Taraf   intensitas   bunyi   pesawat   jet   yang   terbang   pada   ketinggian   20   m   adalah   140   dB. Berapakah taraf intensitasnya pada ketinggian 200 m?
Penyelesaian
Intensitas
I
1
pada ketinggian
r
1
= 20  m
dapat dihitung dengan Persamaan 3-22,
β=10 log I
I ,
140=10 log I
1
10
− 12
Wm
2
,
I
1
= 100  Wm
2
.
Intensitas
I
2
pada ketinggian dapat dihitung dengan Persamaan 3-21,
I
2
= r
1
r
2 2
I
1
= 20  m
200 m
2
100  Wm
2
= 1  Wm
2
.
Dengan demikian, taraf intensitas bunyi pada ketinggian adalah
β=10 log I
2
I =
10 log 1  Wm
2
10
− 12
Wm
2
= 120 dB .
E. Layangan Bunyi
Kita   telah   membicarakan   interferensi   dua   gelombang   dengan   frekuensi   yang   sama. Sekarang kita akan membicarakan interferensi dua gelombang bunyi yang memiliki amplitudo
sama, tetapi frekuensinya sedikit berbeda. Peristiwa ini dapat terjadi pada dua garpu tala yang frekuensinya sedikit berbeda dibunyikan bersama-sama.
Ketika   dua   gelombang   berinterferensi,   perhatikan   sebuah   titik   dalam   medium   itu. Pergeseran   masing-masing   gelombang   di   titik   itu   dapat   digambarkan   sebagai   fungsi   waktu
Gambar 3.4a. Panjang total sumbu waktu menyatakan 1 s, sedangkan frekuensi masing- masing gelombang berturut-turut 16 Hz grafik warna biru dan 18 Hz grafik warna merah.
Berdasarkan prinsip superposisi, kita menambahkan kedua pergeseran pada setiap saat untuk menentukan pergeseran total pada saat itu. Hasil superposisi ditunjukkan pada Gambar 3.4b.
62 m
200
2
 r
m 200
2
 r
Pada saat
t=0,25 s
dan
t=0,75 s,
kedua gelombang sefase. Artinya, kedua gelombang itu saling memperkuat sehingga amplitudo totalnya maksimum. Akan tetapi, karena frekuensinya
sedikit   berbeda,   kedua   gelombang   itu   tidak   dapat   sefase   dalam   setiap   waktu.   Pada   saat tertentu,   misalnya
t=0,50 s,
kedua  gelombang  itu  tepat  berlawanan  fase.  Artinya,  kedua gelombang itu saling meniadakan sehingga amplitudo totalnya sama dengan nol. Gelombang
resultan   pada   Gambar   3.4b   tampak   seperti   sebuah   gelombang   sinusoidal   tunggal   yang amplitudonya berubah-ubah dari maksimum ke nol dan kembali ke maksimum lagi.
Berdasarkan uraian di atas, dalam waktu 1 s amplitudo resultan memiliki dua maksimum dan   dua   minimum   sehingga   frekuensi   perubahan   amplitudo   ini   adalah   2   Hz.   Perubahan
amplitudo ini menyebabkan perubahan kenyaringan yang dinamakan layangan dan frekuensi di mana   kenyaringan   itu   berubah   dinamakan   frekuensi   layangan.   Frekuensi   layangan   sama
dengan selisih kedua frekuensi gelombang yang berinterferensi.
Gambar 3.4 a Dua gelombang dengan frekuensi 16 Hz warna biru dan 18 Hz warna merah. b Superposisi dua gelombang dengan frekuensi 16 Hz dan 18 Hz menghasilkan frekuensi
layangan 2 Hz.
Kita akan membuktikan bahwa frekuensi layangan sama dengan selisih antara frekuensi
f
a
dan
f
b
.
Diandaikan
f
a
f
b
atau
T
a
T
b
,
dengan
T
a
dan
T
b
berturut-turut menunjukkan   periode   yang   bersesuaian   dengan   frekuensi
f
a
dan
f
b
.
Jika   kedua gelombang itu mula-mula sefase pada
t=0,
kedua gelombang itu akan sefase lagi apabila gelombang pertama telah bergerak tepat satu siklus lagi melebihi gelombang kedua. Hal ini
akan terjadi pada nilai
t
yang sama dengan
T
layangan
.
Jika
n
menunjukkan jumlah siklus
63
gelombang   pertama   dalam   waktu
T
layangan
,
jumlah   siklus   gelombang   kedua   dalam   waktu
T
layangan
adalah
n−1.
Jadi,
T
layangan
= nT
a
dan
T
layangan
= n−1T
b
.
Dari dua persamaan ini diperoleh,
T
layangan
= T
a
T
b
T
b
− T
a
.
Akan tetapi,
f =1T
sehingga
f
layangan
= 1
T
a
− 1
T
b
,
f
layangan
= f
a
− f
b
.
3-23 Seperti   telah   disebutkan   di   atas,   frekuensi   layangan   sama   dengan   selisih   antara   kedua
frekuensi gelombang yang berinterferensi. Frekuensi layangan selalu positif, sehingga
f
a
pada Persamaan 3-23 selalu menunjukkan frekuensi yang lebih tinggi.
F. Efek Doppler