIV dan penyakit menular lainnya serta lingkungan yang tidak bersih mampu membawa penghuni Lapas kepada kematian. Kematian menjemput seiring dengan buruknya perawatan kesehatan, buruknya nutrisi dan buruknya lingkungan sehingga penyakit menular dengan cepat menyebar keseluruh penghuni Lapas.

Anak yang menjalani pidana di dalam Lapas Anak merupakan anak yg juga harus diperhatikan secara penuh hak-haknya, tumbuh kembangnya, kesehatan fisik serta mentalnya, karena anak yang menjalani pidana di dalam Lapas juga merupakan manusia yang memiliki hak asasi yang harus dilindungi dan dihormati. Anak pidana juga merupakan anak penurus cita-cita perjuangan bangsa yang harus dilindungi dan diperlakukan baik serta dibina untuk menciptakan sumber daya manusia yang baik dan tidak mengulangi perbuatannya lagi serta mampu diterima dalam masyarakat ketika telah selesai menjalani masa pidana di dalam Lapas.

Kesehatan merupakan isu krusial yang harus dihadapi setiap negara karena berkorelasi langsung dengan pengembangan integritas pribadi setiap individu supaya hidup bermartabat (kesehatan, bersama-sama dengan taraf pendidikan dan daya beli masyarakat, merupakan komponen penilaian capaian Human Development Index negara-negara di dunia). Negara dengan kesehatan rakyatnya kurang terurus dengan baik, mengakibatkan sumber daya manusia di negara


(19)

tersebut rendah, maka akan sulit bersaing dengan negara-negara lain di tengah sengitnya kompetisi global.10

Salah satu potensi bangsa yang merupakan modal dasar pembangunan nasional adalah penduduk sebagai sumber daya manusia yang berjumlah besar dan produktif. Dengan kata lain bahwa keberhasilan dari pembangunan nasional ditentukan oleh manusia sebagai pelaku dari pembangunan itu sendiri. Pembangunan dapat terselenggara dengan baik apabila dilaksanakan oleh manusia yang bermental dan berkualitas baik.11 Dalam hubungan inilah Pemasyarakatan memiliki peranan yang sangat strategis dalam rangka pembinaan sumber daya manusia. Pemasyarakatan sebagai sistem pembinaan narapidana diselenggarakan dalam rangka membentuk Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) agar menjadi manusia seutuhnya menyadari kesalahannya, memperbaiki diri dan tidak mengulangi tindak pidana. Dengan demikian mereka dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat, dapat hidup wajar sebagai warga yang baik dan bertanggung jawab. Pemasyarakatan secara institusional juga menjadikan fungsi sebagai lembaga pendidikan dan pembangunan yang memiliki ciri terbuka dan produktif, yaitu lembaga pendidikan yang mendidik warga binaan pemasyarakatan dalam rangka terciptanya kualitas manusia dan lembaga pembangunan yang mengikut sertakan warga binaan pemasyarakatan menjadi manusia pembangunan yang produktif.12

10

Titon Slamet Kurnia, Hak atas Derajat Kesehatan Optimal sebagai HAM di Indonesia, Bandung: P.T. Alumni, 2007, hlm.2.

11

A. Josias Simon R dan Thomas Sunaryo,Op.Cit. hlm.29

12


(20)

Kesehatan pribadi baik fisik maupun mental merupakan prasyarat penting bagi tercapainya kesejahteraan, maupun derajat tertinggi dari kehidupan manusia. atas dasar pertimbangan tersebut maka hak untuk mendapatkan standar kesehatan yang paling tinggi dirumuskan sebagai suatu hak asasi.13

Hak atas derajat kesehatan yang optimal sebagai salah satu jenis HAM (Hak Asasi Manusia) telah diakui dalam aturan hukum nasional Indonesia maupun hukum internasional. Dalam Pasal 28B ayat 2 UUD 1945 menjamin setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Dalam Pasal 28H ayat 1 UUD 1945 menjamin setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan. Kemudian pada Pasal 34 ayat 3 UUD 1945 juga menjamin hak atas fasilitas pelayanan kesehatan dan pelayanan umum yang layak. Demikian juga halnya dalam UU No.36 Tahun 2009 tentang Kesehatan di dalam Pasal 4 disebutkan bahwa setiap orang berhak atas kesehatan. Terkait pemenuhan hak atas kesehatan, di dalam Pasal 25 ayat (1) DUHAM (Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia) juga dinyatakan bahwa setiap orang berhak atas tingkat hidup yang menjamin kesehatan dan keadaan, baik untuk dirinya dan untuk keluarganya, termasuk soal makanan, pakaian, perumahan, dan perawatan kesehatannya, serta usaha-usaha sosial yang diperlukan, dan berhak atas jaminan saat menganggur, janda, lanjut usia, atau mengalami kekurangan nafkah lain-lain karena keadaan yang diluar kekuasaannya. Pasal 62 UU No. 39 Tahun 1999 tentang menjelaskan

13

Modul Hak Asasi Manusia Internasional, Suplemen Modul Hak Perempuan ditinjau dari Instrumen HAM Internasional, Jakarta : Departemen Hukum dan HAM R.I Direktorat Jendral Hak Asasi Manusia, 2008, hlm.50.


(21)

juga bahwa setiap anak berhak untuk memperoleh pelayanan kesehatan dan jaminan sosial secara layak, sesuai dengan kebutuhan fisik dan mental spiritualnya. Jelas terlihat dalam peraturan perundang-undangan di atas bahwa setiap orang tanpa terkecuali memiliki hak yang sama atas derajat kesehatan, demikian dengan anak didik pemasyarakatan sebagai manusia dan warga negara juga memiliki hak atas kesehatan sebagaimana dijamin dalam Pasal 25 ayat (1) DUHAM tersebut dan memperoleh hak atas pelayanan kesehatan serta jaminan sosial yang layak sebagaimana dijamin dalam Pasal 62 UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Dalam Konvensi Hak Anak Pasal 24 juga menegaskan dan menjamin bahwa hak anak atas peningkatan standar kesehatan yang paling tinggi dapat diperoleh dan atas berbagai fasilitas untuk pengobatan penyakit dan rehabilitasi kesehatan, dan negara menjamin tidak seorang anak pun dapat dirampas haknya atas akses ke pelayanan perawatan kesehatan tersebut.

Demikian halnya pelaksanaan pembinaan terhadap anak pidana di dalam Lapas dilaksanakan berdasarkan sistem pemasyarakatan yaitu suatu sistem perlakuan terhadap narapidana dengan menganut konsep pembaharuan pidana penjara yang berdasarkan Pancasila dan asas kemanusiaan yang bersifat universal. Narapidana diperlakukan sebagai subjek yang memiliki eksistensi, harga diri, didudukkan sejajar dengan manusia yang lain, dan dibina dengan memperhatikan hak-hak narapidana agar kelak setelah keluar dari Lembaga Pemasyarakatan tidak lagi mengulangi perbuatannya dan bisa beradaptasi dengan masyarakat.14 Dengan demikian hak atas kesehatan juga merupakan hak yang patutnya diterima oleh

14

C.I. Harsono Hs, Sistem Baru Pembinaan Narapidana, Jakarta: Djambatan, 1995, hlm.18


(22)

setiap orang termasuk anak pidana sebab hak atas kesehatan merupakan hak asasi manusia yang harus di hormati dan dilindungi. Adapun hak-hak narapidana yang harus diperhatikan dan dilindungi serta dipenuhi jelas diatur dalam UU No. 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan dalam Pasal 14 yaitu berhak mendapatkan perawatan, baik perawatan rohani maupun jasmani dan mendapatkan pelayanan kesehatan dan makanan yang layak. Selanjutnya lebih rinci lagi diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan, Pasal 7 ayat (1), Pasal 14, Pasal 16 ayat (1) (2) (3), Pasal 19 ayat (1), Pasal 20 ayat (1) mengenai pemenuhan hak yang berkaitan dengan kesehatan narapidana dan Anak didik pemasyarakatan baik mengenai perawatan rohani dan jasmani, pelayanan kesehatan dan makanan.

Pemenuhan hak atas kesehatan merupakan hak bagi tiap orang termasuk anak pidana untuk meningkatkan derajat kesehatan yang optimal. Dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan optimal, setiap orang mempunyai hak atas pelayanan kesehatan serta hak yang berkaitan dengan pemenuhan kesehatan. Anak Didik Pemasyarakatan juga merupakan anak, yang harus diperhatikan perkembangan fisik dan mentalnya dikarenakan anak merupakan penerus cita-cita perjuangan bangsa yang berhak atas derajat kesehatan optimal sebagai hak asasinya. Oleh karena itu penulis tertarik untuk membahas masalah pemenuhan hak kesehatan Anak Didik Pemasyarakatan, sehingga tulisan ini diberi judul

“PEMENUHAN HAK ATAS KESEHATAN ANAK DIDIK

PEMASYARAKATAN (Studi di Lembaga Pemasyarakatan Anak Tanjung Gusta Medan).


(23)

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan pada bagian pendahuluan di atas maka perumusan masalah dalam tulisan ini adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana perlindungan hak atas kesehatan Anak Didik Pemasyarakatan menurut peraturan perundang-undangan di Indonesia?

2. Bagaimana pemenuhan hak atas kesehatan Anak Didik Pemasyarakatan di Lembaga Pemasyarakatan Anak kelas IIA Tanjung Gusta Medan?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah sebagaimana diuraikan di atas, tujuan dari penulisan karya ilmiah ini adalah :

1. Untuk mengetahui perlindungan hak atas kesehatan Anak Didik Pemasyarakatan menurut peraturan perundang-undangan di Indonesia 2. Untuk mengetahui pemenuhan hak atas kesehatan Anak Didik

Pemasyarakatan di Lembaga Pemasyarakatan Anak kelas IIA Tanjung Gusta Medan

D. Manfaat Penulisan

Berangkat dari permasalahan-permasalahan di atas, penulisan ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:

1. Manfaat Teoritis

Diharapkan skripsi ini dapat menambah khasana ilmu pengetahuan Hukum Pidana khususnya mengenai pemenuhan hak atas kesehatan anak didik pemasyarakatan di Lembaga Pemasyarakatan Anak Medan.


(24)

2. Manfaat Praktis

a. Sebagai bahan masukan bagi aparat penegak hukum, praktis hukum dan Lembaga Pemasyarakatan Anak Medan mengenai pemenuhan hak atas kesehatan anak didik pemasyarakatan

b. Sebagai bahan masukan bagi instansi yang terkait khususnya Direktorat Jendral Pemasyarakatan tentang pemenuhan hak atas kesehatan anak didik pemasyarakatan di Lembaga Pemasyarakatan Anak Tanjung Gusta Medan.

E. Keaslian Penulisan

Karya ilmiah ini adalah asli karya penulis sendiri, setelah berdasarkan penelusuran terhadap judul dan hasil penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya, khususnya di perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan arsip yang ada di Departemen Hukum Pidana, tidak ada yang melakukan penelitian mengenai permasalahan ini. Dengan demikian karya ilmiah (skripsi) berjudul PEMENUHAN HAK ATAS KESEHATAN ANAK DIDIK PEMASYARAKATAN (Studi di Lembaga Pemasyarakatan Anak Tanjung Gusta Medan) merupakan karya asli penulis dan bukan hasil ciptaan dari orang lain atau hasil meniru karya ilmiah orang lain.

F. Tinjauan Kepustakaan

1. Perlindungan Hak Anak sebagai Hak Asasi Manusia

Istilah HAM (Hak Asasi Manusia) merupakan suatu istilah baru, dan menjadi bahasa sehari-hari semenjak Perang Dunia ke II dan pembentukan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada tahun 1945 dan dasar HAM diletakkan


(25)

dalam Piagam PBB meskipun dalam ketentuan yang kurang spesifik dan tanpa menyebutkan hal yang terkait. Dibawah Perserikatan Bangsa-Bangsa, perlindungan hak-hak asasi manusia diolah lebih lanjut dalam sejumlah konvensi dan deklarasi.15Dalam dunia global ini, hampir di setiap negara, baik negara maju maupun negara berkembang mulai memahami akan pentingnya keterlibatan terhadap persoalan HAM. Lebih dari itu dengan semakin meluasnya liberalisasi dan demokratisasi politik, semakin banyak pula pemerintahan yang mengupayakan terciptanya perlindungan HAM di negeri masing-masing.16

HAM adalah hak seorang manusia yang sangat asasi dan tidak bisa diintervensi oleh manusia di luar dirinya atau oleh kelompok atau oleh lembaga-lembaga manapun untuk meniadakannya. HAM, pada hakekatnya telah ada sejak seorang manusia masih berada dalam kandungan ibunya hingga ia lahir dan sepanjang hidupnya hingga pada suatu saat ia meninggal dunia.17

Pengertian Hak Asasi menurut Pasal 1 Undang-undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerahNya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia. Untuk memperdalam pengertian HAM maka perlu dikutip pertimbangan dalam UU No. 26 Tahun 2000 tentang

15

Peter Baehr, dkk, Instrumen Internasional Pokok Hak-Hak Asasi Manusia, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1996, hlm. 17

16

M. Afif Hasbullah, Politik Hukum Ratifikasi Konvensi HAM di Indonesia (Upaya Mewujudkan Masyarakat Yang Demokratis), Lamongan, Jatim: Universitas Islam Darul Ulum Lamongan bekerjasama dengan Pustaka Belajar, 2005, hlm. 1

17

A Bazar Harahap dan Nawangsih Sutardi, Hak Asasi Manusia dan Hukumnya, Jakarta: Perhimpunan Cendikiawan Independen Republik Indonesia, 2007, hlm. 6


(26)

Pengadilan Hak Asasi Manusia yang berbunyi: “Bahwa Hak Asasi Manusia merupakan hak dasar secara kodrati melekat pada diri manusia bersifat universal dan langgeng oleh karena itu harus dilindungi, dihormati dan tidak boleh diabaikan”.

Perlindungan HAM memiliki sejarah panjang yang dimulai dari martabat alamiah dan hak-hak kemanusiaan yang sama dan tidak dapat dicabut. Pengakuan martabat dan hak-hak tersebut merupakan dasar kemerdekaan, keadilan, dan perdamaian dunia. Kita melihat HAM sebagai sesuatu yang vital untuk menjaga kehidupan manusia tetap manusiawi dan menjaga hak yang paling berharga, yaitu hak untuk menjadi manusia. Hak-hak tersebut melekat pada diri setiap manusia, bahkan membentuk harkat manusia itu sendiri sebagaimana ditegaskan dalam pembukaan UDHR: “...dan untuk mengkonfirmasi keyakinan terhadap HAM, dalam kehormatan manusia, dalam persamaan hak setiap laki-laki, dan perempuan, dan negara-negara baik besar maupun kecil...” (and toreaffirmfaith in fundamental human rights, in the dignity and worth of the human person, in the equal rights of men and women and of nations large andsmall).18

Hak asasi di suatu negara berbeda dengan di negara lain dalam hukum dan praktek penegakan hukumnya maupun dalam bentuk perlindungan dan pelaksanaan hukumnya. Hak asasi yang perlu ditegakkan itu haruslah disertai dengan perlindungan hukum baik dalam bentuk undang-undang atau peraturan.19

Dalam konteks nasional persoalan perlindungan HAM amat penting dalam hukum, terutama erat kaitannya dengan peranan pemerintah sebagai

18

O.C. Kaligis, Perlindungan Hukum Atas Hak Asasi Tersangka, Terdakwa dan Terpidana, Bandung: P.T. Alumni, 2006, hlm. 5

19


(27)

penyelenggara dalam melindungi hak-hak rakyatnya. Besar tidaknya negara menyediakan instrumen hukum terhadap persoalan HAM minimal diukur dengan banyaknya regulasi tentang HAM, baik berupa undang-undang maupun konvensi internasional tentang HAM yang telah diratifikasi dan diimplementasikan pada suatu negara.20 Anak yang merupakan bagian dari suatu negara dan termasuk sebagai anggota masyarakat internasional juga memiliki hak-hak yang wajib dilindungi oleh negara sebagai suatu Hak Asasi Manusia dengan membentuk peraturan perundang-undangan yang menjamin serta melindungi hak anak sebagai suatu HAM. Anak

Dalam hukum Indonesia terdapat pluralisme mengenai kriteria anak, hal ini disebabkan karena tiap peraturan perundang-undangan memberikan kriteria tersendiri tentang anak sehingga tidak adanya keseragaman dalam memberikan kriteria tentang anak.21

Ditinjau dari aspek yuridis maka pengertian “Anak” dimata hukum positif22 Indonesia lazim diartikan sebagai orang yang belum dewasa (minderjarig/person under age), orang yang di bawah umur/keadaan di bawah umur (minderjarigheid)/ inferiority) atau kerap juga disebut sebagai anak yang dibawah pengawasan wali (minderjarige ondervoordij). Bertitik tolak kepada aspek tersebut di atas ternyata hukum positif Indonesia (ius constitutum/ ius

20

M. Afif Hasbullah, Op.Cit. hlm. 2

21

Darwan prinst, Hukum Anak Indonesia, Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 1997, hlm. 2

22

Syamsul Arifin, Mohammad Siddik, dan Fajar Khaify Rizki, Pengantar Falsafah Hukum, Bandung: Citapustaka Media, 2014, hlm. 83 , Hukum positif adalah hukum yang berlaku

dalam suatu daerah dan waktu tertentu dan disebut juga “ius-constitutum” (hukum yang

seharusnya ditaati/ dipatuhi oleh masyarakat pada suatu waktu dan di suatu daerah, dan hukum yang dalam kenyataannya benar-benar ditaati dan dipatuhi oleh masyarakat (hukum yang hidup/ living law).


(28)

operatum) tidak mengatur adanya unifikasi hukum yang baku dan berlaku universal untuk menentukan kriteria batasan umur bagi seorang anak.23 Apabila dijabarkan, pengertian anak menurut peraturan perundang-undangan di Indonesia adalah sebagai berikut :

1. Anak menurut Hukum Adat

Pengertian tentang anak yang diberikan oleh hukum adat, adalah bahwa anak dikatakan dibawah umur (minderjarigheid) apabila seseorang berada dalam keadaan dikuasai oleh orang lain yaitu jika tidak dikuasai oleh orang tuanya maka dikuasai oleh walinya (voogd).24

2. Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak

Undang-undang Sistem Peradilan Pidana Anak (UU No.11 Tahun 2012) Pasal 1 angka (3) merumuskan, bahwa anak adalah Anak yang telah berumur 12 (dua belas) tahun, tetapi belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun.

3. Anak dalam Hukum Perburuhan

Pasal 1 angka (1) Undang-undang Pokok Perburuhan (UU No. 12 Tahun 1948) mendefinisikan, anak adalah orang laki-laki atau perempuan berumur 14 (empat belas) tahun ke bawah.

4. Anak/orang yang belum dewasa menurut KUHP

23

Lilik Mulyadi, Pengadilan Anak di Indonesia, Teori, Praktek dan Permasalahannya, Bandung: Mandar Maju, 2005, hlm. 3-4

24

Abdurrahman, dalam M.G. Endang Sumiarni dan Chandera Halim, Perlindungan Hukum Terhadap Anak dalam Hukum Keluarga, Yogyakarta: Universitas Admajaya, 2000 , hlm.1


(29)

Pasal 45 KUHP memberikan defenisi anak yaitu orang yang belum dewasa dan belum berumur 16 (enam belas) tahun.

5. Anak menurut Hukum Perdata

KUH Perdata dalam Pasal 330 mengatakan, orang yang belum dewasa adalah mereka yang belum mencapai umur genap 21 (dua puluh satu) tahun dan tidak lebih dahulu telah kawin.

6. Anak menurut Undang-Undang Perkawinan

Pasal 7 angka (1) UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan menyebutkan, seorang pria hanya diizinkan melangsungkan perkawinan apabila umurnya telah mencapai 19 (sembilan belas) tahun dan wanita telah mencapai umur 16 (enam belas) tahun.

7. Anak menurut Undang-Undang Kesejahteraan Anak

Pasal 1 angka (2) UU No. 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak, Anak adalah seseorang yang belum mencapai usia 21 (dua puluh satu) tahun dan belum pernah kawin.

8. Anak dalam Konvensi Hak Anak (Convention On The Right Of Child ) Konvensi Hak Anak (KHA)/(Convention On The Right Of Child ) yang disetujui oleh Majelis Umum PBB pada tanggal 20 November 1989, mendefinisikan “anak” yaitu “semua manusia yang berumur dibawah 18 (delapan belas) tahun dan dalam KHA bayi dalam kandungan termasuk dalam kategori anak.

9. Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 jo UU No.35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak


(30)

Pasal 1 butir 1 Undang-undang Perlindungan Anak menyatakan bahwa anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, dan anak yang masih dalam kandungan juga termasuk dalam kategori anak

10.Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia menentukan batas usia anak adalah 18 (delapan belas) tahun dan belum kawin. 11.Anak dalam Undang-Undang No. 12 Tahun 1995

Dalam Pasal 1 butir (8) UU No. 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan memberikan pengertian anak sebagai seseorang yang belum mencapai usia 18 tahun.

Anak sebagai seseorang yang masih dalam pertumbuhan serta masih berada dalam penguasaan orang tua belum memiliki kematangan fisik serta mental seperti orang dewasa sehingga negara wajib memberikan perhatian serta perlindungan mengingat anak merupakan manusia yang rentan terhadap kekerasan dan diskriminasi.

Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki perhatian terhadap perlindungan anak sebagai bentuk perlindungan HAM bagi anak untuk menjamin tumbuh dan perkembangan anak baik secara jasmani, rohani maupun sosial. Salah satu bukti keseriusan Indonesia dalam memperhatikan dan mensejahterahkan anak sebagai bentuk perlindungan hak asasi anak yaitu membentuk peraturan perundang-undangan yang menjamin dan melindungi hak anak serta ikut meratifikasi Konvensi Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) tentang Hak-hak Anak dengan keputusan Presiden No. 36 Tahun 1990. Indonesia yang merupakan salah


(31)

satu negara yang paling awal meratifikasi Konvensi Hak-hak Anak mempunyai kewajiban hukum internasional untuk menyerapnya ke dalam hukum nasional dan mengintegrasikannya ke dalam norma hukum positif nasional sehingga berlaku dan memiliki kekuatan hukum mengikat ke dalam.25

Adapun komitmen perlindungan yang dilakukan negara Indonesia sebagai bentuk perlindungan terhadap hak anak sebagai suatu HAM yaitu dengan membentuk peraturan perundang-undangan serta meratifikasi instrumen internasional mengenai hak-hak anak diantaranya:

1. Dalam Konvensi Hak Anak yaitu sebuah konvensi atau kesepakatan yang disusun khusus tentang perlindungan terhadap kesejahteraan anak-anak yang mengandung misi penegasan hak-hak anak, perlindungan anak oleh negara, peran serta berbagai pihak (masyarakat, negara, swasta) dalam menjamin penghormatan hak-hak anak.26 Dalam hal ini Indonesia telah meratifikasi konvensi ini dengan Keppres No. 36 tahun 1990 dengan kata lain dengan meratifikasi konvensi ini maka negara Indonesia wajib untuk:

1. Memberikan perlindungan kepada anak terhadap perlakuan diskriminasi atau hukuman

2. Memberikan perlindungan dan perawatan seperti untuk kesejahteraan, keselamatan dan kesehatan

3. Menghormati tanggungjawab hak dan kewajiban orang tua dan keluarga 4. Mengakui hak hidup anak, serta kewajiban negara menjamin

perkembangan dan kelangsungan hidup anak

25

Muhammad Joni dan Zulchaina Z, Aspek Hukum Perlindungan Anak Dalam Perspektif Konvensi Hak Anak, Bandung : PT Citra Aditya Bakti, 1999 , hlm.3-4

26


(32)

5. Memberikan kepada anak haknya untuk memperoleh kebangsaan, nama serta untuk mengetahui dan diasuh oleh orang tuanya

6. Memberikan kepada anak haknya untuk memelihara jati diri termasuk kebangsaan, nama dan hubungan keluarga

7. Memberikan kebebasan menyatakan pandangan/pendapat 8. Memberikan kebebasan berpikir, berkeyakinan dan beragama

9. Memberikan kebebasan untuk berhimpun, berkumpul, dan berserikat 10.Memberikan informasi dan beraneka ragam sumber yang diperlukan 11.Orang tua bertanggung jawab untuk membesarkan dan membina anak,

negara mengambil langkah membantu orang tua yang bekerja agar anak mendapatkan perawatan dan fasilitas

12.Memberikan perlindungan akibat kekerasan fisik, mental, penyalahgunaan, penelantaran atau perlakuan salah (eksploitasi) serta penyalahgunaan seksual

13.Memberikan perlindungan hukum terhadap gangguan (kehidupan pribadi, keluarga, surat menyurat atas serangan yang tidak sah

14.Memberikan perlindungan kepada anak yang tidak mempunyai orang tua menjadi kewajiban negara

15.Memberikan perlindungan kepada anak yang menjadi status pengungsi 16.Memberikan kepada anak cacat haknya mendapat perawatan khusus 17.Memberikan pelayanan kesehatan


(33)

19.Memberikan kepada anak hak atas taraf hidup yang layak bagi pengembangan fisik, mental dan sosial

20.Memberikan kepada anak hak atas pendidikan

21.Memberikan kepada anak haknya untuk beristirahat dan bersenang-senang untuk terlibat dalam kegiatan bermain, berekreasi dan seni budaya

22.Memberikan kepada anak haknya atas perlindungan eksploitasi 23.Memberikan perlindungan dari penggunaan obat terlarang

24.Memberikan perlindungan anak dari segala bentuk eksploitasi seksual 25.Memberikan perlindungan terhadap penculikan dan penjualan atau

perdagangan anak

26.Melindungi anak dari segala bentuk eksploitasi terhadap segala aspek kesejahteraan anak

27.Membuat larangan penyiksaan, hukuman yang tidak manusiawi 28.Memberikan suatu hukum acara peradilan anak

29.Memberikan kepada anak bantuan hukum baik di dalam pengadilan maupun di luar pengadilan

2. UU No. 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak juga mencantumkan Bab khusus tentang Hak Anak yang terdiri dari beberapa pasal yaitu :

a. Anak berhak atas kesejahteraan, perawatan, asuhan, dan bimbingan dalam keluarga maupun di dalam asuhan khusus untuk tumbuh dan perkembangan anak dengan wajar

b. Anak berhak atas pelayanan untuk mengembangkan kemampuan dan kehidupan sosialnya sesuai dengan kepribadian dan budaya bangsa.


(34)

c. Anak berhak atas pemeliharaan dan perlindungannya baik dalam kandungan maupun sesudah dilahirkan

d. Anak berhak atas lingkungan hidup yang baik agar tidak membahayakan dan menghambat pertumbuhan dan perkembangan anak e. anak berhak atas pertolongan dan perlindungan pertama sekali ketika

dalam keadaan yang membahayakan

f. anak berhak atas asuhan oleh negara atau orang atau badan apabila tidak memiliki orangtua

g. anak yang tidak mampu berhak atas bantuan agar dalam lingkungan keluarganya dia dapat tumbuh dan berkembang dengan wajar

h. anak yang mengalami masalah kelakuan, serta anak yang berdasarkan putusan hakim dinyatakan bersalah melakukan pelanggaran hukum berhak atas pelayanan dan asuhan yang berguna untuk mengatasi hambatan yang terjadi dalam pertumbuhan dan perkembangannya i. anak cacat berhak atas pelayanan khusus untuk memcapai tingkat

pertumbuhan dan perkembangan sejauh batas kemampuannya

j. setiap anak tanpa membeda-bedakan jenis kelamin, suku, agama, kedudukan sosial, politik berhak atas bantuan dan pelayanan yang mewujudkan kesejahteraannya

3. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana juga memberikan perlindungan terhadap anak seperti:27

1. Perlindungan anak dari tindak pidana

27

Darwan Prinst, Sosialisasi dan Diseminasi Penegakan Hak Asasi Manusia, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2001, hlm. 45


(35)

a. Menjaga kesopanan anak

b. Larangan bersetubuh dengan orang yang belum berusia 15 (lima belas) tahun

c. Larangan berbuat cabul dengan anak di bawah usia 15 (lima belas) tahun

d. Larangan menculik anak di bawah usia 21 (dua puluh satu) tahun e. Larangan menyembunyikan orang belum dewasa 21 (dua puluh satu)

tahun

f. Larangan melarikan perempuan yang belum berusia 21 (dua puluh satu) tahun

g. Larangan menggugurkan kandungan h. Larangan membunuh anak

2. Larangan mempekerjakan anak

4. Hak-hak anak yang dilindungi juga diatur dalam Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 jo UU No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak meliputi :

a. Hak hidup, tumbuh, berkembangan, berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, mendapatkan perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.

b. Hak atas nama dan identitas diri dan status kewarganegaraan c. Hak untuk beribadah menurut agamanya, berekspresi dan berpikir

d. Hak untuk mengetahui orang tuannya dan dibesarkan serta diasuh pihak lain apabila karena sesuatu hal orang tuanya tidak mampu mewujudkannya.


(36)

e. Hak memperoleh pelayanan kesehatan jasmani, rohani, jaminan sosial sesuai dengan kebutuhan fisik dan mental spiritual dan sosial.

f. Hak memperoleh pendidikan dan pengajaran

g. Hak untuk didengar pendapatnya, menerima serta mencari informasi h. Hak berekreasi, istirahat, memanfaatkan waktu luang , bergul dengan

teman sebaya, dan bagi yang cacat mendapatkan rehabilitasi, bantuan sosial dan memelihara taraf kesejahteraan sosial

i. Dalam pengasuhan, anak berhak mendapat perlindungan dari perlakuan diskriminasi, eksploitasi, baik ekonomi atau seksual, penelantaran, kekejaman, kekerasan, dan penganiayaan, ketidak adilan, perlakuan salah lainnya

j. Hak untuk diasuh orang tuanya sendiri, kecuali apabila ada aturan hukum yang meniadakannya.

k. Hak untuk memperoleh perlindungan dari penyalahgunaan dalam kegiatan politik, pelibatan dalam sengketa bersenjata, pelibatan dalam kekerasan sosial, pelibatan dalam peristiwa yang mengandung unsur kekerasan dan pelibatan dalam peperangan.

l. Hak memperoleh perlindungan dari sasaran penganiayaan, penyiksaan atau penjatuhan hukuman yang tidak manusiawi, hak memperoleh kebebasan sesuai dengan hukum. Penangkapan, penahanan, atau hukuman penjara hanya dapat dilakukan sesuai hukum dan merupakan upaya terakhir.


(37)

m. Anak yang dirampas kebebasannya berhak mendapatkan perlakuan yang manusiawi dan penempatannya dipisah dari orang dewasa, memperoleh bantuan hukum dan bantuan lainnya secara efektif , berhak membela diri dan memperoleh keadilan di depan pengadilan anak yang objektif dan tidak memihak.

n. Anak menjadi korban berhak memperoleh bantuan hukum dan bantuan lainnya.

2. Pemasyarakatan dan Anak Didik Pemasyarakatan

Pemasyarakatan adalah kegiatan untuk melakukan pembinaan terhadap Warga Binaan Pemasyarakatan berdasarkan sistem, kelembagaan, dan cara pembinaan yang merupakan bagian akhir dari sistem pemidanaan dalam tata peradilan pidana. Dari pengertian tersebut dapat diketahui bahwa inti dari pemasyarakatan adalah pembinaan terhadap narapidana dan anak didik pemasyarakatan agar nantinya dapat kembali ke masyarakat dengan baik. Untuk dapat melakukan pembinaan itu diperlukan suatu sistem, yang dinamakan sistem pemasyarakatan.28 Pemasyarakatan merupakan tujuan dari pemenjaraan yaitu memperlakuan narapidana dengan cara pemasyarakatan atau memberikan pembinaan serta bimbingan bagi narapidana/anak didik pemasyarakatan.29 Pemasyarakatan adalah suatu sistem perlakuan terhadap narapidana dengan tidak memberikan pembalasan yang setimpal kepada narapidana/anak didik

28

Gatot Supramono, Hukum Acara Pengadilan Anak, Jakarta: Djambatan, 2005, hlm. 113

29

Dwidja Priyatno, Sistem Pelaksanaan Pidana Penjara di Indonesia, Bandung: Refika Aditama, 2006, hlm 97


(38)

pemasyarakatan berupa hukuman tindakan keras sebagai pembalasan atas kejahatan yang telah diperbuatnya.30

Pada awalnya, penjatuhan hukuman penjara kepada pelaku tindak pidana merupakan upaya balas dendam kepada pelaku tindak pidana untuk melindungi masayarakat, agar masyarakat terlindung dari tindak pidana yang dilakukan oleh penjahat. Dalam praktek kepenjaraan, terpidana benar-benar merasakan unsur penyiksaan antara lain tidak diperhatikannya masalah kesehatan, pendidikan, makanan dan pekerjaan, dan lain sebagainya. Bahkan unsur perlakuan yang tidak manusiawi juga bukan menjadi hal yang aneh.31Sekitar abad 18 diawal abad 19, John Howard yang dikenal sebagai bapak pembaharu kepenjaraan, prihatin melihat keadaan penjara, perlakuan terhadap narapidana hingga pada akhirnya perjuangan John Howard membuahkan hasil dan mendapat sambutan baik dari berbagai pihak. John Howard berpendapat bahwa narapidana harus diperlakukan sebagai manusia yang perlu dibina agar kelak setelah habis masa pidananya, dapat kembali ke masyarakat dengan lebih baik. Pembinaan yang dilakukan meliputi pembinaan fisik, mental, pendidikan umum, kesehatan, dan sebagainya. Pada tahun-tahun berikutnya banyak para ahli hukum, filsafat, kriminologi, sosiologi, paedagogi yang ikut mengembangkan tujuan pemidanaan.

Di Indonesia tujuan perlakuan terhadap narapidana mulai nampak sejak tahun 1964, setelah Dr. Sahardjo, S.H. mengemukakan pandangannya dalam Konferensi Kepenjaraan di Lembang Bandung. Bertolak dari pandangan Dr. Sahardjo, S.H. tentang hukum sebagai penganyom, hal ini membuka jalan

30

Bachtiar Agus Salim, Pidana Penjara dalam Stelsel Pidana di Indonesia, Medan: USU Press, 2009, hlm. 90-91

31


(39)

perlakuan terhadap narapidana dengan cara pemasyarakatan sebagai tujuan pidana penjara. Kemudian konsep pemasyarakatan tersebut disempurnakan oleh Keputusan Konferensi Dinas Para Pimpinan Kepenjaraan pada tanggal 27 April 1964 yang memutuskan bahwa pelaksanaan pidana penjara di Indonesia dilakukan dengan sistem pemasyarakatan. Adapun prinsip-prinsip untuk bimbingan dan pembinaan sistem pemasyarakatan berdasarkan 10 rumusan yaitu:32

1. Orang yang tersesat harus diayomi dengan memberikan kepadanya bekal hidup sebagai warga negara yang baik dan berguna dalam masyarakat. 2. Penjatuhan pidana bukan tindakan pembalasan dendam dari negara

3. Rasa tobat tidaklah dapat dicapai dengan menyiksa melainkan dengan bimbingan

4. Negara tidak berhak membuat seseorang narapidana lebih buruk atau lebih jahat daripada sebelum ia masuk lembaga

5. Selama kehilangan kemerdekaan bergerak, narapidana harus dikenalkan kepada masyarakat dan tidak boleh diasingkan dari masyarakat

6. Pekerjaan yang diberikan kepada narapidana tidak boleh bersifat mengisi waktu atau hanya diperuntukkan bagi kepentingan lembaga atau negara saja. Pekerjaan yang diberikan harus ditujukan untuk pembangunan negara 7. Bimbingan dan didikan harus berdasarkan asas Pancasila

8. Tiap orang adalah manusia dan harus diperlakukan sebagai manusia meskipun ia telah tersesat. Tidak boleh ditunjukkan kepada narapidana bahwa ia itu penjahat

32


(40)

9. Narapidana itu hanya dijatuhi pidana hilang kemerdekaan

10.Sarana fisik lembaga dewasa ini merupakan salah satu hambatan pelaksanaan sistem pemasyarakatan.

Pemasyarakatan sebagai tujuan pidana penjara dalam pelaksanaannya diharapkan tidak hanya mempermudah reintegrasi narapidana dengan masyarakat, tetapi juga menjadikan narapidana menjadi warga masyarakat yang mendukung keterbatasan dan kebaikan dalam masyarakat mereka, menjadi manusia seutuhnya yang mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:33Menjadi anggota masyarakat yang berguna, aktif, dan produktif, berbahagia di dunia dan akhirat. Ada tiga hal penting yang harus diperhatikan dan dipahami terlebih dahulu dalam melaksanakan pemasyarakatan yaitu:

a. bahwa proses pemasyarakatan diatur dan dikelola dengan semangat pengayoman dan pembinaan bukan pembalasan dan penjaraan

b. bahwa proses pemasyarakatan mencakup pembinaan narapidana di dalam dan di luar lembaga (intramural dan ekstramural)

c. proses pemasyarakatan memerlukan partisipasi, keterpaduan dari para petugas pemasyarakatan pada narapidana dan anak didik pemasyarakatan serta anggota masyarakat umum.

Dalam rangka mewujudkan sistem pemasyarakatan, pemerintah berusaha mengganti secara keseluruhan ketentuan perundang-undangan yang masih mendasarkan pada sistem kepenjaraan dengan peraturan yang berdasarkan nilai Pancasila dan UUD 1945, maka pada tanggal 30 Desember 1995 dibentuklah UU

33


(41)

pemasyarakatan yaitu UU No. 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan yang terdiri dari 8 bab dan 54 pasal.34

Pelaksanaan pidana penjara dengan Sistem Pemasyarakatan di Indonesia saat ini mengacu pada UU No. 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan. Dalam Pasal 1 ayat 2 Undang- undang No. 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, Pemasyarakatan adalah kegiatan pembinaan warga binaan pemasyarakatan (WBP) berdasarkan sistem, kelembagaan dan cara pembinaan yang merupakan bagian akhir dari sistem pemidanaan dalam tata peradilan pidana. Dalam pasal ini ada 3 unsur penting dalam pemasyarakatan yaitu sistem, lembaga serta cara pembinaan. Pemasyarakatan sebagai tujuan sistem pemenjaraan di Indonesia dilaksanakan berdasarkan sistem pemasyarakatan. Sistem pemasyarakatan adalah suatu tatanan mengenai arah dan batas serta cara pembinaan warga binaan pemasyarakatan (WBP) berdasarkan Pancasila yang dilaksanakan terpadu antara pembina, yang dibina dan masyarakat untuk meningkatkan kualitas warga binaan pemasyarakatan agar menyadari kesalahan, memperbaiki diri, dan tidak mengulangi tindak pidana sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat, dapat aktif berperan dalam pembangunan dan dapat hidup secara wajar sebagai warga yang baik dan bertanggung jawab.35Lembaga Pemasyarakatan adalah unit pelaksanaan bidang pemasyarakatan dalam lingkungan Departemen Kehakiman yang memiliki tugas untuk melaksanakan pembinaan terhadap narapidana dan anak didik pemasyarakatan di dalam Lembaga Pemasyarakatan. Sedangkan pembinaan narapidana dan anak didik

34

Ibid, hlm. 125

35


(42)

pemasyarakatan yang dilaksanakan di luar lembaga pemasyarakatan ditugaskan kepada Balai Bimbingan Pemasyarakatan (BISPA).36

Sistem Pemasyarakatan juga memiliki fungsi untuk menyiapkan warga binaan pemasyarakatan agar dapat berintegrasi secara sehat dengan masyarakat, sehingga dapat berperan kembali sebagai anggota masyarakat yang bebas dan bertanggung jawab. Berintegrasi dimaksud adalah pemulihan kesatuan hubungan antara warga binaan pemasyarakatan dengan masyarakat. Sistem Pemasyarakatan tidak hanya menjadikan narapidana dan anak didik pemasyarakatan sebagai objek melainkan sebagai subjek yang tidak berbeda dengan manusia lainnya yang sewaktu-waktu dapat melakukan kesalahan atau kekhilafan yang dapat dikenakan pidana, sehingga tidak harus diberantas. Yang harus diberantas adalah faktor-faktor yang dapat menyebabkan narapidana berbuat hal-hal yang bertentangan dengan hukum, kesusilaan, agama, atau kewajiban-kewajiban sosial lain yang dapat dikenakan pidana. Adapun pelaksanaan Sistem pemasyarakatan yaitu didasarkan pada beberapa hal, sebagaimana termaktub dalam Pasal 5 UU No. 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan bahwa sistem pembinaan pemasyarakatan dilaksanakan berdasarkan asas:

a. Pengayoman

Adalah perlakuan terhadap Warga Binaan Pemasyarakatan dalam rangka melindungi masyarakat dari kemungkinan diulanginya tindak pidana oleh Warga Binaan Pemasyarakatan, serta memberi bekal hidup kepada Warga

36


(43)

Binaan Pemasyarakatan agar menjadi warga yang berguna di dalam masyarakat.

b. Persamaan perlakuan dan pelayanan

Adalah pemberian perlakuan dan pelayanan yang sama kepada Warga Binaan Pemasyarakatan tanpa membeda-bedakan

c. Pendidikan

Penyelenggara pendidikan dan pembimbingan dilaksanakan berdasarkan Pancasila, antara lain penanaman jiwa kekeluargaan, keterampilan, pendidikan kerohanian, dan kesempatan untuk menunaikan ibadah.

d. Pembimbingan

Bimbingan yang diberikan kepada Warga Binaan Pemasyarakatan dilaksanakan berdasarkan Pancasila.

e. Penghormatan harkat dan martabat manusia

Sebagai orang yang tersesat, Warga Binaan Pemasyarakatan harus tetap diperlakukan sebagai manusia yang memiliki harkat dan martabat yang harus dijunjung tinggi dan dihormati serta dilindungi haknya.

f. Kehilangan kemerdekaan merupakan satu-satunya penderitaan Kehilangan kemerdekaan merupakan satu-satunya penderitaan yang mana Warga Binaan Pemasyarakatan harus berada dalam Lapas untuk jangka waktu tertentu, sehingga memiliki waktu untuk memperbaikinya. Dalam Lapas, seluruh Warga Binaan Pemasyarakatan tetap memperoleh hak-haknya layaknya manusia, dengan kata lain hak perdatanya tetap dilindungi seperti hak


(44)

memperoleh perawatan kesehatan, makanan, minuman, pakaian, tempat tidur, latihan , keterampilan, olah raga, atau rekreasi.

g. Terjaminnya hak untuk tetap berhubungan dengan keluarga dan orang tertentu.Yang dimaksud dengan hak untuk tetap berhubungan dengan keluarga dan orang-orang tertentu adalah meskipun Warga Binaan Pemasyarakatan berada di Lapas, namun harus tetap didekatkan dan dikenalkan dengan masyarakat dan tidak boleh diasingkan dari masyarakat, antara lain berhubungan dengan masyarakat dalam bentuk kunjungan, hiburan ke dalam Lapas dari anggota masyarakat yang bebas dan kesempatan berkumpul bersama sahabat dan keluarga seperti program cuti mengunjungi keluarga.

Upaya mewujudkan pelaksanaan UU No. 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, Pemerintah RI mengeluarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pembinaan dan Pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan pada tanggal 19 Mei 1999. Dalam Peraturan Pemerintah ini dijelaskan bagaimana proses pembinaan serta pembimbingan pemasyarakatan. Adapun program pembinaan serta pembimbingan yang dilakukan adalah meliputi kegiatan pembinaan dan pembimbingan kepribadian dan kemandirian. Pelaksanaan program pembinaan merupakan program yang diperuntukkan bagi narapidana dan anak didik pemasyarakatan sedangkan program pembimbingan dilaksanakan bagi klien pemasyarakatan. Adapun pembinaan dan pembimbingan kepribadian dan kemandirian yang dimaksud meliputi hal-hal yang berkaitan dengan:


(45)

a. ketaqwaan kepata Tuhan Yang Maha Esa b. kesadaran berbangsa dan bernegara c. intelektual

d. sikap dan perilaku

e. kesehatan jasmani dan rohani f. kesadaran hukum

g. reintegrasi sehat dengan masyarakat h. keterampilan kerja, dan

i. latihan kerja dan produksi

berhubungan dengan pelaksanaan program pembinaan kepada narapidana dan anak didik pemasyarakatan dilaksanakan melalui tiga tahapan yaitu tahap awal, tahap lanjutan, dan tahap akhir seperti diatur dalam Pasal 7 PP No 31 Tahun 1999 tentang Pembinaan dan Pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan. Pelaksanaan pentahapan yang dimaksud dalam pasal 7 PP No. 31 Tahun 1999 tentang Pembinaan dan Pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan selengkapnya diatur dalam pasal 9 PP No. 31 Tahun 1999 tentang Pembinaan dan Pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan sebagai berikut:

1. Pembinaan tahap awal bagi narapidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 dimulai sejak yang bersangkutan berstatus sebagai narapidana sampai dengan 1/3 (satu per tiga) dari masa pidananya.

2. Pembinaan tahap lanjutan sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 7 meliputi:


(46)

a. tahap lanjutan pertama, sejak berakhirnya pembinaan tahap awal sampai dengan ½ (satu per dua) dari masa pidana

b. tahap lanjutan kedua sejak berakhirnya pembinaan tahap lanjutan pertama sampai dengan 2/3 (dua per tiga) masa pidana.

3. Pembinaan tahap akhir sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 7 dilaksanakan sejak berakhirnya tahap lanjutan sampai dengan berakhirnya masa pidana dari narapidana yang bersangkutan. Dan pentahapan pembinaan tahap awal, lanjutan dan akhir yang dimaksud ditetapkan melalui sidang Tim Pengamat Pemasyarakatan.

Dalam pelaksanaan pembinaan dan pembimbingan yang diatur dalam PP No. 31 Tahun 1999 tentang Pembinaan dan Pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan yang menjadi objek dari pembinaan dan pembimbingan tersebut yaitu warga binaan pemasyarakatan. Warga binaan pemasyarakatan yang dimaksud yaitu Anak Didik Pemasyarakatan dan Narapidana. Sebenarnya narapidana dan anak didik pemasyarakatan, pada dasarnya sama, karena mereka sama-sama orang yang dipidana oleh pengadilan dan menghuni di Lapas. Akan tetapi Undang-Undang Pemasyarakatan tampak menghendaki perbedaannya. Meskipun undang-undang tidak memberi penjelasan, dapat diketahui bahwa istilah anak didik pemasyarakatan diberikan untuk terpidana anak. Tidak digunakan istilah narapidana untuk anak, akan tetapi menggunakan istilah anak didik pemasyarakatan, karena dipengaruhi gaya bahasa eufemismus. Dengan menggunakan ungkapan anak didik pemasyarakatan tersebut merupakan ungkapan halus untuk menggantikan narapidana anak yang dirasakan


(47)

menyinggung perasaan atau mensugestikan sesuatu yang tidak menyenangkan bagi anak.37

Anak Didik Pemasyarakatan sebagaimana yang diuraikan dalam ketentuan Pasal 1 angka 8 UU No. 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan terdiri dari Anak Pidana, Anak Negara dan Anak Sipil.

a. Anak Pidana adalah anak yang berdasarkan putusan pengadilan menjalani pidana di Lapas Anak paling lama sampai berumur 18 (delapan belas) tahun.

b. Anak Negara adalah anak yang berdasarkan putusan pengadilan diserahkan pada Negara untuk dididik dan ditempatkan di Lapas Anak paling lama sampai berumur 18 (delapan belas) tahun

c. Anak Sipil adalah anak yang atas permintaan orang tua ataupun walinya memperoleh penetapan pengadilan untuk dididik di Lapas Anak.

3. Hak-Hak Anak Didik Pemasyarakatan

Anak Didik Pemasyarakatan (Anak Pidana) adalah anak yang berdasarkan putusan pengadilan menjalani pidana di Lembaga Pemasyarakatan Anak paling lama sampai berumur 18 (delapan belas) tahun berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 8 UU No. 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan. Meskipun anak pidana sebagai seseorang yang dijatuhi hukuman akibat dari perbuatannya dan menjalani hukuman di dalam Lapas Anak, namun anak pidana juga masih memiliki hak-hak yang harus dilindungi dan dipenuhi.

37


(48)

Anak pidana yang ditempatkan di Lembaga Pemasyarakatan Anak berhak untuk memperoleh pendidikan dan latihan baik formal maupun informal sesuai dengan bakat dan kemampuannya, serta berhak memperoleh hak-haknya sesuai dengan yang diatur di dalam Peraturan Perundang-undangan.38 Adapun hak-hak Anak Pidana diatur dalam Pasal 22 UU No. 12 Tahun 1995 tentang Pembinaan dan Pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan yaitu:

1. Berhak melakukan ibadah sesuai dengan agama atau kepercayaannya 2. Berhak mendapat perawatan baik perawatan rohani maupun jasmani 3. Berhak mendapat pendidikan dan pengajaran

4. Berhak mendapat pelayanan kesehatan dan makanan yang layak 5. Berhak menyampaikan keluhan

6. Berhak mendapat bahan bacaan dan mengikuti siaran media massa lainnya yang tidak dilarang

7. Berhak menerima kunjungan keluarga,penasihat hukum, atau orang tertentu lainnya

8. Berhak mendapatkan pengurangan masa pidana (remisi)

9. Berhak mendapatkan kesempatan berasimilasi termasuk cuti mengunjungi keluarga

10.Berhak mendapatkan pembebasan bersyarat 11.Berhak mendapatkan cuti menjelang bebas

12.Berhak mendapatkan hak-hak lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

38


(49)

Anak pidana merupakan anak yang menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari keberlangsungan hidup manusia dan keberlangsungan sebuah bangsa dan negara. Dalam konstitusi Indonesia, anak memiliki peran strategis yang secara tegas dinyatakan bahwa negara menjamin hak setiap anak atas keberlangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.

Terkait masalah keberlangsungan hidup, tumbuh dan berkembang anak pidana, maka anak pidana perlu mendapatkan perhatian khusus terhadap kesehatan anak baik fisik maupun mental anak. Sebab harus disadari bahwa hak atas derajat kesehatan yang optimal bagi setiap rakyat termasuk anak pidana merupakan sebagi salah satu jenis HAM yang telah diakui dalam aturan hukum Nasional Indonesia.39 Dalam UU No.12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan juga menjamin hak yang berkaitan dengan kesehatan anak pidana diantaranya adalah berhak melakukan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya, berhak mendapatkan perawatan baik perawatan rohani maupun jasmani, berhak mendapatkan pelayanan kesehatan dan makanan yang layak. Selaian itu dalam Peraturan Pemerintah No. 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan juga jelas disebutkan dalam Ketentuan Umum bahwa pelayanan kesehatan adalah upaya promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif, di bidang kesehatan bagi Narapidana dan Anak Didik Pemasyarakatan di LAPAS. Jelas bahwa hak terkait kesehatan Anak Didik

39


(50)

Pemasyarakatan (Anak Pidana) sangat penting dan berpengaruh dalam keberlangsungan hidup anak, dan tumbuh kembangnya.

G. Metode Penelitian

Berkenaan dengan ruang lingkup karya tulis ini, metode penelitian yang digunakan untuk karya tulis ini adalah metode penelitian hukum yaitu suatu kegiatan ilmiah, yang didasarkan pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu, dengan jalan menganalisanya dan kecuali itu maka juga diadakannya pemeriksaan yang mendalam terhadap fakta hukum tersebut, kemudian mengusahakan suatu pemecahan atas permasalahan-permasalahan yang timbul di dalam gejala yang bersangkutan.40

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian dalam skripsi ini adalah jenis penelitian yuridis empiris atau lapangan (field research) , jenis penelitian ini menunjukkan peneliti untuk mendapatkan data primer dan mengidentifikasi hukum sebagai perilaku yang mempola. Pendekatan ini ditujukan untuk memperoleh keterangan, penjelasan, dan data mengenai pemenuhan hak atas kesehatan anak didik pemasyarakatan dan melihat secara langsung bentuk penerapannya di Lembaga Pemasyarakatan Anak Tanjung Gusta Medan.

2. Lokasi Penelitian, Populasi dan Sampel a. Lokasi Penelitian

40

Bambang Sunggono, Metode Penelitian Hukum, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2005, hlm 38.


(51)

Penelitian ini dilakukan di Lembaga Pemasyarakatan Anak Tanjung Gusta Medan.

Alasan dari pemilihan Lembaga Pemasyarakatan Anak Tanjung Gusta Medan karena:

1. satu-satunya lembaga pemasyarakatan atau unit pelaksanaan teknis Pemasyarakatan Anak di Wilayah Sumatera Utara yang melaksanakan pendidikan dan pembinaan terhadap anak serta memenuhi hak anak didik pemasyarakatan.

2. lembaga tersebut memenuhi syarat untuk dijadikan lokasi penelitian mengingat anak merupakan generasi penerus perjuangan dan cita-cita bangsa dan merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari keberlangsungan sebuah bangsa dan negara.

b. Populasi

populasi dari penelitian ini adalah seluruh anak pidana di Lembaga Pemasyarakatan Anak Tanjung Gusta Medan

c. Sampel

teknik penarikan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sampel random sederhana ( simple random sampling) yaitu pemilihan sampel yang diambil secara acak atau sembarang dari unsur populasi artinya setiap unsur populasi mempunyai kemungkinan yang sama untuk dapat dipilih sebagai sampel. Sampel yang dipilih dalam penelitian ini adalah sebanyak 60 orang anak pidana yang dijadikan sebagai responden.


(52)

3. Teknik Pengumpulan Data

Adapun teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah melalui:

a. daftar pertanyaan (Quistionare), pengumpulan data dengan cara dilakukan dalam bentuk daftar pertanyaan baik bersifat tertutup maupun terbuka yang diisi oleh anak pidana.

b. wawancara merupakan cara pengumpulan data yang dilakukan dengan mengajukan pertanyaan langsung kepada reponden yang berpedoman pada dasar pertanyaan yang disiapkan. Wawancara dilakukan melalui tanya jawab dengan pejabat struktural, staf serta anak didik pemasyarakatan di Lapas Anak Tanjung Gusta Medan.

c. studi dokumentasi adalah cara memperoleh data dengan mengumpulkan semua informasi yang sudah ada, berkaitan dengan permasalahan penelitian dari sumber-sumber terkait.

4. Sumber Data

1) Data Sekunder yang terdiri dari:

a. bahan hukum primer, bahan hukum yang isinya mengikat karena dikeluarkan oleh pemerintah atau negara yaitu peraturan perundang-undangan.

b. bahan hukum sekunder, bahan hukum yang berasal dari bahan-bahan yang isinya memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer dan dapat membantu membatu menganalisis, seperti: buku-buku, artikel, jurnal, laporan penelitian dan karya tulis ilmiah lainnya.


(1)

Indonesia sebab anak pidana merupakan anak yang menjadi bagian dari Generasi Muda yang merupakan salah satu sumber daya manusia yang menjadi potensi dan penerus cita-cita perjuangan bangsa yang memerlukan perlindungan khusus untuk menjamin pertumbuhan, perkembangan fisik, mental dan sosial yang utuh, serasi, selaras dan seimbang. Untuk itu dalam melaksanakan pemenuhan hak atas kesehatan, pembinaan dan memberikan perlindungan terhadap anak pidana diperlukan dukungan, baik menyangkut kelembagaan maupun perangkat hukum yang lebih mantap dan memadai. 2. Dalam pelaksanakan pemenuhan hak atas kesehatan anak pidana, Lembaga

Pemasyarakatan Anak Klas II-A Tanjung Gusta Medan melakukan kegiatan yaitu:

a. pemberian pelayanan makanan sebanyak 3 (tiga) kali dalam sehari dan dilaksanakan setiap hari dengan menu yang telah disesuaikan dengan ketentuan yang diatur dalam Peraturan Perundang-undangan di Indonesia.

b. menyediakan air bersih bagi seluruh anak pidana dengan memperhatikan kualitas serta kuantitas air

c. melaksanakan pengelolaan sampah dan pembuangan air limbah dengan menyediakan tong sampah di dalam kamar hunian anak pidana dan di sekitar lingkungan Lapas dan pembuangan sampah dilaksanakan sebanyak 2 kali sehari. Kemudian Lapas menyediakan selokan dan septik tank untuk menampung kotoran yang mengandung bakteri serta parasit yang dapat mengganggu kesehatan anak pidana.


(2)

d. pemberian pelayanan kesehatan dengan menyediakan klinik kesehatan di dalam Lapas dengan dilengkapi oleh tenaga medis serta obat-obatan dan alat kesehatan. Melakukan pemeriksaan kesehatan terhadap anak pidana setiap hari dan merawat anak pidana yang jatuh sakit.

e. mengadakan kegiatan olahraga bagi anak pidana untuk menjaga kesehatan fisik anak pidana agar tetap sehat dan bugar. Adapun kegiatan olahraga yang dilaksanakan berupa: tenis meja, bola kaki, bulu tangkis, volly, serta senam pagi.

f. lapas juga mengadakan kegiatan pembinaan mental kerohanian seperti kegiatan ibadah, kegiatan moralitas, kegiatan pramuka serta penyuluhan tentang gaya hidup sehat untuk membentuk kesehatan mental Anak Pidana.

Dalam pelaksanaan pemenuhan hak atas kesehatan anak pidana Lapas Anak Klas II-A Tanjung Gusta Medan tidak terlepas dari beberapa kendala sehingga dalam pemenuhan hak atas kesehatan anak pidana tidak terlaksana dengan maksimal, adapun kendala yang dihadapi oleh Lapas yaitu kurangnya sarana dan prasarana dalam pemenuhan hak atas kesehatan anak pidana, sumber daya manusia yang kurang mampu untuk melaksanakan pembinaan terhadap anak pidana, kurangnya perhatian pemerintah daerah, dan keadaan kelebihan kapasitas yang terjadi menyebabkan pemenuhan hak atas kesehatan anak pidana dalam bentuk pemberian makanan serta kamar hunian yang layak tidak terpenuhi dengan maksimal. Demikian hal nya juga dalam pemenuhan perlengkapan untuk kebersihan diri anak pidana seperti sabun mandi, odol,


(3)

sabun untuk mencuci pakaian juga terbatas sehingga anak pidana sering tidak mendapatkan perlengkapan tersebut hal ini diakibat oleh kelebihan kapasitas yang terjadi di Lapas Anak Klass II-A Tanjung Gusta Medan.

B.Saran

Saran yang dapat diberikan untuk pemenuhan hak atas kesehatan anak pidana yakni:

1. Perlunya peran dari pemerintah pusat maupun daerah dalam menyediakan anggaran yang memadai untuk memenuhi hak atas kesehatan (pembangunan kesehatan) anak pidana yang dirampas kemerdekaan ruang geraknya.

2. Perlunya pelatihan khusus serta pemahaman bagi petugas pemasyarakatan mengenai perlakuan terhadap anak pidana harus memperhatikan kepentingan terbaik bagi anak dalam pemenuhan hak atas kesehatan anak pidana yang merupakan hak asasi manusia yang harus dipenuhi, dihormati, dan dilindungi. 3. Perlu ditambah jumlah obat-obatan serta tenaga medis spesialis seperti dokter

gigi di Lembaga Pemasyarakatan Anak Klas II-A Tanjung Gusta Medan mengingat tidak adanya tersedia dokter gigi serta dokter spesialis di klinik Lapas.

4. Perlu penambahan sarana dan prasarana seperti kamar hunian, alas tidur, kebutuhan pribadi anak (keperluan mandi) yang mendukung pemenuhan hak atas kesehatan anak pidana sebab pada saat ini Lembaga Pemasyarakatan Anak mengalami kelebihan kapasitas.


(4)

DAFTAR PUSTAKA A. Buku

Adisasmito, Wiku, Edisi ke 2 Sistem Kesehatan, Jakarta, PT. RajaGrafindo Indonesia, 2007

Arifin, Syamsul, dkk, Pengantar Falsafah Hukum, Medan, Cita Pustaka Media, 2014

Aziz, Aminah, Aspek Hukum Perlindungan Anak, Medan, USU Press, 1998 Baehr, Peter, dkk, Instrumen Internasional Pokok Hak-hak Asasi Manusia,

Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1996

Hadisuprapto, Paulus, Juvenile Delinquency Pemahaman dan Penanggulangannya, Bandung, PT Citra Aditya Bakti, 1997

Harahap, A Bazar, dan Sutardi, Nawangsih, Hak Asasi Manusia dan Hukumnya, Jakarta, Perhimpunan Cendikiawan Independen Republik Indonesia, 2007

Harsono, C.I., Sistem Baru Pembinaan Narapidana, Jakarta, Djambatan, 1995 Hasbullah, M Afif., Politik HukumRatifikasi Konvensi HAM di Indonesia,

Yogyakarta: UNISDA Lamongan bekerjasama dengan Pustaka Pelajar , 2005

Joni, Muhammad, dan Tanamas, Zulchaina Z, Aspek Hukum Perlindungan Anak dalam Perspektif Konvensi Hak Anak, Bandung, PT. Citra Aditya Bakti, 1999

Kaligis, O.C., Perlindungan Hukum atas Hak Asasi Tersangka Terdakwa dan Terpidana dalam Sistem Peradilan Pidana Indonesia, Bandung, PT. Alumni, 2006

Kartini, Kartono, Patologi Sosial 2 Kenakalan Remaja, Jakarta, PT RajaGrafindo Persada, 2013

Kurnia, Tinton Slamet, Hak atas Derajat Kesehatan Optimal sebagai HAM di Indonesia, Bandung, PT Alumni, 2007

Marlina, Hukum Penitensier, Bandung, PT Refika Aditama, 2011

Mulyadi, Lilik, Pengadilan Anak di Indonesia Teori, Praktek dan Permasalahannya Bandung, Mandar Maju, 2005,


(5)

Prinst, Darwan, Hukum Anak Indonesia, Bandung, Citra Aditya Bakti, 1997 , Sosialisasi & Dimensi Penegakan Hak Asasi Manusia, Bandung, PT Citra Aditya Bakti, 2001

Priyatno, Dwidja, Sistem Pelaksanaan Pidana Penjara di Indonesia, Bandung, PT Refika Aditama, 2006

Salim, Bachtiar Agus, Pidana Penjara dalam Stelsel Pidana di Indonesia, Medan, USU Press, 2009

Simon R, A Josias, dan Sunaryo, Thomas, Studi Kebudayaan Lembaga Pemasyarakatan di Indonesia, Bandung, Lubuk Agung 2011

Soetodjo, Wagiati, Hukum Pidana Anak, Bandung, Refika Aditama, 2006

Sumiarni, MG Endang, dan Halim Chandera, Perlindungan Hukum Terhadap Anak dalam Hukum Keluarga, Yogyakarta, Universitas Admajaya, 2000

Sunggono, Bambang, Metodelogi Penelitian Hukum, Jakarta, PT RajaGrafindo Persada, 1997

Supramono, Gatot, Hukum Acara Pengadilan Anak, Jakarta, Djambatan, 2005 Syarifin, Pipin, Hukum Pidana di Indonesia untuk Fakultas Syari’ah Komponen

MKK, Bandung, CV. Pustaka Setia, 2000 B. Peraturan Perundang-undangan

Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia Tahun 1948 Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

Undang-Undang No. 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak

Keputusan Presiden No. 36 Tahun 1990 tentang pengesahan Konvensi Hak Anak


(6)

Peraturan Pemerintah No. 31 Tahun 1999 tentang Pembinaan dan Pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan

Peraturan Pemerintah No. 32 Tahun 1999 tentang Syarat daan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan

Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia Undang-Undang No. 26 Tahun 2000 Tentang Pengadilan HAM Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Undang-Undang No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tetang Kesehatan

Undang-Undang No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak Konvensi Hak Anak

Standard Minimum Rules United Nations for The Treatment of Prisioner Konvenan Internasional Tentang Hak-Hak Sipil dan Politik

Konvenan Internasional Tentang Hak - Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya C. Modul

Modul Hak Asasi Manusia Internasional, Suplemen Modul Hak Perempuan ditinjau dari Instrumen HAM Internasional, Jakarta : Departemen Hukum dan HAM R.I Direktorat Jendral Hak Asasi Manusia, 2008, hlm.50. D. Website

Nasional, Over Kapasitas Lapas Tembus 153 persen , Pemerintah Optimalkan Pemberian Hak Napi

http://www.jawapos.com/baca/artikel/5878/Over-Kapasitas-Lapas Tembus-153-Persen, 16/08/14 diakses pada tanggal 25 November 2014 Meilikhah, Menkum HAM Akui Kondisi Lapas di Indonesia Memprihatinkan,

http://news.metrotvnews.com/read/2014/12/31/338929/menkum-ham akui-kondisi-lapas-di-indonesia-memprihatinkan diakses pada tanggal 5 Juli 2015

http://www.satudunia.net/content/penghuni-lapas-anak-punya-risiko-terinfeksi ims-danhiv diakses pada tanggal 25 November 2014