Sinyal Free Induction Decay FID Relaksasi Relaxation � �

14 menimbulkan sinyal yang kuat dan tampak terang pada gambar, bila NMV lemah akan sedikit menimbulkan sinyal dan akan tampak gelap pada citra MRI. Pada saat terjadi magnetisasi transversal maka terjadi pula keadaan in phase pada bidang transversal sehingga akan terjadi induksi dari medan magnet terhadap koil penerima yang akan tercatat sebagai sinyal. Kuat dan lemahnya magnetisasi pada bidang transversal ini akan berpengaruh pada kekuatan signal MR dan berpengaruh pada intensitas gelap dan terang pada citra MRI. Bila signal MR kuat maka akan memberikan gambaran citra yang terang atau Hiperintens, sedangkan apabila signal MRI lemah akan memberikan citra MRI gelap atau Hipointens. Bila pulsa RF dihentikan, moment magnetik pada bidang transversal yang dalam keadaan Inphase akan mengalami Dephase kembali sehingga magnetisasi pada bidang transversal akan menurun, akibatnya induksi pada koil penerima juga akan semakin melemah yang dikenal dengan sinyal Free Induction Decay FID

2.3.5 Sinyal Free Induction Decay FID

Selama melakukan gerakan presesi, vektor magnetisasi dalam koordinat kartesian dapat diuraikan menjadi dua komponen yaitu : a. Komponen logitudinal � � pada sumbu z, yakni arah magnetisasi M mula- mula sebelum mengalami simpangan sama dengan arah medan magnet eksternal. b. Komponen tranversal � �� pada bidang xy tegak lurus arah medan magnet ekternal Selama berpresesi arah � � tetap, sedangkan � �� berputar pada bidang xy, seperti terlihat pada Gambar dibawah ini putaran � �� inilah yang menghasilkan sinyal NMR dimana dipancarkan dari proton yang beresonansi yang sinyalnya disebut sebagai Sinyal Free Induction Decay FID. 15 Gambar 2.7 Peluruhan induksi bebas Bushberg, 2002

2.3.6 Relaksasi Relaxation

Sebuah proses diamana atom hidrogen kembali kepada kesetimbangannya. Selama NMV membuang seluruh energinya yang diserap dan kembali pada � disebut sebagai proses Relaksasi. Pada saat NMV kehilangan magnetisasi transversal yang dikarenakan Dephase terjadi proses Relaksasi yang menghasilkan recoveri magnetisasi longitudinal � � dan decay dari magnetisasi transversal � �� . a. Recoveri dari magnetisasi longitudinal disebabkan oleh proses yang dinamakan � 1 recoveri. b. Decay dari magnetisasi transverse disebabkan oleh proses yang dinamakan � 2 decay. Daniel kertawiguna, 2015

2.3.7 �

� Recoveri Longitudinal Relaxation Disebabkan oleh inti-inti atom yang memberikan energinya pada lingkungan sekitarnya atau lattice, dan disebut spin lattice relaksasi. Energi yang dibebaskan pada sekeliling lattice menyebabkan inti-inti atom untuk recoveri 16 kemagnetisasi longitudinal. Rate Recoveri adalah proses eksponensial denganwaktu yang konstan yang disebut � 1 . � 1 adalah waktu pada saat 63 magnetisasi longitudinal � � untuk Recoveri. m Gambar 2.8 Proses terjadianya � 1 Recoveri dan Diagram � 1 Recoveri spin lattice relaksasi Bushberg, 2002

2.3.8 �

� Decay Transverse Relaxation Disebabkan oleh pertukaran energi inti atom dengan atom yang lain. Pertukaran energi ini disebabkan oleh medan magnet dari tiap-tiap inti atom berinteraksi dengan inti atom lain. Seringkali dinamakan spin-spin relaksasi dan menghasilkan decay atau hilangnya magnetisasi transversal. Rate decay juga merupakan proses eksponensial, sehingga waktu relaksasi � 2 dari jaringan soft 17 tissue konstan. � 2 adalah waktu pada saat 37 magnetisasi transversal � �� menghilang Decay. Gambar 2.9 Proses terjadianya � 2 Decay dan Grafik dari � 2 Decay spin-spin relaksasi Besarnya dan proses waktu frekuensi � 1 dan � 2 sangat berpengaruh pada sinyal keluaran yang akan ditransformasikan sebagai kontras citra MR, sebab kurva � 1 akan menentukan magnetisasi transversal � �� . Peluruhan � 2 waktu relaksasi � 2 adalah efek yang paling berkontribusi pada gambar citra, sebab pada proses dephase proton akan dihasilkan suatu induksi sinyal. Pengulangan pulsa RF terjadi sebelum kurva recovery menjadi maksimal sehingga obyek jaringan dengan � 1 pendek cepat kembali ke kondisi kesetimbangan akan mempunyai jumlah recovery yang banyak dibandingkan dengan jaringan yang mempunyai waktu yang panjang, sehingga dalam citra MRI akan di dapatkan gambar yang hitam pada pembobotan � 1 spin echo. Setelah pulsa RF 90° diberikan pada obyek, magnetisasi longitudinal � � akan diputar 90° ke bidang transversal � �� dan 18 terjadi proses relaksasi � 2 . Jaringan yang mempunyai nilai � 2 pendek, dephase yang terjadi sangat cepat sehingga intensitas sinyal yang dihasilkan sangat besar dan jaringan dengan waktu relaksasi � 2 pendek ini akan kelihatan hitam pada pembobotan nilai � 2 . Proses relaksasi � 1 dan � 2 adalah suatu kerja yang berlawanan yaitu pada saat proses pertumbuhan kembali magnetisasi longitudinal � � diimbangi dengan peluruhan yang cepat pada kurva relaksasi � 2 . Dua efek relaksasi � 1 dan � 2 terjadi ketika objek diberikan gelombang radio RF yang merupakan bentuk pulsa sequence. Pulsa sequence dalam pencitraan MRI dibentuk untuk mengetahui bagaimana efek � 1 pada pembobotan citra � 1 Weighted , efek � 2 pada pembobotan citra � 2 Weighted . Rangkaian pulsa RF dephasing phase echo dalam mendapatkan citra MRI dilakukan pengulangan untuk satu pemeriksaan. Waktu pengulangan antara pulsa sequence yang satu dengan yang berikutnya disebut dengan Time Repetition TR, sedangkan waktu tengah antara pulsa 90 dan sinyal maksimum echo disebut dengan Time Echo TE. Parameter � 1 dan � 2 sebagai sifat intrinsik jaringan, serta TE dan TR sebagai parameter teknis yang digunakan akan mengontrol derajat kehitaman pada citra MRI. Pada � 2 Weighted derajat kehitaman gambar akan dikontrol oleh TE dan � 2 Spin spin relaxation, sedangkan untuk � 1 Weighted derajat kehitaman akan dikontrol oleh TR dan � 1 Spin lattice relaxation. Secara umum � 1 Weighted akan menunjukkan struktur anatomi, dan � 2 Weighted menunjukkan struktur patologi.

2.3.9 Time Repetition TR, Time Echo TE, Field of View, Signal noise to Ratio SNR

Dokumen yang terkait

Penggunaan Teknik Composing Pada Pemeriksaan Whole Spine Potongan Sagital T2 Weighted Pada MRI 1.5T

0 0 1

Penggunaan Teknik Composing Pada Pemeriksaan Whole Spine Potongan Sagital T2 Weighted Pada MRI 1.5T

0 1 4

Penggunaan Teknik Composing Pada Pemeriksaan Whole Spine Potongan Sagital T2 Weighted Pada MRI 1.5T

0 0 24

Penggunaan Teknik Composing Pada Pemeriksaan Whole Spine Potongan Sagital T2 Weighted Pada MRI 1.5T

0 0 2

Penggunaan Teknik Composing Pada Pemeriksaan Whole Spine Potongan Sagital T2 Weighted Pada MRI 1.5T

0 0 9

Penggunaan Teknik Composing Pada Pemeriksaan Whole Spine Potongan Sagital T2 Weighted Pada MRI 1.5T

0 0 16

Keywords : image quality, scan time, GRAPPA, MRI Parameters PENDAHULUAN - Perbedaan Kualitas Gambar MRI 0,3 Tesla Antara Metode Grappa dan Metode Perubahan Nilai Parameter dengan Metode Rutin (Studi Pada Pemeriksaan MRI Vertebra Lumbal Potongan Sagital T2

0 3 5

Optimisasi Field of View (FOV) Terhadap Kualitas Citra Pada T2WI FSE MRI Lumbal Sagital

0 1 5

ANALISIS VARIASI TIME REPETITION (TR) TERHADAP SIGNAL TO NOISE RATIO DAN CONTRAST TO NOISE RATIO PADA PEMERIKSAAN MRI CERVICAL T2 WEIGHTED FAST SPIN ECHO (FSE) POTONGAN SAGITAL ANALYSIS OF TIME REPETITION (TR) VARIATION TO SIGNAL TO NOISE RATIO AND CONTRA

1 2 5

ANALISIS INFORMASI CITRA ANTARA SEKUENS T2 FRFSE DENGAN T2 PROPELLERPADA PEMERIKSAAN MRI CERVIKAL POTONGAN AXIAL DENGAN PESAWAT MRI GE SIGNA 1,5 T ANALYSIS IMAGE INFORMATION BETWEEN T2 FRFSE SEQUENCES AND T2 PROPELLER SEQUENCES IN CERVICAL MRI EXAMINATION

0 11 5