Peran Sektor Perikanan Dalam Pengembangan Wilayah Kabupaten Cianjur.

(1)

PERAN SEKTOR PERIKANAN DALAM

PENGEMBANGAN WILAYAH KABUPATEN CIANJUR

YOLA NURKAMIL

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2015


(2)

(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Peran Sektor Perikanan dalam Pengembangan Wilayah Kabupaten Cianjur adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Mei 2015 Yola Nurkamil NIM A156130174


(4)

RINGKASAN

YOLA NURKAMIL, Peran Sektor Perikanan dalam Pengembangan Wilayah Kabupaten Cianjur. Dibimbing oleh SETIA HADI dan KUKUH NIRMALA.

Pembangunan perikanan merupakan salah satu pembangunan sektoral yang diharapkan mampu memberikan kontribusi secara signifikan terhadap pendapatan daerah, penyerapan tenaga kerja serta pembangunan nasional secara menyeluruh. Sektor perikanan di Kabupaten Cianjur merupakan sumberdaya perikanan yang berpotensi sebagai sektor yang strategis bagi perekonomian Kabupaten Cianjur. Peningkatan peranan sektor perikanan juga harus dilakukan dengan meningkatkan keterkaitannya dengan sektor-sektor lain dalam internal wilayah. Tujuan penelitian ini adalah untuk 1) Mengidentifikasi peran dan potensi sektor perikanan terhadap perkembangan wilayah Kabupaten Cianjur, 2) Mengidentifikasi komoditas unggulan sektor perikanan Kabupaten Cianjur, 3) Menggali persepsi stakeholders terhadap prioritas pembangunan sektor perikanan di Kabupaten Cianjur, dan 4) Menentukan strategi pengembangan sektor perikanan di Kabupaten Cianjur . Alat analisis yang digunakan untuk menjawab tujuan penelitian adalah analisis input output, analisis sektor unggulan, analisis skalogram, AHP dan A’WOT.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sektor perikanan merupakan sektor yang memiliki potensi untuk dikembangkan. Sektor perikanan memiliki nilai DBL (1,19) yang lebih besar dari nilai DFL (0,39). Hal ini mengindikasikan bahwa sektor perikanan lebih banyak menggunakan output dari sektor lain sebagai input. Sebaliknya, penggunaan output perikanan sebagai input bagi sektor lain yang masih rendah. Kondisi ini dikarenakan output sektor perikanan yang berupa ikan segar langsung dijual untuk memenuhi permintaan akhir sehingga tidak terjadi proses peningkatan nilai tambah pada hasil produksi petani, nilai tambah inilah yang seharusnya menjadi sumber pendapatan bagi petani dan nelayan. Apabila ikan dapat digunakan sebagai input bagi sektor lain lebih besar maka kenaikan output sektor ini akan menimbulkan peningkatan seluruh permintaan antara.

Berdasarkan jumlah sarana prasarana perikanan, kecamatan Cilaku, Sukaluyu, Bojongpicung, Ciranjang, Mande, Cugenang dan Cikalong masuk ke dalam hirarki 1. Kecamatan yang masuk ke dalam hirarki 1 pada analisis tingkat pelayanan masuk kedalam hirarki 3. Hal ini menunjukkan kecamatan yang menjadi pusat pelayanan belum tentu merupakan pusat perkembangan sektor perikanan. Di Kecamatan Sukaluyu dan Cugenang ikan Mas, Nila, Jambal dan Tagih adalah komoditas yang bisa dijadikan prioritas pengembangan, Ikan tagih tidak menjadi komoditas unggulan di Kecamatan Cilaku, Ciranjang dan Mande. Kecamatan Mande tidak memiliki komoditas unggulan, hal ini disebabkan karena sektor perikanan di Kecamatan Mande mengandalkan hasil dari waduk Cirata, kondisi waduk Cirata yang semakin menurun menyebabkan hasil produksi perikanan pun menurun sama halnya dengan kecamatan Ciakalongkulon.

Stakeholders menjadikan sumberdaya alam menjadi prioritas utama dalam pengembangan sektor perikanan di Kabupaten Cianjur, dan sumber daya air menjadi fokus utamanya. Strategi utama yang dihasilkan dari analisis A’WOT, untuk meningkatkan peran sektor perikanan di Kabupaten Cianjur adalah: (1) Meningkatkan produksi di waduk cirata sebesar 2,3 ton/petak/th dengan


(5)

menggunakan ikan nila dan ikan mas sebagai komoditas unggulan tanpa menambah jumlah karamba; (2)Menjadikan minapadi sebagai kegiatan budidaya utama; (3) Melaksanakan kebijakan pemanfaatan pola ruang yang konsisten dan memasukkan sektor perikanan di dalamnya dengan menentukan pusat pengembangan perikanan di Kecamatan Cikalongkulon atau Bojongpicung; (4) Menambah belanja pemerintah dan investasi untuk sektor perikanan; (5) Membangun pasar ikan di kecamatan yang menjadi pusat pengembangan sektor perikanan; dan (6) Mensosialisasikan teknologi IMTA.


(6)

SUMMARY

YOLA NURKAMIL, The Role of Fisheries Sector in Regional Development of Cianjur District. Supervised by SETIA HADI and KUKUH NIRMALA

Developing fisheries sector is one of sectorial development that hopefully could contribute significantly to local income, labour absorption and to national development in general. Fisheries sector potentially become strategic sector to boost economy in Cianjur District. The increasing role of fisheries sector should be done through engaging other sectors within its region. Aims of this research are (1) to identify the role and potency of fishery resources to the development of Cianjur District; (2) to identify the leading commodity in the fisheries sector in Cianjur District; (3) to find out stakeholders perception on prioritising development of the fisheries sector in Cianjur, and (4) to determine the fisheries sector development strategy in Cianjur District. This research uses analysis of input-output, analysis of the leading sectors, scalogram analysis, AHP and A’WOT as tools of analysis.

The result shows fisheries sector potentially to have further expansion in Cianjur District. It has bigger DBL value (1.19) rather than DFL value (0.39). It indicates fisheries sector uses more output from other sector as input. On the other hand, the using of fisheries sector as input for other sector is still low. Because fisheries sector output such as fresh fish is directly sold in order to fulfil ultimate demand. Then process of value added in farmers’ product does not happen while it could increase income for farmers and fisherman. If number of fresh fish used as input grows so it will increase all demand.

Based on number of fisheries infrastructure and facility, some sub districts as follows Cilaku, Sukaluyu, Bojongpicung, Ciranjang, Mande, Cugenang and Cikalong are in 1st hierarchy category. Meanwhile these sub districts are in 3rd hierarchy on service level analysis. It means sub district that plays as centre for service does not automatically play as centre for developing fisheries sector. Carp, nile tilapia, jambal and tagih fish are not major commodities in Sukaluyu and Cugenang sub district. Meangile sub district Mande does not have any leading fisheries commodity. It is caused by the high reliance of fisheries production in Cirata reservoir. The declining water quality in this reservoir affects to fisheries production. It is also happen in Ciakalongkulon sub district.

Obviously, natural resources have become main priority and water resources as main focus in Cianjur District. Main strategy to increase fisheries sector in Cianjur district, constructed by A’WOT analysis are (1) intensification of fish production in Cirata reservoir as 2.3 ton per plot/year by using nile tilapia and carp fish as core commodities; (2) using rice-fish system (minapadi) as main aquaculture activity. (3) consistency of implementing utilization of spatial planning and fisheries sector in it by establishing centre for fisheries development in Cikalongkulon or Bojongpicung sub district; (4) adding goverment expenditure and investment for fisheries sector; (5) build fish market in sub district which play as centre for fisheries development; and (6) sosialize of IMTA technology.


(7)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB


(8)

(9)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah

PERAN SEKTOR PERIKANAN DALAM

PENGEMBANGAN WILAYAH KABUPATEN CIANJUR

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2015


(10)

(11)

(12)

PRAKATA

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah penelitian yang berjudul “Peran Sektor Perikanan dalam Pengembangan Wilayah Kabupaten Cianjur” berhasil diselesaikan. Tesis ini disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelas Magister Sains pada Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah (PWL). Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terimakasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Dr Ir Setia Hadi, MS dan Bapak Dr Ir Kukuh Nirmala, M.Sc sebagai dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan, arahan, masukan dan motivasi pada penulis dalam menyelesaikan tesis ini.

2. Bapak Dr Ir Widiatmaka, DAA selaku dosen penguji luar komisi yang telah memberikan masukan dan koreksinya untuk penyempurnaan tesis ini.

3. Bapak Prof. Dr Ir Santun R.P. Sitorus selaku Ketua Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah IPB yang telah memberikan masukan dan koreksi bagi penyempurnaan tesis.

4. Bapak Dr Dwi Putro Tejo Baskoro, MScAgr Selaku pimpinan sidang yang telah memberikan masukan dan koreksi untuk penyempurnaan tesis ini. 5. Pimpinan dan staf Pusbindiklatren Bappenas atas kesempatan beasiswa yang

diberikan bagi penulis.

6. Bupati Kabupaten Cianjur, Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Cianjur, Dinas Pendidkan Kabupaten Cianjur dan SMKPP Negeri Cianjur yang telah memberikan ijin untuk mengikuti tugas belajar pada Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah IPB.

7. BPS Kabupaten Cianjur, Dinas Peternakan Perikanan dan Kelautan yang telah memberikan data untuk menjadi bahan dalam penelitian ini.

8. Stakeholders yang telah bersedia diwawancara dan mengisi kuesioner dan menerima penulis dengan tangan terbuka.

9. Kelurga yang memberikan dukungan dan kesabarannya.

10. Rekan-rekan PWL 2013, saudara seperjuangan yang selalu bersedia membantu memecahkan setiap masalah yang dihadapi.

11. Seluruh staf pengajar dan manajemen Program Studi PWL IPB.

Bogor, April 2015 Yola Nurkamil


(13)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

Kata kunci: input-output, pusat pengembangan, Waduk Cirata iii

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 3

Tujuan Penelitian 4

Manfaat Penelitian 4

Ruang Lingkup Penelitian 4

2 TINJAUAN PUSTAKA 5

Pengembangan Wilayah 5

Pusat Pertumbuhan dan Hirarki Wilayah 6

Keterkaitan Sektor Perekonomian 7

Peran Sektor Perikanan dalam Pengembangan Wilayah 9

Penelitian Terdahulu 11

3 METODE 12

Lokasi dan Waktu Penelitian 12

Bahan dan Alat 13

Metode Analisis Data 13

4 KONDISI UMUM WILAYAH 28

Kondisi Geografis dan Administratif 28

Perekonomian Daerah 30

Potensi dan Kondisi Sektor Perikanan Kabupaten Cianjur 31

5 HASIL DAN PEMBAHASAN 36

Peran dan Potensi Sektor Perikanan dalam Pengembangan Wilayah

Kabupaten Cianjur 36

Tabel 21 Matrik SWOT 57

6 SIMPULAN DAN SARAN 62

Simpulan 62

Saran 62

DAFTAR PUSTAKA 63

LAMPIRAN 13


(14)

(15)

DAFTAR TABEL

1. Tujuan, jenis, sumber data, cara pengumpulan data serta analisis data 12 2. Struktur dasar transaksi input-output wilayah 15 3. Nilai Tingkat Kepentingan Unsur-Unsur SWOT Berdasarkan Analisis

AHP 25

4. Matriks Strategi Hasil Analisis SWOT 26

5. Urutan/Ranking Strategi Pengembangan Sektor Periakanan Kabupaten

Cianjur 27

6. Data PDRB Kabupaten Cianjur Tahun 2010-2012 30

7. Laju pertumbuhan PDRB Kabupaten Cianjur Tahun 2010-1012 31 8. Perkembangan area budidaya ikan di Kabupaten Cianjur 32 9. Luas lahan untuk keramba jaring apung (KJA) di lima kecamatan 32 10. Potensi pengembangan wilayah untuk kolam dan minapadi berdasarkan

hasil analisis kesesuaian dan ketersediaan lahan dan komoditas

unggulan perikanan 33

11. Hasil produksi perikanan Kabupaten Cianjur tahun 2008-2012 34 12. Pengelompokkam sektor perekonomian di Kabupaten Cianjur

berdasarkan nilai IDP dan IDK 41

13. Produktivitas ikan di setiap wadah budidaya 46

14. Perbandingan hirarki kecamatan 48

15. Potensi perikanan di kecamatan yang berada di hirarki 1 50 16. Hasil LQ per komoditas ikan di setiap kecamatan 51 17. Hasil analisis SSA per komoditas ikan di setiap kecamatan 53 18. Penentuan komoditas unggulan di kecamatan berhirarki 1 54 19. Faktor internal (kekuatan dan kelemahan) dan faktor eksternal (peluang

dan ancaman) pengembangan sektor perikanan di Kabupaten Cianjur 55

20. Hasil perhitungan AHP 56

21. Matrik SWOT 57

22. Urutan/ranking strategi pengembangan sektor perikanan di Kabupaten

Cianjur 58

DAFTAR GAMBAR

1. Kerangka pemikiran penelitian 5

2. Tahapan Metode RAS 14

3. Struktur AHP untuk persepsi stakeholders dalam pengembangan sektor

perikanan Kabupaten Cianjur 23

4. Struktur A'WOT 25

5. Kerangka analisis penelitian 28

6. Peta Lokasi Penelitian 29

7. Jumlah RTP Kabupaten Cianjur tahun 2012 34

8. Peta potensi pengembangan kolam di Kabupaten Cianjur 35 9. Peta potensi pengembangan minapadi di Kabupaten Cianjur 35 10. Indeks keterkaitan langsung ke belakang sektor-sektor perekonomian 37 11. Indeks keterkaitan langsung ke depan sektor-sektor perekonomian 38


(16)

12. Keterkaitan langsung dan tidak langsung ke belakang sektor-sektor

perekonomian 39

13. Keterkaitan langsung dan tidak langsung ke depan sektor-sektor

perekonomian 40

14. Keterkaitan ke belakang sektor perikanan dengan sektor lainnya 42 15. Multiplier effect output sektor-sektor perekonomian 43 16. Multiplier effect income sektor-sektor perekonomian 44 17. Total value-added multiplier sektor-sektor perekonomian 45 18. Peta perkembangan wilayah perikanan Kabupaten Cianjur 49

19. Struktur AHP dan hasil prioritasnya 54

20. Peta Indikatif pengembangan sektor perikanan di Kabupaten Cianjur 59

DAFTAR LAMPIRAN

1. Tabel IO Kabupaten Cianjur Tahun 2012 Transaksi domestik atas dasar

harga produsen (juta Rp.) 18x18 sektor 66

2. Rekapitulasi perhitungan AHP 71

3. Variabel-variabel yang digunakan dalam analisis skalogram untuk

kelengkapan sarana prasarana umum 72

4. Variabel-variabel yang digunakan dalam analisis skalogram untuk


(17)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Dahuri tahun 2002 menyatakan bahwa pembangunan berbasis sumber daya kelautan dan perikanan perlu dijadikan arus utama (mainstream) pembangunan nasional baik secara ekonomi, politik, sosial, maupun budaya. Hal ini dikarenakan beberapa alasan, yaitu: (1) melimpahnya sumber daya kelautan dan perikanan yang kita miliki, dengan sejumlah keunggulan komparatif sekaligus kompetitif yang sangat tinggi; (2) keterkaitan yang kuat (backward dan forward linkages) antara industri berbasis kelautan dan perikanan dengan industri dan aktivitas ekonomi lainnya; (3) merupakan sumber daya yang senantiasa dapat diperbaharui sehingga keunggulan komparatif dan kompetitif ini dapat bertahan lama asal diikuti dengan pengelolaan yang arif; (4) dari aspek politik, stabilitas politik dalam dan luar negeri dapat dicapai jika kita memiliki jaminan keamanan dan pertahanan dalam menjaga kedaulatan perairan; dan (5) dari sisi sosial dan budaya, merupakan penemuan kembali (reinventing) aspek kehidupan yang pernah dominan dalam budaya dan tradisi kita sebagai bangsa maritim.

Pelaksanaan pembangunan pada dasarnya memberikan tanggung jawab kepada pemerintah untuk menghasilkan kehidupan masyarakat lebih baik dari sebelumnya menuju masyarakat yang lebih sejahtera, aman dan berkeadilan. Dalam mewujudkan tujuan pembangunan perlu adanya interaksi yang harmonis antara tiga unsur penentu, yaitu pemerintah, swasta dan masyarakat, dengan menggerakkan kegiatan ekonomi rakyat. Kegiatan ekonomi rakyat dapat dilakukan dengan kegiatan ekonomi berbasis potensi lokal yang berkembang di suatu wilayah. Hal ini akan berperan menciptakan lapangan pekerjaan bagi masyarakat dan menjadi motor penggerak pengembangan wilayah. Konsep pokok dari pengembangan ekonomi lokal merupakan kegiatan pembangunan yang bertumpu kepada kekuatan dari dalam dengan memanfaatkan sumberdaya lokal yang ada. Upaya pengembangan ekonomi lokal harus menjadi perhatian dan penting dilaksanakan oleh daerah. Pengembangan ekonomi lokal dalam mengelola sumberdaya yang ada melibatkan pemerintah daerah dan kelompok-kelompok masyarakat setempat. Keberlangsungan sektor ekonomi tersebut perlu didukung dengan perencanaan wilayah yang efektif dan efisien.

Pengembangan wilayah di Kabupaten Cianjur berjalan relatif lambat hal ini mungkin disebabkan kerena tidak tepat memilih sektor yang dijadikan sebagai sektor penggerak. Sumberdaya perikanan memiliki potensi yang besar menjadi sektor utama penggerak perekonomian di Kabupaten Cianjur. Potensi kelautan dan perikanan di wilayah Cianjur selatan belum dimanfaatkan secara maksimal. Waduk Cirata yang terdapat di wilayah utara menghasilkan produksi ikan dari karamba jaring apung (KJA) yang cukup tinggi. Usaha pembenihan, budidaya di kolam dan minapadi juga memiliki potensi yang besar. Melihat besarnya peluang dalam keanekaragaman usaha perikanan, posisi strategis pada jalur lalu lintas yang ramai, strategi pengembangan perikanan yang dipakai adalah pengembangan usaha yang berkaitan erat dengan pemanfaatan sumberdaya perairan, terutama komoditas ikan ekonomis penting/unggulan.


(18)

2

Pembangunan Perikanan dan Kelautan di Kabupaten Cianjur, secara umum bertujuan meningkatkan kesejahteraan, taraf hidup, pendapatan serta kemandirian pembudidaya ikan, nelayan dan pelaku pasca panen serta dalam rangka pencapaian kecukupan pangan asal ikan. Hal ini sejalan dengan visi Kabupaten Cianjur. Pengembangan perikanan berkaitan dengan peningkatan konsumsi ikan per kapita per tahun penduduk dan peningkatan laju pertumbuhan penduduk. Keduanya memerlukan ketersediaan ikan yang lebih banyak pada masa mendatang. Kabupaten Cianjur yang secara geografis maupun klimatologis, merupakan daerah potensial bagi pengembangan perikanan dan kelautan, memegang peranan penting bagi pengembangan agribisnis dan ekonomi regional, karena konstribusinya dalam penyediaan bahan pangan asal ikan serta daya serap tenaga kerja mulai dari sub sistem hulu sampai hilir yang masih menjadi andalan.

Upaya penyediaan ikan dapat dilakukan melalui perikanan budidaya. Kondisi sumberdaya alam berupa iklim, lahan dan air di Kabupaten Cianjur sangat mendukung kegiatan budidaya ikan air tawar. Selain itu, budaya masyarakat yang sudah turun temurun dalam budidaya khususnya ikan air tawar menjadikan Kabupaten Cianjur sebagai salah satu sentra kegiatan budidaya ikan air tawar di Provinsi Jawa Barat, dengan produksi terbesar kedua setelah Kabupaten Purwakarta. Kegiatan perikanan di Kabupaten Cianjur didominasi oleh perikanan budidaya ikan air tawar, ditunjukkan oleh adanya usaha budidaya ikan kolam air tenang (KAT), kolam air deras (KAD), karamaba jaring apaung (KJA) di Waduk Cirata dan sawah (minapadi).

Produksi perikanan di Kabupaten Cianjur tahun 2012 mencapai 91.671 ton, terdiri atas perikanan budidaya sebesar 91.197 ton (99% dari total produksi ikan) dan perikanan tangkap sebesar 474 ton (1%). Berdasarkan tempat pemeliharaannya, produksi perikanan di KJA di Waduk Cirata pada tahun yang sama menyumbang 49.483,86 ton (54%). Budidaya ikan di kolam mempunyai produksi yang lebih kecil dari KJA yaitu sebesar 35.311,00 ton (39%) dan sawah sebesar 6.256,00 (7%). Sisanya adalah budidaya ikan di tambak dan karamba (BPS 2013).

Potensi di atas sangat mendukung dalam menerima rasionalisasi serta modernisasi pembangunan sektor perikanan dan kelautan sekaligus penyangga dari kegiatan perekonomian yang berkembang di kawasan ibukota, terutama dalam penyediaan kebutuhan bahan pangan sumber protein hewani berasal dari ikan, banyaknya produk perikanan Cianjur yang keluar setiap hari mulai dari benih hingga ikan konsumsi, hal ini menunjukan bahwa produk perikanan Kabupaten Cianjur cukup diminati. Banyaknya produk perikanan yang dihasilkan oleh kegiatan budidaya ikan secara kasat mata dapat dilihat dari banyaknya agen dan sub agen pakan yang ada di wilayah Kabupaten Cianjur, karena ada korelasi positif antara ikan yang dihasilkan dengan pakan yang dihabiskan serta benih yang dibutuhkan.

Pengembangan pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya perikanan di Kabupaten Cianjur terus diupayakan untuk meningkatkan kontribusinya pada pembangunan secara keseluruhan dalam rangka memenuhi ketersediaan bahan pangan protein hewani, menyediakan bahan baku untuk pertumbuhan agroindustri, meningkatkan pendapatan petani ikan dan nelayan, menyediakan lapangan kerja dan berusaha meningkatkan devisa melalui ekspor hasil perikanan serta


(19)

3 mendukung pengembangan wilayah dengan tetap memperhatikan kelestarian dan fungsi lingkungan.

Pembangunan perikanan budidaya di masa yang akan datang akan semakin penting peranannya dalam penyediaan protein hewani baik untuk memenuhi kebutuhan lokal maupun ekspor dan dari sisi budidaya adalah suatu program intensifikasi pembudidayaan ikan yang akan memberikan kontribusi yang sangat besar terhadap sasaran pembangunan perikanan.

Perumusan Masalah

Sektor perikanan dapat menjadi fokus pembangunan Kabupaten Cianjur karena merupakan sektor yang berbasis sumber daya alam dengan potensi yang besar, beragam, serta bersifat dapat diperbaharui/renewable resources. Dukungan sumber daya manusia, sarana dan prasarana perikanan (sumber daya buatan), serta sumber daya sosial menjadikan sektor perikanan memiliki keunggulan komparatif dan kompetitif dalam perekonomian Kabupaten Cianjur.

Mengingat besarnya potensi sumber daya perikanan yang dimiliki oleh Kabupaten Cianjur, diharapkan peranan sektor perikanan akan makin penting di masa yang akan datang. Kebijakan pengembangan sektor perikanan juga harus diletakkan dalam kerangka pembangunan berkelanjutan (sustainability), selain indikator growth (produktivitas, efisiensi, dan pertumbuhan) dan equity (pemerataan, keadilan, dan keberimbangan). Pembangunan perikanan yang berimbang antara growth, equity, dan sustainablity seharusnya mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan dengan sendirinya menurunkan tingkat kemiskinan.

Untuk menjadikan sektor perikanan sebagai sektor yang strategis bagi perekonomian Kabupaten Cianjur, selain melalui peningkatan peranan dan sumbangannya dalam perekonomian, juga harus dilakukan dengan meningkatkan keterkaitan dengan sektor-sektor lain dalam internal wilayah. Keterkaitan sektor perikanan harus ditingkatkan agar mampu menarik sektor-sektor di hulunya (sektor yang memiliki keterkaitan ke belakang) dan menarik sektor-sektor di hilirnya (sektor yang memiliki keterkaitan ke depan). Semakin kuat keterkaitan sektor perikanan dengan sektor-sektor lain, akan makin besar pula pengaruhnya dalam perkembangan wilayah Kabupaten Cianjur. Oleh karena itu, untuk mengetahui peranan dan sumbangan sektor perikanan dalam perekonomian wilayah serta keterkaitannya dengan sektor lain perlu dilakukan identifikasi sehingga dapat disusun arahan pembangunan yang akurat.

Pelibatan masyarakat serta seluruh stakeholder pembangunan akan lebih menjamin pembangunan berjalan dengan lebih baik dan aspiratif. Dalam kaitannya dengan sektor perikanan, stakeholders yang dimaksud adalah masyarakat nelayan atau petani ikan, pihak swasta, pemerintah daerah dan lembaga swadaya masyarakat. Oleh karena itu dalam menyusun rencana pembangunan sektor perikanan, pendapat dan persepsi seluruh stakeholder yang terlibat harus dapat diketahui. Hasil identifikasi terhadap kondisi dan potensi sektor perikanan, peranan dan keterkaitannya dengan sektor-sektor perekonomian lain serta persepsi stakeholders perikanan disusun arahan pengembangan sektor perikanan Kabupaten Cianjur.


(20)

4

Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah di atas, dirumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut:

1. Seberapa besar peran dan potensi sektor perikanan dalam pengembangan wilayah Kabupaten Cianjur ?

2. Apa komoditas unggulan sektor perikanan di Kabupaten Cianjur?

3. Bagaimana persepsi stakeholders terhadap prioritas pengembangan sektor perikanan di Kabupaten Cianjur ?

4. Bagaimana strategi pengembangan sektor perikanan di Kabupaten Cianjur ?

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk:

1. Mengidentifikasi peran dan potensi sektor perikanan dalam perngembangan wilayah Kabupaten Cianjur

2. Mengidentifikasi komoditas unggulan sektor perikanan Kabupaten Cianjur 3. Menggali persepsi stakeholders terhadap prioritas pengembangan sektor

perikanan di Kabupaten Cianjur

4. Menentukan strategi pengembangan sektor perikanan di Kabupaten Cianjur

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai bahan pertimbangan dalam penyusunan rencana pengembangan sektor perikanan di Kabupaten Cianjur.

Ruang Lingkup Penelitian

Identifikasi peran sektor-sektor perekonomian dalam pengembangan suatu wilayah merupakan faktor kunci dalam penentuan kebijakan pengembangan suatu sektor. Salah satu sektor yang penting adalah sektor perikanan. Peran sektor perikanan dalam pengembangan wilayah Kabupaten Cianjur dapat dilihat dengan menganalisis keterkaitannya terhadap sektor-sektor lain. Hasil produksi yang tinggi menunjukkan bahwa sektor perikanan bisa dijadikan sektor penggerak di Kabupaten Cianjur. Kotribusi sektor perikanan terhadap PDRB Kabupaten Cianjur pada tahun 2012 sebesar 2,2%. Nilai tersebut relatif besar bila dibadingkan denga Kabupaten Lain. Laju pertubuhan PDRB perikan memimilik nilai paling tinggi dibandingkan dengan sektor lain, yaitu sebesar 9,82%. Hal tersebut perlu dicermati, karena mengindikasikan terjadinya kebocoran wilayah di sektor perikanan. Diperlukan data akurat untuk membuktikan hal tersebut.Analisis Input Ouput dapat menunjukan terjadi tidaknya kebocoran sektor perikanan di Kabupaten Cianjur.

Pusat pelayanan perikanan perlu dibangun agar perkembangan sektor perikanan bisa lebih terarah dan terkontrol. Penentuan pusat pelayan dilakukan dengan mengidentifikasi sarana prasarana yang dimiliki oleh setiap kecamatan untuk dianalisis dengan menggunakan analisis skalogram. Selain itu analisis yang


(21)

5 digunakan antara lain adalah analisis LQ (Location Quotient) dan SSA (Shift Share Analysis) untuk mendapatkan komoditas perikanan yang memiliki keunggulan, baik keunggulan komparatif maupun keunggulan kompetitif. Komoditas yang unggul apabila dibudidayakan pada lahan yang sesuai akan memberikan keuntungan bagi pembudidaya. Secara rinci kerangka pemikiran penelitian disajikan pada Gambar 1.

Gambar 1 Kerangka pemikiran penelitian

2

TINJAUAN PUSTAKA

Pengembangan Wilayah

Berdasarkan Undang-Undang No. 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, wilayah adalah sebagai ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif dan/atau aspek fungsional. Rustiadi et al. (2011) berpandangan bahwa kerangka klasifikasi konsep wilayah yang mampu menjelaskan berbagai konsep wilayah yang dikenal selama ini adalah: (1) wilayah homogen (uniform); (2) wilayah sistem/fungsional; dan (3) wilayah perencanaan/pengelolaan (planning region atau programming region).

Perencanaan pembangunan menurut Riyadi dan Bratakusumah (2004) merupakan upaya untuk memilih dan menghubungkan fakta-fakta serta menggunakan asumsi-asumsi tentang masa yang akan datang dengan jalan

Peran Sektor Perikanan terhadap Pengembangan Wilayah Kabupaten

Cianjur

Keterkaitan Sektor Perikanan terhadap

sektor lainnya

Kelengkapan Sarana Prasarana Sektor Perikanan

di Kecamatan

komoditas unggulan perikanan

setiap kecamatan

Persepsi Stakeholders : Pemerintah

Petani Ikan Ilmuwan Swasta Strategi Pengembangan Sektor


(22)

6

menggambarkan dan merumuskan kegiatan-kegiatan yang diperlukan untuk mencapai hasil yang diinginkan. Pada umumnya suatu perencanaan mengandung beberapa hal pokok yang meliputi: (1) Adanya asumsi-asumsi yang didasarkan pada fakta-fakta yang ada, (2) Adanya alternatif-alternatif atau pilihan-pilihan sebagai dasar penentuan kegiatan yang akan dilakukan, (3) Adanya tujuan yang dicapai sebagai sarana atau alat untuk mencapai tujuan tersebut, (4) Bersifat memprediksi sebagai langkah untuk mengantisipasi kemungkinan-kemungkinan yang dapat mempengaruhi pelaksanaan perencanaan, (5) Adanya kebijaksanaan sebagai hasil keputusan yang harus dilaksanakan.

Pembangunan merupakan suatu kegiatan yang dilakukan secara terencana dan berkesinambungan untuk mencapai hasil yang lebih baik di masa yang akan datang. Sebagai proses yang bersifat terpadu, pembangunan dilaksanakan berdasarkan potensi lokal yang dimiliki, baik potensi sumber daya alam, manusia, buatan, maupun sumber daya sosial. Pembangunan juga merupakan upaya yang sistematik dan berkesinambungan untuk menciptakan keadaan yang dapat menyediakan berbagai alternatif yang sah bagi pencapaian aspirasi setiap warga yang paling humanistik. Tujuan akhir pembangunan adalah tercapainya kesejahteraan bagi masyarakat (Rustiadi et al. 2011).

Perencanaan dapat dilakukan dengan pendekatan sektoral dan pendekatan regional. Pendekatan sektoral memfokuskan perhatian pada sektor-sektor kegiatan yang ada diwilayah tersebut, sedangkan pendekatan regional memperhatikan penggunaan ruang untuk kegiatan produksi barang dan jasa, memprediksi arah konsentrasi kegiatan, memperkirakan kebutuhan fasilitas untuk masing-masing konsentrasi kegiatan dapat dihubungkan secara efisien. Pendekatan pembangunan wilayah harus tergabung antara pendekatan sektoral dan pendekatan regional (Tarigan, 2005).

Pusat Pertumbuhan dan Hirarki Wilayah

Dalam kaitannya dengan strategi pengembangan wilayah, perlu diidentifikasi wilayah-wilayah yang menjadi pusat pertumbuhan yang mampu menggerakkan ekonomi wilayah di sekitarnya. Melalui pendekatan konsep wilayah nodal, dapat diketahui wilayah yang menjadi pusat-pusat pertumbuhan dan seberapa besar dampaknya dalam memberikan multiplier effect terhadap wilayah lainnya.

Menurut Tarigan (2005), suatu wilayah atau kawasan dapat dijadikan sebagai pusat pertumbuhan apabila memenuhi kriteria sebagai pusat pertumbuhan, baik secara fungsional maupun secara geografis. Secara fungsional, pusat pertumbuhan merupakan lokasi konsentrasi kelompok usaha atau cabang industri yang karena sifat hubungannya memiliki unsur-unsur kedinamisan sehingga mampu menstimulasi kehidupan ekonomi baik ke dalam maupun ke luar (daerah belakangnya). Secara geografis, pusat pertumbuhan merupakan lokasi dengan fasilitas dan kemudahan yang mampu menjadi pusat daya tarik (pole of attraction) serta menyebabkan berbagai macam usaha tertarik untuk berlokasi dan masyarakat pun memanfaatkan fasilitas yang ada di lokasi tersebut. Wilayah sebagai pusat pertumbuhan pada dasarnya harus memiliki ciri antara lain : hubungan internal dari berbagai kegiatan atau adanya keterkaitan antara satu sektor dengan sektor lainnya, keberadaan sektor-sektor yang saling terkait


(23)

7 menciptakan efek pengganda yang mampu mendorong pertumbuhan daerah belakangnya, adanya konsentrasi geografis berbagai sektor atau fasilitas yang menciptakan efisiensi, serta terdapat hubungan yang harmonis antara pusat pertumbuhan dengan daerah belakangnya.

Menurut Panuju (2012), berdasarkan konsep wilayah nodal, pusat maupun hinterland suatu wilayah memiliki ciri khas dimana inti mengatur proses berjalannya interaksi dari komponen sel dan hinterland mendukung keberlangsungan hidup sel dan mengikuti pengaturan yang dibangun oleh inti. Jika suatu wilyah dianalogikan sebagai sebuah sel, maka dalam wilayah kota utama yang menjadi inti dari wilayah memiliki fungsi penting yang berperan besar dalam mempengaruhi jalannya interaksi dalam berbagai hinterland. Pusat memiliki daya tarik kuat bagi elemen di hinterland. Daya tarik tersebut secara harfiah berupa berbagai layanan yang didukung fasilitas dan infrastruktur yang lengkap. Proses-proses penting tersebut terdiri dari proses-proses transaksi dan peningkatan nilai tambah produksi. Industri dan jasa sebagai aktifitas yang berperan besar dalam peningkatan nilai tambah akan berkembang pesat di inti (kota) dengan fasilitas yang lengkap tersebut. Sebaliknya, hinterland sebagai pendukung berlangsungnya proses di pusat memiliki keunggulan sumberdaya dasar untuk mendukung proses peningkatan nilai tambah di pusat.

Keterkaitan Sektor Perekonomian

Optimalisasi pengembangan sektor perikanan untuk mendorong peningkatan ekonomi masyarakan salah satunya bisa didekati dengan analisis input-output untuk meningkatkan keterkaitan antar sektor ekonomi dengan cara menarik sektor-sektor yang ada di hulu maupun di hilirnya. Hal ini sejalan dengan pendapat Bekhet dan Abdullah (2010), bahwa beberapa implikasi kebijakan diusulkan untuk membantu para pengambil keputusan di bidang perencanaan ekonomi terutama pada pelaksanaan kebijakan yang berhubungan dengan keterkaitan antar sektor ekonomi. Secara institusional keterpaduan sektoral tidak hanya mencakup hubungan antar lembaga sektoral pemerintahan tetapi juga antara pelaku-pelaku ekonomi (swasta dan masyarakat) secara luas dengan latar sektoral yang berbeda (Rustiadi et al. 2011). Akibat keterbatasan sumber daya yang tersedia, maka dalam suatu perencanaan pembangunan diperlukan adanya skala prioritas pembangunan. Dimensi sektor pembangunan memiliki skala prioritas didasarkan atas pemahaman bahwa: (1) setiap sektor memiliki sumbangan langsung dan tidak langsung yang berbeda terhadap pencapaian sasaran-sasaran pembangunan (penyerapan tenaga kerja, pendapatan wilayah dan lain-lain); (2) setiap sektor memiliki keterkaitan dengan sektor-sektor lainnya dengan karakteristik yang berbeda-beda; dan (3) aktivitas sektoral tersebar secara tidak merata dan spesifik, beberapa sektor cenderung memiliki aktivitas yang terpusat dan terkait dengan sebaran sumberdaya alam, buatan (infrastruktur) dan sosial yang ada.

Untuk melihat suatu wilayah yang berkembang adalah dengan adanya keterkaitan antar sektor ekonomi wilayah, dimana terjadi transfer input dan output barang maupun jasa secara dinamis dan terbuka. Untuk melihat transfer input dan output barang dan jasa antar sektor dapat dipakai tabel input-output (I-O). Melalui model I-O dapat ditunjukkan seberapa besar aliran keterkaitan antar sektor dalam


(24)

8

suatu ekonomi. Dari hubungan ekonomi yang sederhana ini jelaslah kelihatan pengaruh yang bersifat timbal balik antara sektor tersebut. Suatu wilayah dapat berkembang melalui berkembangnya sektor-sektor unggulan di wilayah tersebut yang pada akhirnya akan mendorong berkembangnya sektor-sektor lainnya yang selanjutnya sektor sektor tersebut akan turut berkembang dan mendorong sektor-sektor terkait sehingga membentuk keterkaitan antar sektor-sektor.Menurut Nugroho dan Dahuri (2012), kelebihan penerapan pendekatan model I-O, antara lain:

1. Memberikan deskripsi detail mengenai pertumbuhan ekonomi dengan melihat ketergantungan antar sektor dan sumber dari ekspor maupun impor;

2. Mampu menghitung besaran output dari setiap sektor dan kebutuhan input-nya pada permintaan akhir tertentu;

3. Dapat menelusuri setiap perubahan permintaan akhir;

4. Mampu mengintegrasikan perubahan teknologi dan harga melalui perubahan koefisien teknologi.

Menurut Hirschman, 1958 dalam Muflikhati et al. (1996) keterkaitan (linkage) merupakan aplikasi dari Model Input-Output (I-O) yang penting dalam pembangunan perekonomian. Industri (sektor) yang satu terkait dengan sektor lain dalam dua kaitan, yaitu kaitan ke depan (forward linkage) dan kaitan ke belakang (backward linkage). Kaitan ke depan menunjukkan besarnya output yang dijual kepada sektor lain terhadap total output sektor tersebut. Sedangkan kaitan ke belakang menunjukkan hubungan antara banyaknya pembelian dari sektor lain terhadap keseluruhan input sektor tersebut.

Bagi perencana daerah penggunaan model I-O menurut Daryanto dan Hafizrianda (2010) dapat mendatangkan keuntungan dalam beberapa hal antara lain: (1) dapat memberikan deskripsi lebih rinci mengenai perekonomian nasional ataupun perekonomian regional dengan menguantifikasikan ketergantungan antar sektor dan asal (sumber) dari ekspor dan impor; (2) untuk suatu perangkat permintaan akhir dapat ditentukan besaran output dari setiap sektor dan kebutuhannya akan faktor produksi dan sumber daya; (3) dampak perubahan permintaan terhadap perekonomian baik yang disebabkan oleh swasta maupun pemerintah dapat ditelusuri dan diramalkan secara terperinci; dan (4) perubahan-perubahan permintaan terhadap harga relatif dapat diintegrasikan ke dalam model melalui perubahan koefisien teknik.

Model I-O dapat juga dijadikan sebagai alat pengambil keputusan dalam merencanakan pembangunan sektoral. Dari hasil analisis I-O dapat diputuskan sektor-sektor yang dijadikan sebagai leading sector atau sektor pemimpin dalam pembangunan ekonomi. Dengan memfokuskan pembangunan pada sektor-sektor yang menjadi pemimpin maka target pertumbuhan ekonomi yang diharapkan dapat dicapai dengan lebih baik. Suatu sektor yang terindikasi sebagai pemimpin dianggap memiliki kemampuan daya sebar dan kepekaan yang sangat tinggi dalam suatu perekonomian, sehingga efek yang diberikan bersifat ganda (Daryanto dan Hafizrianda, 2010).

Menurut Setiono (2010), model analisa Input-Output mampu menyajikan gambaran rinci mengenai struktur ekonomi dan hubungan antar sektor dalam perekonomian wilayah pada suatu waktu tertentu. Dengan menggunakan model Input-Output, perencanaan ekonomi dapat menerapkan beberapa kemungkinan skenario pembangunan dan menilai berbagai dampak yang akan terjadi untuk masing-masing skenario.


(25)

9 Secara metodologi tabel I-O mempunyai beberapa keterbatasan hal ini dikarenakan model I-O yang dilandasi oleh asumsi-asumsi dasar sebagai berikut: (Rustiadi et al. 2009)

1) Asumsi homogenitas yang mensyaratkan bahwa tiap sektor hanya memproduksi suatu jenis output yang seragam (homogenity) dengan sruktur input tunggal dan antar sektor tidak dapat saling mensubstitusi.

2) Asumsi linieritas/proporsionalitas yang mensyaratkan bahwa dalam proses produksi, hubungan antara input dan output merupakan fungsi linier atau berbanding lurus (proporsionality), yang berarti perubahan tingkat output tertentu akan selalu didahului oleh perubahan pemakaian input yang sebanding. 3) Asumsi aditivitas, yaitu efek keseluruhan dari kegiatan produksi di berbagai

sektor merupakan penjumlahan (additivity) dari proses produksi masing-masing sektor secara terpisah. Dengan kata lain, di luar sistem input-output semua pengaruh dari luar diabaikan.

Jika dikaitkan dengan pelaksanaan otonomi daerah yang memiliki kewenangan untuk menggali sumber-sumber keuangan, mengelola dan menggunakan sendiri pembiayaan pembangunan daerah, model I-O penting sebagai landasan analisis perencanaan pembangunan daerah. Dengan analisis I-O, keterkaitan antar sektor-sektor ekonomi dapat dilihat, sehingga pada saat penetapan alokasi anggaran pembangunan sektoral, pada akhirnya dapat membangkitkan efek sebar yang tinggi dalam mewujudkan pembangunan.

Dalam hal kontribusi PDRB, suatu sektor yang memiliki kontribusi ekonomi sangat besar, belum tentu memiliki efek sebar yang besar pula dalam menciptakan pertumbuhan ekonomi wilayah. Padahal dampak pembangunan ekonomi suatu sektor tidak cukup hanya dilihat dari kemampuannya menciptakan PDRB, namun yang lebih penting adalah bagaimana sektor tersebut mampu menggerakkan seluruh roda perekonomian wilayah. Maka model I-O sangat diperlukan untuk memotret fenomena semacam ini (Daryanto dan Hafizrianda 2010).

Peran Sektor Perikanan dalam Pengembangan Wilayah

Menurut UU Nomor 45 Tahun 2009, perikanan adalah semua kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya ikan dan lingkungannya mulai dari praproduksi, produksi, pengolahan sampai dengan pemasaran yang dilaksanakan dalam suatu sistem bisnis perikanan. Undang – undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan menegaskan bahwa beberapa tujuan pengelolaan perikanan adalah meningkatkan taraf hidup nelayan kecil dan pembudidaya ikan kecil, meningkatkan penerimaan dan devisa negara, mendorong perluasan dan kesempatan kerja. Pengelolaan sumber daya merupakan upaya penting dalam menjaga kesinambungan sumber daya. Hal ini bertujuan agar sumber daya perikanan tetap dapat dinikmati oleh generasi yang akan datang.

Pembangunan perikanan merupakan salah satu pembangunan sektoral yang diharapkan mampu memberikan kontribusi secara signifikan terhadap pendapatan daerah, penyerapan tenaga kerja serta pembangunan nasional secara menyeluruh. Cukup beralasan jika sektor ini menjadi salah satu prioritas pembangunan karena sektor perikanan didukung oleh dua komponen utama yang menjadi tulang punggung pengembangannya, yaitu komponen biofisik dan sosial ekonomi.


(26)

10

Komponen biofisik, perairan Indonesia memiliki potensi sumber daya perikanan (potensi perikanan air tawar dan laut) yang beragam jumlahnya, dan masing-masing sumber daya tersebut memiliki nilai penting baik dari sisi pasar domestik maupun pasar internasional. Komponen sosial ekonomi, secara sosial sebagian besar penduduk Indonesia (kurang lebih 60%) hidup di wilayah pesisir (dengan pertumbuhan rata-rata 2% per tahun). Hal ini disebabkan secara administratif sebagian besar kota dan kabupaten terletak di kawasan pesisir. Implikasi dari sisi ekonomi, industri kelautan dan perikanan menjadi andalan sektoral yang menyerap lebih dari 16 juta tenaga kerja secara langsung (PKSPL 2002).

Namun disisi lain, pembangunan perikanan secara umum mempunyai keterbatasan-keterbatasan antara lain : (1) miskinnya masyarakat pada kawasan usaha perikanan, (2) kemampuan sumber daya manusia yang rendah sebagai akibat kurangnya sentuhan pendidikan formal walaupun kaya dengan pengetahuan tradisional, (3) sumber daya alam hayati tidak dimanfaatkan secara efisien dan efektif, (4) lingkungan laut maupun daratnya mengalami kerusakan serius, dan (5) kesenjangan pembangunan selama ini antara pembangunan berbasis lautan dan daratan (Dahuri 2003).

Pengelolaan sektor perikanan masih terjadi tumpang tindih kebijakan yang seringkali menimbulkan konflik kewenangan. Tidak dapat dipungkiri bahwa pengelolaan wilayah-wilayah perikanan ditangani lebih dari satu instansi dan kewenangan terpisah yang tentu saja memiliki kepentingan yang berbeda. Padahal hubungan ekologis-biologis dan ekonomi daerah pesisir, pantai dan laut saling terkait satu dengan yang lainnya. Kurangnya koordinasi antar pelaku pengelola terlihat dalam berbagai kegiatan pembangunan sektor perikanan yang dilakukan secara sektoral oleh masing-masing pihak. Penyebab lemahnya koordinasi diakibatkan oleh belum adanya sistem atau lembaga yang mampu mengkoordinasikan setiap kegiatan pengelolaan sumber daya perikanan. Akibatnya sektor perikanan yang memiliki keterkaitan kedepan dan kebelakang dengan sektor-sektor perekonomian lainnya tidak tumbuh dan berkembang secara optimal (Dahuri 2003).

Tujuan pokok dari pelaksanaan otonomi daerah sebagaimana dimaksud dalam UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan PP No. 25 tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom adalah untuk mempercepat perkembangan ekonomi daerah. Cara yang efektif dan efisien untuk membangun ekonomi daerah adalah melalui pendayagunaan berbagai sumber daya ekonomi yang dimiliki daerah. Pada saat ini sumber daya ekonomi yang dimiliki dan siap didayagunakan untuk pembangunan ekonomi daerah adalah sumber daya agribisnis seperti sumber daya alam.

Perikanan telah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari sejarah peradaban manusia dari sejak zaman prasejarah, zaman batu (tone age), hingga zaman modern sekarang ini. Bahkan sejak sejak zaman manusia purba (Homo Erectus dan Australophiticus) ikan telah menjadi menu makanan manusia purba tersebut (Zuggarrmudi et al., 1995 dalam Fauzi, 2010).

Perikanan di zaman modern tidak meninggalkan peranan utamanya sebagai pemenuhan kebutuhan pangan, khususnya protein hewani sebagaimana telah dilakukan sejak zaman prasejarah. Sektor perikanan menyediakan rata-rata paling tidak 15 persen protein hewani per kapita kepada lebih dari 2,9 miliar penduduk dunia (Fauzi, 2010).


(27)

11 Acherson dalam Fauzi (2010) mengatakan bahwa 200 juta ternak dibutuhkan untuk mensubsidi kebutuhan protein dari ikan tersebut. Serta data FAO menunjukkan hampir 1 milyar penduduk dunia yang umumnya tinggal di negara berkembang sangat menggantungkan protein hewaninya dari hasil perikanan laut.

Peranan ekonomi pada sektor perikanan juga dapat dilihat dari kontribusinya terhadap lapangan pekerjaan. Perikanan baik secara langsung maupun tidak langsung memainkan peranan penting bagi jutaan orang yang bergantung hidupnya pada sektor perikanan. Data FAO tahun 2009 diperkirakan 43,5 juta orang tahun 2006 secara langsung terlibat dalam kegiatan perikanan baik sebagai pekerja penuh maupun paruh waktu. Perikanan telah menjadi “mesin pertumbuhan” ekonomi regional dibeberapa negara yang secara “budaya” sudah menjadikan ikan sebagai bagian hidup mereka (Fauzi, 2010)

Penelitian Terdahulu

Susanto (2011) meneliti Peranan Sektor Perikanan dalam Pengembangan Wilayah Kabupaten Belitung. Berdasarkan parameter keterkaitan ke belakang (DBL, DIBL, dan IDP), keterkaitan ke depan (DFL, DIFL, dan IDK), serta multiplier effect (multiplier output, NTB, dan pendapatan), maka sektor perikanan tidak termasuk sektor unggulan di Kabupaten Belitung. Hasil analisis terhadap lima faktor yang berpengaruh dalam penentuan kegiatan pembangunan perikanan berdasarkan persepsi stakeholders sektor perikanan di Kabupaten Belitung, mendapatkan prioritas: (1) Sumber Daya Ikan (SDI) dengan skor penilaian 0,565; (2) Sumber Daya Manusia (SDM) dengan skor 0,144; (3) Pasar dengan skor 0,134; (4) Sarana dan Prasarana (Sarpras) skor 0,100; dan (5) Biaya dengan skor 0,057. Kegiatan prioritas untuk dikembangkan di Kabupaten Belitung adalah perikanan tangkap (skor 0,583), budidaya perikanan (skor 0,218), dan pengolahan hasil perikanan (skor 0,199).

Pangabean (2013) meneliti tentang Studi Peran Subsektor Perikanan dalam Pengembangan Wilayah di Kota Sibolga. Hasil analisis direct forward linkage dan direct backward linkage, subsektor perikanan secara total memiliki keterkaitan sektoral yang masih rendah. Nilai daya sebar ke belakang (backward linkages effect ratio) perikanan tangkap memiliki kekuatan sebesar 0,7116 dan perikanan budidaya sebesar 1,1086. Nilai derajat kepekaan (forward linkages effect ratio), perikanan tangkap memiliki nilai kekuatan sebesar 0,9296 dan perikanan budidaya sebesar 0,6857. Hasil multiplier effect output perikanan tangkap adalah 1,1013 (peringkat keenam belas) sedangkan perikanan budidaya sebesar 1,7158 (peringkat keempat); multiplier effect nilai tambah bruto perikanan tangkap sebesar 1,0771 (peringkat keenam belas) dan perikanan budidaya sebesar 2,3445 (peringkat kedua); multiplier effect pendapatan perikanan tangkap sebesar 1,0807 (peringkat kelima belas) sedangkan perikanan budidaya sebesar 14,4339 (peringkat kesatu). Mengacu pada semua parameter multiplier effect tersebut, pengaruh penggandaan yang signifikan subsektor perikanan terhadap sektor-sektor lain di kota Sibolga yang paling tinggi adalah perikanan budidaya. Hasil analisis terhadap lima faktor yang berpengaruh dalam penentuan kegiatan pembangunan perikanan berdasarkan persepsi stakeholders subsektor perikanan di kota Sibolga, mendapatkan prioritas: (1) Sumber daya manusia dengan skor


(28)

12

penilaian 0,270; (2) Sarana dan prasarana dengan skor 0,226; (3) Modal dengan skor 0,214; (4) Sumber daya ikan dengan skor 0,208; dan (5) Pasar skor 0,081. Untuk prioritas kegiatan pengembangan di Kota Sibolga adalah perikanan tangkap (skor 0,431), pengolahan hasil perikanan (skor 0,352), dan budidaya perikanan (skor 0,217). Menurut stakeholders skala prioritas pembangunan subsektor perikanan di kota Sibolga adalah pengembangan kegiatan perikanan tangkap dari sisi peningkatan kualitas sumber daya manusianya.

3

METODE

Lokasi dan Waktu Penelitian

Tujuan, jenis, sumber data dan cara pengumpulan serta analisis data disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1 Tujuan, jenis, sumber data, cara pengumpulan data serta analisis data No Tujuan Data yang

dikumpulkan Sumber Data Analisis Data Keluaran

1. Mengidentifikasi potensi dan peranan sektor perikanan dalam pembangunan wilayah Kabupaten Cianjur

Tabel I-O Kabupaten Cianjur tahun 2010 yang di RAS ke tahun 2012

Data sarana prasarana kecamatan umum dan yang berkaitan dan mendukung dengan perikanan BPS, Bappeda, Disnakanla Analisis Input-Output Analisis Skalogram Informasi peran sektor perikanan Informasi potensi sektor perikanan 2. Mengidentifikasi

komoditas unggulan sektor perikanan Kabupaten Cianjur

Data Produksi Ikan tahun 2008 dan tahun 2013

Disnakanla Kabupaten Cianjur

LQ, SSA Informasi Komoditas Unggulan

3. Menggali persepsi stakeholders terhadap prioritas pembangunan sektor perikanan di Kabupaten Cianjur

Kuisioner responden

/ primer

AHP Informasi

prioritas pembangunan sektor perikanan dari

stakeholders

4. Menentukan strategi pengembangan sektor perikanan di Kabupaten Cianjur

Kuisioner responden

/ primer

A’WOT Strategi pengembangan sektor perikanan

Penelitian dilakukan di Kabupaten Cianjur. Kabupaten Cianjur memiliki luas 361.944 ha dengan 32 kecamatan. Penelitian dilaksanakan pada Bulan Juli


(29)

13 2014 hingga Bulan Oktober 2014, diawali dengan penyusunan proposal, pengumpulan, pengolahan dan analisis data, serta diakhiri dengan penulisan hasil penelitian.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu tabel Input Output 2010, data PDRB Kabupaten Cianjur Tahun 2012, Data Kelengkapan sarana prasaran umum dan sarana prasarana perikanan, data produksi ikan di Perairan umum tahun 2008 dan 2012, Peta RTRW Kabupaten Cianjur periode tahun 2011-2031, hasil wawancara dan hasil kuesioner. Alat yang digunakan adalah kamera, blangko kuesioner dan laptop dengan software ArcGis, Gams dan MS Office.

Metode Analisis Data

Pengolahan data menggunakan lima macam metode analisis, yaitu; Analisis Input-Output (I-O) , Analisis Location Quotient (LQ), Shift Share Analysis (SSA), skalogram, Analytical Hierarcy Process (AHP) dan AWOT.

Analisis Input-Output (I-O)

Analisis I-O secara teknis dapat menjelaskan karakteristik struktur ekonomi wilayah yang ditunjukkan dengan distribusi sumbangan sektoral serta keterkaitan sektoral perekonomian wilayah.

Peran suatu sektor tidak hanya dilihat dari besarnya sumbangan sektoral pada PDRB suatu wilayah. Peran sektoral juga bisa dilihat dengan analisis I-O. Tabel I-O yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari tabel I-O Kabupaten Cianjur tahun 2010 yang bersumber dari Bappeda Kabupaten Cianjur (Bappeda 2010) yang di RAS ke tahun 2012. Tujuan utama dari metode RAS adalah untuk menyeimbangkan kolom dan baris pada tabel input-output dengan cara memperbarui atau merevisi tabel ini (Trinh dan Phong 2013).

Metode RAS merupakan suatu metode untuk memperkirakan matriks koefisien input yang baru pada tahun t “A(t)” dengan menggunakan informasi koefisien input tahun dasar “A(0)”, total permintaan tahun antara t, dan total input antara tahun t. Secara matematis metode RAS dapat diuraikan sebagai berikut: Andaikan matriks koefisien input pada tahun dasar proyeksi adalah A(0) = {aij(0)}, i,j = 1,2....n, matriks koefisien input untuk tahun proyeksi t diperkirakan dengan rumus A(t) = R A(0) S, dimana R = matriks diagonal yang elemen-elemennya menunjukkan pengaruh substitusi, dan S = matriks diagonal yang elemen-elemennya menunjukkan pengaruh fabrikasi. Pengaruh substitusi menunjukkan seberapa jauh suatu komoditas dapat digantikan oleh komoditas lain dalam proses produksi. Pengaruh fabrikasi menunjukkan seberapa jauh suatu sektor dapat menyerap input antara dari total input yang tersedia. Tahapan metode RAS dapat dilihat pada Gambar 2.

Andaikan ri dan sj berturut-turut merupakan elemen matriks diagonal R dan S. Misalkan pula Xij(0) adalah input antara sektor j yang berasal dari output sektor i pada tahun dasar. Untuk menjaga konsistensi hasil estimasi ri dan sj, perlu ditambahkan dua persamaan pembatas seperti tertera di bawah ini :


(30)

14

0 = , = 1,2,…,� �

=1

dan

0 = , = 1,2,…,� �

=1

dimana:

bi = jumlah permintaan antara sektor i pada tahun t kj = jumlah input antara sektor j pada tahun t

Gambar 2 Tahapan Metode RAS

Kendala yang dihadapi dalam penyusunan tabel I-O regional adalah masalah ketersediaan data ekspor dan impor. Metode non-survei lebih diutamakan karena mudah dan tidak membutuhkan banyak biaya. Metode location quotient (LQ) sederhana sangat bermanfaat dalam penyusunan tabel I-O regional terutama bila data ekspor dan impor tidak tersedia. Metode ini menunjukkan perbandingan output sektor i terhadap total output di regional dengan proporsi output sektor yang sama terhadap total output secara nasional. Dengan demikian jika nilai LQ lebih besar dari satu menunjukkan surplus sektor i dalam arti beberapa produknya dapat diekspor ke daerah lain. Sebaliknya jika nilai LQ kurang dari satu maka produknya harus didatangkan (diimpor) dari daerah atau dari negara lain.

Tabel Input Output Kabupaten Cianjur Tahun 2010 (21x21

sektor)

Proses Agregasi menjadi Tabel Input

Output Kabupaten Cianjur Tahun 2010

(18x18 sektor)

Matrik Koefisien Teknis Tabel Input

Output Kabupaten Cianjur Tahun 2010

(18x18 sektor)

Metode RAS

Tabel Input Output Kabupaten Cianjur Tahun 2012 (18x18

sektor) Kabupaten Cianjur

- Konversi Data PDRB menjadi Total Input (Kabupaten Cianjur Tahun 2012) berdasarkan proporsi Data PDRB dan Total Input Kabupaten Cianjur Tahun 2010

- Data Permintaan Akhir

Sumber : Diadopsi dan dimodifikasi dari Sumunaringtyas 2010


(31)

15

1. Struktur Tabel I-O

Dalam model I-O pengaruh interaksi ekonomi dapat diklasifikasikan kedalam tiga jenis yaitu: (1) pengaruh langsung; (2) pengaruh tidak langsung; dan (3) pengaruh total. Pengaruh langsung atau direct effect merupakan pengaruh yang secara langsung dirasakan oleh suatu sektor yang output-nya digunakan sebagai input dalam produksi sektor yang bersangkutan. Pengaruh tidak langsung atau indirect effect menunjukkan pengaruh tidak langsung yang dirasakan oleh suatu sektor yang output-nya tidak digunakan sebagai input dalam sektor yang bersangkutan. Sedangkan pengaruh total adalah pengaruh secara keseluruhan dalam perekonomian dimana sektor yang bersangkutan berada. Berdasarkan ketiga pengaruh diatas, dengan model I-O kita bisa menelusuri ke mana saja output dari suatu sektor itu didistribusikan dan input apa saja yang digunakan oleh sektor tersebut.

Analisis yang dilakukan terhadap Tabel I-O adalah analisis keterkaitan dan angka pengganda sektoral. Hasil perhitungan ini menghasilkan koefisien teknis (matriks A) dan invers matriks Leontief (matriks B) yang selanjutnya diolah kembali sehingga diperoleh data mengenai keterkaitan sektoral dan angka pengganda (multiplier). Struktur dasar tabel transaksi input-output wilayah disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2 Struktur dasar transaksi input-output wilayah

Output

Input

Internal Wilayah

Eksternal

wilayah Total Output Sektor produksi dalam

wilayah (permintaan antara) Permintaan akhir Dalam wilayah

1 2 ... j ... N C G I E

Inter na l W il aya h S ektor pr oduks i da lam wilaya h ( input a ntar a)

1 X11 ... X1j ... X1n C1 G1 I1 E1 X1

2 X21 X2j X2n C2 G2 I2 E2 X2

: :

i ... Xij ... ... Ci Gi Ii Ei Xi

: :

: :

n Xn1 Xnn Cn Gn In En Xn

Input pr imer ( nil ai tamba h)

W W1 Wj Wn CW GW IW EW W

T T1 Tj Tn CT GT IT ET T

V V1 Vj Vn CV GV IV EV V

E ks ter na l W il aya h

M M1 Mj Mn CM GM IM - M

TotalInput X1 ... Xj ... Xn C G I E X

Sumber : Rustiadi et al. (2011) Keterangan:

i,j : sektor ekonomi

xij : banyaknya output sektor i yang digunakan sebagai input sektor j

Xi : total permintaan akhir sektor i Xj : totalinput sektor i


(32)

16

Gi : konsumsi pemerintah terhadap sektor i

Ii : pembentukan modal tetap (investasi) di sektor i, output sektor i yang menjadi

barang modal

Ei : ekspor barang dan jasa sektor i Mj : impor sektor j

Wj : upah dan gaji dari sektor j Tj : surplus usaha sektor j

Vj : PDB (Produk Domestik Bruto), dimana Vj = Wj + Tj

2. Analisis yang Berkaitan dengan I-O

Analisis yang dilakukan terhadap Tabel I-O adalah analisis keterkaitan dan angka pengganda sektoral. Hasil perhitungan ini menghasilkan koefisien teknis (matriks A) dan invers matriks Leontief (matriks B) yang selanjutnya diolah kembali sehingga diperoleh data mengenai keterkaitan sektoral dan angka pengganda (multiplier).

Koefisien teknologi sebagai parameter yang paling utama dalam analisis I-O secara matematis diformulasikan sebagai rumus berikut:

= atau = ,

dimana :

ɑij = rasio antara banyaknya output sektor i yang digunakan sebagai input sektor j (xij) atau disebut pula sebagai koefisien input

Beberapa parameter teknis dalam analisis I-O, adalah:

1) Keterkaitan langsung ke belakang atau direct backward linkage (DBL) yang menunjukkan efek permintaan suatu sektor terhadap perubahan tingkat produksi sektor-sektor yang menyediakan input antara bagi sektor tersebut secara langsung (Rustiadi et al. 2011). Indeks keterkaitan langsung ke belakang dianalisis dengan menggunakan matriks koefisien.

DBLj = �� dimana:

ɑij = rasio antara banyaknya output sektor i yang digunakan sebagai input sektor j (xij) atau disebut pula sebagai koefisien input

untuk mengukur secara relatif (perbandingan dengan sektor lainnya) terdapat ukuran normalized DBL∗ yang merupakan rasio antar kaitan langsung ke belakang sektor j dengan rata-rata backward linkage sektor-sektor lainnya.

DBLj* = 1 � � � � �

= �.� � � �

Nilai DBLj* > 1 menunjukkan bahwa sektor j memiliki kaitan ke belakang yang kuat dalam pengertian memiliki pengaruh langsung yang kuat terhadap pertumbuhan sektor-sektor lain.

2) Keterkaitan langsung ke depan (direct forward linkage) (DFL) yang menunjukkan banyaknya output suatu sektor yang dipakai oleh sektor-sektor lain (Rustiadi et al. 2011). Indeks keterkaitan langsung ke depan dianalisis dengan menggunakan matriks koefisien.


(33)

17 DFLi = �

dimana :

ɑij = rasio antara banyaknya output sektor i yang digunakan sebagai input sektor j (xij) atau disebut pula sebagai koefisien input

Normalized D�L atau D�L ∗ dirumuskan sebagai berikut: DFLi* = 1���

� ���

= �.��� ���

3) Keterkaitan ke belakang langsung dan tidak langsung (indirect backward linkage) (DIBL) yang menunjukkan pengaruh tidak langsung dari kenaikan permintaan akhir satu unit sektor tertentu yang dapat meningkatkan total output seluruh sektor perekonomian. Parameter ini menunjukkan kekuatan sektor dalam mendorong seluruh sektor perekonomian. (Rustiadi et al. 2011).

DIBLj = �

Dimana

bij = elemen inverse matriks Leontief

4) Daya sebar ke belakang atau indeks daya penyebaran/ IDP (backward linkages effect ratio) yang menunjukkan kekuatan relatif permintaan akhir suatu sektor dalam mendorong pertumbuhan produksi total seluruh sektor perekonomian.

IDP j =1

=

�. dimana :

bij : elemen inverse matriks Leontief

Besaran nilai IDPj dapat sama dengan 1; lebih besar dari 1 atau lebih kecil dari 1. Jika IDPj = 1, hal tersebut berarti bahwa daya penyebaran sektor j sama dengan rata-rata daya penyebaran seluruh sektor ekonomi. Nilai IDPj > 1 menunjukkan bahwa daya penyebaran sektor j berada di atas rata-rata daya penyebaran seluruh sektor ekonomi dan sebaliknya jika IDPj < 1 menunjukkan daya penyebaran sektor j lebih rendah dari rata-rata daya penyebaran seluruh sektor perekonomian.

5) Keterkaitan ke depan langsung dan tidak langsung atau indirect forward linkage (DIFL), yaitu peranan suatu sektor dapat memenuhi permintaan akhir dari seluruh sektor perekonomian. Apabila permintaan akhir tiap sektor perekonomian meningkat satu unit, dengan demikian maka sektor (i) menyumbang pemenuhan sebesar nilai DIFL (Rustiadi et al. 2011).

DIFLi = �

dimana:

bij = elemen inverse matriks Leontief

6) Indeks derajat kepekaan/IDK atau sering disebut derajat kepekaan saja (forward linkages effect ratio) menjelaskan pembentukan output di suatu


(34)

18

sektor perekonomian. Ukuran ini digunakan untuk melihat keterkaitan ke depan (forward linkage).

IDKi = 1

=

�. dimana :

bij = elemen inverse matriks Leontief

Jika IDKi = 1, hal tersebut berarti bahwa derajat kepekaan sektor i sama dengan rata-rata derajat kepekaan seluruh sektor ekonomi. Nilai IDKi > 1 menunjukkan bahwa derajat kepekaan sektor i berada di atas rata-rata derajat kepekaan seluruh sektor ekonomi dan sebaliknya jika IDKi < 1 menunjukkan derajat kepekaan sektor i lebih rendah dari rata-rata derajat kepekaan seluruh sektor perekonomian.

7) Multiplier adalah koefisien yang menyatakan kelipatan dampak langsung dan tidak langsung dari meningkatnya permintaan akhir suatu sektor sebesar satu unit terhadap produksi total semua sektor ekonomi suatu wilayah.

a. Output Multiplier (OM) yaitu dampak peningkatan permintaan akhir atas output sektor j terhadap peningkatan total output seluruh sektor di wilayah penelitian. Angka yang diperoleh sama dengan angka keterkaitan langsung dan tidak langsung ke belakang seperti yang telah diuraikan di atas.

i ij j

O

b M

dimana :

bij = elemen inverse matriks Leontief

b. Income multiplier (IM), yaitu dampak meningkatnya permintaan akhir suatu sektor terhadap peningkatan pendapatan rumah tangga di suatu wilayah dengan formula sebagai berikut:

= dimana :

W = matriks income

= matriks diagonal koefisien income X = matriks output, =(�− )−1.��

c. Total value added multiplier (VM), yaitu dampak meningkatnya permintaan akhir atas output sektor j terhadap peningkatan PDRB wilayah penelitian.

= dimana :

V = matriks NTB

= matriks diagonal koefisien NTB X =matriks output, =(�− )−1.��


(35)

19

Analisis Skalogram

Penentuan sentra usaha perikanan dilakukan dengan menggunakan analisis hierarki perkembangan wilayah berdasarkan metode skalogram. Analisis ini digunakan untuk menentukan hirarki pusat-pusat perikanan dan keberadaan kota-kota kecil menengah dalam mendukung penentuan lokasi pusat minapolis/pelayanan. Bahdori et al. (2012) menggunakan metode ini untuk menentukan prioritas daerah berdasarkan indikator kesehatan di Provinsi Golestan, Iran Utara. Dalam metoda ini, seluruh fasilitas umum yang berhubungan dengan sektor perikanan yang dimiliki oleh setiap kecamatan didata dan disusun dalam satu tabel. Menurut Saefulhakim 2004 dalam Tar (2010), tahap-tahap dalam penyusunan skalogram adalah sebagai berikut :

1. Menyusun fasilitas sesuai dengan penyebaran dan jumlah fasilitas di dalam unit-unit wilayah. Fasilitas yang tersebar merata di seluruh wilayah diletakkan dalam urutan paling kiri dan seterusnya sampai fasilitas yang terdapat paling jarang penyebarannya di dalam seluruh unit wilayah yang ada diletakkan dikolom tabel paling kanan. Angka yang ditulis adalah jumlah fasilitas yang dimiliki setiap unit wilayah.

2. Menyusun wilayah sedemikian rupa dimana unit wilayah yang mempunyai ketersediaan fasilitas paling lengkap terletak di susunan paling atas, sedangkan unit wilayah dengan ketersediaan fasilitas paling tidak lengkap terletak di susunan paling bawah.

3. Menjumlahkan masing-masing unit fasilitas secara horizontal, baik jumlah, jenis fasilitas maupun jumlah unit fasilitas yang tersebar di seluruh unit wilayah.

4. Menjumlahkan masing-masing unit fasilitas secara vertikal sehingga diperoleh jumlah unit fasilitas yang tersebar di seluruh unit wilayah.

5. Dari hasil penjumlahan ini diharapkan diperoleh urutan, posisi teratas merupakan sub wilayah yang mempunyai fasilitas terlengkap, sedangkan posisi terbawah merupakan sub wilayah dengan ketersediaan fasilitas umum paling tidak lengkap.

6. Setelah diperoleh hasil dari penyusunan skalogram pada butir 2, dihitung nilai standar deviasi dari keseluruhan jumlah penduduk yang ada di seluruh wilayah. Nilai ini akan digunakan untuk menghitung nilai sentralitas dan mengelompokkan unit wilayah dalam kelas-kelas yang dibutuhkan. Sebagai contoh kelompok yang diperoleh berjumlah 3, yaitu kelompok I dengan tingkat perkembangan tinggi, kelompok II dengan tingkat perkembangan sedang dan kelompok III dengan tingkat perkembangan rendah.

7. Selanjutnya ditetapkan suatu konsensus misalnya jika suatu kecamatan memiliki jumlah jenis, jumlah unit sarana prasarana dan kepadatan penduduk yang lebih besar atau sama dengan (standar deviasi + nilai rata-rata) maka dikategorikan kecamatan kelompok I, kemudian jika suatu kecamatan memiliki jumlah jenis, jumlah unit sarana prasarana dan kepadatan penduduk antara standar deviasi sampai (standar deviasi+nilai rata-rata) maka dikategorikan kecamatan kelompok II dan jika suatu kecamatan memiliki jumlah jenis, jumlah unit sarana prasarana dan kepadatan penduduk ini kurang dari standar deviasi maka dikategorikan kecamatan kelompok III.

Secara matematis kelompok tersebut adalah : 1) kelompok I ≥µ + standar deviasi (tingkat perkembangan tinggi); µ + standar deviasi > kelompok II ≥


(36)

20

standar deviasi (tingkat perkembangan sedang); dan 3) kelompok III < µ (tingkat perkembangan rendah).

Analisis Sektor Basis (LQ)

Analisis LQ dapat menjawab sejauh mana aktivitas industri tertentu terkonsentrasi dalam suatu wilayah sekaligus mencerminkan locational advantage (Nugroho dan Dahuri 2012). Hasil analisis LQ menjelaskan apakah suatu sektor telah dapat memenuhi kebutuhan wilayah itu sendiri, kurang atau justru lebih/surplus. Sektor yang surplus ini adalah sektor yang dikatakan sebagai sektor basis dan memiliki potensi ekspor. Asumsi yang digunakan dalam analisis ini adalah bahwa: (1) kondisi geografis relatif seragam; (2) pola-pola aktifitas bersifat seragam; dan (3) setiap aktifitas menghasilkan produk yang sama. Hasil LQ menunjukkan keunggulan komparatif suatu wilayah. keunggulan komparatif akan tercapai jika suatu daerah mampu memproduksi barang dan jasa lebih banyak dengan biaya yang lebih murah daripada daerah lainnya.

Koefisien lokasi dimaksudkan untuk mengukur relatif derajat spesialisasi suatu industri (atau kelompok industri) yang dimiliki oleh suatu wilayah dibandingkan dengan wilayah yang lebih luas. Analisis LQ dalam penelitian ini dilakukan terhadap nilai produksi komoditas perikanan perairan umum Kabupaten Cianjur tahun 2012 yang bersumber dari data BPS dan Disnakanla Kabupaten Cianjur. Rumus perhitungan LQ (Rustiadi et al. 2011):

LQij = �

�.

�.

�..

dimana:

Xij= total nilai produksi komoditas perikanan ke-i di kecamatan j (kg) Xi.= total nilai produksi sektor perikanan di kecamatan j (kg)

X.j= total nilai produksi komoditas ke-i perikanan ke-i di Kabupaten Cianjur (kg) X..= total nilai produksi sektor perikanan di Kabupaten Cianjur (kg)

Interpretasi hasil analisis LQ adalah sebagai berikut:

1. Jika nilai LQ>1, menunjukkan terjadinya konsentrasi produksi perikanan budidaya di tingkat kecamatan secara relatif dibandingkan dengan total kabupaten atau terjadi pemusatan aktivitas di kecamatan dan mengindikasikan potensi ekspor ke wilayah lainnya;

2. Jika nilai LQ=1, maka pada kecamatan mempunyai aktivitas perikanan budidaya setara dengan kabupaten;

3. Jika nilai LQ<1, maka kecamatan mempunyai pangsa relatif lebih kecil dibandingkan dengan aktivitas perikanan budidaya kabupaten.

Shift-Share Analysis (SSA)

Analisis ini digunakan untuk mengidentifikasi keunggulan komparatif suatu wilayah atau suatu sektor dan menghitung seberapa besar share sektor-sektor atau kecamatan terhadap pertumbuhan sektor-sektor yang bersesuaian di tingkat Kabupaten Cianjur. Dengan melihat nilai share dapat diketahui sektor ataupun


(37)

21 wilayah (kecamatan) yang dapat memberikan kontribusi (keunggulan kompetitif) terhadap pertumbuhan wilayah yang lebih luas (Kabupaten Cianjur).

Indikator yang digunakan dalam SSA adalah luas area dari setiap komoditas dari sektor perikanan pada dua titik waktu. Analisis dibagi menjadi tiga komponen, yaitu komponen pertumbuhan regional (kabupaten), komponen pertumbuhan proporsional, dan komponen pertumbuhan pangsa lokal (kecamatan) sehingga besar perubahan produksi sama dengan penjumlahan dari ketiga komponen tersebut. Adapun tahapan-tahapan perhitungannya adalah sebagai berikut :

1. Menghitung besarnya pergeseran/perubahan secara agregat di tingkat regional (regional agregat shift-share), yaitu pertumbuhan luas area tingkat regional/kabupaten (RASS). Hasil perhitungan ini dapat menunjukkan maju atau lambatnya perubahan perekonomian di tingkat Kabupaten Cianjur 2. Menghitung besarnya pergeseran secara sektoral, tanpa memperhatikan

lokasi (proportional shift-share), yaitu rasio luas area per komoditas dari sektor perikanan tahun akhir san tahun awal minus rasio luas areal kabupaten tahun akhir dan tahun awal (PSS). Hasil perhitungan ini akan diketahui sektor-sektor yang relatif maju atau lamban di Kabupaten Cianjur. 3. Menghitung komponen pertumbuhan pangsa lokal (different shift-share)

yaitu rasio luas area setiap komoditas dari sektor perkebunan rakyat di setiap kecamatan tahun akhir dan tahun awal (DSS). Dari hasil perhitungan ini akan diketahui komoditas-komoditas yang relatif maju atau lambat di setiap kecamatan ataupun kecamatan-kecamatan yang relatif maju atau lambat dalam setiap sektor.

Secara matematis ketiga komponen tersebut dapat ditulis sebagai berikut : SSA = �..(� )

�..(� )− +

� (� )

� (� )−

�..(� )

�..(� ) +

� (� )

� (� )−

�. (� )

�. (� )

dimana :

X.. = Nilai total produksi komoditas i di Kabupaten Cianjur (kg) Xij = Nilai produksi komoditas i tertentu di Kecamatan j (kg)

X.i = Nilai total produksi komoditas i tertentu di Kabupaten Cianjur (kg) t1 = Nilai tahun akhir

t2 = Nilai tahun awal

Analytical Hierarcy Process (AHP)

Kebijakan merupakan dasar pelaksanaan kegiatan atau pengambilan keputusan dengan maksud membangun landasan yang jelas dalam mengambil keputusan dan langkah yang akan dilaksanakan. Analisis kebijakan merupakan analisis yang menghasilkan dan menyajikan informasi sedemikian rupa, sehingga dapat memberikan landasan bagi para pembuat kebijakan dalam mengambil keputusan. Analisis kebijakan juga didefinisikan sebagai setiap analisis yang menghasilkan informasi sehingga dapat menjadi dasar bagi pengambil kebijakan atau keputusan, yang selanjutnya dapat dimanfaatkan pada tingkat politik dalam rangka pemecahan masalah publik.

Salah satu model analisis data yang dapat digunakan untuk menelaah kebijakan adalah AHP. Model ini banyak digunakan pada pengambilan keputusan dengan banyak kriteria perencanaan, alokasi sumber daya dan penentuan prioritas


(38)

22

strategi yang dimiliki pengambil keputusan dalam situasi konflik. Dalam perkembangannya metode ini tidak saja digunakan untuk penentuan prioritas pilihan dengan banyak kriteria (multikriteria) tetapi dalam penerapannya telah meluas sebagai metode alternatif untuk menyelesaikan bermacam-macam masalah. Hal ini dimungkinkan karena metode AHP dapat digunakan dengan cukup mengandalkan intuisi atau persepsi sebagai masukan utamanya, namun intuisi atau persepsi tersebut harus datang dari orang yang mengerti permasalahan, pelaku dan pembuat keputusan yang memiliki cukup informasi dan memahami masalah keputusan yang dihadapi.

Analytical Hierarchy Process (AHP), dalam Bahasa Indonesia disebut dengan istilah Proses Hierarki Analitik (PHA) atau Analisis Jenjang Keputusan (AJK). AHP pertama kali dikembangkan oleh Thomas L. Saaty, seorang ahli matematik dari Universitas Pittsburgh, Amerika Serikat pada tahun 1970-an. AHP pada dasarnya didesain untuk menangkap secara rasional persepsi orang yang berhubungan sangat erat dengan permasalahan tertentu, melalui suatu prosedur yang didesain untuk sampai pada suatu skala referensi di antara berbagai set alternatif. Analisis ini ditujukan untuk suatu model permasalahan yang tidak mempunyai struktur. Biasanya analisis ditetapkan untuk memecahkan masalah-masalah yang terukur (kuantitatif), masalah-masalah yang memerlukan pendapat (judgement) maupun pada situasi yang kompleks atau tidak berkerangka, pada situasi dimana data, informasi statistik sangat minim atau tidak ada sama sekali dan hanya bersifat kualitatif yang didasarkan oleh persepsi, pengalaman atau intuisi.

AHP sebagai kerangka yang memungkinkan untuk mengambil keputusan yang efektif atas persoalan kompleks dengan cara menyederhanakan permasalahan dan mempercepat proses pengambilan keputusan. AHP banyak digunakan pada pengambilan keputusan untuk banyak kriteria perencanaan, alokasi sumber daya, dan penentuan prioritas dari strategi-strategi yang dimiliki dalam situasi konflik (Saaty 1991).

Keuntungan menggunakan AHP sebagai alat analisis adalah (Saaty 1991):

1) Kesatuan: AHP memberi model tunggal yang mudah dimengerti, luwes untuk beragam persoalan yang tidak terstruktur.

2) Kompleksitas: AHP memadukan ancangan deduktif dan ancangan sistem berdasarkan sistem dalam memecahkan persoalan kompleks.

3) Saling ketergantungan: AHP dapat menangani saling ketergantungan elemen-elemen dalam satu sistem dan tidak memaksakan pemikiran linier.

4) Penyusunan hierarki: AHP mencerminkan kecenderungan alami pikiran untuk memilah-milah elemen-elemen suatu sistem dalam berbagai tingkat berlainan dan mengelompokkan unsur yang serupa dalam setiap tingkat.

5) Pengukuran: AHP memberi suatu skala dalam mengukur hal-hal yang terwujud untuk mendapatkan prioritas.

6) Konsistensi: AHP melacak konsistensi logis dari pertimbangan-pertimbangan yang digunakan dalam menetapkan berbagai prioritas.

7) Sintesis: AHP menuntun ke suatu taksiran menyeluruh tentang kebaikan setiap alternatif.

8) Tawar menawar: AHP mempertimbangkan prioritas-prioritas relatif dari berbagai faktor sistem dan memungkinkan orang memilih alternatif terbaik berdasarkan tujuan-tujuan mereka.


(1)

69 Lanjutan Lampiran 1.

Usaha Sewa Bangunan dan Jasa Perusahaan Pemerintahan Umum dan Pertahanan Jasa Sosial kemasyarakatan serta jasa lainnya

Total Permintaan Output Antara Pengeluaran Rumah Tangga Pengeluaran Pemerintah

16 17 18 180 301 302

41.628,22 865.345,46 4.623.558,00 0,00

28,56 34.916,67 243.556,56 0,00

6.383,56 454.685,83 3.933.633,04 0,00

608,69 18.395,36 64.803,22 0,00

1.777,22 44.878,38 546.355,85 0,00

7.827,15 54,75 0,00

34,43 5.226,61 82.201,63 659.166,44 44.922,53 0,00

1.719,05 11.669,30 269.767,77 0,00

177,96 663,76 9.546,32 0,00

6.892,83 213.860,25 2.135,75 0,00

126.613,14 2.807.982,62 702.707,76 0,00

43.853,26 252.034,81 1.256.721,30 0,00

16.426,29 263.954,04 1.255.009,90 0,00

4.494,35 22.542,47 288.615,45 0,00

8.633,07 107.289,28 130.575,73 0,00

3.693,52 132.351,52 419.573,45 142.067,94 0,00

77.084,06 510.439,37 634.345,11 987.367,49

17.330,98 174.219,03 385.491,74 6.780,44

34,43 8.920,12 568.204,40 6.869.443,67 14.533.868,71 994.147,94

18.981,46 40.896,23 4.849,88 346.135,48

77.599,27 1.974.928,65 455.041,26 9.742.709,62

404.593,09 0,00 295.004,31 10.414.954,64

41.173,77 108.978,51 56.768,22 1.505.743,71

23.210,24 0,00 18.783,13 604.188,60

546.576,37 2.083.907,16 825.596,92 22.267.596,58


(2)

70

Lanjutan Lampiran 1.

Pembentukan Modal Tetap

Bruto

Perubahan Stok Modal

Ekspor Barang dan Jasa

Total Permintaan

Akhir

Total Permintaan

303 304 305 309 310

0,00 120.557,32 535.531,15 5.279.646,47 6.144.991,93

0,00 6.383,39 595.206,56 845.146,52 880.063,18

105.179,17 0,00 111.878,22 4.150.690,42 4.605.376,26

0,00 469,83 5.455,86 70.728,91 89.124,27

0,00 0,00 33.921,13 580.276,98 625.155,36

0,00 6.338,59 11.978,48 18.371,82 26.198,97

18.198,91 9.355,06 132.634,80 205.111,30 864.277,74

0,00 0,00 55.113,09 324.880,86 336.550,16

0,00 0,00 301,44 9.847,75 10.511,51

1.804.139,33 0,00 0,00 1.806.275,08 2.020.135,33

119.893,07 55.895,11 905.437,91 1.783.933,85 4.591.916,47

0,00 0,00 102.896,53 1.359.617,83 1.611.652,64

37.646,88 18.088,24 1.361.434,02 2.672.179,03 2.936.133,07

0,00 0,00 5.028,20 293.643,65 316.186,12

0,00 0,00 89.070,74 219.646,47 326.935,75

0,00 0,00 3.950,86 146.018,81 565.592,26

0,00 0,00 1.571,54 1.623.284,14 2.133.723,51

106.547,70 0,00 725.612,28 1.224.432,17 1.398.651,20


(3)

71 Lampiran 2 Rekapitulasi perhitungan AHP

Kriteria 1 2 3 dinormalkan prioritas A*w' A*w'/w'

1 2 3

SDA (1) 1,00 1,73 1,52 0,45 0,45 0,45 0,45 1,34 3,00

SDB (2) 0,58 1,00 0,88 0,26 0,26 0,26 0,26 0,77 3,00

SDS (3) 0,66 1,14 1,00 0,29 0,29 0,29 0,29 0,88 3,00

Jumlah 2,23 3,87 3,40 1,00 1,00 1,00 M= 3,00

Cl= 0,00

Alternatif 1 2 3 dinormalkan prioritas A*w' A*w'/w'

1 2 3

Tanah (1) 1,00 0,66 0,85 0,27 0,27 0,27 0,27 0,81 3,00

SD Air (2) 1,52 1,00 1,28 0,41 0,41 0,41 0,41 1,23 3,00

Agroklimat (3) 1,18 0,78 1,00 0,32 0,32 0,32 0,32 0,96 3,00

Jumlah 3,70 2,44 3,13 1,00 1,00 1,00 1,00 M= 3,00

Cl= 0,00

Alternatif 1 2 3 dinormalkan prioritas A*w' A*w'/w'

1 2 3

Modal (1) 1,00 0,94 1,15 0,34 0,34 0,34 0,34 1,02 3,00

Pasar (2) 1,06 1,00 1,23 0,36 0,36 0,36 0,36 1,09 3,00

Infrastruktur (3) 0,87 0,82 1,00 0,30 0,30 0,30 0,30 0,89 3,00

Jumlah 2,93 2,76 3,38 1,00 1,00 1,00 M = 3,00

Cl= 0,00

Alternatif 1 2 3 dinormalkan prioritas A*w' A*w'/w'

1 2 3

Masyarakat (1) 1,00 1,95 1,47 0,46 0,46 0,46 0,46 1,37 3,00

Pemerintah (2) 0,51 1,00 0,75 0,23 0,23 0,23 0,23 0,70 3,00

Swasta (3) 0,68 1,33 1,00 0,31 0,31 0,31 0,31 0,93 3,00

Jumlah 2,19 4,28 3,22 1,00 1,00 1,00 1,00 M= 3,00


(4)

72

Lampiran 3 Variabel-variabel yang digunakan dalam analisis skalogram untuk kelengkapan sarana prasarana umum

1 Panjang Jalan Kabupaten 2 Panjang Jalan Desa 3 Jumlah TK

4 Jumlah SD 5 Jumlah SMP 6 Jumlah SMA 7 Jumlah SMK 8 Jumlah MI 9 Jumlah MTs 10 Jumlah MA 11 Jumlah Puskesmas

12 Jumlah Puskesmas Pembantu 13 Jumlah Rumah Sakit

14 Jumlah Rumah Sakit Bersalin 15 Jumlah Poliklinik

16 Jumlah Praktek Dokter 17 Jumlah Praktek Bidan 18 Jumlah Poskesdes 19 Jumlah Polindes 20 Jumlah Posyandu 21 Jumlah Apotek

22 Jumlah Tempat Ibadah 23 Jumlah Industri Makanan 24 Jumlah Pasar Tanpa Bangunan 25 Jumlah Minimarket

26 Jumlah Toko/ Warung

27 Jumlah Warung/ Kedai Makanan 28 Jumlah Restoran/ Rumah Makan 29 Jumlah Hotel

30 Jumlah Penginapan 31 Jumlah KUD 32 Jumlah Kopinkra 33 Jumlah Kospin

34 Jumlah Koperasi Lain 35 Jumlah Bank Umum 36 Jumlah BPR


(5)

73

Lampiran 4 Variabel-variabel yang digunakan dalam analisis skalogram untuk kelengkapan sarana prasarana perikanan

1 Jumlah Rumah Tangga Perikanan 2 Jumlah Kelompok Tani Ikan 3 Jumlah Irigasi

4 Luas Wadah Pembenihan

5 Luas Kolam Air Tenang/ KAT (ha) 6 Lus Kolam Air Deras/ KAD (ha) 7 Luas Sawah (ha)

8 Jumlah Kaam Jaring Apung (Petak) 9 Luas Karamba (m2)

10 Luas Tambak (ha) 11 Panjang Sungai (km) 12 Luas Waduk (ha) 13 Panjang Pantai (km) 14 Jumlah pembenih (orang)


(6)

74

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Cianjur, Jawa Barat pada tanggal 22 April 1980 sebagai anak pertama dari tiga bersaudara pasangan Bapak Idang Hamdan Kamil dan Ibu Lies Nuraeni. Penulis menikah pada tahun 2004 dengan Rizwan Taupik Effendi, ST dan dikaruniai 3 (tiga) orang putra; Fazel Muhammad Rizwan, Khalil Zafran Putrana Rizwan dan Ziaul Haq Rizwan.

Tahun 1998 penulis lulus dari SMA Negeri I Cianjur. Pendidikan sarjana ditempuh di Program Studi Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, IPB lulus pada tahun 2003. Pada tahun 2013 penulis diterima pada Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah (PWL) IPB dengan bantuan pembiayaan dari Pusat Pembinaan, Pendidikan dan Pelatihan Perencana Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Pusbindiklatren Bappenas). Penulis diterima sebagai PNS pada tahun 2006 dan ditempatkan di SMK Negeri Pertanian Pembangunan Kabupaten Cianjur Provinsi Jawa Barat.