Kalor Laten Kalor sensibel Perpindahan Kalor

Kalor adalah salah satu bentuk energi yang dapat mengakibatkan perubahan suhu. Pada abad ke 19 berkembang teori bahwa kalor merupakan fluida ringan, yang dapat mengalir dari suhu tinggi ke suhu rendah, jika suatu benda mengandung banyak kalor, maka suhu benda itu tinggi panas. Sebaliknya, jika benda itu mengandung sedikit kalor, maka dikatakan benda itu bersuhu rendah dingin. Kuantitas energi kalor Q dihitung dalam satuan joules J. Laju aliran kalor dihitung dalam satuan joule per detik Js atau watt W. Laju aliran energi ini juga disebut daya, yaitu laju dalam melakukan usaha. [4].

2.8.1. Kalor Laten

Suatu bahan biasanya mengalami perubahan temperatur bila terjadi perpindahan kalor antara bahan dengan lingkungannya. Pada suatu situasi tertentu, aliran kalor ini tidak merubah temperaturnya. Hal ini terjadi bila bahan mengalami perubahan fasa. Misalnya padat menjadi cair mencair, cair menjadi uap mendidih dan perubahan struktur kristal zat padat. Energi yang diperlukan disebut kalor transformasi. Kalor yang diperlukan untuk merubah fasa dari bahan bermassa m adalah [4] : Pers.2.2 Dimana : QL = Kalor laten zat J Le = Kapasitas kalor spesifik laten Jkg m = Massa zat kg

2.8.2. Kalor sensibel

Tingkat panas atau intensitas panas dapat diukur ketika panas tersebut merubah temperatur dari suatu subtansi. Perubahan intensitas panas dapat diukur dengan Universitas Sumatera Utara termometer. Ketika perubahan temperatur didapatkan, maka dapat diketahui bahwa intensitas panas telah berubah dan disebut sebagai panas sensible. Dengan kata lain, kalor sensibel adalah kalor yang diberikan atau yang dilepaskan oleh suatu jenis fluida sehingga temperaturnya naik atau turun tanpa menyebabkan perubahan fasa fluida tersebut. [4]. Pers.2.3 Dimana : Qs = Kalor sensibel zat J Cp = Kapasitas kalor spesifik sensibel Jkg. K ΔT = Beda temperatur K

2.8.3. Perpindahan Kalor

Bila dua benda atau lebih terjadi kontak termal maka akan terjadi aliran kalor dari benda yang bertemperatur lebih tinggi ke benda yang bertemperatur lebih rendah, hingga tercapainya kesetimbangan termal. Proses perpindahan panas ini berlangsung dalam 3 mekanisme, yaitu : konduksi, konveksi dan radiasi [4] .

1. Konduksi

Proses perpindahan kalor secara konduksi bila dilihat secara atomik merupakan pertukaran energi kinetik antar molekul atom, dimana partikel yang energinya rendah dapat meningkat dengan menumbuk partikel dengan energi yang lebih tinggi. Sebelum dipanaskan atom dan elektron dari logam bergetar pada posisi setimbang. Pada ujung logam mulai dipanaskan, pada bagian ini atom dan elektron bergetar dengan amplitudo yang makin membesar. Selanjutnya bertumbukan dengan atom dan elektron Universitas Sumatera Utara disekitarnya dan memindahkan sebagian energinya. Kejadian ini berlanjut hingga pada atom dan elektron di ujung logam yang satunya. Konduksi terjadi melalui getaran dan gerakan elektron bebas. Fourier telah memberikan sebuah model matematika untuk proses ini. Dalam hal satu dimensi, model matematikanya yaitu [4] : Pers. 2.4 Dimana : Q = laju aliran energi W A = luas penampang m 2 ∆t = beda suhu K L = panjang m k = daya hantar konduktivitas termal Wm K Persamaan untuk laju perpindahan kalor konduksi secara umum dinyatakan dengan bentuk persamaan diferensial di bawah ini [4]: Pers. 2.5 Dimana : dTdx = Laju perubahan suhu T terhadap jarak dalam arah aliran panas x

2. Konveksi

Apabila kalor berpindah dengan cara gerakan partikel yang telah dipanaskan dikatakan perpindahan kalor secara konveksi. Bila perpindahannya dikarenakan perbedaan kerapatan disebut konveksi alami natural convection dan bila didorong, misal dengan fan atau pompa disebut konveksi paksa forced convection. Besarnya konveksi tergantung pada : a. Luas permukaan benda yang bersinggungan dengan fluida A. b. Perbedaan suhu antara permukaan benda dengan fluida ∆T. c. koefisien konveksi h Universitas Sumatera Utara Persamaan laju perpindahan kalor secara konveksi telah diajukan oleh Newton pada tahun 1701 yang berasal dari pengamatan fisika. [4]. Pers.2.6 Dimana : h c = koefisien konveksi Wm 2 o C t s = suhu permukaan C t f = suhu fluida C Beberapa parameter yang telah diuji dan mengenal bentuk korelasi yang banyak digunakan untuk menentukan koefisien konveksi h c yaitu :

a. Bilangan Reynold R