Muhammad ‘Ali Al-S}abuni

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id akan tetapi jika kedua makna tersebut dapat digabung dengan benar, maka mayoritas ulama membolehkan dan dapat diterima. 24 Seperti yang diungkapkan dalam buku muqaddimah al-Tafsir li al- Shaikh Imam ibn Taimiyah “seseorang yang mengemukakkan perbedaan pendapat sebaiknya menukil seluruh pendapat. Selanjutnya, jika seluruh pendapat telah dikemukakakn dan ia memiliki hujjah untuk membenarkan salah satunya, ia wajib menjelaskan pendapat yang rajih agar tidak meninggalkan audien dalam kebingungan. Sebaliknya jika ia tidak mengetahuinya, tidak salah jika mengungkap perbedaan pendapat tanpa menyebut pendapat yang rajih, karena Allah tidak membebani seseorang melebihi batas kemampuannya.” 25 Dan dalam hal ini para ulama ahli tafsir berbeda-beda dalam menafsirkan kata al-Najm sebagaimana dijelaskan di atas. Adapun analisis masing-masing mufassir adalah sebagai berikut: 1. M. Quraish Shihab Menurut Quraish Shihab kata al-Najm pada ayat 6 ini ditasfirkannya dengan “tumbuh-tumbuhan”. Ia juga mengatakan bahwa kata al-Najm ini memang ada yang memahaminya dalam arti bintang. Jika dilihat dari asal makna kata, al-Najm ini termasuk pada kata yang mushtarak, karena memiliki makna lebih dari satu. Tetapi ketika seorang mufassir menafsirkan suatu ayat yang mempunyai makna kata yang mushtarak maka hendaknya memilih salah satu makna yang ada. Dan tidak hanya terpaku pada satu asal makna saja tapi 24 M. Quraish, Kaidah,...109. 25 Muhammad Shaleh Al-Utsmani, Muqaddimah Al-Tafsir li al-Shaikh Ibn Taimiyah terj. Solihin, Jakarta: Al-Kautsar. 2014, 370-371. digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id juga pada konteks ayat tersebut atau pada makna yang dikehendaki dari ayat tersebut. Bintu Al-Syat hi’ menulis dalam bukunya Manahij Tajdid “karena bahasa Arab adalah bahasa yang digunakan dalam Al- Qur’an, untuk memahami arti kata-kata yang termuat di dalamnya, kita harus mencari arti linguistik aslinya yang memiliki rasa keakraban kata tersebut dalam berbagai penggunaan material dan figuratifnya. Dengan demikian, maka Al- Qur’an disusun melalui pengumpulan seluruh bentuk kata dalam Al- Qur’an dan mempelajari konteks spesifik kata itu dalam ayat-ayat dan surat-surat tertentu serta konteks umumnya Al- Qur’an.” 26 Setelah ia mengetahui bahwa kata al-Najm memiliki makna yang mushtarak, ia kemudian menafsirkan kata tersebut dengan “tumbuh-tumbuhan” karena melihat dari konteks pada ayat tersebut dengan melihat pada sisi hubungan kata al-Najm dengan kata setelahnya al-Shajar dan dengan ayat sebelum dan sesudahnya. Dalam ‘Ulum Al-Qur’an hal ini disebut dengan munasabah. Munasabah dalam ulum Al- Qur’an adalah kemiripan-kemiripan yang terdapat pada hal-hal tertentu dalam Al- Qur’an baik surat maupun ayat- ayatnya yang menghubungkan uraian satu dengan yang lainnya. 27 Munasabah yang ada pada kata al-Najm termasuk pada munasabah antara kalimat dengan 26 Yayan Rahtikawati dan Dadan Rusmawan, Metodologi Tafsir Al- Qur’an, Bandung: Pustaka Setia, 2013, 240. 27 Nasharuddin, Wawasan,...184.