PENGARUH MODEL PROBLEM BASED LEARNING (PBL) TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN AKTIVITAS BELAJAR SISWA PADA MATERI POKOK PERAN MANUSIA DALAM PENGELOLAAN LINGKUNGAN (Kuasi Eksperimental pada Siswa Kelas VII SMP Perintis 2 Bandar Lampung Tahun Pelajaran

(1)

PENGARUH MODEL PROBLEM BASED LEARNING (PBL) TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN AKTIVITAS BELAJAR

SISWA PADA MATERI POKOK PERAN MANUSIA DALAM PENGELOLAAN LINGKUNGAN

(Kuasi Eksperimental pada Siswa Kelas VII SMP Perintis 2 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2014/2015)

(Skripsi)

Oleh

Fadhilah Khairani

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2015


(2)

ABSTRAK

PENGARUH MODEL PROBLEM BASED LEARNING (PBL) TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN AKTIVITAS BELAJAR

SISWA PADA MATERI POKOK PERAN MANUSIA DALAM PENGELOLAAN LINGKUNGAN

(Kuasi Eksperimental pada Siswa Kelas VII SMP Perintis 2 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2014/2015)

Oleh

FADHILAH KHAIRANI

Hasil observasi dan wawancara oleh peneliti di SMP Perintis 2 Bandar Lampung,

diketahui bahwa aktivitas belajar dan kemampuan berpikir kritis siswa belum

dikembangkan secara optimal, karena guru menggunakan model pembelajaran

yang tidak memfasilitasi siswa untuk aktif mengembangkan kemampuan berpikir

kritis. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penerapan model PBL

terhadap kemampuan berpikir kritis dan aktivitas belajar siswa pada materi pokok

peran manusia dalam pengelolaan lingkungan.

Desain penelitian adalah pretest-posttestnon ekuivalen. Sampel penelitian adalah

siswa kelas VIIC dan VIID yang dipilih secara purposive sampling. Data kuantitatif diperoleh dari rata-rata nilai pretest, posttest, dan N-gain yang

dianalisis secara statistik menggunakan Uji U pada taraf kepercayaan 5%. Data


(3)

Fadhilah Khairani

iii

yang diperoleh melalui lembar observasi aktivitas belajar siswa dan tanggapan

siswa terhadap penggunaan model PBL yang diperoleh dari angket tanggapan

siswa.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kemampuan berpikir kritis siswa mengalami

peningkatan setelah menggunakan model PBL dilihat dari rata-rata N-gainpretest

dan posttest kelas eksperimen sebesar 47,22lebih tinggi dibandingkan kelas

kontrol sebesar 33,91. Rata-rata peningkatan aktivitas belajar siswa pada semua

aspek yang diamati pada kelas eksperimen lebih tinggi dibandingkan kelas

kontrol. Aktivitas pada aspek merumuskan masalah, memberi argumen,

melakukan induksi, deduksi, dan evaluasi berkriteria “tinggi”. Selain itu, sebagian besar siswa memberikan tanggapan positif terhadap penggunaan model PBL

(±90%). Dengan demikian, pembelajaran menggunakan model PBL berpengaruh

dalam meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan aktivitas belajar siswa pada

materi pokok peran manusia dalam pengelolaan lingkungan.

Kata kunci : Problem Based Learning, berpikir kritis, aktivitas belajar, dan pengelolaan lingkungan


(4)

DALAM PENGELOLAAN LINGKUNGAN

(Kuasi Eksperimental pada Siswa Kelas VII SMP Perintis 2 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2014/2015)

Oleh

FADHILAH KHAIRANI Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PENDIDIKAN

Pada

Program Studi Pendidikan Biologi

Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDARLAMPUNG 2015


(5)

(6)

(7)

vii

RIWAYAT HIDUP

Penulis merupakan anak ketiga dari empat bersaudara pasangan

Bapak Drs. Nurdin, M.Si dengan Ibu Dra. Fatmah yang

dilahirkan di Bandar Lampung pada tanggal 02 Agustus 1992.

Penulis bertempat tinggal di Jl. Scorpio No.34 Rajabasa Indah,

Pramuka, Bandar Lampung. Nomer Telepon/Hp: (0721) 707049/089631388893.

Penulis mengawali pendidikan formal pada tahun 1997 di TK Qurota’ayun Bandar Lampung yang diselesaikan pada tahun 1999. Tahun 1999-2005 penulis

bersekolah di SD Negeri 2 Labuhan Ratu Bandar Lampung. Tahun 2005 diterima

di SMP Negeri 1 Bandar Lampung yang diselesaikan pada tahun 2008. Tahun

2008-2011 penulis bersekolah di SMA Negeri 1 Bandar Lampung. Tahun 2011

penulis diterima di Universitas Lampung Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Jurusan Pendidikan MIPA Program Studi Pendidikan Biologi melalui jalur

Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN).

Penulis pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Genetika pada tahun

2012-2013. Penulis melaksanakan Program Pengalaman Lapangan (PPL) di SMP

Negeri 1 Kotaagung Timur dan Kuliah Kerja Nyata Kependidikan Terintegrasi

(KKN-KT) di pekon Kagungan, Kecamatan Kotaagung, Kabupaten Kotaagung

Timur pada tahun 2014. Tahun 2015 peneliti melakukan penelitian di SMP


(8)

viii

Dengan menyebut nama Allah yang Maha pengasih lagi Maha penyayang

PERSEMBAHAN

Alhamdulillahi robbil ‘alamin, segala puji untuk Mu ya Rabb atas segala kemudahan, limpahan rahmad dan karunia yang Engkau berikan selama ini. Teriring doa, rasa syukur dan

segala kerendahan hati.

Sholawat serta salam selalu tercurah kepada Rasulullah Muhammad SAW… Kupersembahkan karya ini sebagai tanda bakti dan cinta kasihku kepada:

Ayah (Drs. Nurdin, M.Si) dan Ibu (Dra. Fatmah)

Sosok ayah dan ibu yang telah mendidik dan membesarkan ku dengan segala doa terbaik mereka, kesabaran dan limpahan kasih sayang, selalu menguatkanku, mendukung segala

langkah ku menuju kesuksesan dan kebahagian.

Keluargaku Tercinta (Nuraynin Thoyyibah, M. Mulya

Siddiq, dan Rahmah Khairina)

Terimakasih untuk segala cinta, motivasi dan segala bentuk dukungan yang kalian berikan untukku.

Para Pendidikku (Guru-guruku)

Terimakasih atas ilmu, nasihat, dan arahan yang telah diberikan

Sahabat-sahabat terbaik dan seperjuangan Pendidikan

Biologi 2011

Terimakasih untuk persahabatan kita selama ini semoga persahabatan kita kelak kan abadi sepanjang masa.


(9)

ix

Allah tidak akan membebani seseorang melainkan

sesuai kesanggupannya

(Al Baqarah: 286)

“Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan,

maka apabila kamu telah selesai (dari suatu urusan)

kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain, dan

hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap”

(Q.S Asy Syarh: 5-8)

Kebanggan kita yang terbesar adalah bukan tidak pernah

gagal, tetapi bangkit kembali setiap kali kita jatuh

”.

(Confusius)

Lakukan yang terbaik dan Allah akan memberikan yang

terbaik

(Fadhilah Khairani)

“Belajar dari masa lalu, hdup untuk sekarang, dan berencana

untuk esok hari”

(Fadhilah Khairani)


(10)

(11)

xi

SANWACANA

Alhamdulillah, puji syukur Penulis ucapkan ke hadirat Allah SWT, dengan

ridho-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul ” Pengaruh Penerapan Model Problem Based Learning (PBL) Terhadap Kemampuan Berpikir Kritis dan

Aktivitas Belajar Siswa pada Materi Pokok Peran Manusia dalam Pengelolaan

Lingkungan (Kuasi Eksperimental pada Siswa Kelas VII SMP Perintis 2 Bandar

lampung Tahun Pelajaran 2014/2015)” sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd) Program Studi Pendidikan Biologi FKIP

Universitas Lampung.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari peranan

dan bantuan berbagai pihak. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Dr. Hi. Bujang Rahman, M.Si., selaku Dekan FKIP Unila.

2. Dr. Caswita, M.Si., selaku Ketua Jurusan PMIPA FKIP Unila.

3. Berti Yolida, S.Pd., M.Pd., selaku Ketua Program Studi Pendidikan Biologi

FKIP Unila.

4. Drs. Arwin Achmad M.Si., selaku Pembahas atas bimbingan dan masukannya.

5. Dr. Tri Jalmo, M.Si., sebagai Pembimbing I atas motivasi, saran, dan

masukannya.

6. Rini Rita T. Marpaung, S.Pd., M.Pd., sebagai Pembimbing II atas motivasi,


(12)

xii

8. Atiek Andesta, S.Pd. selaku guru mitra, yang telah memberikan izin dan

bantuan selama penelitian serta motivasi yang sangat berharga.

9. Seluruh dewan guru, staf, dan siswa-siswi kelas VIIC dan VIID SMP Perintis 2 Bandar Lampung atas kerjasama yang baik selama penelitian berlangsung.

10.Bapak dan ibu dosen pengajar, atas segala ilmu yang telah diberikan.

11.Rekan-rekan Pendidikan Biologi 2011, kakak dan adik tingkat Pendidikan

Biologi FKIP UNILA atas persahabatan dan keceriaannya.

12.Sahabat-sahabat seperjuangan selama menyelesaikan skripsi (Lita Yudhiyat,

S.Pd; Tyas Kharimah T, S.Pd; Chintia Monalia, S.Pd; Zhakia El Shinta, S.Pd;

Indah Surya, S.Pd; Karyanti, S.Pd; Herlinda Oktarina, S. Pd; Winda Riana,

S.Pd; Qurrota Aina, S. Pd; Ardi Nova, S. Pd; Ani Sulistiani, S.Pd; Junaidi,

Gita Leviana, Atikah, Friska Andini, Dedy F. Yusa, Agung P.) terimakasih

atas persahabatan yang terjalin. Semoga persahabatan ini tidak berakhir

seiring berakhirnya masa studi kita. Aamiin.

13.Semua pihak yang telah membantu hingga selesainya skripsi ini.

Semoga Allah senantiasa melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada kita

semua, serta berkenan membalas semua budi baik yang diberikan kepada penulis

dan semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat, Aamiin.

Bandar Lampung, 20 Agustus 2015 Penulis


(13)

xiii

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR GAMBAR ... xvii

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 4

C. Tujuan Penelitian ... 4

D. Manfaat Penelitian ... 5

E. Ruang Lingkup Penelitian ... 5

F. Kerangka Pikir ... 6

G. Hipotesis ... 9

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Model Pembelajaran Berbasis Masalah (PBL) ... 10

B. Berpikir Kritis ... 20

C. Aktivitas Belajar Siswa ... 27

III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ... 32

B. Populasi dan Sampel ... 32

C. Desain Penelitian ... 32

D. Prosedur penelitian ... 33

E. Jenis dan Teknik Pengumpulan Data ... 39

F. Teknik Analisis Data ... 43

IV.HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 48

B. Pembahasan ... 52

V. SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan ... 66

B. Saran ... 66

DAFTAR PUSTAKA ... 68

LAMPIRAN 1. Silabus Eksperimen dan Kontrol ... 73


(14)

xiv

5. Soal Pretest dan Posttest ... 91

6. Kunci Jawaban Pretest Posttest ... 93

7. Kisi-Kisi LKK Eksperimen Pertemuan I ... 94

8. Rubrik LKK Eksperimen Pertemuan I ... 97

9. LKK Eksperimen Pertemuan I ... 98

10.Kunci Jawaban LKK Eksperimen Pertemuan I ... 108

11.Kisi-Kisi LKK Kontrol Pertemuan I ... 113

12.Rubrik LKK Kontrol Pertemuan I ... 115

13.LKK Kontrol Pertemuan I ... 116

14.Kunci Jawaban LKK Kontrol Pertemuan I ... 119

15.Angket Tanggapan Siswa ... 120


(15)

xv

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Sintaks atau langkah-langkah Pembelajaran Berbasis Masalah ... 17

2. Kemampuan dan Indikator Berpikir Kritis ... 26

3. Lembar Observasi Aktivitas Belajar Siswa ... 41

4. Item pernyataan pada angket... 42

5. Kriteria Peningkatan KBK Siswa ... 45

6. Skor perjawaban angket ... 46

7. Data angket tanggapan siswa terhadap PBL ... 46

8. Kriteria persentase tanggapan siswa terhadap PBL ... 47

9. Hasil uji statistik nilai pretest, posttest, dan N-gain KBK oleh siswa pada kelas eksperimen dan kontrol ... 48

10.Hasil uji statistik terhadap N-gain setiap aspek KBK oleh siswa pada kelas eksperimen dan kontrol ... 49


(16)

xvii

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat ... 9

2. Desain pretest posttest non ekuivalen ... 33

3. Grafik tanggapan siswa terhadap penggunaan model PBL ... 51

4. Contoh jawaban siswa merumuskan masalah (LKK berbasis masalah kelas eksperimen pertemuan ke II) ... 56

5. Contoh jawaban siswa melakukan induksi kelas eksperimen (LKK berbasis masalah kelas eksperimen pertemuan ke II) ... 58

6. Contoh jawaban siswa melakukan deduksi kelas eksperimen (LKK eksperimen pertemuan ke II)... 60

7. Contoh jawaban siswa memberikan argumen kelas eksperimen (LKK berbasis Masalah kelas eksperimen pertemuan ke II) ... 62

8. Contoh jawaban siswa melakukan evaluasi kelas eksperimen (LKK Berbasis masalah kelas eksperimen pertemuan ke II) ... 64

9. Mengorientasikan siswa pada masalah ... 121

10. Mengorganisasikan siswa untuk belajar ... 121

11. Membantu penyelidikan mandiri dan kelompok ... 122

12. Menyajikan hasil diskusi ... 122

13. Analisis dan evaluasi proses pemecahan masalah ... 123

14. Siswa mengerjakan soal evaluasi KBK ... 123

15. Memberikan apresepsi ... 124

16. Siswa mengerjakan LKK ... 124


(17)

xviii


(18)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) di era global sangat

mempengaruhi berbagai aspek kehidupan. Jenis-jenis pekerjaan yang

sebelumnya menuntut kemampuan fisik yang cukup besar, kini relatif sudah

bisa digantikan oleh perangkat mesin-mesin otomatis, demikian juga dengan

adanya internet dan komputer, seolah sudah mampu menggeser posisi

kemampuan otak manusia dalam berbagai bidang ilmu dan aktivitas manusia.

Dengan kata lain perkembangan IPTEK telah menjadikan manusia tergantung

dan hanya mampu bereaksi terhadap dampak yang ditimbulkan oleh

kecanggihan teknologi.

Keadaan ini dapat menimbulkan berbagai permasalahan, antar lain perubahan

gaya hidup dan pola pikir individu, kerusakan, serta pencemaran lingkungan.

Oleh karena itu perkembangan teknologi ini harus diimbangi dengan

kemampuan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas, yang memiliki

kemampuan berpikir kritis sehingga mampu menyelesaikan permasalahan

yang ditimbulkan oleh perkembangan IPTEK tersebut. Kemampuan berpikir

kritis akan mempengaruhi setiap tindakan yang diambil dalam memecahkan


(19)

2

bijaksana. Tinio (dalam Wahyuni, 2011: 1) menyatakan bahwa salah satu

kemampuan yang dibutuhkan untuk menghadapi tantangan di masa yang

datang adalah kemampuan berpikir kritis (critical thinking).

Salah satu untuk menjawab tuntutan kebutuhan manusia yang berkualitas dan

mampu mengembangkan kemampuan berpikir kritis adalah pendidikan.

Namun pendidikan di Indonesia belum mampu mengembangkan kemampuan

berpikir kritis. Pendidikan yang di dalamnya mencangkup proses

pembelajaran yang selama ini terjadi belum mengembangkan kemampuan

berpikir untuk mengidentifikasi, menganalisis, dan memecahkan masalah

secara logis sehingga menghasilkan pertimbangan dan keputusan yang tepat

dalam menyelesaikan permasalahan (Sanjaya, 2012: 13).

Proses pembelajaran yang belum mampu mengembangkan kemampuan

berpikir kritis menyebabkan rendahnya kualitas SDM yang terlihat dari survey

yang dilakukan oleh Human Depelopment Index (HDI) tahun 2008, Indonesia

hanya menempati urutan 109 dari 179 negara di dunia. Rendahnya kualitas

SDM dapat pula dilihat dari mutu akademik antar bangsa dalam laporan studi

Programme For Internasional Student Assesment (PISA) pada tahun 2003,

Indonesia hanya menduduki peringkat ke-38 dari 41 negara dalam bidang

Ilmu pengetahuan alam (Tjalla, 2009: 2).

Hasil serupa ditemukan pula pada observasi dan wawancara oleh peneliti di

SMP Perintis 2 Bandar Lampung. Proses pembelajaran yang dilakukan di

kelas masih berorientasi pada guru (teacher center). Guru lebih sering


(20)

pembelajaran sangat rendah, siswa cenderung diam dan pasif. Dengan siswa

kurang aktif dalam pembelajaran, mengakibatkan siswa belum

mengembangkan kemampuan berpikir kritisnya. Metode diskusipun beberapa

kali digunakan, namun tetap belum mampu mengaktifkan siswa secara

optimal dalam kegiatan belajar dan belum mampu mengembangkan

kemampuan siswa untuk berpikir kritis, akibatnya tidak tercipta suasana

belajar yang dinamis dan efektif.

Oleh karena itu diperlukan suatu model pembelajaran berbasis masalah untuk

mewujudkan pembelajaran yang mampu memancing siswa untuk berpikir

kritis dengan melibatkan siswa secara aktif dalam kegiatan belajar melalui

pengalaman pribadi setiap siswa yaitu dengan menggunakan model PBL.

Menurut Islami (2013: 3) model PBL dapat membelajarkan siswa untuk

menyelesaikan permasalahan dengan maksud untuk menyusun pengetahuan

mereka sendiri, mengembangkan kemampuan berpikir kritis, kemandirian,

serta percaya diri. Dengan begitu penggunakan model PBL dapat memberikan

peluang pemberdayaan potensi berpikir siswa dalam berbagai aktivitas

pemecahan masalah dan pengambilan keputusan dalam konteks kehidupan

dunia nyata.

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan Anjani (2014: 5) bahwa model

PBL berpengaruh nyata terhadap kemampuan berpikir kritis siswa pada

pembelajaran IPA, maka dengan kata lain model PBL melatih peserta didik

untuk memiliki kemampuan berpikir tingkat tinggi. Oleh karena itu peneliti


(21)

4

Problem Based Learning (PBL) terhadap Kemampuan Berpikir Kritis dan

Aktivitas Belajar Siswa Pada Materi Pokok Peran Manusia dalam Pengelolaan

Lingkungan (Kuasi Eksperimental pada Siswa Kelas VII SMP Perintis 2

Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2014/2015)”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian

ini adalah sebagai berikut:

1. Apakah penerapan model PBL berpengaruh terhadap peningkatan

kemampuan berpikir kritis siswa pada materi pokok peran manusia dalam

pengelolaan lingkungan?

2. Apakah penerapan model PBL dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa

pada materi pokok peran manusia dalam pengelolaan lingkungan?

3. Bagaimana tanggapan siswa terhadap penerapan model PBL pada materi

pokok peran manusia dalam pengelolaan lingkungan?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui :

1. Penerapan model PBL berpengaruh terhadap peningkatan kemampuan

berpikir kritis siswa pada materi pokok peran manusia dalam pengelolaan

lingkungan.

2. Penerapan model PBL dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa pada


(22)

3. Tanggapan siswa terhadap penerapan model PBL pada materi pokok

peran manusia dalam pengelolaan lingkungan.

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapakan dapat memberikan manfaat bagi:

1. Peneliti, dapat memberikan pengalaman baru, wawasan dan bahan

masukan bagi peneliti sebagai calon guru untuk memilih model

pembelajaran yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan

aktivitas belajar siswa.

2. Guru, mendapatkan informasi alternatif model yang dapat meningkatkan

kemampuan berpikir kritis dan aktivitas belajar siswa dalam pembelajaran.

3. Siswa, dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan aktivitas

belajar siswa baik dalam pembelajaran maupun dalam kehidupan

sehari-hari.

4. Sekolah, memberikan masukan untuk mengoptimalkan penggunaan model

PBL dalam upaya peningkatan mutu sekolah dan kualitas pembelajaran.

E. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Model PBL yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari langkah

langkah berikut: (1) orientasi siswa pada masalah; (2) mengorganisasi

siswa untuk belajar; (3) membimbing penyelidikan individual maupun


(23)

6

menganalisis dan mengevaluasi pemecahan masalah (Nur dalam Hosnan,

2014: 302).

2. Aspek kemampuan berpikir kritis menurut Jufri (2013: 104-105)

mencakup: (1) merumuskan suatu masalah, (2) memberikan argumen, (3)

melakukan deduksi, (4) melakukan induksi (5) melakukan evaluasi.

3. Peningkatan kemampuan berpikir kritis ditinjau dari hasil tes tertulis

(pretest posttest) berdasarkan perbandingan N-gain.

4. Aktivitas belajar siswa yang diamati yaitu: (1) Menuliskan rumusan

masalah; (2) Melakukan penjabaran (induksi) permasalahan; (3)

Membuat kesimpulan (deduksi); (4) mempresentasikan hasil diskusi

kelompok (memberikan argumen); (5) memberikan solusi.

5. Subjek penelitian adalah siswa kelas VII semester genap SMP Perintis 2

Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2014/2015.

6. Materi yang diteliti adalah peran manusia dalam pengelolaan lingkungan

SMP kelas VII dengan KD “7.4 Mengaplikasikan peran manusia dalam pengelolaan lingkungan untuk mengatasi pencemaran dan kerusakan

lingkungan”.

F. Kerangka Pikir

Aktivitas belajar siswa dalam pembelajaran memiliki peranan penting dalam

perolehan pengetahuan dan kemampuan berpikir siswa. Pada kenyataannya

dalam proses pembelajaran yang terjadi selama ini hanya membiarkan siswa

untuk menerima informasi dan menjawab pertanyaan dengan benar tanpa


(24)

kemampuan yang seharusnya muncul dalam proses pembelajaran terabaikan.

Salah satunya kemampuan berpikir tingkat tinggi yaitu berpikir kritis.

Kemampuan dalam berpikir kritis memberikan arahan yang tepat dalam

berpikir dan bekerja, mempelajari masalah secara sistematis, merumuskan

pertanyaan inovatif, dan membantu dalam menentukan keterkaitan sesuatu

dengan yang lainnya secara lebih akurat.

Salah satu model pembelajaran yang diduga dapat merangsang aktivitas

belajar siswa dalam mengembangkan pengetahuan dan kemampuan berpikir

kritis siswa adalah model pembelajaran PBL. PBL merupakan salah satu

kegiatan pembelajaran yang dilakukan melalui pendekatan masalah yang

menekankan pada aktivitas belajar siswa dan menjadikan siswa lebih banyak

berinteraksi dengan objek dan peristiwa.

Pada tahap pertama pembelajaran berdasarkan masalah, guru

mengorientasikan siswa pada masalah dengan cara memberikan suatu masalah

pada siswa dan memberikan motivasi untuk terlibat dalam pemecahan

masalah. Pada tahap ini, diharapkan siswa mampu merumuskan suatu masalah

dengan menggunakan kalimat tanya dan berhipotesis untuk mengembangkan

aspek kemampuan berpikir kritis.

Tahap selanjutnya siswa dibantu oleh guru dalam mengorganisasikan tugas

belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut dan mengumpulkan

informasi yang sesuai untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah.

Pada tahap ini diharpakan siswa mampu mengetahui info yang di dapat


(25)

8

Siswa kemudian mendiskusikan pemecahan masalah dengan informasi yang

dimiliki. Dalam proses tersebut diharapkan siswa mampu meberikan

argumen-argumen yang sesuai dan merupakan hasil pemikiran sendiri dalam

pemecahan masalah. Setelah mengumpulkan informasi yang relevan siswa

akan mendiskusikannya dan menemukan kesimpulan yang merupakan

pemecahan masalah dan diharapkan siswa mampu melakukan induksi dan

deduksi untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritisnya.

Siswa kemudian merencanakan dan menyiapkan laporan dan menyajikannya

kepada teman-teman yang lain, pada kegiatan ini diharapkan siswa mampu

menentukan cara efektif untuk mengkomunikasikan hasil pemecahan masalah

tersebut kepada siswa lain.

Kemampuan berpikir kritis yaitu mampu mengevaluasi atau menilai akan

muncul pada proses PBL tahap analisis dan evaluasi pemecahan masalah,

dengan dibantu oleh guru, siswa melakukan refleksi atau evaluasi terhadap

proses pemecahan masalah yang dilakukan dengan mempertimbangkan

fakta-fakta yang didapat untuk memberikan alternatif/solusi penyelesaian suatu

masalah.

Model PBL diharapkan dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis karena

kesesuaian sintaks dari model PBL memberikan kesempatan untuk

mengembangkan kemampuan berpikir kritis. Selain itu, PBL melibatkan siswa

secara aktif dalam menemukan masalah dan mengutarakan alternatif-alternatif

pemecahannya. Sehingga siswa tidak merasa jenuh karena dilibatkan secara


(26)

adalah variabel X dan variabel Y. Variabel X adalah variabel bebas yaitu

model pembelajaran PBL dan variabel Y adalah variabel terikat yaitu Y1 kemampuan berpikir kritis dan Y2 Aktivitas belajar siswa.

Hubungan antara variabel tersebut digambarkan dalam diagram di bawah ini:

Keterangan : X = Model pembelajaran PBL

Y1 = Kemampuan berpikir kritis siswa Y2 = Aktivitas belajar siswa

Gambar 1. Hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat.

G. Hipotesis Penelitian

Hipotesis dalam penelitian ini adalah:

Penerapan model PBL berpengaruh terhadap peningkatan kemampuan

berpikir kritis dan aktivitas belajar siswa pada materi pokok peran manusia

dalam pengelolaan lingkungan.

Y

1

X


(27)

10

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning) Problem Based Learning (PBL) adalah model pengajaran yang bercirikan

penggunaan masalah kehidupan nyata sebagai sesuatu yang harus dipelajari

siswa untuk melatih dan meningkatkan keterampilan berpikir kritis dan

pemecahan masalah serta mendapatkan pengetahuan konsep-konsep penting,

dimana tugas guru harus memfokuskan diri untuk membantu siswa mencapai

keterampilan mengarahkan diri (Hosnan, 2014: 295). Dalam PBL, pemecahan

masalah didefinisikan sebagai proses atau upaya untuk mendapatkan suatu

penyelesaian tugas atau situasi yang benar-benar nyata sebagai masalah

dengan menggunakan aturan-aturan yang sudah diketahui (Sudrajat, 2011: 1).

Pembelajaran berdasarkan masalah ditandai oleh pendekatan yang berpusat

pada peserta didik (students-centered), guru berperan sebagai fasilitator, dan

tersedianya soal terbuka (open-ended question) atau kurang terstruktur (

ill-structured) yang digunakan sebagai rangsangan awal untuk belajar (Wilkerson

dan Gijselaers dalam Harta, 2010: 1). Hal tersebut serupa dengan pernyataan

Daryanto (2014: 29) bahwa pembelajaran berbasis masalah merupakan sebuah

pendekatan pembelajaran yang menyajikan masalah kontekstual sehingga


(28)

merupakan suatu model pembelajaran yang menantang peserta didik untuk

“belajar bagaimana belajar”, bekerja secara kelompok untuk mencari solusi dari permasalahan dunia nyata.

Secara umum penerapan model pembelajaran berdasarkan masalah dimulai

dengan adanya masalah yang harus dipecahkan oleh peserta didik. Masalah

tersebut dapat berasal dari peserta didik atau dari pendidik. Peserta didik akan

memusatkan pembelajaran disekitar masalah tersebut, dengan arti lain, peserta

didik belajar teori dan metode ilmiah agar dapat memecahkan masalah yang

menjadi pusat perhatiannya. Pemecahan masalah dalam PBL harus sesuai

dengan langkah-langkah metode ilmiah. Dengan demikian peserta didik

belajar memecahkan masalah secara sistematis dan terencana (Suryani dan

Agung, 2013: 112-113). Hal ini dipertegas dengan pendapat Tan (dalam

Rusman, 2014: 229) bahwa pembelajaran berbasis masalah mengoptimalkan

kemampuan berpikir siswa melalui bekerja sama dalam kelompok sehingga

siswa mampu memberdayakan, mengasah, dan menguji kemampuan

berpikirnya secara berkesinambungan.

Selain itu Suryani dan Agung (2013: 115) menyatakan bahwa pembelajaran

berbasis masalah dapat diterapkan melalui kegiatan individu, maupun

kelompok. Penerapan ini tergantung pada tujuan pembelajaran yang ingin

dicapai dan materi yang akan diajarkan. Apabila materi yang akan diajarkan

dirasa membutuhkan pemikiran yang dalam, maka sebaiknya pembelajaran


(29)

12

PBL memiliki tujuan dalam proses pembelajarannya yaitu membantu siswa

agar memperoleh berbagai pengalaman dan mengubah tingkah laku siswa,

baik dari segi kualitas maupun kuantitas. Perubahan tingkah laku yang

dimaksud meliputi pengetahuan, keterampilan, dan nilai atau norma yang

berfungsi sebagai pengendali sikap dan perilaku siswa (Hosnan, 2014: 298).

Tujuan utama PBL bukanlah penyampaian sebagian besar pengetahuan kepada

peserta didik melainkan pada pengembangan kemampuan berpikir kritis dan

kemampuan memecahkan masalah dan sekaligus mengembangkan

kemampuan peserta didik untuk secara aktif membangun pengetahuan sendiri.

PBL juga dimaksudkan untuk mengembangkan kemandirian belajar dan

keterampilan sosial peserta didik. Kemandirian belajar dan keterampilan sosial

itu dapat terbentuk ketika peserta didik berkolaborasi untuk mengidentifikasi

informasi, strategi, dan sumber belajar yang relevan untuk menyelesaikan

masalah (Hosnan, 2014: 299). Hal tersebut ditegaskan oleh pendapat Resnick

(dalam Trianto, 2013: 95) menyatakan bahwa PBL memiliki implikasi: (1)

mendorong kerjasama dalam menyelesaikan tugas; (2) memiliki

elemen-elemen belajar magang, hal ini mendorong pengamatan dan dialog dengan

orang lain; (3) melibatkan siswa dalam penyelidikan pilihan sendiri sehingga

siswa mampu menginterpretasikan dan menjelaskan fenomena dunia nyata

dan membangun terhadap fenomena tersebut secara mandiri, serta menjadi

pembelajar yang mandiri dengan bimbingan guru secara berulang-ulang

mendorong dan mengarahkan siswa untuk mengajukan pertanyaan, mencari

penyelesaian terhadap masalah nyata oleh mereka sendiri, siswa berusaha


(30)

Adapun karakteristik dari PBL adalah sebagai berikut (1) berbasis masalah

dunia nyata yang kompleks dan tidak terstruktur (ill-structured).

Permasalahan yang ditampilkan merupakan permasalahan yang relevan

dengan apa yang siswa hadapi dalam kehidupan sehari-hari. Masalah yang

diberikan berfungsi sebagai stimulus (motivator) untuk mengaktifkan siswa

dalam belajar, (2) proses pembelajaran berpusat pada siswa dan memberikan

pengalaman (experiential) proses pembelajaran menstimulus siswa melakukan

penelitian, mengintegrasikan teori, dan mengaplikasikan pengetahuan dan

keterampilan yang dimiliki dalam memberikan solusi terhadap masalah yang

dihadapi. Siswa akan memiliki pengalaman bagaimana seseorang bekerja

secara ilmiah, (3) konteks spesifik, hanya informasi, fakta, prinsip, prosedur

maupun konsep yang terkait dengan masalah yang dihadapi yang akan dicari

dan dipelajari oleh siswa, (4) induktif, materi pelajaran diperkenalkan melalui

proses memecahkan suatu masalah dan bukan sebaliknya, (5) mengingatkan

kembali pelajaran yang telah mereka pelajari. Hal ini dapat dilakukan jika

permasalahan yang sekarang mereka hadapi berhubungan dengan pengetahuan

yang dimiliki siswa, (6) kolaboratif dan saling ketergantungan

(interdependent) (Gallow dalam Wahyuni, 2011: 3).

Selain Gallow yang memaparkan tentang karakteristik PBL, Hosnan (2014:

296) juga memaparkan hal serupa tentang ciri-ciri PBL, yaitu:

a. Pengajuan masalah atau pertanyaan

pengaturan pembelajaran berkisar pada masalah atau pertanyaan yang


(31)

14

diajukan itu haruslah memenuhi kriteria autentik, jelas, mudah dipahami,

luas, dan bermanfaat.

b. Keterkaitan dengan berbagai masalah disiplin ilmu

masalah yang diajukan dalam pembelajaran berbasis masalah hendaknya

mengaitkan atau melibatkan berbagai disiplin ilmu.

c. Penyelidikan yang autentik

penyelidikan yang diperlukan dalam pembelajaran berbasis masalah

bersifat autentik. Selain itu penyelidikan diperlukan untuk mencari

penyelesaian masalah yang bersifat nyata. Siswa menganalisi dan

merumuskan masalah, mengembangkan danmeramalkan hipotesis,

mengumpulkan dan menganalisi informasi, melaksanakan eksperimen,

menarik kesimpulan, dan menggambarkan hasil akhir.

d. Menghasilkan dan memamerkan hasil/karya

pada pembelajaran berbasis masalah, siswa bertugas menyusun hasil

penelitiannya dalam bentuk karya dan memamerkan hasil karyanya.

Artinya, hasil penyelesaian masalah siswa ditampilkan atau dibuatkan

laporan.

e. Kolaborasi

pada pembelajaran masalah, tugas-tugas belajar berupa masalah harus

diselesaikan bersama-sama antarsiswa dengan siswa, baik dalam

kelompok kecil maupun besar, dan bersama-sama antarasiswa dengan

guru.

Pada pelaksanaan pembelajaran, PBL tentunya memiliki keunggulan dan


(32)

PBL memiliki beberapa keunggulan, diantaranya: (1) siswa lebih memahami

konsep yang diajarkan sebab mereka sendiri yang menemukan konsep

tersebut; (2) melibatkan secara aktif memecahkan masalah dan menuntut

keterampilan berpikir siswa yang lebih tinggi; (3) pengetahuan tertanam

berdasarkan skemata yang dimiliki siswa sehingga pembelajaran lebih

bermakna; (4) siswa dapat merasakan manfaat pembelajaran sebab

masalah-masalah yang diselesaikan langsung dikaitkan dengan kehidupan nyata, hal ini

dapat meningkatkan motivasi dan ketertarikan siswa terhadap bahan yang

dipelajari; (5) menjadikan siswa lebih mandiri dan dewasa, mampu memberi

aspirasi dan menerima pendapat orang lain, menanamkan sikap sosial yang

positif diantara siswa; dan (6) pengkondisian siswa dalam belajar kelompok

yang saling berinteraksi terhadap pembelajar dan temannya sehingga

pencapaian ketuntasan belajar siswa dapat diharapkan. Selain itu,

pembelajaran berdasarkan masalah PBL diyakini pula dapat

menumbuhkan-kembangkan kemampuan kreatifitas siswa, baik secara individual maupun

secara kelompok karena hampir di setiap langkah menuntut adanya keaktifan

siswa.

Keunggulan PBL juga dipaparkan oleh Amir (2013: 27-29), menyatakan

bahwa Model PBL memiliki berbagai potensi manfaat bagi siswa antara lain

(1) siswa akan menjadi lebih ingat dan meningkatkan pemahamannya atas

materi ajar, (2) siswa akan meningkatkan fokus pada pengetahuan yang

relevan, (3) mendorong siswa untuk berfikir, (4) siswa akan membangun kerja

tim, kepemimpinan, dan keterampilan sosial, (5) dapat membangun kecakapan


(33)

16

Selain memiliki keunggulan, tentunya model PBL juga memiliki kelemahan.

Kelemahan PBL antara lain: (1) tidak dapat diterapkan untuk setiap materi

pelajaran, ada bagian guru berperan aktif dalam menyajikan materi. PBL lebih

cocok untuk pembelajaran yang menuntut kemampuan tertentu yang kaitannya

dengan pemecahan masalah. (2) dalam suatu kelas yang memiki tingkat

keragaman siswa yang tinggi akan terjadi kesulitan dalam pembagian tugas.

(3) PBL kurang cocok untuk diterapkan di sekolah dasar karena masalah

kemampuan bekerja dalam kelompok. PBL sangat cocok untuk mahasiswa

perguruan tinggi atau paling tidak sekolah menengah. (4) PBL biasanya

membutuhkan waktu yang tidak sedikit sehingga dikhawatirkan tidak dapat

menjangkau seluruh konten yang diharapkan walapun PBL berfokus pada

masalah bukan konten materi. (5) membutuhkan kemampuan guru yang

mampu mendorong kerja siswa dalam kelompok secara efektif, artinya guru

harus memilki kemampuan memotivasi siswa dengan baik. (6) adakalanya

sumber yang dibutuhkan tidak tersedia dengan lengkap (Lidinillah, 2009: 5-6).

Bahan belajar siswa dalam model PBL berupa masalah-masalah yang harus

dipecahkan. Belajar pemecahan masalah pada dasarnya adalah belajar

menggunakan metode-metode ilmiah atau berpikir secara sistematis, logis,

teratur, dan teliti. Tujuannya ialah untuk memperoleh kemampuan dan

kecakapan kognitif untuk memecahkan masalah secara rasional, lugas, dan

tuntas. Untuk itu, kemampuan siswa dalam menguasai konsep-konsep,

prinsip-prinsip, dan generalisasi serta insight (wawasan) amat diperlukan


(34)

Terdapat lima langkah utama dalam pembelajaran berbasis masalah yang

dimulai dengan guru memperkenalkan siswa dengan suatu situasi masalah dan

diakhiri dengan penyajian dan analisis hasil kerja siswa. Adapun kelima

langkah tersebut dijelaskan dalam Tabel 1 berikut:

Tabel 1. Sintaks atau langkah-langkah Pembelajaran Berbasis Masalah

Tahap Tingkah laku guru

Tahap-1 Mengorinetasi

peserta didik terhadap masalah

Guru menjelaskan tujuan pembelajaran, dan saran atau logistik yang dibutuhkan. Guru memotivasi peserta didik untuk terlibat dalam aktivitas pemecahan masalah nyata yang dipilih.

Tahap-2 Mengorganisasi peserta didik untuk

belajar

Guru membantu speserta didik untuk mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah yang sudah diorientasikan pada tahap sebelumnya. Tahap-3 Membimbing penyelidikan individual maupun kelompok

Guru mendorong peserta didik untuk mengumpulkan informasi yang sesuai dan melaksanakan eksperimen untuk mendapatkan kejelasan yang diperlukan untuk menyelesaikan masalah.

Tahap-4 Mengembangkan

dan menyajikan hasil karya

Guru membantu peserta didik untuk berbagi tugas dan merencanakan atau menyiapkan karya yang sesuai sebagai hasil pemecahan masalah dalam bentuk laporan, video, atau model. Tahap-5 Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah

Guru membantu peserta didik untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap proses pemecahan masalah yang dilakukan.

Sumber: Nur (dalam Hosnan, 2014: 302).

Lebih lanjut Arends (2008: 56) merinci langkah-langkah yang diperlukan

untuk mengimplementasikan PBL dalam pembelajaran sebagai berikut:

Tahap 1. Mengorientasikan siswa pada masalah

Dalam hal ini pembelajaran dimulai dengan menjelaskan tujuan pembelajaran

dan aktivitas-aktivitas yang akan dilakukan. Tahapan ini sangat penting

dalam penggunaan PBL, dimana guru harus menjelaskan dengan rinci apa


(35)

18

akan berlangsung, penting juga untuk menjelaskan bagaimana guru akan

mengevaluasi proses pembelajaran. Hal ini penting untuk memberikan

motivasi agar siswa dapat engage dalam pembelajaran yang dilakukan.

Sutrisno (dalam Dasna dan Sutrisno, 2010: 82) menekankan empat hal penting

pada proses ini, yaitu: (a) tujuan utama pengajaran ini tidak untuk

mempelajarai sejumlah informasi baru, tetapi lebih kepada belajar bagaimana

menyelidiki masalah-masalah penting dan bagaimana menjadi mahasiswa

yang mandiri; (b) permasalahan dan pertanyaan yang diselidiki tidak

mempunyai jawaban mutlak “benar”, sebuah masalah yang rumit atau

kompleks mempunyai banyak penyelesaian dan seringkali bertentangan; (c)

selama tahap penyelidikan (dalam pengajaran ini), Guru akan bertindak

sebagai pembimbing yang siap membantu, namun siswa harus berusaha untuk

bekerja mandiri atau dengan temannya; dan (d) selama tahap analisis dan

penjelasan, siswa akan didorong untuk menyatakan ide-idenya secara terbuka

dan penuh kebebasan. Dalam pembelajaran ini, tidak ada ide yang akan

ditawarkan oleh guru atau teman sekelas. Semua siswa diberi peluang untuk

menyumbang kepada penyelidikan dan menyampaikan ide-ide mereka.

Tahap 2. Mengorganisasi siswa untuk belajar

Pemecahan suatu masalah yang membutuhkan kerjasama dan sharing antar

anggota mendorong siswa untuk belajar berkolaborasi. Oleh sebab itu, guru

dapat memulai kegiatan pembelajaran dengan membentuk

kelompok-kelompok siswa dimana masing-masing kelompok-kelompok akan memilih dan

memecahkan masalah yang berbeda. Prinsip-prinsip pengelompokan siswa


(36)

kelompok harus heterogen, pentingnya interaksi antar anggota, komunikasi

yang efektif, adanya tutor sebaya, dan sebagainya. Hal penting yang dilakukan

guru adalah memonitor dan mengevaluasi kerja masing-masing kelompok

untuk menjaga kinerja dan dinamika kelompok selama pembelajaran.

Selanjutnya guru dan siswa menetapkan subtopik-subtopik yang spesifik,

tugas-tugas penyelidikan, dan jadwal.

Tahap 3. Membantu penyelidikan mandiri dan kelompok

Pada fase ini guru membantu siswa dalam mengumpulkan informasi dari

berbagai sumber, siswa diberi pertanyaan yang membuat mereka berpikir

tentang suatu masalah dan jenis informasi yang dibutuhkan untuk

memecahkan masalah tersebut. Siswa diajarkan untuk menjadi penyelidik

yang aktif dan dapat menggunakan metode yang sesuai untuk masalah yang

dihadapinya, siswa juga perlu diajarkan apa dan bagaimana etika penyelidikan

yang benar.

Tahap 4. Mengembangkan dan menyajikan hasil karya

Hasil karya yang dimaksud lebih dari sekedar laporan tertulis, termasuk

hal-hal seperti rekaman video yang memperlihatkan situasi yang bermasalah dan

solusi yang diusulkan, model-model yang mencakup representasi fisik dari

situasi masalah atau solusinya, dan program komputer serta presentasi

multimedia. Selain beberapa hal tersebut, dapat pula dilakukan dengan cara

lain, newsletter misalnya, merupakan cara yang ditawarkan untuk

memamerkan hasil-hasil karya siswa dan untuk menandai berakhirnya


(37)

20

Tahap 5. Menganalisis dan mengevaluasi proses mengatasi masalah

Fase terakhir PBL ini melibatkan kegiatan-kegiatan yang dimaksudkan untuk

membantu siswa menganalisis dan mengevaluasi proses berpikirnya sendiri

maupun keterampilan investigative dan keterampilan intelektual yang mereka

gunakan. Selama fase ini, guru meminta siswa untuk merekonstruksikan

pikiran dan kegiatan mereka selama berbagai fase pelajaran.

B. Berpikir Kritis

Kemampuan berpikir kritis merupakan kemampuan yang sangat esensial

untuk kehidupan, pekerjaan, dan berfungsi efektif dalam semua aspek

kehidupan lainnya (Patrick dalam Achmad, 2007: 1). Hal ini serupa dengan

pendapat Haryani (2012: 1-2) bahwa kemampuan berpikir kritis sangat

penting, karena dalam kehidupan sehari-hari cara seseorang mengarahkan

hidupnya bergantung pada pernyataan yang dipercayainya, pernyataan yang

diterimanya. Selanjutnya secara lebih berhati-hati mengevaluasi suatu

pernyataan, kemudian membagi isu-isu yang ada apakah relevan atau tidak

dengan pernyataan yang dievaluasi. Ketika seseorang mempertimbangkan

suatu pernyataan dia telah mempunyai sejumlah informasi tertentu yang

relevan dengan pernyataan tersebut dan secara umum dapat menggambarkan

di mana mendapatkan informasi yang lebih banyak jika diperlukan.

Dilihat dari pentingnya berpikir kritis, banyak parah ahli meneliti tentang

berpikir kritis dan mendefinisikan berpikir kritis. Definisi berpikir kritis antara

lain dikemukakan oleh Paul (dalam Kowiyah 2012: 176) bahwa “Critical


(38)

whichthe thinker improves the quality of his or her thinking by skillfully taking change of the structures inherentin thingking and imposing intellectual standardsupon them. Berpikir kritis adalah mode berpikir mengenai hal,

substansi atau masalah apa saja, dimana si pemikir meningkatkan kualitas

pemikirannya dengan menangani secara terampil struktur-struktur yang

melekat dalam pemikiran dan menerapkan standar-standar intelektual

padanya.

Pendapat lain tentang berpikir kritis juga diungkapkan oleh Gleser (dalam

Fisher, 2009: 3), bahwa berpikir kritis sebagai: (1) suatu sikap mau berpikir

secara mendalam tentang masalah-masalah dan hal-hal yang berada dalam

jangkauan pengalaman seseorang; (2) pengetahuan tentang metode-metode

pemeriksaan dan penalaran yang logis; dan (3) semacam suatu keterampilan

untuk menerapkan metode-metode tersebut. Berpikir kritis menuntut upaya

keras untuk memeriksa setiap keyakinan atau pengetahuan asumtif

berdasarakan bukti pendukungnya dan kesimpulan-kesimpulan lanjutan yang

diakibatkannya.

Definisi berpikir kritis juga ditegaskan oleh Ennis (2011: 1), yang menyatakan

“critical thinking as the ability to make reasonable assessments of statements, to which we would add that critical thinking is the best thought of as an attitude or a persistent disposition to make such assessments”. Berpikir kritis adalah berpikir secara beralasan dan reflektif dengan menekankan pada


(39)

22

Berpikir kritis berbeda dengan berpikir tidak reflektif– jenis berpikir di mana kita langsung mengarah ke kesimpulan, atau menerima beberapa bukti,

tuntutan atau keputusan begitu saja, tanpa sungguh-sungguh memikirkannya.

Berpikir kritis adalah aktivitas terampil, yang bisa dilakukan dnegan lebih

baik atau sebaliknya, dan pemikiran kritis yang baik akan memenuhi beragam

standar intelektual, seperti kejelasan, relevansi, kecukupan, koherensi, dan

lain-lain. Berpikir kritis dengan jelas menuntut interpretasi dan evaluasi

terhadap observasi, komunikasi, dan sumber-sumber informasi lainnya.

Berpikir kritis juga menuntut keterampilan dalam memikirkan asumsi-asumsi,

dalam mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang relevan, dalam menarik

implikasi-implikasi – singkatnya, dalam memikirkan dan memperdebatkan isu-isu secara terus menerus (Fisher, 2009: 13-14).

Beberapa kemampuan yang dikaitkan dengan konsep berpikir kritis adalah

kemampuan-kemampuan untuk memahami masalah, menyeleksi informasi

yang penting untuk menyelesaikan masalah, memahami asumsi-asumsi,

merumuskan dan menyeleksi hipotesis yang relevan, serta menarik

kesimpulan yang valid dan menentukan kevalidan dari

kesimpulan-kesimpulan Dressel (dalam Amri dan Ahmadi, 2010:63).

Pernyataan diatas didukung oleh Amri dan Ahmadi (2010: 64) bahwa dalam

berpikir kritis siswa dituntut menggunakan strategi kognitif tertentu yang tepat

untuk menguji keandalan gagasan, pemecahan masalah, dan mengatasi

masalah serta kekurangannya. Hal ini sejalan dengan pendapat Sugiarto


(40)

berpikir disiplin yang dikendalikan oleh kesadaran. Cara berpikir ini

merupakan cara berpikir yang terarah, terencana, mengikuti alur logis sesuai

dengan fakta yang diketahui.

Berpikir kritis memiliki beberapa karakteristik, menurut Schafersman (dalam

Mustaji, 2014: 4) terdapat 16 karakteristik berpikir kritis, yakni: (1)

menggunakan bukti secara baik dan seimbang, (2) mengorganisasikan

pemikiran dan mengungkapkannya secara singkat dan koheren, (3)

membedakan antara kesimpulan yang secara logis sah dengan kesimpulan

yang cacat, (4) menunda kesimpulan terhadap bukti yang cukup untuk

mendukung sebuah keputusan, (5) memahami perbedaan antara berpikir dan

menalar, (6) menghindari akibat yang mungkin timbul dari tindakan-tindakan,

(7) memahami tingkat kepercayaan, (8) melihat persamaan dan analogi secara

mendalam, (9) mampu belajar dan melakukan apa yang diinginkan secara

mandiri, (10) menerapkan teknik pemecahan masalah dalam berbagai bidang,

(11) mampu menstrukturkan masalah dengan teknik formal, seperti

mate-matika, dan menggunakannya untuk memecahkan masalah, (12) dapat

mematahkan pendapat yang tidak relevan serta merumuskan intisari, (13)

terbiasa menanyakan sudut pandang orang lain untuk memahami asumsi serta

implikasi dari sudut pandang tersebut, (14) peka terhadap perbedaan antara

validitas kepercayaan dan intensitasnya, (15) menghindari kenyataan bahwa

pengertian seseorang itu terbatas, bahkan terhadap orang yang tidak bertindak

inkuiri sekalipun, dan (16) mengenali kemungkinan kesalahan opini seseorang


(41)

24

Proses mengubah siswa menuju berpikir kritis memiliki langkah-langkah yang

tidak sederhana. Menurut Duron, Barbara, dan Waugh (2006: 161-163)

terdapat lima langkah penting dalam pengubahan cara berpikir siswa menuju

berpikir kritis, yaitu:

1. Menentukan tujuan pembelajaran. Hal pertama yang guru lakukan adalah

menentukan kunci dari tujuan pembelajaran yang menentukan bagaimana

perilaku siswa yang akan muncul setelah mereka meninggalkan kelas.

Untuk memunculkan kemampuan berpikir kritis, tujuan-tuajuan

pembelajaran ini, harus berisi tentang kemampuan berpikir tingkat tinggi

sesuai dengan taxonomi Bloom.

2. Mengajar melalui pertanyaan. Mengajukan pertanyaan merupakan bagian

penting dalam proses belajar dan mengajar. Pertanyaan dapat digunakan

oleh pengajar untuk menstimulasi interaksi dengan siswa sekaligus

mengetahui sejauh mana kemampuannya, dalam hal ini kemampuan

berpikir kritis.

3. Melakaukan pertimbangan sebelum melakukan penilaian. Penting bagi

guru untuk mempertimbangkan berbagai jenis pembelajaran aktif yang

mampu merangsang kemampuan berpikir kritis siswa. Hal ini dilakukan

untuk meningkatkan pengalaman belajar secara keseluruhan dan untuk

menciptakan seperangkat pembelajaran yang aktif bagi siswa.

4. Review, refine, dan improve. Guru harus secara berkelanjutan

mengevaluasi apakah pembelajaran yang telah dilakukan telah berhasil


(42)

5. Memberikan umpan balik dan penilaian dalam pembelajaran. Guru harus

memberikan umpan balik dan penilaian terhadap hasil kerja siswa dengan

maksud untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis mereka.

Selain itu, menurut Santrock (2011: 11), terdapat beberapa cara yang dapat

guru pergunakan dalam membangun pemikiran kritis dalam rencana

pembelajaran , yaitu: (1) Menanyakan tidak hanya apa yang terjadi, namun

juga bagaimana dan mengapa, (2) Memeriksa fakta-fakta yang dianggap

benar untuk menentukan apakah terdapat bukti untuk mendukungnya. (3)

Berargumen menggunakan nalar daripada menggunakan emosi, (4)

Mengenali bahwa kadang terdapat lebih dari satu jawaban atau penjelasan

yang bagus, (5) Membandingkan beragam jawaban dari sebuah pertanyaan

dan menilai yang mana yang benar-benar merupakan jawaban yang terbaik,

(6) Evaluasi dan lebih baik menanyakan apa yang dikatakan orang lain

daripada menerima sebagai kebenaran, (7) Mengajukan pertanyaan dan

melakukan spekulasi lebih jauh dari yang telah diketahui untuk menciptakan

ide-ide baru dan informasi baru.

Kemampuan berpikir kritis menurut Ennis (2011: 2) mencakup kemampuan

memberikan penjelasan dasar, membangun keterampilan dasar,

menyimpulkan, membuat penjelasan lebih lanjut serta mengatur strategi dan

taktik. Sedangkan Menurut Jufri (2013:104-105) terdapat enam indikator


(43)

26

Tabel 2. Kemampuan dan Indikator Berpikir Kritis

Indikator keterampilan berpikir kritis

Deskriptor keterampilan berpikir kritis

1. Merumuskan masalah a. Memformulasikan pertanyaan

yang mengarahkan investigasi jawaban

2. Memberikan argumen a. Argumen sesuai dengan

kebutuhan

b. Menunjukkan persamaan dan perbedaan

c. Argumen yang ditunjukkan orisinil dan utuh

3. Melakukan deduksi a. Mendeduksi secara logis

b. Menginterpretasikan secara tepat

4. Melakukan induksi a. Menganalisis data

b. Membuat generalisasi c. Menarik kesimpulan

5. Melakukan evaluasi a. Mengevaluasi berdasarkan fakta

b. Memberikan alternatif lain 6. Mengambil keputusan dan

menentukan tindakan

a. Menentukan jalan luar b. Memilih kemungkinan yang

akan dilaksanakan

Hal yang hampir serupa pula diungkapkan oleh Watson dan Glaser (dalam

Kowiyah, 2012: 177) menyatakan bahwa kompetensi dalam berpikir kritis

direpresentasikan dengan kecakapan-kecakapan berpikir kritis tertentu.

Kecakapan-kecakapan berpikir kritis adalah: (1) Inference, yaitu kecakapan

untuk membedakan antara tingkat-tingkat kebenaran dan kepalsuan. Inference

merupakan kesimpulan yang dihasilkan oleh seseorang observasi sesuai fakta

tertentu; (2) Pengenalan asumsiasumsi, yaitu kecakapan untuk mengenal

asumsiasumsi. Asumsi merupakan sesuatu yang dianggap benar; (3) Deduksi,

yaitu kecakapan untuk menentukan kesimpulan-kesimpulan tertentu perlu

mengikuti informasi di dalam pertanyaanpertanyaan yang diberikan; (4)


(44)

kesimpulan-kesimpulan berdasarkan pada data yang diberikan. Interpretasi

adalah kecakapan untuk menilai apakah kesimpulan secara logis berdasarkan

informasi yang diberikan; (5) Evaluasi, yaitu kecakapan membedakan antara

argumen yang kuat dan relevan dan argumen yang lemah atau tidak relevan.

Berkaitan dengan struktur berpikir kritis, menurut Glaser (dalam Kowiyah,

2012: 177-178) bahwa keterampilan penting dalam pemikiran kritis dapat

dipandang sebagai landasan untuk berpikir kritis mencakup kombinasi

beberapa kemampuan; diantaranya: (a) Mengenal masalah, (b) Menemukan

cara-cara yang dapat dipakai untuk menangani masalah-masalah itu, (c)

mengumpulkan dan menyusun informasi yang diperlukan, (d) Mengenal

asumsi-asumsi dan nilai-nilai yang tidak dinyatakan, (e) memahami dan

menggunakan bahasa yang tepat, jelas dan khas, (f) Menganalisa data, (g)

menilai fakta dan mengevaluasi pernyataan-pernyataan, (h) mengenal adanya

hubungan yang logis antara masalah-masalah, (i) Menarik

kesimpulan-kesimpulan dan kesamaan yang diperlukan, (j) menguji

kesamaan-kesamaan dan kesimpulankesimpulan yang seseorang ambil, (k) menyusun

kembali pola-pola keyakinan seseorang berdasarkan pengalaman yang lebih

luas, dan (l) membuat penilain yang tepat tentang hal-hal dan kualitas-kualitas

tertentu dalam kehidupan sehari-hari.

C. Aktivitas Belajar Siswa

Aktivitas dalam proses belajar mengajar merupakan salah satu faktor penting

yang dapat mendukung ketercapaian kompetensi pembelajaran siswa. Hal ini


(45)

28

belajar sangat diperlukan adanya aktivitas. Tanpa adanya aktivitas, belajar

tidak mungkin berlangsung dengan baik. Aktivitas dalam proses belajar

mengajar merupakam rangkaian kegiatan yang meliputi keaktifan siswa dalam

mengikuti pelajaran, bertanya hal-hal yang belum jelas, mencatat, mendengar,

berpikir, membaca dan segala kegiatan yang dilakukan dapat menunjang

prestasi belajar. Siswa yang beraktivitas akan memperoleh pengetahuan,

pemahaman, dan aspek-aspek tingkah laku lainnya, serta mengembangkan

keterampilan yang bermakna untuk hidup di masyarakat.

Pernyataan tersebut didukung pula oleh Hamalik (2004: 171) bahwa

pembelajaran yang efektif adalah pembelajaran yang menyediakan

kesempatan belajar sendiri atau melakukan aktivitas sendiri. Mendukung

pernyataan Hamalik, Rohani (2004: 9-10) menyatakan bahwa dalam

pembelajaran yang efektif guru hanya merangsang keaktifan siswa dengan

jalan menyajikan bahan pengajaran, yang mengelolah dan mencerna adalah

peserta didik itu sendiri sesuai kemauan, kemampuan, bakat dan latar

belakang masing-masing.

Aktivitas dalam proes belajar mengajar merupakam rangkaian kegiatan yang

meliputi keaktifan siswa dalam mengikuti pelajaran, bertanya hal-hal yang

belum jelas, mencatat, mendengar, berpikir, membaca dan segala kegiatan

yang dilakukan dapat menunjang prestasi belajar. Siswa yang beraktivitas

akan memperoleh pengetahuan, pemahaman, dan aspek-aspek tingkah laku

lainnya, serta mengembangkan keterampilan yang bermakna untuk hidup di


(46)

Sejalan dengan pendapat di atas, belajar merupakan suatu proses aktivitas

yang dapat membawa perubahan pada individu. Perubahan tersebut

merupakan hasil dari usaha dan usaha itu merupakan aktivitas belajar siswa.

Dalam belajar, aktivitas merupakan prinsip yang penting. Tidak ada belajar

kalau tidak ada aktivitas, karena pada prinsipnya belajar adalah berbuat,

berbuat untuk mengubah tingkah laku. Hal ini didukung oleh pendapat

Djamarah (2000: 186) bahwa: “Belajar adalah perubahan yang terjadi setelah melakukan aktivitas dan bekerja”.

Berikut ini adalah daftar macam-macam kegiatan siswa menurut Diendrich

dalam (Sardiman, 2003: 101) sebagai berikut:

1. Visual activities, yang termasuk didalamnya misalnya, membaca,

memperhatikan gambar demontrasi, percobaan, pekerjaan orang lain.

2. Oral activities, seperti: menyatakan, merumuskan, bertanya, memberi

saran, mengeluarkan pendapat, mengadakan wawancara, diskusi, interupsi.

3. Listeningactivities, sebagai contoh, mendengarkan: uraian, percakapan,

diskusi, musik, pidato.

4. Writing activities, seperti misalnya menulis cerita, karangan, laporan,

angket, menyalin, membuat rangkuman.

5. Drawing activities, misalnya menggambar, membuat grafik, peta, diagram,

charta, poster.

6. Motor activities, yang masuk didalamnya antara lain: melakukan

percobaan, membuat kontruksi, model mereparasi, bermain, berkebun,


(47)

30

7. Mental activities, sebagai contoh misalnya: mencari informasi,

menganggap, mengingat, memecahkan soal, menganalisa, melihat

hubungan, mengambil keputusan.

8. Emosional activities, seperti misalnya, menaruh minat, merasa bosan,

gembira, semangat, bergairah, berani, tegang, gugup.

Terdapat dua jenis aktivitas dalam pembelajaran menurut (Rohani, 2004: 6-7)

yaitu aktivitas fisik ialah peserta didik giat aktif dengan anggota badan,

membuat sesuatu, bermain atau bekerja, ia tidak hanya duduk dan

mendengarkan, melihat atau hanya pasif. Aktivitas psikis (kejiwaan) adalah

jika daya jiwanya bekerja sebanyak-banyaknya atau banyak berfungsi dalam

rangka pembelajaran. Hal ini didukung oleh pendapat Sanjaya (2009: 180)

bahwa aktivitas tidak terbatas pada aktivitas fisik, akan tetapi juga meliputi

aktivitas mental. Seorang siswa yang tampaknya hanya mendengarkan saja,

tidak berarti memiliki kadar aktivitas yang rendah dibanding dengan siswa

yang sibuk mencatat. Mungkin saja yang duduk itu secara mental aktif,

misalnya menyimak, menganalisis dalam pikirannya dan menginternalisasi

nilai dari setiap informasi yang disampaikan. Sebaliknya siswa yang sibuk

mencatat, tidak dapat dikatakan memiliki kadar keaktifan yang tinggi, kalau

yang bersangkutan hanya sekadar secara fisik aktif mencatat namun tidak

diikuti dengan aktivitas mental.

Penggunaan asas aktivitas belajar besar nilainya bagi pengajaran para siswa,

oleh karena (1) siswa mencari pengalaman sendiri dan langsung mengalami

sendiri; (2) berbuat sendiri akan mengembangkan seluruh aspek pribadi siswa


(48)

(4) bekerja menurut minat dan kemampuan sendiri; (5) memupuk disiplin

siswa secara wajar dan suasana belajar menjadi demokratis; (6) mempererat

hubungan sekolah dan masyarakat, dan hubungan antara orang tua dengan

guru; (7) pengajaran diselnggarakan secara realistis dan konkret sehingga

mengembangkan pemahaman dan berpikir kritis serta menghindarkan

verbalistis; serta (8) pengajaran di sekolah menjadi hidup sebagaimana


(49)

32

III. METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada semester Genap tahun pelajaran 2014/2015,

yaitu pada bulan April 2015 di SMP Perintis 2 Bandar Lampung.

B. Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas VII SMP Perintis 2 Bandar

Lampung tahun pelajaran 2014/2015. Sampel dalam penelitian ini adalah

kelas VIIC sebagai kelas eksperimen dengan jumlah siswa 44 orang yang

terdiri dari siswa perempuan sebanyak 23 orang dan siswa laki-laki sebanyak

21 orang dan kelas VIID sebagai kelas kontrol dengan jumlah siswa 42 orang

yang terdiri dari siswa perempuan sebanyak 21 orang dan siswa laki-laki

sebanyak 21 orang. Pengambilan sampel dipilih dengan teknik purposive

sampling. Teknik purposive sampling merupakan teknik pengambilan sampel

dengan ciri atau kriteria yang diterapkan berdasarkan tujuan penelitian.

C. Desain Penelitian

Desain penelitian yang digunakan untuk mengukur kemampuan berpikir kritis

adalah desain pretest-posttest kelompok non equivalen (Riyanto, 2001: 43).

Kelas eksperimen (kelas VIIC) diberi perlakuan dengan model PBL,


(50)

Kedua kelas diberi tes/soal penyelesaian masalah berupa soal essay yang

sama. Pretest diberikan sebelum pembelajaran dimulai dan posttest pada akhir

pertemuan kedua setelah pembelajaran (Gambar 2).

Kelas Pretest Perlakuan Posttest Berpikir Kritis

I O1 X O2 O3

II O1 C O2 O3

Keterangan:

I = Kelas eksperimen (kelas VIIC) II = Kelas kontrol (kelas VIID) O1 = Pretest

O2 = Posttest

O3 = Kemampuan berpikir kritis

X = Perlakuan di kelas eksperimen dengan PBL C = Perlakuan di kelas kontrol dengan diskusi

Gambar 2. Desain pretest posttest non ekuivalen (dimodifikasi dari Riyanto, 2001: 43)

D. Prosedur Penelitian

Penelitian ini terdiri dari dua tahap, yaitu prapenelitian dan pelaksanaan

penelitian. Adapun langkah-langkah dari tahap tersebut yaitu sebagai berikut.

1. Prapenelitian

Kegiatan yang dilakukan pada prapenelitian adalah sebagai berikut :

a. Membuat surat izin penelitian pendahuluan (observasi) ke FKIP yang

ditujukkan untuk sekolah tempat dialaksanaknnya penelitian yaitu

SMP Perintis 2 Bandar Lampung.

b. Mengadakan observasi dan wawancara di SMP Perintis 2 Bandar

Lampung untuk mendapatkan informasi tentang keadaan kelas yang


(51)

34

c. Menetapkan sampel penelitian untuk kelas eksperimen dan kelas

kontrol.

d. Membuat perangkat pembelajaran yang terdiri dari Silabus, Rencana

Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), dan Lembar Kerja Kelompok

(LKK).

e. Membuat instrumen penelitian yaitu soal pretest/posttest, rubrik

kemampuan berpikir kritis siswa, dan angket tanggapan siswa.

f. Menentukan jumlah kelompok beserta jumlah anggota diskusi yang

bersifat heterogen berdasarkan jenis kelamin pada kelas eksperimen

dan kontrol. Pada kelas eksperimen dibagi menjadi 10 kelompok,

dengan pembagian 4 kelompok berjumlah 5 siswa yang terdiri dari 2

siswa perempuan dan 3 siswa laki-laki atau 3 siswa perempuan dan 2

siswa laki-laki, dan 6 kelompok lainnya berjumlah 4 siswa yang terdiri

dari 2 siswa perempuan dan 2 siswa laki-laki. Sedangkan pada kelas

kontrol dibagi menjadi 10 kelompok, dengan pembagian 8 kelompok

berjumlah 4 siswa yang terdiri dari 2 siswa perempuan dan 2 siswa

laki-laki, dan 2 kelompok lainnya berjumlah 5 siswa yang terdiri dari 2

siswa perempuan dan 3 siswa laki-laki atau 3 siswa perempuan dan 2

siswa laki-laki.

2. Pelaksanaan Penelitian

Kegiatan penelitian dilaksanakan dengan menerapkan model PBL untuk

kelas eksperimen dan diskusi untuk kelas kontrol. Penelitian ini

dilaksanakan sebanyak dua kali pertemuan dengan langkah-langkah


(52)

a. Kelas Eksperimen (Pembelajaran Model PBL)

1) Kegiatan Pendahuluan

a) Siswa mengerjakan soal tes (pretest) pada pertemuan pertama

dalam bentuk essay dengan materi pokok peran manusia

dalam pengelolaan lingkungan.

b) Mengorinetasi peserta didik terhadapa masalah dengan

menginformasikan tujuan pembelajaran.

c) Pemberian apresepsi

 Pertemuan ke I: Guru menggali pengetahuan awal siswa dengan menunjukkan gambar orang membuang sampah

di sungai dan orang menanam pohon, lalu memberikan

pertanyaan “Pernahkah kalian melakukan kedua aktivitas tersebut? Bagaimana dampaknya bagi lingkungan

sekitar?”

 Pertemuan II: Guru memberikan ulasan singkat mengenai materi sebelumnya dengan melakukan tanya jawab.

d) Siswa memperoleh penjelasan dan motivasi dari guru:  Pertemuan I: “Dengan mempelajari materi ini kita dapat

mengetahui peran manusia dalam mengatasi pencemaran

lingkungan”.

 Pertemuan II: “Dengan mempelajari materi ini kita dapat mengetahui peran manusia dalam mengatasi kerusakan


(53)

36

2) Kegiatan Inti

a) Mengorganisasi siswa dengan membaginya dalam 10

kelompok secara heterogen berdasarkan jenis kelamin dengan

pembagian 4 kelompok berjumlah 5 siswa yang terdiri dari 2

siswa perempuan dan 3 siswa laki-laki atau 3 siswa perempuan

dan 2 siswa laki-laki, dan 6 kelompok lainnya berjumlah 4

siswa yang terdiri dari 2 siswa perempuan dan 2 siswa

laki-laki.

b) Setiap kelompok memperoleh satu LKK ( Lembar Kerja

Kelompok) yang berbasis masalah dengan materi:  Pertemuan ke I: Peran manusia dalam pengelolaan

lingkungan untuk mengatasi pencemaran lingkungan.  Pertemuan ke II): Peran manusia dalam pengelolaan

lingkungan untuk mengatasi kerusakan lingkungan

c) Memberikan pengarahan kepada siswa dalam mengerjakan

LKK.

d) Guru membimbing siswa berdiskusi dan menemukan jawaban

dari permasalahan yang sesuai dengan topik permasalahan

yang ada pada LKK di dalam kelompoknya masing-masing

(untuk pertemuan ke I dan II).

e) Setiap kelompok mengumpulkan LKK yang sudah dikerjakan


(54)

f) Guru memberi kesempatan kepada perwakilan setiap

kelompok mempresentasikan LKK dan kelompok lain

memberikan tanggapan.

g) Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk melakukan

tanya jawab mengenai hasil LKK kelompok masing-masing

h) Guru memberi konfirmasi terhadap hasil diskusi dan presentasi

yang telah disampaikan perwakilan siswa setiap kelompok.

3) Kegiatan Penutup

a) Siswa membuat simpulan/rangkuman materi yang telah

dipelajari dengan bimbingan guru.

b) Siswa mengerjakan posttest pada pertemuan ke II yang sama

dengan soal pretest pada pertemuan ke I.

c) Siswa memperhatikan penyampaian guru tentang rencana

pembelajaran pada pertemuan selanjutnya.

b. Kelas Kontrol (Pembelajaran Metode Diskusi)

1) Kegiatan Pendahuluan

a) Siwa mengerjakan soal tes (pretest) pada pertemuan I dalam

bentuk essay dengan materi pokok peran manusia dalam

pengelolaan lingkungan.

 Pertemuan ke I: Guru menggali pengetahuan awal siswa dengan menunjukkan gambar orang membuang sampah

di sungai dan orang menanam pohon, lalu memberikan


(55)

38

tersebut? Bagaimana dampaknya bagi lingkungan

sekitar?”

 Pertemuan II: Guru memberikan ulasan singkat mengenai materi sebelumnya dengan melakukan tanya jawab.

b) Siswa memperoleh penjelasan dan motivasi dari guru:

 Pertemuan I: “Dengan mempelajari materi ini kita dapat mengetahui peran manusia dalam mengatasi pencemaran

lingkungan”.

 Pertemuan II: “Dengan mempelajari materi ini kita dapat mengetahui peran manusia dalam mengatasi kerusakan

lingkungan”. 2) Kegiatan Inti

a) Siswa dibagi dalam 10 kelompok secara heterogen

berdasarkan jenis kelamin dengan pembagian 8 kelompok

berjumlah 4 siswa yang terdiri dari 2 siswa perempuan dan 2

siswa laki-laki, dan 2 kelompok lainnya berjumlah 5 siswa

yang terdiri dari 2 siswa perempuan dan 3 siswa laki-laki atau

3 siswa perempuan dan 2 siswa laki-laki.

b) Setiap kelompok memperoleh LKK ( Lembar Kerja

Kelompok) dengan materi:

 Pertemuan ke I: Peran manusia dalam pengelolaan lingkungan untuk mengatasi pencemaran lingkungan.  Pertemuan ke II: Peran manusia dalam pengelolaan


(56)

c) Setiap siswa mendiskusikan soal pada LKK dalam

kelompoknya masing-masing (untuk pertemuan ke I dan II).

d) Setiap kelompok menyelesaikan LKK kemudian

mengumpulkan LKK yang sudah dikerjakan.

e) Setiap kelompok mempresentasikan hasil diskusi di depan

kelas dan kelompok lain memberi tanggapan (untuk

pertemuan ke I dan II).

f) Siswa mengemukakan pendapat dan menanyakan hal-hal yang

belum dipahami kepada guru dan guru memberikan

konfirmasi (untuk pertemuan ke I dan II).

3) Kegiatan Penutup

a) Siswa membuat simpulan/rangkuman materi yang telah

dipelajari dengan bimbingan guru.

b) Siswa mengerjakan posttest pada pertemuan ke II yang sama

dengan soal pretest pada pertemuan ke I.

E. Jenis dan Teknik Pengumpulan Data

Jenis dan teknik pengumpulan data adalah sebagai berikut:

1. Jenis Data

Terdapat dua jenis data yang diperoleh dari penelitian ini yaitu data

kuantitatif dan kualitatif yang diuraikan sebagai berikut:

a. Data Kuantitatif

Data kuantitatif yaitu berupa skor kemampuan berpikir kritis siswa


(57)

40

diperoleh dari nilai pretest dan posttest. Kemudian dihitung selisih

antara nilai pretest dengan posttest, lalu dianalisis secara statistik.

b. Data Kualitatif

Data kualitatif dalam penelitian ini berupa data KBK siswa selama

pembelajaran berlangsung. KBK siswa diperoleh dari data aktivitas

belajar siswa menggunakan lembar observasi aktivitas belajar dan

angket tanggapan siswa untuk mengetahui tanggapan siswa terhadap

penggunaan model PBL dalam meningkatkan kemampuan berpikir

kritis siswa.

2. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Data Kuantitatif

1) Pretest dan Posttest

Data kemampuan berpikir kritis berupa nilai pretest dan posttest.

Nilai pretest diambil pada pertemuan pertama setiap kelas, baik

eksperimen maupun kontrol, sedangkan nilai posttest diambil pada

akhir pertemuan kedua setiap kelas. Soal yang diberikan adalah

lima butir soal essay.

b. Data kualitatif

1) Lembar Kerja Kelompok (LKK)

LKK digunakan untuk mengetahui kemampuan berpikir kritis

siswa secara tertulis di kedua kelas selama proses pembelajaran.


(58)

masalah, memberi argumen, melakukan induksi, melakukan

deduksi, dan melakukan evaluasi. Penilaian dilakukan dengan cara

mengamati jawaban yang telah ditulis siswa kemudian memberi

tanda (√) pada lembar penilaian sesuai dengan ketentuan pada rubrik penilaian aspek-aspek KBK siswa yang telah ditentukan

(Lampiran 8).

2) Lembar Observasi Aktivitas belajar siswa

Lembar observasi aktivitas belajar siswa berisi aspek kegiatan

yang diamati pada saat proses pembelajaran di kedua kelas. Setiap

siswa diamati poin kegiatan yang dilakukan dengan cara memberi

tanda (√) pada lembar observasi sesuai dengan aspek yang telah ditentukan (Tabel 3).

Tabel 3. Lembar observasi aktivitas belajar siswa.

No Nama

Skor Aspek Aktivitas Belajar Siswa

A B C D E

0 1 2 0 1 2 0 1 2 0 1 2 0 1 2

1 2 3 4 Dst Jumlah skor Skor maksimum Persentase Kriteria

Sumber: dimodifikasi dari (Suwandi, 2012: 32).

Keterangan skor aspek aktivitas belajar siswa:

A. Menuliskan rumusan masalah yang beragam pada LKK

(Mengorientasikan Siswa Pada Masalah)

Skor Keterangan

0 Tidak menuliskan rumusan masalah (diam saja).

1 Menuliskanrumusan masalah namun tidak sesuai dengan topik pembicaraan saat pembelajaran.

2 Menuliskanrumusan masalah yang sesuai dengan topik pembicaraan saat pembelajaran


(59)

42

B. Melakukan penjabaran (induksi) permasalahan

(Mengorganisasikan Siswa Untuk Belajar)

Skor Keterangan

0 Tidak menjabarkan permasalahan sesuai dengan topik permasalahan (diam saja).

1 Mampu menjabarkan permasalahan namun tidak sesuai dengan topik permasalahan

2 Mampu menjabarkan permasalahan sesuai dengan topik permasalahan

C. Membuat kesimpulan (deduksi) berdasarkan permasalahan dari

LKK (Membantu Penyelidikan Mandiri dan Kelompok)

Skor Keterangan

0 Tidak membuat kesimpulan yang sesuai dengan permasalahan pada LKK.

1 Mampu membuat kesimpulan namun tidak sesuai dengan permasalahan pada LKK

2 Mampu membuat kesimpulan yang sesuai dengan permasalahan pada LKK

D. Mempresentasikan hasil diskusi kelompok (memberikan

argumen) (Menyajikan Hasil Karya)

Skor Keterangan

0 Siswa tidak dapat memberikan argumen dengan alasan yang mendukung.

1 Siswa memberikan argumen, namun alasan yang diberikan tidak mendukung.

2 Siswa memberikan argumen dengan alasan yang mendukung.

E. Memberikan solusi (Menganalisis dan Mengevaluasi Proses

Mengatasi Masalah)

Skor Keterangan

0 Siswa tidak dapat mengungkapkan solusi yang sesuai dengan permasalah

1

Siswa mampu mengungkapkan solusi namun tidak sesuai dengan permasalah Mampu mengungkapkan solusi namun tidak sesuai dengan permasalah

2 Siswa mampu mengungkapkan solusi yang sesuai dengan permasalah

3) Angket Tanggapan Siswa

Angket tanggapan siswa berisi tentang pendapat siswa mengenai

model pembelajaran PBL. Angket ini berisi delapan pernyataan,

yang terdiri dari empat pernyataan positif dan empat pernyataan

negatif. Angket tanggapan siswa ini memiliki dua pilihan jawaban

yaitu setuju dan tidak setuju. Pengisian angket dilakukan dengan

memberi tanda (√) pada kolom angket pada salah satu pilihan jawaban yang menjadi jawaban siswa (Tabel 4).


(60)

Tabel 4. Item pernyataan pada angket

F. Teknik Analisis Data

1. Data Kuantitatif

Data penelitian berupa nilai pretest, posttest, dan N-gain pada kelas

eksperimen dan kontrol. Teknik penskoran nilai pretest, posttest, dan LKK

yaitu:

S= x 100

Keterangan : S = Nilai yang diharapkan (dicari); R = jumlah skor dari item atau soal yang dijawab benar; N = skor maksimum dari tes tersebut (Purwanto, 2008: 112).

Sedangkan N-gain diperoleh dengan menggunakan rumus Hake (1999: 1),

yaitu:

N-gain = x 100

Keterangan:

N-gain = average normalized gain = rata-rata N-gain

Spost = postscore class averages = rata-rataskor postes

Spre = prescore class averages = rata-rataskor pretes

Smax = maximum score = skor maksimum

No Pernyataan S TS

1 Saya mampu menentukan rumusan masalah yang sesuai dengan permasalahan berdasarkan wacana (merumuskan masalah) 2 Saya tidak dapat mengidentifikasi dan menjabarkan akibat dari suatu

permasalahan (melakukan induksi) 3

Saya mampu memahami dan mengungkapkan kembali permasalahan yang diberikan sebagai kesimpulan dari topik pembelajaran (melakukan deduksi)

4 Saya mampu mempertahankan pendapat dengan memberi alasan yang logis (memberi argumen)

5 Saya tidak dapat memberi solusi yang mungkin dalam pemecahan masalah (melakukan evaluasi)

6 Saya merasa lebih kritis dalam menyikapi permasalahan setelah selesai pembelajaran

7 Saya kesulitan dalam menjawab soal-soal yang diberikan 8 Saya tidak mampu mengungkapkan pendapat saat berdiskusi

Spost – Spre


(1)

67

KBK oleh siswa pada Materi Pokok Peran Manusia dalam Pengelolaan Lingkungan.

3. Bagi peneliti lain yang akan menerapkan model PBL hendaknya terlebih dahulu mengajarkan materi lain dengan model PBL sehingga siswa telah beradaptasi dengan model pembelajaran ini, terlebih bagi siswa yang sebelumnya diajar dengan metode ceramah dan diskusi.

4. Peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa dalam penelitian ini diamati secara sederhana berdasarkan beberapa aspek saja, oleh sebab itu

disarankan untuk peneliti selanjutnya untuk meneliti kemampuan KBK siswa dengan aspek-aspek yang lebih kompleks, sehingga dapat diketahui peningkatan kemampuan KBK siswa dengan lebih akurat.

5. Bagi sekolah, dengan menerapkan model pembelajaran PBL dapat meningkatkan kualitas pembelajaran IPA di sekolah.


(2)

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, A. G. dan T. Ridwan. 2008. Implementasi Problem Based Learning (PBL) Pada Proses Pembelajaran di BTPT Bandung (Artikel). Diakses dari http://file.upi.edu/Direktori/FPTK/JUR._PEND._TEKNIK_ELEKTRO/197 211131999031ADE_GAFAR_ABDULLAH/Makalah_dan_Artikel_yang_s udah_dipublikasikan_%289_files%29/Artikel-02.pdf. Pada tanggal 27 April 2015. Pukul 23.14 WIB. 10 hlm.

Achmad, A. 2007. Memahami Berpikir Kritis. http://researchengines.educa tioncreativity.com/1007arief3.html. Diakses pada tanggal 01 Desember 2014. Pukul 21.56 WIB. 6 hlm.

Agustina, R. dan E. Susantin. 2010. Penerapan Perangkat Pembelajaran Pencemaran dan Pelestarian Lingkungan untuk Melatih Keterampilan Berpikir Kritis (Artikel). Diakses dari http://jurnal.fkip.uns.ac.id/index.php/ prosbio/article/view/1262/855. Pada tanggal 23 April 2015. Pukul 20.01 WIB. 9 hlm.

Amardani, F. 2014. Laporan Mengenai Model Pembelajaran Berbasis Masalah. Diakses dari https://www.academia.edu/5690389/LAPORAN_MEN GENAI_MODEL_PEMBELAJARAN_BERBASIS_MASALAH. Pada tanggal 02 Juni 2015. Pukul 12.49 WIB. 9 hlm.

Amir, M. T. 2013. Inovasi Pendidikan Melalui Problem Based Learning: Bagaimana Pendidik Memberdayakan Pemelajar di Era Pengetahuan. Kencana Prenada Media Group. Jakarta.136 hlm.

Amri dan Ahmadi. 2010. Konstruksi Pengembangan Pembelajaran. Prestasi Pustaka. Jakarta. 242 hlm.

Anjani, D. 2014. Pengaruh Problem Based Learning (PBL) Pada Mata Pelajaran IPA Terhadap Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Kelas VIII SMP Ta’mirul Islam Surakarta Semester Genap Tahun Ajaran 2013/2014 (Artikel). Diakses dari . http://eprints.ums.ac.id/30118/17/NASKAH_


(3)

69

Arends, R. I. 2008. Learning to Teach. Edisi VII. Pustaka Pelajar. Yogyakarta. 238 hlm.

Arikunto, S. 2010. Dasar-dasar Evaluasi Kependidikan. Bina Aksara. Jakarta. 228 hlm.

Daryanto. 2014. Pendekatan Pembelajaran Saintifik Kurikulum 2013. Gaya Media. Yogyakarta. 136 hlm.

Dasna, I.W. dan Sutrisno. 2010. Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem-Based Learning). Diakses dari http://file.upi.edu/Direktori/FPIPS/JUR._ PEND._SEJARAH/195704081984031-DADANG_SUPARDAN/Pembe lajaran_Berbasis_Masalah.pdf. Pada tanggal 03 Februari 2015. Pukul 21.20 WIB. 108 hlm.

Duron, R., L. Barbara, dan W. Waugh. 2006. Critical Thinking Framework for Any Discipline. International Journal of Teaching and Learning in Higher Education Vol. 17: 161-163. Diakses dari http://www.isetl.org/ijtlhe/pdf /IJTLHE55.pdf. pada tanggal 20 Februari 2015. Pukul 23.46 WIB. 3 hlm. Djamarah, S. B. 2000. Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif. Rineka

Cipta. Jakarta. 302 hlm

Ennis, R. H. 2011. The Nature of Critical Thinking:An Outline of Critical Thinking Dispositions and Abilities. Diakses dari http://faculty.education.i llinois.edu/hennis/documents/TheNatureofCriticalThinking_51711000.pdf. Pada 26 November 2014. Pukul 23.08 WIB. 8 hlm.

Fisher, A. 2009. Berpikir Kritis. Sebuah Pengantar. Erlangga. Jakarta. 247 hlm. Gelder, T. V. 2005.Teaching Critical Thinking: Some Lessons from Cognitive

Science. College teaching. Vol. 53. No. 1 (online). https://docs.google.com. Diakses pada 3 Maret 2015; 16:35 WIB). 6 hlm.

Hake, R. R. 1999. Analizing Change/Gain Score. Diakses dari http://lists.asu.ed u/cgi-bin/wa?A2=ind9903&L=aera-d&P=R6855. Pada 13 Desember 2014. Pukul 10.16 WIB. 4 hlm.


(4)

Harta, I. 2010. Problem Based Learning (PBL). http://idrisharta.blogspot.com/ 2010/04/problem-based-learning-pbl.html. Diakses Pada tanggal 27 November 2014. Pukul 21.13 WIB. 9 hlm.

Haryani, D. 2012. Membentuk Siswa Berpikir Kritis Melalui Pembelajaran Matematika. Diakses dari http://eprints.uny.ac.id/7512/1/P%20-%2017.pdf. Pada 26 Februari 2015. Pukul 23.31 WIB. 10 hlm.

Hastriani, A. 2006. Penerapan Model Pembelajaran Pencapaian Konsep dalam Upaya Meningkatkan Prestasi Belajar Matematika Siswa SMP. (Skripsi). Universitas Pendidikan Indonesia. Bandung. 158 hlm.

Hosnan, M. 2014. Pendekatan Saintifik dan Kontekstual dalam Pembelajaran Abad 21. Ghalia Indonesia. Bogor. 454 hlm.

Islami, R. F. 2013. Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran Problem Based Learning (PBL) Terhadap Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Pada Materi Pokok Lingkungan (Skripsi). Universitas Lampung. Bandar Lampung. 99 hlm.

Jufri, W. 2013. Belajar dan Pembelajaran Sains. Pustaka Reka Cipta. Bandung. 179 hlm.

Kowiyah. 2012. Kemampuan Berpikir Kritis. Diakses dari http://journal.ppsunj .org/jpd/article/view/108/108. Pada tanggal 26 Februari 2015. Pukul 23.27 WIB. 5 hlm.

Kumara, A. 2001. Dampak Kemampuan Verbal Terhadap Kualitas Ekspresi Tulis. Diakses dari http://jurnal.psikologi.ugm.ac.id/index.php/fpsi/article /view/121/112. Pada 30 april 2015 pukul 11.11 WIB. 6 hlm.

Kunandar. 2011. Guru Profesional: Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Dan Sukses Dalam Sertifikasi Guru. Rajawali pres. Jakarta. 321 hlm.

Lidinillah, D. A. M. 2009. Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning) (Artikel). http://file.upi.edu/Direktori/KDTASIKM. Diakses pada tanggal 03 Desember 2014. Pukul 22.51 WIB. 8 hlm.

Lewy. 2015. Pengembangan Soal Untuk Mengukur Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi Pokok Barisan dan Deret Bilangan di Kelas IX Akselerasi SMP Xaverius Maria Palembang, Jurnal Pendidikan Matematika, Vol 3. No 2


(5)

71

(online). Diakses dari http://eprints.unsri.ac.id/820/1/2_lewy_14-28.pdf. Pada tanggal 01 Mei 2015. Pukul 11.03 WIB.

Mustaji. 2014. Pengembangan Kemampuan Berpikir Kritis dan Kreatif dalam Pembelajaran. http://pasca.tp.ac.id/site/pengembangan-kemampuan-berpikir -kritis-dan-kreatif-dalam-pembelajaran. Diakses pada tanggal 27 November 2014. Pukul 20.35 WIB. 11 hlm.

Pratisto, A. 2004. Cara Mudah Mengatasi Masalah Statistik dan Rancangan Percobaan dengan SPSS 12. Gramedia. Jakarta. 292 hlm.

Purwanto, N. 2008. Prinsip-prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran. Penerbit Remaja Rosdakarya. Bandung. 169 hlm.

Rahayu, S. P. 2010. Deskripsi Sikap Siswa Terhadap Lingkungan Melalui Pendekatan Pengungkapan Nilai (Values Clarification Approach) Pada Kelas VII MTs Guppi Natar (Skripsi). Universitas Lampung. Bandar Lampung. 167 hlm.

Rakhmawati, Y., M. Chamdani, dan K.C. Suryandari. 2013. Penerapan Model PBL (PROBLEM BASED LEARNING) dalam Peningkatan Berpikir Kritis IPA Siswa Kelas V SD (Artikel). Diakses dari http://download.portalgaruda .org/article. Pada tanggal 27 April 2015. Pukul 23.41 WIB. 7 hlm.

Riyanto, Y. 2001. Metodologi Pendidikan. SIC. Jakarta. 334 hlm.

Rohani, A. 2004. Pengelolaan Pengajaran. PT Rineka Cipta. Jakarta. 245 hlm. Rusman. 2014. Model-Model Pembelajaran: Mengembangkan Profesionalisme

Guru. Edisi Kedua. Raja Grafindo Persada. Jakarta. 418 hlm.

Samwar, N. S. 2013. Pengaruh Penggunaan Model Problem Based Learning (PBL) Terhadap Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Pada Materi Pokok Sistempe Redaran Darah (Skripsi). Diakses dari http://digilib.unila.ac.pdf. Pada tanggal 16 Mei 2015. Pukul 22.43 WIB. 10 hlm.

Sanjaya, W. 2009. Perencanaan dan Desain Sistem Pembelajaran. Kencana. Jakarta. 300 hlm.

_________ . 2012. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Kencana Prenada Media Group. Jakarta. 294 hlm.


(6)

Santrock, J. W. 2011. Psikologi Pendidikan. Salemba Humanika. Jakarta. 699 hlm.

Santyasa, I. W. 2008. Pembelajaran Berbasis Masalah dan Pembelajaran Kooperatif. Makalah Pelatihan Pembelajaran dan Asesmen Inovatif bagi Guru-Guru Sekolah Menengah di Kec. Nusa Penida. Diakses dari http://physicsmaster.orgfree.com. Pada tanggal 04 Februari 2015. Pukul 21.11 WIB. 17 hlm.

Sardiman. 2003. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta. 236 hlm.

Sari, D. D. 2012. Penerapan Model Problem Based Learning (PBL) Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Peserta Didik pada

Pembelajaran IPA Kelas VIII SMP Negeri 5 Sleman (skripsi). Diakses dari http://eprints.uny.ac.id/9174/10/10%20BAB%20I%20-%20V.pdf. Pada tanggal 23 April 2015. Pukul 20.33 WIB. 94 hlm.

Sudrajat, A. 2011. Pembelajaran Berdasarkan Masalah. https://akhmadsud rajat.wordpress.com/2011/09/28/pembelajaran-berdasarkan-masalah/. Diakses pada tanggal 27 Novemebr 2014. Pukul 21.20 WIB. 4 hlm.

Suryani, N. dan L. Agung, 2012. Strategi Belajar Mengajar. Ombak. Yogyakarta. 273 hlm.

Suwandi, T. 2012. Pengaruh Pembelajaran Berbasis Masalah Open-Ended Terhadap Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Oleh Siswa (Skripsi). Universitas Lampung. Bandar Lampung. 117 hlm.

Syah, M. 2004. Psikologi Belajar. Raja Grafindo Persada. Jakarta. 270 hlm. Tjalla, A. 2009. Potret Mutu Pendidikan Indonesia Ditinjau dari Hasil-hasil Studi

Internasional. Diakses dari http://pustaka.ut.ac.id/pdfartikel/TIG601.pdf. Pada tanggal 15 Februari 2015. Pukul 22.53 WIB. 22 hlm.

Trianto. 2013. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif: Konsep, Landasan, dan Implementasinya pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Kencana. Jakarta. 374 hlm.

Wahyuni, S. 2011. Mengembangkan Keterampilan Berpikir Kritis Siswa Melalui Pembelajaran IPA Berbasis Problem-Based Learning (Artikel).

http://www.pustaka.ut.ac.id/dev25/pdfprosiding2/fmipa201146.pdf. Diakses pada tanggal 27 November 2014. Pukul 00.03 WIB. 10 hlm.


Dokumen yang terkait

EFEKTIVITAS LKS BERBASIS PROBLEM BASED LEARNING (PBL) TERHADAP KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS SISWA PADA MATERI POKOK CIRI-CIRI MAKHLUK HIDUP (Kuasi Eksperimental pada Siswa Kelas VII Semester Genap SMP Negeri 20 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2012/2013)

0 11 52

PENGARUH PENGGUNAAN LINGKUNGAN SEKITAR SEKOLAH SEBAGAI SUMBER BELAJAR TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA PADA MATERI POKOK EKOSISTEM (Kuasi Eksperimental pada Siswa Kelas VII Semester Genap SMP Perintis 1 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2012/2013)

0 11 154

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING (PBL) TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA (Kuasi Eksperimen Pada Siswa Kelas VII Semester Genap SMP N 26 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2012/2013 Materi Pokok Pengelolaan Lingkungan)

0 2 46

PENGARUH PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED INSTRUCTION (PBI) TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF DALAM TULISAN ARGUMENTATIF SISWA PADA MATERI POKOK PERAN MANUSIA DALAM PENGELOLAAN LINGKUNGAN (Studi Ekperimen pada Siswa Kelas VII SMP Satya Dharma

2 29 64

PENGARUH PENGGUNAAN LEMBAR KERJA SISWA (LKS) BERBASIS MASALAH TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA PADA MATERI POKOK PERAN MANUSIA DALAM PENGELOLAAN LINGKUNGAN (Kuasi Eksperimental pada Siswa Kelas VII Semester Genap SMP Negeri 21 Bandar Lampung Tahun

0 11 67

PENGARUH MODEL PROBLEM BASED LEARNING (PBL) TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN AKTIVITAS BELAJAR SISWA PADA MATERI POKOK PERAN MANUSIA DALAM PENGELOLAAN LINGKUNGAN (Kuasi Eksperimental pada Siswa Kelas VII SMP Perintis 2 Bandar Lampung Tahun Pelajaran

2 26 71

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING (PBL) TERHADAP KETERAMPILAN BERKOMUNIKASI TERTULIS DAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI POKOK PERAN MANUSIA DALAM PENGELOLAAN LINGKUNGAN (Kuasi Eksperimen pada Siswa Kelas VII Semester Genap SMP Nusantara

1 14 73

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING (PBL) TERHADAP KETERAMPILAN BERKOMUNIKASI TERTULIS DAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI PERAN MANUSIA DALAM PENGELOLAAN LINGKUNGAN (Studi Eksperimen pada Siswa Kelas VII SMP Kartika II-2 Bandar Lampung Sem

0 7 60

PENGARUH MODEL PROBLEM BASED LEARNING (PBL) TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN AKTIVITAS BELAJAR SISWA PADA MATERI POKOK PERAN MANUSIA DALAM PENGELOLAAN LINGKUNGAN (Studi Eksperimen Semu pada Siswa Kelas VII Semester Genap SMP Padjajaran Bandar Lampun

12 104 63

PENGARUH ACTIVE LEARNING TERHADAP PENINGKATAN AKTIVITAS BELAJAR SISWA PADA MATERI PENGELOLAAN LINGKUNGAN (Kuasi Eksperimental pada Siswa Kelas VII SMP Negeri 2 Bandar Mataram Semester Genap Tahun Pelajaran 2014/2015)

1 27 50