DAFTAR ISI
ABSTRAK i
ABSTRACT ii
KATA PENGANTAR iii
DAFTAR ISI vi
DAFTAR TABEL ix
DAFTAR GAMBAR SKEMA xi
DAFTAR SINGKATANISTILAH xii
DAFTAR LAMPIRAN xiv
BAB I : PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Rumusan Masalah 15
1.3 Tujuan Penelitian 16
1.4 Manfaat Penelitian 17
1.5 Potensi HAKI 18
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Asma 19
2.2. Kualitas Hidup Pasien Asma 47
2.3. Perilaku Kesehatan 55
2.4. Adherensi Pengobatan Pasien Asma 63
2.5. Hubungan Adherensi Pengobatan dengan 73 Kualitas Hidup Pasien Asma
BAB III : KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN
3.1 Kerangka Konsep dengan Model SEM 75 3.2 Hipotesis Penelitian 77
3.3 Definisi Operasional 77
Universitas Sumatera Utara
BAB IV : METODE PENELITIAN
4.1 Rancangan Penelitian 81
4.2 Tempat dan Waktu Penelitian 84
4.3 Populasi dan Sampel 85
4.4 Sumber dan Teknik Pengumpulan Data 88 4.5 Instrumen Penelitian dan Teknik Pengukuran 90
4.6 Etika Penelitian 91 4.7 Pengolahan Data
92 4.8 . Analisis Data 93
BAB V : HASIL PENELITIAN
5.1. Hasil Penelitian dengan Pendekatan 110 Kualitatif
5.2. Hasil Penelitian dengan Pendekatan 116 Kuantitatif
5.3. Analisis Data Model Adherensi Pengobatan 126 Pasien Asma
5.4. Analisis Structural Equation Modelling 134 secara Full Model
BAB VI : PEMBAHASAN
6.1. Karakteristik Pasien Asma 151 6.2. Adherensi Pengobatan Pasien Asma 155
6.3. Kualitas Hidup Pasien Asma 189 6.4. Analisis Hasil Structural Equation 196
Modelling Adherensi Pengobatan dengan Kualitas Hidup
6.5. Keterbatasan Penelitian 200
Universitas Sumatera Utara
BAB VII : SIMPULAN DAN SARAN
7.1. Simpulan 202 7.2. Saran-saran 203
DAFTAR PUSTAKA 206
LAMPIRAN
215
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR TABEL
No Judul
Halaman 2.1 Data Layanan Asma di RS. Persahabatan Jakarta tahun 1998-2001
22 2.2 Faktor Risiko pada Asma
24 2.3 Dosis Glucocorticosteroid Inhalasi dan Perkiraan Kesamaan Potensi
37 2.4 Onset Mula Kerja dan Durasi Lama Kerja Inhal
asi Agonis β2 42
2.5 Tingkat Kontrol Asma GINA, 2011 47
3.1 Definisi Operasional Variabel dan Indikator Penelitian 78
3.2 Definisi Operasional Variabel Sosiodemografi Penelitian 80
4.1 Tabel Penilaian Goodness of Fit Index 107
5.1 Distribusi Frekuensi Informan Berdasarkan Jenis Kelamin, Usia dan
Pendidikan 111
5.2 Rincian Butir Pertanyaan Adherensi Pengobatan 113
5.3 Rincian Butir Pertanyaan Kualitas Hidup Pasien Asma 116
5.4 Karakteristik Demografi Pasien Asma Kota Medan 118
5.5 Karakteristik Adherensi Pengobatan Pasien Asma 120
5.6 Distribusi Dimensi Adherensi Pengobatan Pasien Asma 121
5.7 Karakteristik Kualitas Hidup Pasien Asma Kota Medan 122
5.8 Distribusi Dimensi Kualitas Hidup Pasien Asma Kota Medan 122
5.9 Adherensi Berdasarkan Karakteristik Sosiodemografi Pasien
Asma 123
5.10 Kualitas Hidup Berdasarkan Karakteristik Pasien Asma 125
5.11 Uji Kesesuaian Model Goodness of Fit Variabel Adherensi 128
5.12 Hasil Uji Signifikansi Bobot Faktor Variabel Adherensi 130
5.13 Standardized Regression Weight Variabel Adherensi 131
5.14 Uji Kesesuaian Model Goodness of Fit Variabel Kualitas Hidup 132
5.15 Hasil Uji Signifikansi Bobot Faktor Variabel Kualitas Hidup 133
5.16 Standardized Regression Weight Variabel Kualitas Hidup 134
5.17 Tabel Penilaian Normalitas Data 137
Universitas Sumatera Utara
5.18 Nilai Zscore Variabel Adherensi dan Kualitas Hidup 139
5.19 Penilaian Multivariate Outlier 140
5.20 Residual Covarianc Matrix 141
5.21 Uji Kesesuaian Model Goodness of Fit Adherensi dengan Kualitas
hidup 142
5.22 Regression Weights Adherensi dan Kualitas Hidup 143
5.23 Standard Regression Weight Adherensi dan Kualitas Hidup 144
5.24 Uji Hipotesis Variabel Adherensi dengan Kualitas Hidup 145
5.25 Tabel Composite Reliability 146
5.26 Tabel Varianced Extracted 147
5.27 Pengaruh Adherensi dengan Kualitas Hidup 148
6.1 Rangkuman Reliablitas Instrumen Adherensi Pengobatan 174
6.2 Rangkuman Reliablitas Instrumen Kualitas Hidup
191
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR GAMBARSKEMA
No Judul GambarSkema
Halaman
2.1 Konsep Perilaku Lawrence Green Notoadmodjo, 2007
62 2.2
Terminologi Perilaku Pengobatan Asma Bauman, 2005 64
3.1 Kerangka Konsep dengan Model SEM pada Penelitian Ini
76 4.1
Bagan Tahapan Penelitian 83
4.2 Model Struktural Adherensi Pengobatan dengan Kualitas Hidup
101 5.1
Analisis Faktor Konfirmatori Variabel Adherensi Eksogen 128
5.2 Analisis Faktor Konfirmatori Variabel Kualitas Hidup Endogen
132 5.3
Model Structural Equation Modelling Variabel Adherensi dan Kualitas Hidup
135
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR SINGKATANISTILAH
AAPQ-Medan : Adherence Asthmatic Patient Medan
AGFI : Adjusted Goodness of Fit Index
AIRAPI : Asthma Insight and Reality in Asia Pacific
AMOS : Analysis Moment Structure
ANOVA : Analysis of Variance
AQLQ : Asthma Quality of Life Questioner AQLQ
AQLQ-S : Asthma Quality of Life Standard
CDC : Center for Disease Control
CFA : Confirmatory Factor Analysis
CFC : Chlorofluorocarbon
CFI : Comparative Fit Index
Cmindf : the minimum sample discrepancy function
CR : Construct Reliability
DPI : Dry Powder Inhaler
dkk : dan kawan-kawan
Dll : dan lain lain
EFA : Exploratory Factor Analysis
FK USU : Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
GFI : Goodness of Fit Index
GINA : Global Initiative for Asthma
GMSCF : Granulocute Monocyte Colony Stimulating Factor
HFA : Hydrofluoroalkane
ICS : Inhaled Corticosteroid
IDT : Inhalasi Dosis Terukur
IL : Inter Leukin
IRT : Ibu Rumah Tangga
ISAAC :
International Study on Asthma and Allergies in Childhood
KBK ; Kurikulum Berbasis Kompetensi
Universitas Sumatera Utara
KDQL : Kidney Disease Quality of Life
LABA :
Long Acting β
2
MDI Agonist
: Metered Dose Inhaler MEMS
Min-Maks :
Medication Event Monitoring System Minimum - Maksimum
NHLBI : National Hearth Lung and Blood Institute
P : probability
PAQLQ : Paediatric Asthma Quality of Life Questioner
PDPI : Perhimpunan Dokter Paru Indonesia
PNS : Pegawai Negeri Sipil
Polri : Polisi Republik Indonesia
PPOK : Penyakit Paru Obstruktif Kronik
Riskesdas : Riset Kesehatan Dasar
RMSEA : Roat Mean Square Error of Approximation
RS : Rumah Sakit
SABA : Short Acting
β
2
SD Agonis
: Sekolah Dasar SD
: Standar Deviasi SEM
: Structural Equation Modelling SF 36
: Short Form Health Survey SMA
: Sekolah Menengah Atas SMP
: Sekolah Menengah Pertama TB
: Tuberkulosis TGF
: Transforming Growth Factor T-h2
: T helper 2 TLI
: Tucker Lewis Index TNI
: Tentara Nasional Indonesia UGD
: Unit Gawat Darurat VE
: Variance Extracted WHO
: World Health Organization X
:
2
Chi Square
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR LAMPIRAN
No Judul Lampiran
1 Ethical Clearence
2 Lembar Penjelasan Kepada Calon Subjek
3 Surat Pernyataan Bersedia Ikut Penelitian
4 Hasil Kualitatif Pengembangan Instrumen Adherensi dan
Kualitas Hidup 5
Kuesioner 6
Hasil Deskriptif Dimensi Adherensi pengobatan dan Kualitas Hidup
7 Out Put Penelitian Kuantitatif
8 Pengujian Construct Reliability dan Varianced Extracted
9 Riwayat Hidup Singkat
Universitas Sumatera Utara
RIWAYAT HIDUP SINGKAT
A. Identitas
Nama : dr. Arlinda Sari Wahyuni, MKes
TempatTgl lahir : Lhokseumawe, 9 Juni 1969
PangkatGolonganNIP: Pembina Tkt IIVa196906091999032001 Agama
: Islam Alamat
: Jl Karya Wisata Villa Mutiara Johor I B3 HPTelefon
: 0812636340900617865144 Email
: dr_arlinda_123yahoo.com Nama Bapak
: Ali Umar Alm Nama Ibu
: Hj. Yuzarni Nama Suami
: Chairul Azhar SSi, MPd Nama Anak
: Dinda Rahmayani Azhar
B. Riwayat Pendidikan
SD Yayasan Pendidikan Harapan : Lulus 1982
SMP Negeri 1 Medan : Lulus 1985
SMA Negeri 1 Medan : Lulus 1988
FK USU : Lulus 1995
FKM UI Biostatistik : Lulus 2002
C. Riwayat Pekerjaan
Dokter PTT Puskesmas Sibolangit : 1995-1998
Staf pengajar FK USU : 1999-sekarang
Sekretaris Departemen IKMIKPIKK : 2010-sekarang
Staf pengajar Magister kedokteran Klinik : 2003-2010
Staf pengajar S2 Biomedik USU : 2003-sekarang
Staf pengajar S2 Keperawatan USU : 2011-sekarang
Staf pengajar FK UMSU : 2011-sekarang
Editor E-Journal MKN : 2012-sekarang
Universitas Sumatera Utara
D. Organisasi
PDK3MI Reg I : 2011-sekarang
PDKI Perhimpunan Dokter Keluarga Indonesia: 2000-sekarang Komisi Etik Penelitian FK USU
: 2004-sekarang MRC Medical Research Center FK USU
: 2010-sekarang YKI Yayasan Kanker Indonesia Cab Sumut : 2012-sekarang
E. Training terkait penelitian
Teknik Sampling dan Perhitungan Besar Sampel : 2004
LPPM-UNAIR Training of Teachers in Family Medicine WONCA,
: 2004 Kuala Lumpur
Metode Penelitian Klinik Cebu-UGM : 2005
Statistik Multivariat LPPM-UNAIR : 2005
Structural Equation Modelling LPPM UNAIR : 2006
Pelatihan Komunikasi Dokter-pasien FK USU
: 2007 Evidence Based Medicine FK USU
: 2008 Pelatihan Sistem Informasi Geography Epi-Treat
: 2011 Short Course Training Health Promotion UNAIR
: 2011 Seminar dan pelatihan penelitian Kualitatif Fak.
: 2012 Keperawatan USU
Universitas Sumatera Utara
MODEL PERILAKU ADHERENSI ADHERENCE PENGOBATAN
DAN KAITANNYA DENGAN KUALITAS HIDUP PASIEN ASMA DI KOTA MEDAN
ABSTRAK
Asma adalah penyakit kronis saluran napas yang didasari oleh proses inflamasi dan merupakan masalah kesehatan yang serius di seluruh
dunia. Permasalahan penyakit asma sering dikaitkan faktor
penatalaksanaan dimana perilaku pengobatan dari pasien asma dan dokternya belum maksimal. Bauman 2005 mengeluarkan konsep
adherensi adherence pengobatan sebagai terobosan yang tepat dalam penatalaksanaan asma. Adherensi adalah perilaku kepatuhan pasien
terhadap anjuran dokternya, yang disertai pemahaman tentang seluk beluk penyakitnya berkaitan dengan penatalaksanaan penyakitnya,
sehingga ia mengikuti anjuran dokter secara konsisten. Pada konsep adherensi ini ditekankan komitmen yang tinggi di antara dokter dan pasien
dalam mencapai perilaku pengobatan yang maksimal. Adherensi pengobatan yang baik pada pasien asma akan meningkatkan fungsi paru
dan kualitas hidup pasien asma, sesuai dengan tujuan penatalaksanaan asma, yaitu asma yang terkontrol. Tujuan penelitian ini adalah untuk
mendapatkan model adherensi pengobatan pasien asma dan kaitannya dengan kualitas hidup. Selain itu penelitian ini juga untuk mendapatkan
alat ukur adherensi dan kualitas hidup yang valid dan reliabel pada pasien asma khususnya di kota Medan.
Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode penelitian pendekatan kualitatif dan kuantitatif. Penelitian kualitatif
dilakukan untuk mengembangkan instrumen penelitian dengan sumber informasi dari pasien, dokter ahli, dokter umum, dan ahli farmakologi.
Penelitian kuantitatif dilakukan dengan pendekatan crossecsional. Sampel adalah 200 pasien asma dewasa yang menggunakan obat asma standar,
pasien asma stabil dan tidak menderita asma berat atau penyakit penyerta lainnya seperti penyakit jantung, hipertensi, diabetes melitus, hati dan
ginjal. Teknik sampling adalah consecutive sampling data dokter praktek umumspesialis paru. Data dianalisis dengan menggunakan analisis
univariat, bivariat dan multivariat yaitu analisis SEM Structural Equation Modelling.
Hasil penelitian pada penelitian ini adalah terbentuknya model pengukuran adherensi pengobatan pasien asma di kota Medan yang
memiliki nilai psikometrik yang baik valid, reliabel dan pemodelan fit, yaitu adherensi I kepercayaan, pengetahuan, dan sikap, adherensi II
komunikasi dokter pasien, tindakan, dan dukungan keluarga, kualitas hidup aktivitas, emosi, kesehatan, dan lingkungan. Ada hubungan
adherensi dengan kualitas hidup pasien asma di Kota Medan.
Kata kunci: adherensi, kualitas hidup, pasien asma
Universitas Sumatera Utara
A MODEL OF ADHERENCE BEHAVIOUR TO TREATMENT AND ITS ASSOCIATION WITH THE QUALITY OF LIFE AMONG PATIENTS
WITH ASTHMA IN MEDAN ABSTRACT
Asthma is an airway chronic disease that is due to inflammatory process. It is considered as a worldwide serious health problem. Asthma problems
are often linked to treatment management factors which include non- maximal behaviours of the patients and doctors. Bauman 2005 produced
a concept of adherence to treatment as an accurate breakthrough for asthma management. Adherence is defined as the patient adhering
behaviour towards the doctor’s advices accompanied with a such understanding of the disease aspects related to the disease
managementtreatment, so that the patients adhere their doctors advice consistently. The adherence concept emphasizes on a strong commitment
between physicians and patients to achieve maximum behaviour towards the treatment. Good adherence of patients with asthma will improve the
lung function and their quality of life. This is in accordance to the goal of asthma management itself, a controlled asthma. The purpose of this study
was to construct a model of adherence to treatment of patients with asthma and its association with the quality of life. In addition, this study
also aimed to set a valid and reliable adherence and the quality of life measurement tool that might be applied to patients with asthma,
particularly those who live in Medan.
The study utilized qualitative and quantitative approach as the methodology. The qualitative approach was conducted to develop
research instruments in which the patient, specialists, general practitioners, and pharmacologists as the source of information. The
quantitative research employed a cross sectional approach. The samples were 200 adult patients with asthma who receive standard asthma
medications, patients with stable condition and do not suffer from severe asthma or other comorbidities such as heart disease, hypertension,
diabetes mellitus, liver and kidney disease. The study performed a consecutive sampling as the technique which was obtained from
physicians’ data generallung specialist. Data were analyzed by performing univariate, bivariate and multivariate analysis, through SEM
analysis Structural Equation Modelling.
As the result, the study produced a measurement model of asthma patients adherence to the treatment among those who live in Medan. The
study found that the asthma patients who live in Medan have a good psychometric values valid, reliable and fit to model: adherence I beliefs,
knowledge, and attitudes, adherence II doctor-patient communication, actions, family support, and the quality of life activity, emotional, physical,
and environmental,. It is concluded that there is an association between adherence and quality of life among patients with asthma in Medan.
Keywords: adherence, quality of life, patients with asthma, Medan
Universitas Sumatera Utara
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Asma adalah penyakit kronis saluran napas yang patogenesis dasarnya adalah oleh proses inflamasi dan merupakan salah satu
masalah kesehatan yang serius di seluruh dunia. Proses inflamasi kronik yang berlangsung di saluran pernapasan pasien asma, melibatkan banyak
sel inflamasi dan elemennya. Kondisi ini menyebabkan saluran pernapasan menjadi hiperesponsif, sehingga menimbulkan gejala klinis
yang berlangsung secara periodik, terutama pada malam hari atau dini harisubuh. Gejala klinis yang terjadi dapat berupa mengi, sesak napas,
dada terasa berat, batuk-batuk, yang derajatnya bervariasi dan bersifat reversibel secara spontan. Gejala ini berhubungan dengan luasnya proses
inflamasi yang sedang berlangsung, yang akan memicu terjadinya berbagai kondisi edema, bronkokonstriksi, hipersekresi kelenjar, dan lain-
lain. Kondisi ini menyebabkan pembatasan aliran udara di saluran pernapasan, yang akan menimbulkan sesak napas sebagai manifestasi
klinis utama, yang sangat mengganggu aktivitas, produktivitas dan kualitas hidup pasien asma GINA, 2011.
Prevalensi penyakit asma terus mengalami peningkatan, baik di negara maju maupun di negara sedang berkembang GINA, 2011,
meskipun obat yang sesuai untuk penatalaksanaan asma inhalasi
Universitas Sumatera Utara
kombinasi corticosteroid dan agonis β2 bekerja lamaLABA telah
tersedia. Saat ini, jumlah pasien asma diperkirakan mencapai 300 juta orang, dan jumlah pasien yang meninggal karena serangan asma
mencapai 255.000 orang WHO, 2005. Penyakit sistem pernapasan, merupakan penyebab 17.4 kematian di dunia, dengan urutan sebagai
berikut: infeksi paru 7.2, Penyakit Paru Obstruktif Kronik PPOK 4.8, tuberkulosis TB 3, kanker paru 2.1 dan asma 0.3
WHO, 2005. Di Indonesia, prevalensi asma belum didukung oleh data yang
pasti Sundaru, 2007; Mangunegoro, 2004. Hasil penelitian menunjukkan prevalensi asma di Indonesia sangat bervariasi. Yunus dkk
2011 melakukan penelitian prevalensi asma di Jakarta dengan menggunakan kuesioner International Study of Asthma and Allergies in
chilhoodISAAC pada tahun 2001 dan 2008 dengan prevalensi kumulatif 11.5 tahun 2001 dan 12.2 tahun 2008. Selain itu, hasil riset kesehatan
dasar Riskesdas tahun 2007, menyatakan bahwa prevalensi asma di Jakarta mencapai 2.9, sedangkan di Sumatera Utara, prevalensi
penyakit asma berkisar antara 3-6.4 Dinas Kesehatan, 2007. Penyakit asma memberi dampak yang luas terhadap aktivitas,
produktivitas, dan berbagai kondisi sosial masyarakat khususnya di kalangan pasien asma, yang sudah barang tentu akan meningkatkan
beban pembiayaan kesehatan dan beban ekonomi masyarakat. Mereka akan mengalami kehilangan hari kerja, ketidakhadiran di sekolah, serta
gangguan aktivitas sosial lainnya Mangunegoro, 2004, Sundaru 2002.
Universitas Sumatera Utara
Salah satu penelitian di Amerika Serikat, menunjukkan bahwa pasien asma pada anak kehilangan 10 juta hari sekolah atau dua kali lebih besar
dibandingkan anak yang tidak menderita asma Taylor, 1992. Selain itu, penyakit asma juga menyebabkan 13 juta kunjungan ke dokter dan
perawatan rumah sakit untuk 200.000 pasien pertahun. Di kalangan pasien dewasa, jumlah pekerja yang tidak masuk kerja lebih dari 6 hari
pertahun mencapai 19.2 asma derajat sedangberat, dan 4.4 asma derajat ringan. Centers for Disease Control and PreventionCDC Amerika
Serikat juga melaporkan bahwa ada sekitar 2 juta pasien asma yang mengunjungi Unit Gawat Darurat UGD, dan 500.000 dari padanya harus
dirawat di rumah sakit setiap tahunnya. Ditinjau dari sisi pembiayaan, biaya pengobatan asma di negara
maju berkisar antara 300-1300 juta UStahun. Di Amerika biaya yang dikeluarkan untuk menangani perawatan penyakit asma di rumah sakit
eksaserbasi asma sekitar 11 juta dollar pertahun Putman, 2004. Di Australia, biaya untuk perawatan asma berkisar di antara 585-720 juta
dollartahun, dan asma adalah satu dari sepuluh alasan pasien mengunjungi dokternya Bauman, 2005.
Penatalaksanaan asma yang benar memerlukan obat yang sesuai appropriate treatment dan tepat adequate treatment, yaitu tepat dosis,
tepat durasi, tepat waktu, tepat carateknik pemberian terapi inhalasi, dan lain-lain. Penatalaksanaan asma terus berkembang, dan saat ini
pedoman penatalaksanaan asma yang standar dijabarkan dalam Global Initiative for Asthma GINA 2011. Prinsip penatalaksanaan asma yang
Universitas Sumatera Utara
benar menurut GINA 2011, adalah melakukan penanggulangan patogenesis dasar penyakit asma, yaitu proses inflamasi yang terjadi pada
saluran pernapasan. Penatalaksanaan asma yang sesuai appropriate teratment, dilakukan dengan memberikan inhalasi kombinasi anti
inflamasi controller dan bronkodilatorpelega reliever jangka panjang, yang tetap diberikan pada saat stabil tidak sedang dalam serangan.
Pemberian terapi inhalasi kombinasi kedua obat ini harus disertai dengan penilaian objektif terhadap kemampuan aliran udara yang dapat melalui
saluran pernapasan, yang secara sederhana dapat dilakukan dengan menggunakan peak flow meter, sehingga dapat diketahui pencapaian
kemajuan terapi. Pengukuran fungsi saluran pernapasan, dengan peak flow meter sebelum penggunaan obat, perlu dilakukan untuk mengetahui
derajat keparahan penyakit asma yang sedang dialami seorang pasien asma. Terapi inhalasi kombinasi yang dianjurkan untuk penatalaksanaan
asma saat ini adalah inhalasi kombinasi corticosteroid dengan agonis β
2
kerja lama Long Acting β
2
AgonistLABA GINA, 2011. Kombinasi corticosteroid dengan
agonis β
2
Pencapaian dan mempertahankan asma terkontrol merupakan tujuan utama dari penatalaksanaan asma, yaitu kondisi optimal yang
kerja lama ini menghasilkan kerja sinergisme yang membuat masing-masing reseptor kedua obat tersebut
menjadi “siap” “on and on phenomena”. Oleh karena itu, penggunaan inhalasi kombinasi kedua obat ini telah terbukti meningkatkan asma
terkontrol dan sekaligus meningkatkan kualitas hidup pasien asma Syafiuddin, 2007.
Universitas Sumatera Utara
memungkinkan pasien asma dapat melakukan aktivitas kehidupannya seperti orang sehat lainnya. Indikator asma terkontrol adalah tidak adanya
gejala, tidak ada keterbatasan aktivitas, tidak ada gejala pada malam hari, tidak perlu obat pelega, fungsi paru normal dan tidak ada serangan asma
sepanjang tahun GINA, 2011. Penatalaksanaan yang efektif untuk mencapai asma terkontrol, tidak saja menyebabkan pasien asma
kembali pada kehidupan normal dengan kualitas hidup yang baik, tetapi juga menguntungkan secara ekonomi, baik bagi keluarga, masyarakat
luas, maupun negara Sundaru, 2007. Penatalaksanaan asma yang sesuai appropriate treatment dan
tepat adequate treatment
sangat tergantung pada perilaku
penatalaksanaan yang dilakukan oleh pasien asma maupun dokter yang merawatnya, dan sangat memerlukan komunikasi efektif di antara pasien
asma dan keluarganya dengan dokter yang merawatnya. Perilaku pengobatan pasien secara sederhana sering disebut kepatuhan
compliance. Compliance adalah kepatuhan pasien dalam mengikuti anjuran dokter Smet, 1994, tetapi kepatuhan pasien pada compliance,
tidak disertai dengan pemahaman tentang berbagai aspek yang berkaitan dengan pengobatanpenatalaksanaan penyakitnya. Bila pengobatan
gagal, maka pasienlah yang disalahkan. Di sisi lain Bauman 2005 mengemukakan konsep adherensi adherence, yang dapat digunakan
sebagai terobosan yang tepat dalam penatalaksanaan asma. Adherensi pada prinsipnya berbeda dengan compliance, meskipun keduanya sama-
sama mengekspresikan kepatuhan pasien dalam mengikuti anjuran
Universitas Sumatera Utara
dokternya. Adherensi adalah perilaku kepatuhan pasien terhadap anjuran dokternya, yang disertai pemahaman tentang seluk beluk penyakitnya
berkaitan dengan penatalaksanaan penyakitnya, sehingga ia mengikuti anjuran dokter secara konsisten Bauman, 2005. Tanggung jawab
penerapan adherensi dalam penatalaksanaan asma bukan hanya terletak pada pasien, tetapi juga pada dokternya melalui komunikasi yang baik dan
efektif di antara pasien dan keluarganya dengan dokter yang merawatnya WHO, 2003; Bauman, 2005. Untuk itu, dokter perlu mengembangkan
teknik komunikasi kesehatan yang efektif antara dokter dan pasien Sarwono, 2004.
Penerapan konsep adherensi pada penatalaksanaanpengobatan pasien asma sangat penting dikembangkan, untuk mengatasi
permasalahan perilaku pengobatan pada pasien asma. Pada konsep adherensi ini, ditekankan komitmen yang tinggi di antara dokter dan
pasien, dalam mencapai tujuan asma terkontrol Bauman, 2005. Komitmen yang tinggi dari dokter untuk meningkatkan pengetahuan dan
sikap perilaku pengobatan pasien asma dapat dilaksanakan dengan mengembangkan pendidikan kesehatan tentang penyakit asma dan
patogenesisnya, pemberian motivasi pengobatan, empati, pengawasan dan pengontrolan penyakit, penjelasan tentang tata cara penggunaan
obat, dan akibat yang ditimbulkan jika pasien tidak adheren dengan pengobatannya. Hal ini harus dilakukan dokter secara terus menerus dan
berkesinambungan continue, karena tanggung jawab keberhasilan
Universitas Sumatera Utara
penatalaksanaan juga terletak pada dokter yang merawat pasien tersebut Sarwono, 2004.
Bauman, 2005 dan Mangan 2007 menyatakan bahwa adherensi pasien asma terhadap penatalaksanaan penyakitnya masih sangat
rendah. Hal ini disebabkan oleh rendahnya pengetahuan dan sikap dari pasien mengenai penyakitnya, prioritas kesehatan dalam kehidupan
pasien, faktor kepercayaan health believes, pengalaman sebelumnya, kesulitan dalam hal konsultasi, pemahaman tentang penyakit, dan
efektifitas diri self-efficacy. Faktor perilaku adherensi dalam penatalaksanaan asma terdiri dari
dua bagian: yaitu masalah dalam penggunaan obat, seperti kompleksnya penatalaksanaan, efek samping
obat, biaya pengobatan, dan ketidaknyamanan
terhadap pengobatan, dan masalah di
luar penatalaksanaan, seperti instruksi dokter yang kurang dipahami,
ketidakpuasan terhadap tenaga kesehatan, tidak sesuai dengan apa yang diharapkan, kurangnya pengawasan dari dokter dan keluarga, perkiraan
yang salah tentang risiko penyakit, masalah budaya, stigmatisasi yang salah, lupa, dan masalah agamakeyakinan Mangan, 2007. Hasil
penelitian Wells 2008 menyatakan bahwa ada hubungan antara faktor ras dengan adherensi pengobatan yang menggunakan Inhaled
Corticosteroid ICS. Demikian pula halnya pada pasien asma dari ras Kaukassian, yang menunjukkan adanya hubungan antara kebutuhan akan
ICS, pengetahuan tentang obat ICS, perilaku dokter dalam mengontrol pasien asma, dan kesiapan untuk menggunakan obat dengan adherensi
Universitas Sumatera Utara
pengobatan pasien. Kondisi ini mungkin dipengaruhi oleh faktor budaya di kalangan komunitas tertentu.
Blum 1974 menyatakan bahwa faktor perilaku memegang peranan penting dalam mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat,
keluarga dan individu dikutip dari: Maulana, 2009. Perilaku merupakan hasil dari seluruh kegiatan manusia, baik yang dapat diamati maupun
yang tidak dapat diamati Notoatmodjo, 2007. Secara teoritis, ranah perilaku manusia terdiri dari 3 aspek yaitu: pengetahuan, sikap dan
tindakan. Perilaku dipengaruhi oleh banyak faktor, baik internal maupun eksternal. Green 1980 menguraikan bahwa ada 3 aspek yang
mempengaruhi perilaku kesehatan seseorang yaitu faktor predisposisi predisposing factors, faktor pendukung enabling factors dan faktor
pendorong reinforcing factors dikutip dari: Notoatmodjo, 2007, Maulana 2009. Faktor predisposisi terwujud dalam pengetahuan, sikap,
kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai dan sosiodemografi. Faktor pendukung terwujud dalam lingkungan fisik, tersedianya fasilitas dan sarana seperti
obat-obatan, kemampuan membayar, sedangkan faktor pendorong terwujud dalam sikap dan perilaku petugas kesehatan dokter yang
menangani penyakit, dorongan keluarga, dan kelompok referensi masyarakat Notoatmodjo, 2007.
Berdasarkan konsep yang ada, dinyatakan ada pengaruh langsung dari berbagai faktor seperti sosiodemografi pasien, pengetahuan dan
sikap, kemampuan membayar dan jarak pengobatan, serta dorongan keluarga, terhadap adherensi pasien asma terhadap penatalaksanaan
Universitas Sumatera Utara
penyakitnya. Pasien yang mengerti dan paham tentang penyakitnya, akan meningkatkan adherensi pengobatan sesuai dengan penelitian yang
dilakukan Jarry 2004. Pada pasien asma yang mengerti dan paham tentang penyakitnya, akan terbentuk sikap dan perilaku yang baik
terhadap penatalaksanaan penyakitnya. Hal ini sebagian besar dipengaruhi oleh faktor edukasi kesehatan yang diberikan secara
berkesinambungan oleh dokter yang merawatnya Soetjiningsih, 2002. Adherensi yang baik dari pasien asma terhadap penatalaksanaan
penyakitnya, akan mencapai asma yang terkontrol, yang dengan sendirinya akan meningkatkan fungsi paru dan kualitas hidup pasien
asma. Pont 2004, mendapatkan skor pasien asma yang adheren adalah 5.8 sedangkan pada kelompok yang non adheren adalah 5.2. Pont juga
menyatakan bahwa ada perbedaan yang signifikan di antara kelompok adherensi dengan yang non adherensi terhadap pengobatan asma, dari
aspek aktivitas, gejala klinis dan emosional pasien asma. Syafiuddin 2007 telah membuktikan bahwa kualitas hidup pasien asma semakin
baik, bila penerapan konsep adherensi dilaksanakan pada penggunaan kombinasi inhalasi corticosteroid dengan ag
onis β
2
kerja lama Long Acting
β
2
Di sisi lain, pencapaian kualitas hidup yang prima bagi seorang pasien, adalah konsep yang mencakup karakteristik fisik, mental, sosial,
emosional, yang mencakup efek dan komplikasi terapi penyakit secara AgonisLABA yang diberikan secara berkesinambungan selama
1 bulan dengan frekuensi 2 kali sehari, dibandingkan dengan pemberian bronkodilator saja salbutamolSABA.
Universitas Sumatera Utara
luas, yang menggambarkan kemampuan individu untuk berperan dalam lingkungannya dan memperoleh kepuasan dari yang dilakukannya CDC,
2000. Kualitas hidup yang berhubungan dengan kesehatan
menggambarkan tingkat kesehatan seseorang yang mengalami suatu penyakit tertentu dan mendapat penatalaksanaan sesuai dengan
pedoman penatalaksanaan penyakit tersebut. Kualitas hidup dapat dijadikan sebagai hasil pengukuran yang meliputi berbagai aspek, yang
menggambarkan pandangan individu akan kesejahteraan dan
penampilannya, misalnya kemampuan fisik, okupasi, psikologis, interaksi sosial, hobi dan rekreasi Hyland, 1997. Studi yang dilakukan oleh Spiric
2004, menunjukkan faktor-faktor yang berhubungan dengan kualitas hidup pasien asma. Adapun faktor yang berhubungan dengan kualitas
hidup pasien adalah: berat penyakit, tempat tinggal dan kondisi cuaca p 0.05. Suharto 2005 juga menemukan adanya hubungan antara
derajat penyakit, sosial ekonomi, kepadatan rumah dengan kualitas hidup anak.
Pengembangan instrumen untuk menilai kualitas hidup pasien asma telah banyak dilakukan oleh para peneliti. Salah satu instrumen
tersebut adalah Asma Quality of Life Questioner AQLQ. yang telah dikembangkan untuk mengukur gangguan fungsional yang dialami oleh
pasien asma 17 tahun. Kuesioner ini memiliki 32 item dalam empat domain gejala, aktivitas, keterbatasan emosional dan rangsangan
lingkungan Junifer, 2005. Namun di Indonesia alat ukur ini belum lazim
Universitas Sumatera Utara
digunakan, dan belum ada penelitian mengenai validitas dan reliabilitas alat ukur kualitas hidup untuk pasien asma.
Pada umumnya pengukuran kualitas hidup pasien asma di Indonesia sering disamaartikan dengan terkontrol atau tidaknya penyakit
asma dengan menggunakan alat ukur Asthma Control Test ACT. Meskipun tingkat validitas dan reliabilitas alat ukur ini cukup tinggi yaitu
0.85 Schatz, 2006, namun materi dari ACT hanya mengukur aspek klinis semata. Hal ini tentu akan menyebabkan terjadinya perbedaan persepsi
terhadap makna kualitas hidup pasien asma yang sebenarnya. Untuk memperbaiki kualitas penatalaksanaanpengobatan pasien asma, perlu
ditetapkan indikator yang dapat mengukur adherensi pengobatan dan kualitas hidup pasien asma yang bersifat lebih menyeluruhkomprihensif.
Namun sampai saat ini belum ada penelitian untuk menetapkan berbagai indikator yang dapat membentuk adherensi terhadap penatalaksanaan
pasien asma. Karena itu, diperlukan pengembangan instrumen yang akan menelaah dan menetapkan berbagai indikator yang dapat mempengaruhi
terbentuknya adherensi, yang akan mampu memberikan informasi lebih luasmenyeluruh dalam mengekspresikan tingkat adherensi pasien asma
terhadap penatalaksanaan penyakitnya, sehingga lebih memudahkan memungkinkan para dokter dalam upaya pencapaian asma terkontrol dan
kualitas hidup yang prima bagi pasien asma. Determinan adherensi pasien dan kaitannya dengan kualitas hidup
pasien asma akan jelas terlihat apabila dikaji dengan analisis yang tepat. Structural Equation Modelling SEM adalah suatu analisis terintegrasi
Universitas Sumatera Utara
antara analisis faktor, model struktural dan analisis jalur path analysis Wibowo, 2006; Santoso, 2007. Dengan menggunakan analisis ini peneliti
dapat menemukan faktor determinan perilaku, model struktural dan model pengukuran perilaku adherensi pasien asma terhadap penatalaksanaan
penyakitnya. Konsep yang jelas akan menghasilkan model perilaku adherensi yang jelas. Hal ini tentu dapat meningkatkan pemahaman
tentang adherensi pengobatan pasien asma dan dapat memperbaiki penatalaksanaan asma di masa yang akan datang. Disamping itu perlu
ada kajian yang cermat tentang berbagai aspek yang berkaitan dengan penatalaksanaan penyakit asma yang tepat dan benar, terkait dengan
target kurikulum pendidikan dokter Standar Kompetensi Dokter Indonesia SKDI, 2006, yang menetapkan target pembelajaran untuk penyakit asma
pada level 4. Hal ini berarti kelak setiap dokter umum harus mampu menatalaksana penyakit asma mulai dari kemampuan mendiagnosis
sampai dengan pemberian terapi asma secara tuntas. Saat ini setiap Fakultas Kedokteran di Indonesia wajib menerapkan sistim KBK
Kurikulum Berbasis Kompetensi, sehingga adanya instrumen yang akan mengekspresikan
tingkat adherensi pasien asma terhadap penatalaksanaan penyakitnya, dapat digunakan untuk meningkatkan mutu
pembelajaran tentang asma pada KBK, yang akan memudahkan aplikasinya untuk pencapaian asma terkontrol dan kualitas hidup yang
prima di kalangan pasien asma, khususnya di Indonesia. Berdasarkan teori-teori yang telah dikemukakan sebelumnya,
penatalaksanaan asma yang tepat dan benar, memerlukanmelibatkan
Universitas Sumatera Utara
berbagai faktor yang ada dalam kehidupan pasien dan lingkungannya, dan pencapaian asma terkontrol tidak semata-mata tergantung dari obat yang
tersedia. Dampak buruk penyakit asma yang sangat merugikan dapat terjadi karena melalaikan keterlibatan faktor-faktor pembentuk adherensi,
sehingga penatalaksanaannya menjadi tidak tepat. Rabe 2004 menyatakan bahwa penggunaan obat pengontrol inhalasi cortikosteroid
pada pasien asma persisten, di negara maju seperti Amerika Serikat dan Eropah Barat masih sangat rendah, yaitu hanya sekitar 18-26. Hasil
survei yang dilakukan oleh Asthma Insight and Reality in Asia Pacific AIRAPI di berbagai kota besar Asia pada tahun 2003, menunjukkan
bahwa penatalaksanaan penyakit asma belum maksimal dan belum mencapai target yang diinginkan. Hasil penelitian lainnya menunjukkan
bahwa dalam 4 minggu terakhir pengobatan, 51.4 pasien asma masih menunjukkan gejala asma di siang hari, 44.3 mengalami gangguan
tidurterbangun malam hari karena asma. Gangguan aktivitas dan mangkir sekolah di kalangan pasien asma mencapai 36, dan kunjungan ke unit
gawat darurat UGD atau perawatan di rumah sakit dijumpai pada 43.6, dan 56.3 pasien masih memerlukan
agonis β2 kerja singkat, paling tidak tiga kali dalam seminggu. Sementara itu, inhalasi corticosteroid hanya
digunakan oleh 13.6 pasien asma Lai, 2003. Fakta ini juga terjadi di kalangan pasien asma di Indonesia,
penatalaksanaan asma pada umumnya tidak tepat inappropiate treatment dan tidak adekuat inadequate treatment. Hasil penelitian
Tamsil 2005 yang dilaksanakan di poliklinik alergi imunologi penyakit
Universitas Sumatera Utara
dalam Rumah Sakit Muhammad Husni Palembang, menemukan hanya 51.9 pasien asma yang menggunakan obat pengontrol. Pasien asma
sering hanya menggunakan bronkodilator saja, tanpa pemberian inhalasi steroid sebagai pengontrol Marliza, 2005; Syafiuddin, 2007. Dengan
demikian, penatalaksanaan asma sering sekali hanya memberikan terapi simptomatik, tanpa mengontrol proses inflamasi yang merupakan
patogenesis dasarnya Syafiuddin, 2007, sehingga pengobatan asma sering sekali tidak mencapai target yang diharapkan, yaitu asma terkontrol
controlled asthma. Selain itu, hasil penelitian Marliza 2005 di Kota Medan, juga menemukan bahwa 60 pasien asma masih menggunakan
obat oral dan 40 sisanya menggunakan obat inhalasi. Dari penggunaan obat inhalasi, hanya 40 pasien yang patuh, 65 dengan teknik
penggunaan terapi inhalasi yang benar, 42.5 dengan dosis obat inhalasi yang sesuai, dan 67.5 menghentikan pengobatan segera setelah
keluhan subjektif hilang. Kondisi ini menunjukkan ketidak pahaman pasien asma terhadap
penatalaksanaan asma yang sesuai dan tepat, karena kurangnya komunikasi efektif yang sangat diperlukan di antara dokter–pasien asma
dan keluarganya. Padahal komunikasi efektif ini merupakan unsur mendasar untuk mencapai kepatuhan pasien terhadap penatalaksanaan
asma yang diberikan kepadanya, karena mereka memahami kepentingan berbagai faktorunsur yang diperlukan untuk mencapai adherensi pasien
terhadap penatalaksanaan asma yang sesuai dan tepat. Rendahnya perilaku adherensi pengobatan adherensi pasien asma terhadap
Universitas Sumatera Utara
penatalaksanaan penyakitnya perlu ditatalaksana dengan baik. Dengan demikian, diperlukan penelaahan terhadap berbagai faktorunsur yang
mempengaruhi pencapaian adherensi pada aplikasi komunikasi efektif di antara dokter-pasien dan juga keluarganya. Melalui penelaahan ini, akan
diwujudkan suatu instrumen untuk mengetahui tingkat adherensi pasien asma terhadap penatalaksanaan penyakitnya, sehingga sangat membantu
dan memudahkan dokter untuk mengetahui dan memperbaiki penatalaksanaan asma yang belum adekuat.
Penelitian mengenai instrumenmodel
perilaku adherensi penatalaksanaan asma belum pernah dilakukan di Indonesia. Oleh karena
itu, peneliti tertarik untuk meneliti faktor adherensi pada penatalaksanaan pengobatan asma, dan keterkaitannya dengan pencapaian asma
terkontrol dan kualitas hidup pasien asma yang prima.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dirumuskan masalah, yaitu bagaimanakah instrumenmodel perilaku adherensi pasien asma
terhadap penatalaksanaan penyakitnya, khususnya di Kota Medan, dan bagaimanakah
hubungan adherensi
pasien asma terhadap
penatalaksanaan penyakitnya dengan kualitas hidup pasien asma.
Universitas Sumatera Utara
1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum
Untuk mendapatkan instrumenmodel perilaku adherensi pasien asma dalam penatalaksanaan penyakitnya, dan mengetahui hubungan
adherensi pasien asma dalam penatalaksanaan penyakitnya dengan kualitas hidup pasien asma.
1.3.2. Tujuan Khusus
a. Untuk mendapatkan instrumen pengukuran adherensi dan kualitas hidup pasien asma di Kota Medan
b. Untuk menganalisis adherensi pasien asma dalam penatalaksanaan penyakitnya, dan kualitas hidup pasien asma di Kota Medan.
c. Untuk menganalisis perbedaan adherensi pasien asma dalam penatalaksanaan penyakitnya berdasarkan sosiodemografi usia, jenis
kelamin, pendidikan, status perkawinan, pekerjaan, penghasilan dan suku di Kota Medan
d. Untuk menganalisis perbedaan kualitas hidup pasien asma berdasarkan sosiodemografi usia, jenis kelamin, pendidikan, status perkawinan,
pekerjaan, penghasilan dan suku di Kota Medan e. Untuk mendapatkan faktor-faktor yang membangun konstrakmodel
pengukuran adherensi penatalaksanaan pasien asma di Kota Medan f. Untuk menganalisis model pengukuran adherensi penatalaksanaan
pasien asma di Kota Medan
Universitas Sumatera Utara
g. Untuk menganalisis model pengukuran kualitas hidup pasien asma di Kota Medan
h. Untuk mendapatkan model struktural adherensi terhadap penatalaksanaan dengan kualitas hidup pasien asma di Kota Medan.
1.4. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai: a. Masukan kepada praktisi medis yaitu dokter umum dan dokter
spesialis penyakit paru untuk dapat mengetahui dan memahami indikator adherensi penatalaksanaanpengobatan asma yang sangat
diperlukan pada penatalaksanaan asma yang sesuai appropriate dan tepat adequate, erat kaitannya dengan perilaku dokter dan pasien
asma. b. Masukan bagi berbagai fasilitas pelayanan kesehatan, khususnya untuk
Departemen Penyakit Paru dan Kedokteran Respirasi, dalam peningkatan mutu pelayanan penatalaksanaan penyakit asma.
c. Masukan bagi institusi pendidikan terutama Fakultas Kedokteran dalam mengembangkan kurikulum khususnya untuk penatalaksanaan
penyakit asma. d. Dasar untuk mengembangkan teori adherensi penatalaksanaan
pengobatan pasien asma khususnya di Kota Medan e. Masukan bagi instansi kesehatan khususnya Dinas Kesehatan
Provinsi Sumatera
Utara dalam
menentukan kebijakan untuk
penatalaksanaan asma.
Universitas Sumatera Utara
f. Sumber informasi untuk rencana pembuatan software model adherensi dan kualitas hidup pasien asma di kota Medan pada khususnya, dan di
seluruh Indonesia pada umumnya.
1.5. Potensi HAKI
Potensi Hak Kekayaan Intelektual HAKI pada penelitian ini adalah:
a. Menemukan indikator pengukuran perilaku adherensi penatalaksanaan pengobatan pasien asma
b. Menemukan model prediktif perilaku adherensi penatalaksanaan pengobatan pasien asma
c. Menemukan indikator pengukuran kualitas hidup pasien asma d. Menemukan model prediktif adherensi pasien asma dalam
penatalaksanaan penyakitnya terkait dengan kualitas hidup pasien asma.
Universitas Sumatera Utara
BAB II TINJAUAN PUSTAKA