Peranan sektor perikanan dalam pengembangan wilayah Kabupaten Belitung

(1)

PERANAN SEKTOR PERIKANAN

DALAM PENGEMBANGAN WILAYAH

KABUPATEN BELITUNG

SUSANTO

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011


(2)

(3)

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Peranan Sektor Perikanan dalam Pengembangan Wilayah Kabupaten Belitung adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Maret 2011 Susanto NRP A156090224


(4)

SUSANTO. The Role of Fisheries Sector in Supporting Regional Development in Belitung Regency. Under direction of SETIA HADI and WIDIATMAKA

Fisheries sector is expected to be a strategic sector for regional development in Regency of Belitung in the future, based on its natural resources. The purposes of this study are: (1) identifying the existing and potential of fisheries sector, (2) identifying the role of the fisheries sector in development, (3) identifying the fisheries sector linkages with other sectors in regional development system, (4) exploring the perceptions of stakeholders regarding fisheries development priorities, and (5) formulating the guidelines of fisheries sector development. This research was conducted in the Regency of Belitung, Province of Bangka Belitung Islands, using primary and secondary data. The analyses used are descriptive analysis, Input-Output (IO), and Hierarcy Analytical Process (AHP). The results showed that fisheries production reaches 41,947.10 tons/year and still be able to be increased up to 85,252.90 tons/year. Fisheries sector contributed the highest in gross regional domestic product (GDP) up to 18.07%. However, it has a low linkages with other sectors. Main activities in fisheries development are fishing, aquaculture and processing. Fisheries development policies directed to increase the amount of production, and enhance the role and linkages of the fisheries sector with other sectors.


(5)

SUSANTO. Peranan Sektor Perikanan dalam Pengembangan Wilayah Kabupaten Belitung. Dibimbing oleh SETIA HADI dan WIDIATMAKA.

Sektor perikanan dengan potensinya yang besar dan dapat diperbaharui, diharapkan akan terus berkembang menjadi sektor strategis dalam pembangunan wilayah Kabupaten Belitung pada masa mendatang. Sektor strategis adalah sektor yang memberikan sumbangan besar dalam perekonomian wilayah dan memiliki keterkaitan kuat secara sektoral maupun spasial. Untuk melakukan pengelolaan yang tepat sehingga sektor perikanan mampu menjadi sektor yang strategis dalam mendukung pertumbuhan ekonomi wilayah secara berkelanjutan, maka tujuan penelitian ini adalah: (1) mengidentifikasi kondisi dan potensi perikanan di Kabupaten Belitung; (2) mengidentifikasi peranan sektor perikanan dalam pembangunan di Kabupaten Belitung berdasarkan struktur PDRB dan output total yang terbentuk; (3) mengidentifikasi keterkaitan sektor perikanan dengan sektor-sektor lain dalam kaitannya dengan pengembangan wilayah; (4) menggali persepsi stakeholders mengenai prioritas pembangunan perikanan; dan (5) merumuskan arahan pengembangan sektor perikanan di Kabupaten Belitung.

Data-data yang digunakan dalam penelitian terdiri atas data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari survei langsung melalui penyebaran kuesioner. Selanjutnya data dianalisis menggunakan Analytical Hierarcy Process (AHP) dengan bantuan software Expert Choice 9, untuk mengetahui persepsi stakeholders mengenai prioritas pembangunan sektor perikanan. Data sekunder diperoleh dari Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP), Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda), Badan Pusat Statistik (BPS), dan instansi lain yang terkait. Data sekunder dianalisis secara deskriptif dan menggunakan analisis Input-Output (I-O) untuk mengetahui kondisi dan potensi sektor perikanan, mengidentifikasi peranan sektor perikanan dan keterkaitannya dengan sektor-sektor lain, serta untuk menyusun arahan kebijakan pengembangannya.

Hasil identifikasi terhadap kondisi perikanan di Kabupaten Belitung menunjukkan bahwa usaha perikanan tangkap menghasilkan produksi sebesar 99,00% dari total produksi, sisanya diperoleh melalui budidaya. Produksi rata-rata antara tahun 2004-2009 adalah 41.947,10 ton/tahun. Fluktuasi produksi hasil tangkapan diduga dikarenakan tingkat pengelolaan yang relatif tetap, bukan dikarenakan gejala penyusutan sumber daya ikan atau overfishing, sehingga angka produksinya masih memungkinkan untuk ditingkatkan.

Potensi sumber daya ikan di perairan Kabupaten Belitung adalah sekitar 159.000 ton/tahun dengan tingkat pemanfaatan sekitar 25,00%. Berdasarkan potensi dan tingkat pemanfaatan serta jumlah tangkapan yang diperbolehkan sebesar 80,00% dari angka potensi, maka peluang peningkatan produksi adalah sebesar 85.252,90 ton/tahun. Arahan lokasi penangkapan terutama di wilayah barat laut dan barat daya pulau Belitung.

Kegiatan budidaya terus berkembang dengan pertumbuhan rata-rata produksi antara tahun 2004-2009 sebesar 67,29%. Komoditas yang dipelihara untuk budidaya laut adalah jenis-jenis ikan kerapu, rumput laut, dan kerang mutiara. Budidaya air tawar menggunakan wadah kolam dan Keramba Jaring


(6)

mampu beradaptasi terhadap pH rendah (<6). Peluang pengembangan budidaya laut masih terbuka untuk wilayah perairan antara Kecamatan Selat Nasik, Badau dan Membalong yang terlindung sepanjang tahun, sedangkan untuk budidaya air tawar dapat dilakukan dengan memanfaatkan potensi kolong seluas 150 ha.

Pengolahan hasil perikanan dilakukan untuk mempertahankan mutu produk perikanan serta meningkatkan nilai tambah. Produk olahan berupa ikan segar, ikan beku, fillet, daging kepiting, dan hasil olahan lain. Pada tahun 2009 pengiriman ikan segar berjumlah 775,72 ton, ikan beku 1.204,26 ton, dan olahan lain 785,61 ton. Pengolahan hasil perikanan tidak lepas dari dukungan sarana dan prasarana yang memadai. Oleh karena itu, dukungan pabrik es, cold storage, dan unit pengolahan sangat penting peranannya.

Peranan sektor perikanan dalam perekonomian wilayah dapat dianalisis melalui Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Sektor perikanan memberikan kontribusi PDRB rata-rata tahun 2000-2008 sebesar Rp 167.630,33 juta atau 18,07% dari total PDRB Kabupaten Belitung. Nilai tersebut menempati peringkat ke-2 dari 24 sektor perekonomian setelah sektor industri non migas (21,18%).

Selain melalui PDRB, peranan sektor-sektor perekonomian juga dapat diketahui melalui analisis I-O. Berdasarkan output total seluruh sektor pada Tabel I-O, sektor perikanan memberikan kontribusi sebesar Rp 488.635,43 juta (10,39%) yang menempati peringkat ke-2 setelah industri non migas (31,81%). Namun dari output total tersebut hanya Rp 82.169,35 juta (16,82%) yang digunakan untuk memenuhi permintaan antara, sedangkan Rp 406.466,08 juta (83,18%) digunakan untuk memenuhi permintaan akhir, terutama konsumsi rumah tangga (99,05%). Berdasarkan kontribusi terhadap PDRB dan output total yang terbentuk, sektor perikanan merupakan sektor unggulan di Kabupaten Belitung.

Hasil analisis keterkaitan ke belakang atau Direct Backward Linkage (DBL) dengan sektor-sektor lain, menunjukkan bahwa sektor perikanan memiliki nilai sebesar 0,1917 menempati peringkat ke-22; nilai keterkaitan ke belakang langsung tidak langsung atau Direct Indirect Backward Linkage (DIBL) sebesar 1,4117 pada peringkat ke-22; dan nilai Indeks Daya Penyebaran (IDP) atau daya sebar ke belakang (backward linkages effect ratio) sebesar 0,6661 juga menempati peringkat ke-22. Sektor perikanan memiliki keterkaitan ke belakang dengan sebelas sektor. Tiga sektor yang memiliki keterkaitan ke belakang tertinggi dengan sektor perikanan adalah sektor industri non migas, sektor perikanan itu sendiri, dan sektor perdagangan besar dan eceran. Berdasarkan nilai-nilai tersebut, sektor perikanan tergolong sebagai sektor yang tidak mampu menarik sektor-sektor hulunya (sektor yang menyediakan input bagi sektor perikanan).

Analisis keterkaitan ke depan sektor perikanan dengan sektor-sektor lain memperoleh nilai keterkaitan langsung ke depan atau Direct Forward Linkage (DFL) sebesar 0,2652 pada peringkat ke-14; nilai keterkaitan ke depan langsung tidak langsung atau Direct Indirect Forward Linkage (DIFL) sebesar 1,7578 menempati peringkat ke-10; dan nilai Indeks Derajat Kepekaan (IDK) atau sering disebut derajat kepekaan saja (forward linkages effect ratio) sebesar 0,8294 pada peringkat ke-7. Sektor-sektor yang memiliki keterkaitan ke depan dengan sektor perikanan berjumlah enam sektor, yaitu: sektor perikanan sendiri; industri non


(7)

sosial, dan kesejahteraan masyarakat; dan sektor jasa perorangan dan rumah tangga. Keterkaitan ke depan tertinggi sektor perikanan adalah dengan sektor restoran, sektor perikanan sendiri, dan sektor industri non migas. Atas dasar indikator tersebut, sektor perikanan juga tergolong sebagai sektor yang kurang mampu mendorong sektor-sektor hilirnya (sektor-sektor yang menggunakan output sektor perikanan sebagai input produksinya).

Hasil analisis terhadap parameter multiplier effect, menunjukkan nilai multiplier output sektor perikanan adalah 1,4117 (peringkat ke-22); artinya apabila permintaan akhir sektor perikanan meningkat Rp 1 milyar, maka dampak terhadap peningkatan perekonomian wilayah (output) sebesar Rp 1,4117 milyar. Nilai multiplier effect sektor perikanan terhadap Nilai Tambah Bruto (NTB) adalah sebesar 1,2372 (peringkat ke-22) dan multiplier effect sektor perikanan terhadap pendapatan (income multiplier) adalah sebesar 1,3171 (peringkat ke-19). Mengacu pada semua parameter multiplier effect tersebut, diketahui bahwa kenaikan permintaan sektor perikanan juga tidak mampu menimbulkan pengaruh pengganda yang signifikan terhadap sektor-sektor lain dalam wilayah Kabupaten Belitung.

Berdasarkan parameter keterkaitan ke belakang (DBL, DIBL, dan IDP), keterkaitan ke depan (DFL, DIFL, dan IDK), serta multiplier effect (multiplier output, NTB, dan pendapatan), maka sektor perikanan tidak termasuk sektor unggulan di Kabupaten Belitung.

Hasil analisis terhadap lima faktor yang berpengaruh dalam penentuan kegiatan pembangunan perikanan berdasarkan persepsi stakeholders sektor perikanan di Kabupaten Belitung, mendapatkan prioritas: (1) Sumber Daya Ikan (SDI) dengan skor penilaian 0,565; (2) Sumber Daya Manusia (SDM) dengan skor 0,144; (3) Pasar dengan skor 0,134; (4) Sarana dan Prasarana (Sarpras) skor 0,100; dan (5) Biaya dengan skor 0,057. Kegiatan prioritas untuk dikembangkan di Kabupaten Belitung adalah perikanan tangkap (skor 0,583), budidaya perikanan (skor 0,218), dan pengolahan hasil perikanan (skor 0,199).

Berdasarkan seluruh hasil analisis, arahan kebijakan pembangunan dan pengembangan sektor perikanan di Kabupaten Belitung menuju sektor yang strategis adalah: (1) pemanfaatan potensi perikanan untuk meningkatkan produksi dan nilai tambah dapat dilakukan melalui kegiatan penangkapan, budidaya, dan pengolahan hasil perikanan dengan memperhatikan aspek keberlanjutan dan melibatkan partisipasi stakeholders; (2) peningkatan keterkaitan sektor perikanan dengan sektor-sektor lain, baik yang memiliki keterkaitan ke depan maupun keterkaitan ke belakang yang mampu memberikan nilai tambah dan mengurangi terjadinya kebocoran wilayah, sehingga peranan sektor perikanan dalam pembangunan wilayah semakin besar.

Kata kunci: sektor perikanan, pengembangan wilayah, keterkaitan, Kabupaten Belitung


(8)

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2011

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.


(9)

PERANAN SEKTOR PERIKANAN

DALAM PENGEMBANGAN WILAYAH

KABUPATEN BELITUNG

SUSANTO

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011


(10)

(11)

Judul Tesis : Peranan Sektor Perikanan dalam Pengembangan Wilayah Kabupaten Belitung

Nama : Susanto

NRP : A156090224

Disetujui Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Setia Hadi, M.Si Dr. Ir. Widiatmaka, DAA

Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah

Dr. Ir. Ernan Rustiadi, M.Agr

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc.Agr Tanggal Ujian : 28 Maret 2011 Tanggal Lulus :


(12)

Kupersembahkan Karya ini

Kepada:

Kedua orang tua tercinta;

Ayahanda M. Date dan Ibunda Saknun (Almarhumah),

Istriku terkasih Agustika dan Kedua putraku tersayang:

Khoirurrofiq (Almarhum) & Muhammad Khoirurrosyied,

serta Adik-adik dan keluarga besarku

yang telah memberikan dukungan selama ini


(13)

Alhamdulillah, puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Agustus 2010 ini adalah Peranan Sektor Perikanan dalam Pengembangan Wilayah Kabupaten Belitung.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada:

1. Bapak Dr. Ir. Setia Hadi, M.Si dan Bapak Dr. Ir. Widiatmaka, DAA selaku ketua dan anggota komisi pembimbing atas segala motivasi, arahan, dan bimbingan yang diberikan mulai dari tahap awal hingga penyelesaian tesis ini 2. Bapak Dr. Ir. Ernan Rustiadi, M.Agr selaku penguji luar komisi dan Ketua

Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah IPB yang telah memberikan koreksi dan masukan bagi penyempurnaan tesis ini

3. Bapak Dr. Ir. Baba Barus, M.Sc selaku Sekretaris Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah IPB beserta seluruh staf pengajar dan staf manajemen Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah IPB

4. Bapak Ir. Didit Okta Pribadi, M.Si atas waktu, saran, dan solusi yang diberikan dalam penyelesaian tesis ini

5. Dinas Kelautan dan Perikanan, Badan Pendidikan dan Pelatihan, dan Pemerintah Kabupaten Belitung yang telah memberikan izin dan bantuan kepada penulis untuk mengikuti program tugas belajar ini

6. Kepala Pusbindiklatren Bappenas beserta jajarannya atas kesempatan beasiswa yang diberikan kepada penulis

7. Sahabat-sahabat terbaikku Novita Salim, Hadijah Siregar dan Yulita, serta rekan-rekan PWL kelas Bappenas angkatan 2009

8. Penghuni Asrama Mahasiswa Belitung “Tanjong Tinggi” atas segala kebersamaan, dan pihak-pihak lain yang tidak bisa disebutkan satu-persatu yang telah membantu penyelesaian tesis ini.

Terima kasih yang istimewa khusus disampaikan kepada istriku Agustika dan anakku Muhammmad Khoirurrosyied beserta seluruh keluarga, atas segala

do’a, dukungan, kasih sayang, dan pengorbanannya.

Akhirnya, semoga karya ilmiah ini memberikan manfaat. Amiin.

Bogor, Maret 2011 Susanto


(14)

Penulis dilahirkan di Desa Air Selumar, Kabupaten Belitung pada tanggal 17 November 1971 sebagai anak pertama dari tujuh bersaudara pasangan Bapak M. Date dan Ibu Saknun (Almarhumah). Telah menikah dengan Agustika dan dikaruniai dua orang putra; Khoirurrofiq (almarhum) dan Muhammad Khoirurrosyied.

Tahun 1989 penulis lulus dari SMA Negeri I Tanjungpandan dan di terima di IPB melalui jalur Penelusuran Minat dan Kemampuan (PMDK). Setelah melewati Tingkat Persiapan Bersama, Penulis memilih Program Studi Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan lulus tahun 1994.

Pada tahun 1994-1995 Penulis bekerja di perusahaan penangkaran Ikan Arwana PT Seloka Swara Yudha Jakarta. Selanjutnya Penulis diterima sebagai Supervisor di perusahaan pembudidayaan Udang Windu PT Dipasena Citra Darmaja yang berlokasi di Lampung hingga tahun 2001. Pada akhir tahun 2001 Penulis diangkat menjadi pegawai negeri sipil di lingkungan Pemerintah Kabupaten Belitung dan ditempatkan pada Dinas Kelautan dan Perikanan. Penulis mendapat kesempatan untuk melanjutkan pendidikan ke sekolah pascasarjana pada tahun 2009 dan diterima pada Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah (PWL) IPB dengan bantuan pembiayaan dari Pusat Pembinaan, Pendidikan, dan Pelatihan Perencana Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Pusbindiklatren Bappenas).


(15)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR TABEL ... iii

DAFTAR GAMBAR ... v

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

1 PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 3

1.3 Tujuan Penelitian ... 4

1.4 Manfaat Penelitian ... 5

2 TINJAUAN PUSTAKA ... 7

2.1 Kondisi Perikanan Kabupaten Belitung ... 7

2.2 Kebijakan Pembangunan Sektor Perikanan Kabupaten Belitung ... 8

2.3 Permasalahan Pembangunan Perikanan ... 10

2.4 Pengembangan Wilayah ... 13

2.5 Keterkaitan Sektor ... 16

2.6 Isu Utama Kebijakan Pengembangan Wilayah ... 18

3 METODOLOGI ... 21

3.1 Kerangka Pemikiran Penelitian ... 21

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 23

3.3 Metode Pengumpulan Data ... 23

3.4 Bahan dan Alat ... 25

3.5 Metode Analisis Data ... 25

3.5.1 Analisis Deskriptif ... 26

3.5.2 Analisis Input-Output... 27

3.5.3 Analytical Hierarcy Process (AHP) ... 35

4 KONDISI UMUM KABUPATEN BELITUNG ... 41

4.1 Kondisi Fisik Daerah ... 41

4.1.1 Geografi ... 41

4.1.2 Topografi... 43

4.1.3 Geologi dan Fisiografi ... 44

4.1.4 Tanah dan Lahan ... 46

4.1.5 Hidrologi ... 46

4.1.6 Iklim ... 47


(16)

4.2 Sosial Kependudukan ... 49

4.2.1 Penduduk... 51

4.2.2 Angkatan Kerja ... 51

4.2.3 Sosial Budaya... 53

4.3 Perekonomian Daerah ... 53

4.3.1 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) ... 53

4.3.2 Potensi Sumberdaya Alam ... 54

4.3.2.1 Bahan Tambang ... 54

4.3.2.2 Pertanian ... 55

4.3.2.3 Perikanan ... 55

5 HASIL DAN PEMBAHASAN ... 59

5.1 Kondisi dan Potensi Perikanan ... 59

5.1.1 Perikanan Tangkap... 59

5.1.2 Perikanan Budidaya ... 66

5.1.3 Pengolahan Hasil Perikanan ... 69

5.2 Peranan Sektor Perikanan dalam Perekonomian Kabupaten Belitung ... 71

5.2.1 Struktur Perekonomian Kabupaten Belitung ... 71

5.2.2 Keterkaitan Sektoral... 78

5.2.3 Multiplier Effect ... 87

5.2.3.1 Multiplier Effect Output ... 87

5.2.3.2 Multiplier Effect Nilai Tambah Bruto ... 89

5.2.3.3 Multiplier Effect Pendapatan ... 90

5.3 Isu Sentral Pembangunan Sektor Perikanan ... 93

5.3.1 Persepsi Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah ... 94

5.3.2 Persepsi Pihak Swasta ... 95

5.3.3 Persepsi Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) 96 5.3.4 Persepsi Dinas Kelautan dan Perikanan ... 97

5.3.5 Persepsi Pihak Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) ... 98

5.3.6 Persepsi Masyarakat... 99

5.3.7 Persepsi Seluruh Stakeholders ... 101

5.4 Arahan Kebijakan ... 105

6 SIMPULAN DAN SARAN ... 113

6.1 Simpulan ... 113

6.2 Saran ... 114

DAFTAR PUSTAKA ... 117


(17)

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Tujuan, jenis, sumber dan cara pengumpulan serta analisis data... 25

2 Sektor-sektor perekonomian Tabel I-O Kabupaten Belitung updating 2008 (24 sektor) ... 28

3 Struktur Tabel Input-Output ... 31

4 Skala perbandingan berpasangan (Saaty 2008) ... 39

5 Fluktuasi iklim di Kabupaten Belitung tahun 2008 ... 48

6 Perkembangan penduduk per kecamatan di Kabupaten Belitung tahun 2006-2008 ... 51

7 Kepadatan penduduk dan sex rasio menurut kecamatan di Kabupaten Belitung tahun 2008 ... 52

8 Jumlah pencari kerja di Kabupaten Belitung tahun 2008 ... 52

9 Distribusi PDRB Kabupaten Belitung atas dasar harga berlaku menurut lapangan usaha tahun 2006-2008 (%) ... 54

10 Produksi hasil perikanan Kabupaten Belitung tahun 2009 ... 56

11 Jenis dan sebaran sarana dan prasarana perikanan di Kabupaten Belitung tahun 2010 ... 57

12 Tipe perahu/kapal penangkap ikan di Kabupaten Belitung tahun 2009 ... 57

13 Sebaran nelayan per kecamatan di Kabupaten Belitung tahun 2009 ... 58

14 Produksi hasil perikanan tangkap di Kabupaten Belitung tahun 2009 ... 60

15 Produktivitas kapal dan nelayan di Kabupaten Belitung tahun 2004-2009 61

16 Jenis dan perkembangan kapal penangkap ikan di Kabupaten Belitung tahun 2004-2009 ... 62

17 Jenis dan penyebaran alat tangkap di Kabupaten tahun 2009 ... 63

18 Perbandingan potensi, produksi dan pemanfaatan sumberdaya perikanan WPP Laut Cina Selatan tahun 1997dan 2001 ... 64


(18)

20 PDRB rata-rata Kabupaten Belitung atas dasar harga konstan 2000

menurut lapangan usaha tahun 2000-2008 ... 72 21 Laju pertumbuhan PDRB Kabupaten Belitung atas dasar harga konstan

2000 menurut lapangan usaha (%) ... 73 22 Struktur perekonomian Kabupaten Belitung Berdasarkan Tabel I-O

Kabupaten Belitung tahun 2008 (24X24 sektor) ... 75 23 Struktur perekonomian Kabupaten Bandung Barat berdasarkan

Tabel I-O tahun 2008 (28 x 28 sektor) ... 76 24 Output total berdasarkan Tabel I-O tahun 2008 ... 77 25 Pengelompokan sektor-sektor perekonomian di Kabupaten Belitung

berdasarkan nilai IDP dan IDK ... 86 26 Peringkat dampak sektor-sektor perekonomian terhadap NTB ... 90


(19)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Kerangka penelitian ... 24

2 Tahapan metode RAS ... 29

3 Struktur AHP untuk penentuan kebijakan (Diadopsi dan dimodifikasi dari Saaty 2008) ... 38

4 Alur analisis penelitian ... 40

5 Peta wilayah administrasi Kabupaten Belitung ... 42

6 Luas wilayah (Km2) dan persentase per kecamatan di Kabupaten Belitung ... 43

7 Peta satuan tanah dan lahan Kabupaten Belitung ... 47

8 Alokasi penggunaan lahan di Kabupaten Belitung ... 49

9 Peta pola pemanfaatan ruang dalam rencana tata ruang wilayah (RTRW) Kabupaten Belitung ... 50

10 Produksi perikanan Kabupaten Belitung tahun 2004-2009 (ton) ... 60

11 Estimasi jumlah tangkapan yang diperbolehkan (JTB) di WPP Laut Cina Selatan (Ton/tahun) ... 65

12 Pemanfaatan kelompok sumberdaya perikanan di WPP Laut Cina Selatan tahun 2005 (%) ... 65

13 Komoditas budidaya laut yang dikirim dari Kabupaten Belitung dalam kondisi hidup tahun 2009 (Ekor) ... 67

14 Produksi budidaya ikan air tawar di Kabupaten Belitung tahun 2007-2009 (Kg) ... 68

15 Produksi ikan beku yang dikirim ke luar Belitung tahun 2009 (Kg) ... 70

16 Produksi ikan olahan yang dikirim ke luar Belitung tahun 2009 (Kg) ... 70

17 Keterkaitan Langsung ke Depan sektor-sektor perekonomian ... 80


(20)

19 Keterkaitan Langsung dan Tidak Langsung ke Depan sektor-sektor

perekonomian ... 81

20 Keterkaitan Langsung dan Tidak Langsung ke Belakang sektor-sektor perekonomian ... 82

21 Keterkaitan ke Depan sektor perikanan dengan sektor-sektor lain ... 83

22 Keterkaitan ke Belakang sektor perikanan dengan sektor-sektor lain ... 83

23 Nilai Indeks Daya Penyebaran sektor-sektor perekonomian ... 84

24 Nilai Indeks Derajat Kepekaan sektor-sektor perekonomian ... 85

25 Nilai multiplier effect terhadap output Tipe I sektor-sektor perekonomian ... 88

26 Nilai multiplier effect pendapatan Tipe I sektor-sektor perekonomian... 91

27a Pemilihan alternatif pembangunan sektor perikanan menurut persepsi anggota DPRD ... 95

27b Hasil AHP dalam penentuan prioritas sektor perikanan menurut persepsi anggota DPRD ... 95

28a Pemilihan alternatif pembangunan sektor perikanan menurut persepsi Pihak Swasta ... 96

28b Hasil AHP dalam penentuan prioritas sektor perikanan menurut persepsi Pihak Swasta ... 96

29a Pemilihan alternatif pembangunan sektor perikanan menurut persepsi Bappeda ... 97

29b Hasil AHP dalam penentuan prioritas sektor perikanan menurut persepsi Bappeda ... 97

30a Pemilihan alternatif pembangunan sektor perikanan menurut persepsi Dinas Kelautan dan Perikanan ... 98

30b Hasil AHP dalam penentuan prioritas sektor perikanan menurut persepsi Dinas Kelautan dan Perikanan ... 98

31a Pemilihan alternatif pembangunan sektor perikanan menurut persepsi LSM ... 99

31b Hasil AHP dalam penentuan prioritas sektor perikanan menurut persepsi LSM ... 99


(21)

32a Pemilihan alternatif pembangunan sektor perikanan menurut persepsi

Masyarakat ... 101 32b Hasil AHP dalam penentuan prioritas sektor perikanan menurut

persepsi Masyarakat ... 101 33 Pemilihan alternatif pembangunan sektor perikanan menurut persepsi

seluruh stakeholders ... 103 34 Hasil AHP dalam penentuan prioritas sektor perikanan menurut

persepsi seluruh stakeholders... 103 35 Peta arahan pengembangan perikanan tangkap Kabupaten Belitung ... 107 36 Peta arahan pengembangan kegiatan budidaya laut Kabupaten Belitung. 108


(22)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Kuesioner untuk menjaring persepsi stakeholders ... 124 2 Satuan lahan dan tanah Pulau Belitung menurut Widagdo et al.1990 ... 132 3 Tabel Input-Output Kabupaten Belitung 2008 (dalam juta rupiah) ... 135 4 Keterangan Kode Sektor ... 142 5 Nilai Koefisien Teknis (Matriks A) ... 143 6 Matriks Kebalikan Leontief (I-A)-1 ... 146


(23)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pembangunan berbasis sumber daya kelautan dan perikanan perlu dijadikan arus utama (mainstream) pembangunan nasional baik secara ekonomi, politik, sosial, maupun budaya. Hal ini dikarenakan beberapa alasan, yaitu: (1) melimpahnya sumber daya kelautan dan perikanan yang kita miliki, dengan sejumlah keunggulan komparatif sekaligus kompetitif yang sangat tinggi; (2) keterkaitan yang kuat (backward dan forward linkages) antara industri berbasis kelautan dan perikanan dengan industri dan aktivitas ekonomi lainnya; (3) merupakan sumber daya yang senantiasa dapat diperbaharui sehingga keunggulan komparatif dan kompetitif ini dapat bertahan lama asal diikuti dengan pengelolaan yang arif; (4) dari aspek politik, stabilitas politik dalam dan luar negeri dapat dicapai jika kita memiliki jaminan keamanan dan pertahanan dalam menjaga kedaulatan perairan; dan (5) dari sisi sosial dan budaya, merupakan penemuan kembali (reinventing) aspek kehidupan yang pernah dominan dalam budaya dan tradisi kita sebagai bangsa maritim (Dahuri 2002).

Kabupaten Belitung merupakan salah satu wilayah di Indonesia yang memiliki luas lautan jauh lebih besar dibandingkan dengan luas daratannya. Dengan proporsi luas lautan sebesar 6,17 kali luas daratan, maka potensi perikanan yang dimiliki juga sangat besar. Perikanan merupakan sumber daya alam yang bersifat dapat diperbaharui sehingga dapat memberikan kontribusi yang besar dalam pembangunan secara berkelanjutan apabila dikelola dengan bijaksana. Namun dalam kenyataannya, peranan sektor perikanan relatif kecil dibandingkan sektor pertambangan. Sektor pertambangan (khususnya timah) lebih dominan menjadi andalan kehidupan perekonomian masyarakat. Timah merupakan sumber daya alam yang keberadaannya tidak dapat pulih sehingga stok di alam sangat terbatas. Di sisi lain, proses penambangan dengan penggalian sangat potensial merusak alam dan mencemari lingkungan.

Sektor perikanan merupakan salah satu sektor yang memberikan kontribusi cukup besar dalam pembangunan di Kabupaten Belitung. Kontribusi Sektor perikanan dapat dilihat dari indikator Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)


(24)

rata-rata sebesar Rp 167.630,33 juta (18,07%) untuk tahun 2000-2008 (BPS Belitung 2009a). Selain itu dapat dilihat dari tingkat penyerapan tenaga kerja, angka produksi perikanan, sumbangan terhadap pemenuhan gizi (protein hewani), serta melalui keterkaitan dengan sektor-sektor lainnya. Pada tahun 2009, penduduk yang berprofesi sebagai nelayan berjumlah 9.455 orang atau 5,92% dari total penduduk Kabupaten Belitung yang berjumlah 159.819 orang. Produksi perikanan mencapai 42.536,73 ton, terdiri atas perikanan tangkap sebesar 42.501,38 ton (99,92%) dan sisanya (0,08%) dihasilkan melalui kegiatan budidaya sebesar 35,35 ton. Angka konsumsi ikan masyarakat Kabupaten Belitung tahun 2009 adalah sebesar 62 kg/kapita/tahun, jauh di atas rata-rata konsumsi ikan nasional sekitar 30 kg/kapita/tahun (DKP Belitung 2010).

Sektor perikanan diharapkan akan terus berkembang menjadi sektor yang strategis dalam pembangunan wilayah Kabupaten Belitung pada masa mendatang. Menurut Rustiadi et al. (2009), sektor strategis adalah sektor yang memberikan sumbangan besar dalam perekonomian wilayah dan memiliki keterkaitan kuat secara sektoral maupun spasial. Ditambahkan pula bahwa pembangunan yang dilakukan secara terpadu dan lintas sektoral, akan berlangsung secara lebih efektif dan efisien sehingga dapat mengurangi terjadinya kebocoran wilayah (regional leakages). Oleh karena itu, perencanaan dan pelaksanaan pembangunan dengan mempertimbangkan aspek ekonomi, sosial, dan ekologi mutlak dilakukan untuk mencapai tujuan pembangunan yang berimbang antara growth, equity dan sustainability (Anwar 2005; Rustiadi et al. 2009).

Menurut Widodo dan Suadi (2006), pengelolaan perikanan membutuhkan: (1) bukti-bukti ilmiah terbaik (best scientific evidence) untuk analisis dan perencanaan yang memadai; (2) proses diskusi (kebutuhan partisipasi) melalui konsultasi dengan berbagai pemangku kepentingan (stakeholders); dan (3) penetapan berbagai tujuan dan strategi pengelolaan melalui pembuatan keputusan, alokasi sumber daya, dan implementasi aturan mainnya. Pengelolaan perikanan juga harus mempertimbangkan ancaman yang mungkin terjadi antara lain sedimentasi, pencemaran, degradasi habitat, serta degradasi sumber daya dan keanekaragaman hayati (Bengen 2002).


(25)

1.2 Perumusan Masalah

Sektor perikanan harus menjadi fokus pembangunan Kabupaten Belitung karena merupakan sektor yang berbasis sumber daya alam dengan potensi yang besar, beragam, serta bersifat dapat diperbaharui (renewable resources). Kondisi sumber daya perikanan tersebut didukung oleh keadaan wilayah dengan karakter pesisir dan pulau-pulau kecil, yang menjadi habitat bagi kehidupan berbagai komoditas perikanan. Dukungan sumber daya manusia, sarana dan prasarana perikanan (sumber daya buatan), serta sumber daya sosial menjadikan sektor perikanan memiliki keunggulan komparatif dan kompetitif dalam perekonomian Kabupaten Belitung.

Mengingat besarnya potensi sumber daya perikanan yang dimiliki oleh Kabupaten Belitung, dapat diharapkan peranan sektor perikanan akan makin penting di masa yang akan datang. Kebijakan pengembangan sektor perikanan juga harus diletakkan dalam kerangka pembangunan berkelanjutan (sustainability), selain indikator growth (produktivitas, efisiensi, dan pertumbuhan) dan equity (pemerataan, keadilan, dan keberimbangan). Pembangunan perikanan yang berimbang antara growth, equity, dan sustainablity seharusnya mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan dengan sendirinya menurunkan tingkat kemiskinan.

Untuk menjadikan sektor perikanan sebagai sektor yang strategis bagi perekonomian Kabupaten Belitung, selain melalui peningkatan peranan dan sumbangannya dalam perekonomian, juga harus dilakukan dengan meningkatkan keterkaitan dengan sektor-sektor lain dalam internal wilayah. Keterkaitan sektor perikanan harus ditingkatkan agar mampu menarik sektor-sektor di hulunya (sektor yang memiliki keterkaitan ke belakang) dan menarik sektor-sektor di hilirnya (sektor yang memiliki keterkaitan ke depan). Semakin kuat keterkaitan sektor perikanan dengan sektor-sektor lain, akan makin besar pula pengaruhnya dalam perkembangan wilayah Kabupaten Belitung. Oleh karena itu, untuk mengetahui peranan dan sumbangan sektor perikanan dalam perekonomian wilayah serta keterkaitannya dengan sektor lain perlu dilakukan identifikasi sehingga dapat disusun arahan pembangunan yang akurat.


(26)

Paradigma baru pembangunan juga menghendaki partisipasi aktif masyarakat secara langsung dalam proses perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasannya. Pelibatan masyarakat serta seluruh stakeholders pembangunan akan lebih menjamin pembangunan berjalan dengan lebih baik dan aspiratif. Dalam kaitannya dengan sektor perikanan, stakeholders yang dimaksud adalah masyarakat nelayan, pihak swasta, pemerintah daerah dan lembaga swadaya masyarakat. Oleh karena itu dalam menyusun rencana pembangunan sektor perikanan, pendapat dan persepsi seluruh stakeholders yang terlibat harus dapat diketahui. Dari hasil identifikasi terhadap kondisi dan potensi sektor perikanan, peranan dan keterkaitannya dengan sektor-sektor perekonomian lain serta persepsi stakeholders perikanan disusun arahan pengembangan sektor perikanan Kabupaten Belitung.

Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah di atas, dirumuskan permasalahan penelitian sebagai berikut:

1. Bagaimana kondisi dan potensi perikanan di Kabupaten Belitung ?

2. Seberapa besar sektor perikanan memberikan kontribusi dalam pembangunan Kabupaten Belitung ?

3. Bagaimana pengaruh sektor perikanan terhadap perkembangan ekonomi di Kabupaten Belitung ?

4. Bagaimana persepsi stakeholders terhadap pembangunan sektor perikanan di Kabupaten Belitung ?

5. Bagaimana rencana pembangunan dan pengembangan sektor perikanan, dengan mempertimbangkan kondisi dan potensi sektor perikanan di Kabupaten Belitung ?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk:

1. Mengidentifikasi kondisi dan potensi perikanan di Kabupaten Belitung.

2. Mengidentifikasi peranan sektor perikanan dalam perekonomian Kabupaten Belitung berdasarkan struktur PDRB dan output total yang terbentuk.

3. Mengidentifikasi keterkaitan sektor perikanan dengan sektor-sektor lain dalam kaitannya dengan perkembangan wilayah.


(27)

4. Menggali persepsi stakeholders mengenai prioritas pembangunan sektor perikanan.

5. Merumuskan arahan pembangunan sektor perikanan di Kabupaten Belitung.

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai bahan pertimbangan dalam penyusunan rencana pengelolaan sektor perikanan di Kabupaten Belitung secara berkelanjutan.


(28)

(29)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kondisi Perikanan Kabupaten Belitung

Hasil studi potensi sumber daya ikan dan lingkungan kelautan Kabupaten Belitung menunjukkan bahwa kepadatan rata-rata ikan demersal adalah 6,84 ton/km2 dan ikan pelagis 11,84 ton/km2 dengan kepadatan tertinggi sebesar 19,76 ton/km2 pada kedalaman 10-15 meter. Potensi perikanan tangkap secara keseluruhan adalah 159.000 ton/tahun, dengan tingkat pemanfaatan sekitar 25,00%. Kondisi tersebut didukung oleh berbagai parameter lingkungan lain misalnya makroalgae, mangrove, terumbu karang, ikan karang, biota non ikan dan berbagai parameter kualitas air. Rincian masing-masing parameter lingkungan tersebut adalah sebagai berikut (PPO LIPI 2005):

a. Makroalgae yang terdapat pada lokasi studi memiliki keragaman mencapai 34 jenis. Jenis-jenis yang benilai ekonomis antara lain Sargassum, Turbinaria, Hormophysa, Gracilaria, dan Eucheuma. Melalui indikator makroalgae ini diketahui bahwa perairan masih cukup baik karena belum terjadi sedimentasi oleh partikel-partikel lumpur.

b. Luas mangrove teridentifikasi adalah 2.228,50 ha menyebar terutama pada daerah muara sungai dengan kondisi baik. Mangrove yang ditemukan terdiri atas 19 jenis yang termasuk 15 marga dan 11 suku.

c. Kepadatan fauna makrobentik tergolong rendah dengan densitas kurang dari 1 ekor/10m2. Nilai densitas diketahui dari hasil sampling menggunakan transek yang menemukan 28 jenis moluska, 5 jenis krustasea, dan 10 jenis ekinodermata. Rendahnya kepadatan fauna makrobentik ini diduga terutama disebabkan oleh penangkapan yang berlebihan (overfishing) dan menurunnya kualitas habitat.

d. Persentase tutupan karang hidup rata-rata mencapai 52,88% dengan nilai terendah 40,34% dan tertinggi 71,10%.

e. Inventarisasi jenis ikan karang mendapatkan 66 jenis, terdiri atas: (1) ikan major, yaitu ikan karang yang selalu berasosiasi dengan karang dan sebagian besar ditangkap untuk dijual sebagai ikan hias sebanyak 42 jenis dari 8 famili; (2) ikan target atau ikan yang biasa dikonsumsi masyarakat sebanyak 21 jenis


(30)

dari 9 famili; dan (3) ikan indikator, yaitu ikan yang digunakan sebagai petunjuk kesehatan dan keanekaragaman karang batu, umumnya dari kelas Chaetodontidae sebanyak 3 jenis dari 1 famili. Kepadatan total ikan karang adalah 7.700 ekor/ha dengan perincian; ikan major 6.100 ekor/ha, ikan target 1.300 ekor/ha dan ikan indikator 300 ekor/ha. Komposisi yang normal untuk tiga kelompok ikan tersebut (ikan mayor : ikan target : ikan indikator) adalah dengan rasio 60 : 30 : 10.

f. Parameter kualitas air yang diamati adalah suhu, salinitas, kecepatan arus, nilai pH, dan plankton. Suhu di perairan Kabupaten Belitung pada bulan Oktober 2005 berkisar antara 28,93–29,70oC dengan rata-rata 29,12oC. Nilai ini lebih rendah jika dibandingkan dengan suhu pada bulan Juni 2005 yang mencapai 30,80oC. Nilai salinitas pada bulan Oktober berkisar antara 32,62–33,32‰ dengan rata-rata 33,04‰. Kondisi ini mengindikasikan bahwa perairan cenderung bersifat sebagai perairan pantai (coastal water) daripada bersifat samudera (oceanic water), yang mempunyai nilai salinitas <34,5‰. Kecepatan arus berkisar antara 17,80–42,10 cm/det dengan rata-rata 29,40 cm/det. Secara rata-rata, kecepatan arus permukaan lebih tinggi dibandingkan pada kedalaman 5 dan 10 m. Kecepatan arus seperti ini masih tergolong sedang dengan kisaran 30,00–50,00 cm/det. Arah arus pada lapisan permukaan bergerak ke arah utara dan sebagian lagi ke arah barat laut dan barat daya, namun pada kedalaman 5 dan 10 m arus bergerak ke arah barat daya sehingga arah arus pada penelitian tersebut dominan bergerak ke arah barat daya.

g. Kondisi plankton (fito dan zooplankton) secara keseluruhan cukup subur sehingga dapat berfungsi sebagai mata rantai makanan hewan laut terutama ikan. Pengamatan pada 8 stasiun berhasil mengumpulkan 21 jenis fitoplankton yang terdiri atas 17 jenis Diatomae dan 4 jenis Dinoflagellata. Kepadatan jumlah fitoplankton berkisar antara 85.400-253.100 sel/m3 sedangkan zooplankton antara 231–407 individu/m3 terdiri atas 23 jenis.

2.2 Kebijakan Pembangunan Sektor Perikanan Kabupaten Belitung

Undang Undang (UU) Nomor 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah merupakan wujud perubahan paradigma pemerintahan dari sentralistik menjadi


(31)

desentralistik. Pasal 18 ayat 4 UU tersebut mengatur batas kewenangan teritorial laut untuk provinsi sejauh 12 mil dan kabupaten adalah 1/3 dari kewenangan provinsi (4 mil). Satria et al. (2002) menyatakan kewenangan yang dimaksud UU ini merujuk pada pemberian hak dalam pengelolaan dan pemanfaatannya, bukan dalam arti kedaulatan atau penguasaan. Desentralisasi pengelolaan sumber daya perikanan menghendaki partisipasi seluruh stakeholders di daerah dapat terakomodasi, karena stakeholders tersebut lebih mengetahui dan memahami kondisi sumber daya, sosial ekonomi, maupun kelembagaan di wilayahnya masing-masing. Dengan demikian sepatutnya daerah akan lebih mampu memformulasikan model pengelolaan sumber daya perikanan yang sesuai.

Pembangunan sektor perikanan yang dikembangkan di Kabupaten Belitung meliputi peningkatan produksi melalui perikanan tangkap, perikanan budidaya dan pengelolaan hasil perikanan, pembinaan sumber daya manusia dan kelembagaan serta peningkatan ketertiban dan pengawasan pengelolaan sumber daya kelautan dan perikanan (DKP Belitung 2009a). Hal ini sejalan dengan triple track strategy pembangunan nasional yaitu; peningkatan pertumbuhan ekonomi (pro growth), penciptaan lapangan kerja (pro job) dan pengentasan kemiskinan (pro poor) melalui perikanan (DKP RI 2005). Selama ini kondisi pembangunan sektor perikanan lebih ditekankan pada pembangunan sektor fisik berupa sarana dan prasarana pendukung kegiatan peningkatan produksi.

Sumbangan sektor perikanan dalam perekonomian Kabupaten Belitung menunjukkan angka yang cukup signifikan. Berdasarkan data statistik tahun 2008, nilai PDRB sektor perikanan berdasarkan harga konstan tahun 2000 menurut lapangan usaha adalah sebesar Rp 207,84 milyar, yang setara dengan 66,23% dari sumbangan sektor pertanian. Sektor pertanian secara keseluruhan memberikan kontribusi sebesar 27,83% terhadap PDRB Kabupaten Belitung (BPS Belitung 2009a).

Sesuai kondisi Kabupaten Belitung sebagai daerah kepulauan (98 pulau kecil), maka pembangunan fisik juga harus mempertimbangkan aspek pemerataan dan keberlanjutan sesuai dengan sifat sumber daya yang dimiliki (DKP Belitung 2009b). Konsep pembangunan berkelanjutan dalam pengelolaan pembangunan berbasis sumber daya kelautan dan perikanan, secara teknis dapat didefinisikan


(32)

bahwa pembangunan kelautan berkelanjutan (sustainable marine development) adalah suatu upaya pemanfaatan sumber daya alam dan jasa-jasa lingkungan yang terdapat di dalam kawasan pesisir dan lautan untuk kesejahteraan manusia, sedemikian rupa sehingga laju pemanfaatan tidak melebihi daya dukung (carrying capacity) kawasan pesisir dan laut untuk menyediakannya (Dahuri 2002).

Peningkatan produksi perikanan tangkap sangat didukung oleh sarana dan prasarana yang ada. Pembangunan dan peningkatan sarana dan prasarana perikanan terus dilakukan baik oleh pemerintah maupun swasta yang bergerak di sektor perikanan. Terkait dengan kondisi potensi perikanan maka Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Belitung menetapkan visi pembangunan sektor kelautan dan perikanan yaitu; “Terwujudnya sumber daya perikanan dan kelautan yang lestari dengan jasa-jasa kelautan yang menjadi sumber penghidupan sebagai pilar pembangunan ekonomi masyarakat yang berkualitas dan sejahtera” (DKP Belitung 2009a). Hal ini sejalan dengan visi Pemerintah Kabupaten Belitung yang menginginkan, terwujudnya Kabupaten Belitung yang mandiri dan produktif dengan memanfaatkan sumber daya secara optimal, terpadu, dan berkelanjutan bagi sebesar-besarnya kesejahteraan rakyat (Pemkab Belitung 2010).

Selain perikanan tangkap, produksi perikanan di Kabupaten Belitung juga ditentukan oleh kegiatan budidaya, baik laut maupun air tawar. Kegiatan budidaya laut didominasi oleh budidaya Ikan Kerapu (Kerapu Sunu, Bebek dan Macan) dengan metode keramba jaring apung (KJA). Berbeda dengan budidaya laut yang relatif sudah maju, kegiatan budidaya ikan air tawar masih berada pada tahap pengembangan. Hal ini dikarenakan preferensi masyarakat Belitung selama ini lebih menyukai ikan laut dibandingkan dengan ikan air tawar. Meskipun baru dalam tahap pengembangan, produksi perikanan hasil budidaya menunjukkan kecenderungan yang meningkat setiap tahun (DKP Belitung 2009a).

2.3 Permasalahan Pembangunan Perikanan

Secara umum sumber daya dapat dikelompokkan sebagai sumber daya alam (natural resources), sumber daya manusia (human resources), sumber daya buatan (man made resources), dan sumber daya sosial (social recources). Dalam pengelompokan ini, sumber daya perikanan tergolong sebagai sumber daya alam


(33)

yang lebih khusus lagi diklasifikasikan sebagai sumber daya alam flow (alir), dimana jumlah kuantitas fisiknya berubah sepanjang waktu. Dengan kata lain, disebut sumber daya yang dapat diperbaharui (renewable) tergantung pada proses reproduksinya. Berdasarkan sifat persaingan untuk memanfaatkan dan kemungkinan penguasaannya, maka sumber daya perikanan digolongkan sebagai barang publik (public goods) karena memiliki dua sifat dominan yaitu non-rivalry dan non-excludable (Fauzi 2006).

Stobutzki et al. (2006a) menyatakan bahwa salah satu permasalahan utama perikanan tangkap di negara-negara Asia Tenggara termasuk Indonesia adalah kekhawatiran tentang keadaan perikanan pesisir, terutama kondisi penyusutan sumber daya. Penyebab utama penyusutan tersebut adalah overfishing (penangkapan yang berlebihan), yang diperburuk dengan degradasi lingkungan. Salah satu indikator overfishing pada perikanan pesisir adalah penyusutan hasil tangkapan per unit usaha. Hal ini disebabkan besarnya jumlah nelayan yang terlibat dalam kegiatan eksploitasi sumber daya ikan di daerah pesisir.

Menurut Widodo dan Suadi (2006), beberapa ciri yang dapat menjadi patokan perikanan sedang menuju kondisi overfishing adalah: (1) waktu melaut menjadi lebih panjang dari biasanya; (2) lokasi melaut menjadi lebih jauh dari biasanya; (3) ukuran mata jaring menjadi lebih kecil dari biasanya; (4) produktivitas (hasil tangkapan per satuan upaya atau trip, CPUE) yang menurun; (5) ukuran ikan sasaran yang semakin kecil; dan (6) biaya operasional penangkapan yang semakin meningkat.

Sependapat dengan pernyataan Stobutzki et al. (2006a), Fauzi (2005) menyatakan bahwa penyebab utama krisis perikanan global adalah buruknya pengelolaan perikanan dilihat dari dua fenomena menonjol, yaitu overcapacity dan destruksi habitat. Dari kedua fenomena itu kemudian muncul berbagai penyebab lain, misalnya subsidi yang massive, kemiskinan, overfishing dan berbagai turunannya. Overcapacity di sektor perikanan akan menimbulkan berbagai masalah, yaitu: (1) tidak sehatnya kinerja sektor perikanan sehingga permasalahan kemiskinan dan degradasi sumber daya dan lingkungan menjadi lebih persisten; (2) menimbulkan tekanan yang intens untuk mengeksploitasi sumber daya ikan melewati titik lestarinya; (3) menimbulkan inefisiensi dan


(34)

memicu economic waste sumber daya yang ada, di samping menimbulkan komplikasi dalam pengelolaan perikanan, terutama dalam kondisi akses yang terbuka (open acces). Penyusutan sumber daya perikanan di Indonesia makin diperparah oleh adanya otonom daerah, dimana setiap daerah terus memacu pendapatan setinggi-tingginya melalui eksploitasi sumber daya perikanan tanpa memperhitungkan daya dukungnya (Heazle and Butcher 2007).

Kondisi degradasi lingkungan di Kabupaten Belitung perlu diwaspadai terutama penurunan kualitas lingkungan yang disebabkan oleh aktivitas pertambangan timah. Hal ini akan sangat berpengaruh terhadap sedimentasi dan tingkat kekeruhan perairan yang akhirnya akan berdampak pada sumber daya perikanan secara keseluruhan (PPO LIPI 2005).

Menurut Fauzi (2005), permasalahan perikanan dan penyelesaiannya akan sangat tergantung pada bagaimana kita mengambil pelajaran dari kegagalan-kegagalan yang terjadi dimasa lalu (path dependency). Dengan demikian maka pembangunan perikanan akan lebih banyak dilaksanakan oleh segenap masyarakat yang didukung oleh pemerintah melalui instansi terkait sebagai penyedia prasarana dan sarana yang bersifat non komersial dan bersifat pembinaan. Sependapat dengan hal tersebut, Widodo dan Suadi (2006) menyatakan bahwa pengelolaan perikanan merupakan proses yang terintegrasi dalam pengumpulan informasi, analisis, perencanaan, konsultasi, pembuatan keputusan, alokasi sumber daya, dan implementasi dari aturan-aturan main di bidang perikanan dalam rangka menjamin kelangsungan produktivitas sumber daya dan pencapaian tujuan perikanan lainnya.

Fauzi (2005) menyatakan bahwa kebijakan pengelolaan perikanan tradisional didominasi oleh penentuan tingkat produksi lestari maksimum (Maximum Sustainable Yield, MSY). Pendekatan ini lebih diarahkan pada sisi biologi semata tanpa mempertimbangkan aspek lain dalam pengelolaan perikanan. Dalam kenyataannya, pendekatan MSY sering mengalami kegagalan karena bersifat umum dan abstrak serta didasarkan pada indikator yang tidak jelas (measuring unmeasurable). Oleh karena itu disarankan agar kebijakan pengelolaan perikanan lebih didasarkan pada kapasitas perikanan dibandingkan dengan yang berbasis MSY. Kebijakan berbasis kapasitas ini dikenal dengan


(35)

istilah CuCme yang merupakan kependekan dari Capacity Utilization dan Capacity Measurement. Kapasitas perikanan dapat diartikan sebagai: (1) kemampuan input (kapital) untuk menghasilkan produksi perikanan; (2) kapasitas optimum hanya bisa dicapai dengan biaya pengelolaan yang minimum; dan (3) jumlah stok ikan maksimum yang dapat dihasilkan jika input yang digunakan dalam kondisi biologi, ekonomi, dan teknologi yang optimum. Pendekatan CuCme bekerja dengan mendeteksi terlebih dahulu penyakit inefisiensi baik dari sisi teknis, ekonomis, maupun biofisik yang menjadi penyebab buruknya kinerja perikanan. Hal ini dilakukan dengan mengukur kapasitas perikanan pada suatu wilayah terlebih dahulu.

Dahuri (2002) menyatakan bahwa pembangunan berbasis sumber daya kelautan dan perikanan harus dijadikan arus utama pembangunan nasional baik secara ekonomi, politik, sosial, dan budaya karena alasan: (1) melimpahnya sumber daya yang kita miliki, dengan sejumlah keunggulan komparatif sekaligus kompetitif yang sangat tinggi; (2) keterkaitan yang kuat (backward dan forward linkage) antara industri berbasis kelautan dan perikanan dengan industri dan aktivitas ekonomi lainnya; (3) merupakan sumber daya yang senantiasa dapat diperbaharui sehingga keunggulan komparatif dan kompetitif ini dapat bertahan lama asal diikuti dengan pengelolaan yang arif; (4) dari aspek politik, stabilitas politik dalam dan luar negeri dapat dicapai jika kita memiliki jaminan keamanan dan pertahanan dalam menjaga kedaulatan perairan; dan (5) dari sisi sosial dan budaya, merupakan penemuan kembali (reinventing) aspek kehidupan yang pernah dominan dalam budaya dan tradisi kita sebagai bangsa maritim.

2.4 Pengembangan Wilayah

Pengembangan wilayah memandang pentingnya keterpaduan sektoral, spasial serta keterpaduan antar pelaku pembangunan di dalam dan antar wilayah. Keterpaduan sektoral menuntut adanya keterkaitan fungsional yang sinergis antar sektor pembangunan, sehingga setiap kegiatan pembangunan dalam kelembagaan sektoral dilaksanakan dalam kerangka pembangunan wilayah. Dalam pandangan sistem industri, keterpaduan sektoral berarti keterpaduan sistem input dan output industri yang efisien dan sinergis. Oleh karena itu, wilayah yang berkembang


(36)

ditunjukkan oleh adanya keterkaitan antar sektor ekonomi wilayah, dalam arti terjadi transfer input dan output barang dan jasa antar sektor yang sangat dinamis (Rustiadi et al. 2009).

Pendekatan dalam pembangunan sektor perikanan meliputi dua macam pendekatan yaitu pendekatan institusional dan pendekatan kewilayahan. Terkait dengan pembangunan sarana dan prasarana perikanan, maka pendekatan pembangunan yang digunakan adalah pendekatan kewilayahan dengan menetapkan prioritas pembangunan (DKP Belitung 2009b).

Menurut Rustiadi et al. (2009), skala prioritas diperlukan dalam suatu perencanaan pembangunan karena keterbatasan sumber daya yang tersedia. Dari dimensi pembangunan, suatu skala prioritas didasarkan atas pemahaman bahwa: (1) setiap sektor memiliki sumbangan langsung dan tidak langsung yang berbeda terhadap pencapaian sasaran pembangunan (penyerapan tenaga kerja, pendapatan wilayah, dan lain-lain); (2) setiap sektor memiliki keterkaitan dengan sektor-sektor lainnya dengan karakteristik yang berbeda-beda; dan (3) aktivitas sektor-sektoral tersebar secara tidak merata dan spesifik, beberapa sektor cenderung memiliki aktivitas yang terpusat dan terkait dengan sebaran sumber daya.

Pembangunan adalah kegiatan yang dilakukan secara terencana untuk mencapai hasil yang lebih baik di masa yang akan datang. Sebagai proses yang bersifat terpadu, pembangunan dilaksanakan berdasarkan potensi lokal yang dimiliki, baik potensi sumber daya alam, manusia, buatan, maupun sumber daya sosial. Pembangunan merupakan upaya yang sistematik dan berkesinambungan untuk menciptakan keadaan yang dapat menyediakan berbagai alternatif yang sah bagi pencapaian aspirasi setiap warga yang paling humanistik. Tujuan akhir pembangunan adalah tercapainya kesejahteraan bagi masyarakat (Rustiadi et al. 2009). Untuk menilai pembangunan dapat digunakan beberapa indikator sebagai berikut:

a. Indikator berbasis tujuan pembangunan: (1) produktivitas, efisiensi dan pertumbuhan (growth); (2) pemerataan, keadilan dan keberimbangan (equity); dan (3) keberlanjutan (sustainibility).

b. Indikator pembangunan berbasis sumber daya, yaitu cara mengukur tingkat kinerja pembangunan dengan mengembangkan berbagai ukuran operasional


(37)

berdasarkan pemanfaatan dan kondisi sumber daya yang meliputi sumber daya manusia, alam, buatan, dan sumber daya sosial.

c. Indikator pembangunan berbasis proses; merupakan suatu cara mengukur kinerja pembangunan dengan mengedepankan proses pembangunan itu sendiri dengan melihat input, proses atau implementasi, output, outcome, benefit, dan impact.

Menurut Rustiadi et al. (2009), pembangunan regional yang berimbang merupakan pembangunan yang merata dari wilayah yang berbeda untuk meningkatkan pengembangan kapabilitas dan kebutuhan mereka, yaitu adanya pertumbuhan yang seoptimal mungkin dari potensi yang dimiliki oleh suatu wilayah sesuai dengan kapasitasnya. Dengan demikian, diharapkan manfaat dari pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan merupakan hasil interaksi yang saling memperkuat diantara sesama wilayah yang terlibat. Sehingga dapat mengurangi ketimpangan pembangunan antar wilayah (disparitas pembangunan regional).

Disparitas pembangunan regional didefinisikan sebagai kesenjangan pembangunan antar wilayah sebagai akibat investasi dan sumber daya terserap dan terkonsentrasi di perkotaan dan pusat-pusat pertumbuhan, sementara wilayah-wilayah hinterland mengalami pengurasan sumber daya secara berlebihan (Rustiadi et al. 2009). Di sisi lain, untuk mengetahui suatu sektor digolongkan sebagai sektor unggulan dapat didekati dengan Analisis Input-Output (I-O). Dengan analisis ini akan dapat dijelaskan karakteristik struktur ekonomi wilayah yang ditunjukkan dengan distribusi sumbangan sektoral, serta keterkaitan sektoral dan regional perekonomian wilayah. Sektor unggulan antara lain mempunyai keterkaitan ke belakang yang besar serta kemampuan dalam menciptakan angka pengganda (multiplier) yang besar dalam perekonomian (BPS 2000a; Rustiadi et al. 2009).

Fungsi utama dari aktivitas pemerintah adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Menurut Saefulhakim dalam Suryawardana (2006), untuk mencapai fungsi tersebut maka aktivitas-aktivitas dapat dilakukan pemerintah melalui: (1) regulasi, tata aturan, penegakan norma, dan pengawasan; (2) public facility provision, penyediaan fasilitas umum, artinya pemerintah sebagai koordinator pengadaan; dan (3) penentuan lokasi fasilitas umum yang tepat. Namun dalam


(38)

pelaksanaannya, hambatan-hambatan yang dihadapi oleh pemerintah adalah terbatasnya anggaran pemerintah dan arah dari alokasi pengeluaran pemerintah itu sendiri.

Dalam konteks pembangunan ekonomi daerah, maka pemerintah seharusnya mengarahkan pengeluarannya kepada sektor-sektor unggulan karena mempunyai nilai keterkaitan dan multiplier yang besar. Selain pemerintah, peran yang sangat diharapkan adalah dari investasi. Investasi yang mengarah kepada sektor unggulan juga akan meningkatkan laju pertumbuhan perekonomian daerah. Kinerja pembangunan daerah dapat tercapai apabila penganggaran telah sesuai dengan tujuan daerah itu sendiri, antara lain kesejahteraan masyarakat, mengurangi kesenjangan wilayah, dan meningkatkan daya beli masyarakat (Suryawardana 2006).

2.5 Keterkaitan Sektor

Sebagai model kuantitatif, Tabel I-O mampu menunjukkan gambaran tentang sektor ekonomi suatu daerah yang mencakup struktur input, struktur output dan nilai tambah masing-masing sektor. Dengan Tabel I-O juga akan ditunjukkan struktur input antara, sektor penyedia barang dan jasa baik untuk memenuhi permintaan sektor produksi maupun permintaan untuk konsumsi, investasi, dan ekspor. Selain itu Tabel I-O juga dapat digunakan untuk melihat saling keterkaitan antar sektor, analisis dampak ekonomi, serta sebagai dasar perencanaan dan evaluasi pembangunan ekonomi (BPS Bangka Belitung 2006).

Menurut Daryanto dan Hafizrianda (2010), pemakaian model I-O akan mendatangkan keuntungan bagi perencanaan pembangunan daerah, antara lain: (1) dapat memberikan deskripsi yang detail mengenai perekonomian nasional atau regional dengan menguantifikasikan ketergantungan antar sektor dan asal dari ekspor dan impor; (2) untuk suatu perangkat permintaan akhir dapat ditentukan besaran output dari setiap sektor dan kebutuhannya akan faktor produksi dan sumber daya; (3) dampak perubahan permintaan terhadap perekonomian baik yang disebabkan oleh swasta maupun pemerintah dapat ditelusuri dan diramalkan secara terperinci; dan (4) perubahan-perubahan permintaan terhadap harga relatif dapat diintegrasikan ke dalam model melalui perubahan koefisien teknik.


(39)

Asumsi dasar yang digunakan dalam penyusunan Tabel I-O adalah (BPS 2000b):

a. Asumsi keseragaman atau homogenitas, mensyaratkan bahwa setiap sektor memproduksi suatu output tunggal dengan struktur input tunggal dan tidak ada barang serupa atau substitusi yang dihasilkan oleh sektor lain;

b. Asumsi kesebandingan atau proporsionalitas, mensyaratkan bahwa dalam proses produksi, hubungan antara input dan output merupakan fungsi lurus (linier), yaitu tiap jenis input yang diserap oleh sektor tertentu naik atau turun sebanding dengan kenaikan atau penurunan output sektor tersebut;

c. Asumsi penjumlahan atau additivitas, menyatakan bahwa efek total pelaksanaan produksi di berbagai sektor dihasilkan dari masing-masing sektor secara terpisah, dan merupakan penjumlahan dari efek masing-masing kegiatan. Dengan kata lain, di luar sistem input-output semua pengaruh dari luar diabaikan.

Adanya asumsi-asumsi tersebut menyebabkan Tabel I-O memiliki keterbatasan antara lain; rasio I-O tetap konstan sepanjang periode analisis sehingga produsen tidak dapat menyesuaikan perubahan-perubahan inputnya atau mengubah proses produksi. Asumsi-asumsi tersebut tidak meliput adanya perubahan teknologi ataupun produktivitas yang dapat terjadi dari waktu ke waktu. Meskipun memiliki keterbatasan, analisis I-O tetap merupakan alat analisis yang lengkap dan komprehensif (BPS 2000b).

Penyusunan Tabel I-O dapat dilakukan dengan dua pendekatan, yaitu pendekatan langsung dan pendekatan tidak langsung. Pendekatan langsung atau metode survei digunakan apabila seluruh data yang diperlukan dikumpulkan langsung melalui survei atau penelitian lapangan, sedangkan pendekatan tidak langsung atau metode non survei dan semi survei digunakan apabila seluruh atau sebagian data diperoleh dari suatu Tabel I-O lain yang sudah ada. Metode survei untuk penyusunan Tabel I-O memerlukan biaya yang relatif mahal serta memerlukan waktu yang lama. Oleh karena itu penyusunan Tabel I-O biasanya menggunakan metode non survei berupa pemutakhiran Tabel I-O yang sudah ada menggunakan metode RAS (BPS 2000a).


(40)

Menurut BPS (2000a), metode RAS merupakan suatu metode untuk memperkirakan matriks koefisien input yang baru pada tahun t”A(t)” dengan

menggunakan informasi koefisien input tahun dasar “A(0)”, total permintaan

antara tahun t, dan total input tahun t. Oleh karena itu matriks koefisien input untuk tahun proyeksi t diperkirakan dengan rumus A(t) = R A(0) S, dimana R adalah matriks diagonal yang elemen-elemennya menunjukkan pengaruh substitusi, dan S merupakan matriks diagonal yang elemennya menggambarkan pengaruh fabrikasi. Pengaruh substitusi menunjukkan seberapa suatu komoditas (baca menurut baris dalam Tabel I-O) dapat digantikan oleh komoditas lain dalam proses produksi, sedangkan pengaruh fabrikasi menunjukkan seberapa jauh suatu sektor (baca menurut kolom dalam Tabel I-O) dapat menyerap input antara dari total input yang tersedia.

2.6 Isu Utama Kebijakan Pengembangan Wilayah Kabupaten Belitung

Pembangunan daerah merupakan suatu upaya untuk merubah tatanan sosial, ekonomi dan budaya melalui berbagai rekayasa dan pengembangan demi menuju ke arah tatanan wilayah yang lebih baik dan produktif di masa yang akan datang. Perubahan pola dan tatanan perekonomian serta peradaban sangat dipengaruhi oleh berbagai isu dan permasalahan strategis pembangunan, dimana segenap isu strategis tersebut bukan saja dapat menjadi faktor pendorong terjadinya pembangunan di suatu daerah atau wilayah tetapi juga dapat menjadi faktor kendala pembangunan (Pemkab Belitung 2010).

Lebih lanjut Pemkab Belitung (2010) menyatakan isu-isu strategis pembangunan daerah berkaitan dengan prioritas pembangunan sektor perikanan Kabupaten Belitung antara lain meliputi: (1) potensi pengembangan kelautan dan perikanan relatif tinggi; (2) minimnya infrastruktur; (3) kualitas sumber daya manusia relatif masih rendah; (4) peluang pasar luar daerah belum dimanfaatkan secara optimal; dan (5) tingkat investasi relatif masih rendah. Hal tersebut sangat erat kaitannya dengan visi yang dikembangkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Kabupaten Belitung tahun 2005-2025, yaitu:

”Terwujudnya Kabupaten Belitung yang mandiri dan produktif dengan memanfaatkan sumber daya secara optimal, terpadu dan berkelanjutan bagi


(41)

sebesar-besarnya kesejahteraan masyarakat”. Dari visi tersebut terkandung tiga pengertian mendasar, bahwa: (1) untuk mewujudkan pembangunan yang mandiri dan produktif sangat memerlukan ketersediaan sumber daya pendukungnya. Dalam hal ini perwujudan yang dapat dilakukan adalah dengan menyeimbangkan antara upaya pemanfaatan dengan pelestarian sumber daya alam dan lingkungan; (2) untuk mewujudkan pembangunan yang mandiri dan produktif selain memerlukan sumber daya pendukung, juga memerlukan partisipasi yang luas dari masyarakat dan stakeholders lain dalam implementasinya; dan (3) untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat, perlu dilakukan upaya pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan secara optimal, terpadu, dan berkelanjutan (Pemkab Belitung 2010).


(42)

III. METODOLOGI

3.1 Kerangka Pemikiran Penelitian

Setiap wilayah memiliki sumber daya yang berbeda-beda, baik jenis maupun kuantitasnya. Keterbatasan sumber daya yang dimiliki suatu wilayah mengharuskan perencanaan pembangunan dilakukan dengan menetapkan suatu skala prioritas. Penetapan skala prioritas pembangunan dikarenakan beberapa alasan, antara lain (Rustiadi et al. 2009):

1. Setiap sektor memiliki sumbangan langsung dan tidak langsung yang berbeda terhadap pencapaian sasaran pembangunan.

2. Setiap sektor memiliki keterkaitan dengan sektor-sektor lainnya dengan karakteristik yang berbeda-beda.

3. Aktivitas sektoral tersebar secara tidak merata dan spesifik, beberapa sektor cenderung memiliki aktivitas yang terpusat dan terkait dengan sebaran sumber daya.

Kabupaten Belitung memiliki kekayaan sumber daya alam yang besar dan beragam. Salah satu kekayaan sumber daya alam yang memiliki keunggulan komparatif maupun kompetitif adalah sumber daya perikanan. Sumber daya perikanan yang besar diharapkan menjadikan perikanan sebagai sektor alternatif yang potensial dikembangkan selain sektor pertambangan (khususnya tambang timah). Sektor perikanan memiliki keunggulan karena merupakan sumber daya alam yang dapat pulih dan pengelolaannya dapat berkelanjutan, dibandingkan dengan sektor pertambangan yang mengandalkan sumber daya alam tidak terbaharukan dan eksploitasinya menyebabkan kerusakan dan mencemari lingkungan.

Sektor perikanan yang ideal sebagai sektor yang strategis dicirikan oleh peranannya yang besar dalam perekonomian serta memiliki keterkaitan yang kuat dengan sektor-sektor lain. Peranan sektor perikanan terutama dalam penyerapan tenaga kerja yang cukup besar, sebagai penyedia kebutuhan protein hewani, serta memberikan kontribusi PDRB yang signifikan. Berdasarkan keterkaitannya, sektor-sektor yang diharapkan memiliki keterkaitan ke depan yang kuat dengan sektor perikanan, antara lain adalah; sektor restoran, industri non migas, dan


(43)

perikanan itu sendiri. Sedangkan keterkaitan ke belakang yang kuat terutama dengan sektor industri non migas dan sektor perikanan itu sendiri. Oleh karena itu, penekanan utama penelitian ini adalah mengidentifikasi kondisi, potensi, peranan, dan keterkaitan sektor perikanan dengan sektor-sektor perekonomian lain sehingga dapat dijadikan dasar perencanaan pengembangan wilayah Kabupaten Belitung.

Pengembangan wilayah selain memandang penting keterpaduan sektoral, juga sangat menekankan keterpaduan spasial, serta keterpaduan antar pelaku pembangunan di dalam dan antar wilayah. Keterpaduan spasial menghendaki pembangunan dilakukan secara merata dan hasilnya dapat dinikmati masyarakat secara menyeluruh di semua wilayah. Sedangkan keterpaduan antar pelaku pembangunan dapat dimaknai sebagai keterlibatan seluruh stakeholders dalam seluruh tahap pembangunan, mulai perencanaan, pelaksanaan, hingga evaluasi dan pengawasannya.

Pelaku pembangunan atau stakeholders perikanan yang berkepentingan dalam pembangunan sektor perikanan di Kabupaten Belitung terdiri atas; (1) instansi teknis, yang terdiri atas Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) dan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda); (2) unsur legislatif, yaitu anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD); (3) pihak swasta (pengusaha perikanan); (4) masyarakat (nelayan); dan (5) Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Penentuan responden yang diminta pendapatnya dalam penentuan prioritas pembangunan perikanan dilakukan secara sengaja (purposive sampling). Responden terpilih dianggap memiliki pemahaman yang baik terhadap permasalahan pembangunan sektor perikanan.

Pembangunan sektor perikanan memerlukan perencanaan yang bersifat terpadu. Kondisi dan potensi sumber daya alam (SDA), sumber daya manusia (SDM), sumber daya buatan (Sarana dan prasarana), serta sumber daya sosial (Biaya dan Pasar) sektor perikanan menentukan arah pembangunan yang ingin dicapai sesuai kapasitasnya. Oleh karena itu, dalam penentuan prioritas pembangunan sektor perikanan perlu diketahui bobot masing-masing faktor sumber daya yang berpengaruh. Alternatif pembangunan sektor perikanan yang menjadi pilihan berdasarkan faktor-faktor sumber daya adalah ditujukan untuk


(44)

meningkatkan produksi (kegiatan penangkapan dan budidaya) dan untuk meningkatkan nilai tambah (pengolahan hasil perikanan).

Peranan dan sumbangan sektor perikanan dalam pembangunan harus dapat dipertahankan dan terus ditingkatkan. Keterpaduan sektoral menuntut adanya keterkaitan fungsional yang sinergis antar sektor pembangunan, sehingga setiap kegiatan pembangunan sektoral dilaksanakan dalam kerangka pembangunan wilayah. Pembangunan wilayah yang berimbang merupakan pembangunan yang merata dari wilayah yang berbeda untuk meningkatkan pertumbuhan yang seoptimal mungkin dari potensi yang dimiliki oleh suatu wilayah.

Identifikasi kondisi, potensi, peranan, serta keterkaitan sektor perikanan menghasilkan gambaran sektor perikanan aktual dan potensial. Hasil analisis tersebut yang disintesiskan dengan persepsi stakeholders dan kebijakan pemerintah akan menghasilkan arahan pembangunan Kabupaten Belitung untuk masa yang akan datang. Alur kerangka berfikir yang digunakan dalam penelitian ini ditampilkan dalam bentuk diagram pada Gambar 1.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Kabupaten Belitung yang secara geografis terletak di antara 107o08’-107o58,5’ Bujur Timur dan 02o30’-03o15’ Lintang Selatan. Kabupaten Belitung terdiri atas 5 kecamatan dengan 2 kelurahan dan 40 desa. Pelaksanaan penelitian dilaksanakan pada Bulan Agustus 2010 hingga Bulan Januari 2011, diawali dengan pengumpulan data, pengolahan dan analisis data, serta diakhiri dengan penulisan hasil penelitian.

3.3 Metode Pengumpulan Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data primer dan data sekunder. Data primer dikumpulkan melalui penyebaran kuesioner dan wawancara terkait dengan pendapat responden mengenai kebijakan pembangunan sektor perikanan di Kabupaten Belitung. Data sekunder dikumpulkan dari Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Belitung, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Belitung, Badan Pusat Statistik serta data-data lain pada instansi terkait.


(45)

Gambar 1 Kerangka penelitian.

Pemilihan responden dilakukan secara sengaja terhadap para pemangku kepentingan (stakeholders) perikanan yang berjumlah 15 orang meliputi unsur pemerintah daerah (Dinas Kelautan dan Perikanan, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah), anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD),

Peranan Sektoral

-Penyedia Lapangan Kerja

-Penyedia Kebutuhan Protein

-Kontribusi PDRB

-Pembentuk Output Total Keterkaitan Antar Sektor

-Ke Depan (Sektor Hilir)

-Ke Belakang (Sektor Hulu)

Multiplier Effect

-Output

-Nilai Tambah Bruto

-Pendapatan Kegiatan Pembangunan Sektor-sektor Perekonomian Eksisting Pembangunan Sektor Perikanan Kondisi dan Potensi

Sumber Daya

- Sumber Daya Alam

- Sumber Daya Manusia

- Sumber Daya Buatan

- Sumber Daya Sosial

Analisis

Kondisi dan Potensi Perikanan Peranan Sektor Perikanan

Keterkaitan Sektoral Interpretasi Arahan Pembangunan Sektor Perikanan Kebijakan Pembangunan Berdasarkan Tujuan (Growth, Equality dan

Sustainability) Berdasarkan Kapasitas

Sumber Daya (Alam, Manusia, Buatan, dan

sosial) Berdasarkan Proses (Input, proses, output, outcome, benefit, dan

impact)

Persepsi Stakeholders

DPRD DKP Bappeda Masyarakat Swasta LSM


(46)

pengusaha perikanan, masyarakat nelayan dan lembaga swadaya masyarakat (LSM). Tujuan, jenis, sumber data dan cara pengumpulan serta analisis data disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1 Tujuan, jenis, sumber, dan cara pengumpulan serta analisis data

No. Tujuan Data yang

dikumpulkan

Sumber dan Cara Pengumpulan Data

Analisis Data

1. Mengidentifikasi

kondisi dan potensi perikanan Hasil-hasil survey dan penelitian BPS DKP Bappeda Sekunder Deskriptif

2. Mengidentifikasi

peranan sektor perikanan

Data PDRB Data tenaga kerja Data konsumsi BPS DKP Bappeda Sekunder Deskriptif

3. Mengidentifikasi

keterkaitan sektor perikanan dengan sektor-sektor lain Tabel Input-Output Kabupaten Belitung (Turunan) BPS Sekunder Input-Output

4. Menggali persepsi

stakeholders untuk

pengembangan sektor perikanan

Kuesioner Pendapat responden

(15 responden) Primer

AHP

5. Menyusun arahan

pengembangan sektor perikanan

- Analisis

sebelumnya

Deskriptif Sintesis Analisis

3.4 Bahan dan Alat

Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah berbagai data sekunder yang berbentuk laporan tercetak dan laporan digital. Analisis dilakukan dengan menggunakan software GAMS, Expert Choice 9, Microsoft Office program Excell dan software ArcGis 9.3.

3.5 Metode Analisis Data

Pengolahan data menggunakan tiga macam metode analisis, yaitu; analisis deskriptif, Input-Output (I-O) dan Analytical Hierarcy Process (AHP). Analisis deskriptif untuk mengetahui kondisi dan potensi perikanan serta peranannya dalam pembangunan; analisis Input-Output (I-O) untuk mengetahui peranan sektor perikanan dan keterkaitannya dengan sektor-sektor lain; dan Analytical


(47)

Hierarcy Process (AHP) untuk analisis penetapan prioritas pembangunan sektor perikanan.

3.5.1 Analisis Deskriptif

Analisis deskriptif dilakukan untuk mengetahui beberapa hal, yaitu; kondisi sektor perikanan, potensi pengembangannya, serta peranannya dalam perekonomian wilayah. Kondisi aktual sektor perikanan dianalisis dari data produksi hasil perikanan, sarana dan prasarana pendukung, serta data-data lain yang mencerminkan keragaan sektor perikanan di Kabupaten Belitung. Potensi pengembangan sektor perikanan dianalisis berdasarkan data kondisi perikanan dan peluang yang tersedia serta faktor-faktor lain yang mendukung. Adapun peranan sektor perikanan dalam perekonomian dianalisis dari struktur produk domestik regional bruto (PDRB) Kabupaten Belitung.

Data produksi perikanan Kabupaten Belitung dianalisis untuk mengetahui proporsi antara hasil penangkapan dan hasil usaha budidaya (tahun 2004-2009). Kegiatan penangkapan juga dapat dibedakan berdasarkan lokasi aktivitasnya, apakah dilaksanakan di laut atau di perairan umum. Kegiatan budidaya, selain dianalisis berdasarkan lokasi pelaksanaannya (budidaya laut atau air tawar), juga dianalisis berdasarkan komoditas serta cara budidayanya. Untuk mengetahui kondisi kegiatan pengolahan hasil perikanan, data yang dianalisis adalah aktivitas pengolahan yang dilakukan, jenis-jenis komoditas hasil olahan, dan tujuan pemasaran produk hasil olahannya.

Masing-masing kegiatan sektor perikanan tersebut juga dianalisis berdasarkan ketersediaan faktor-faktor pendukungnya. Faktor penunjang kegiatan penangkapan adalah keberadaan nelayan, jenis dan komposisi kapal penangkap, alat tangkap yang digunakan, fasilitas tambat labuh, dan fasilitas perbaikan kapal. Fasilitas penunjang kegiatan budidaya antara lain balai benih (hatchery) dan pabrik pakan. Adapun fasilitas pendukung untuk kegiatan pengolahan hasil perikanan antara lain ketersediaan pabrik es, cold storage, serta unit-unit pengolahan ikan.

Hasil analisis terhadap kondisi perikanan tersebut selanjutnya dihubungkan dengan daya dukung dan peluang serta faktor-faktor lain yang berpengaruh,


(48)

sehingga diperoleh potensi sektor perikanan secara umum. Kegiatan penangkapan masih berpeluang untuk dikembangkan apabila potensi sumber daya perikanan yang tersedia lebih besar dari tingkat produksi aktualnya. Untuk mencapai tingkat pengelolaan yang berkelanjutan, jumlah tangkapan yang diperbolehkan (JTB) adalah sebesar 80% dari total potensi sumber daya perikanan yang tersedia (Dahuri 2002).

Peluang pengembangan budidaya perikanan terutama dengan menganalisis lokasi potensial berdasarkan persyaratan teknis yang diperlukan. Lokasi budidaya laut sangat memerlukan persyaratan kualitas air yang sesuai dan jaminan keterlindungan dari ombak dan angin sepanjang tahun. Sedangkan budidaya air tawar yang memanfaatkan kolong memerlukan persyaratan umur kolong minimal 15 tahun dengan kedalaman lebih dari 3 meter. Potensi yang diperoleh berupa perkiraan secara kuantitatif dan kualitatif.

Analisis terhadap struktur PDRB Kabupaten Belitung dapat menunjukkan peranan masing-masing sektor perekonomian. Sektor dengan nilai PDRB yang tinggi berarti merupakan sektor yang memiliki peranan penting dalam perekonomian wilayah, demikian pula sebaliknya sektor yang nilai PDRB-nya rendah berarti kontribusinya dalam perekonomian wilayah juga rendah. Struktur PDRB yang dianalisis adalah berdasarkan harga konstan 2000 menurut lapangan usaha tahun 2000-2008.

3.5.2 Analisis Input-Output

Analisis Input-Output (I-O) secara teknis dapat menjelaskan karakteristik struktur ekonomi wilayah yang ditunjukkan dengan distribusi sumbangan sektoral serta keterkaitan sektoral perekonomian wilayah. Selain itu analisis Input-Output digunakan untuk menentukan sektor unggulan pada perekonomian Kabupaten Belitung, berdasarkan data yang diturunkan dari Tabel I-O Provinsi Kepulauan Bangka-Belitung.

Mengacu pada Tabel I-O Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Tahun 2005 dengan 45 sektor perekonomian (45X45) yang di-update ke tahun 2008, kemudian diturunkan ke level kabupaten maka diperoleh Tabel I-O Kabupaten Belitung dengan 24 sektor (24X24). Sektor-sektor perekonomian dalam Tabel I-O


(49)

Kabupaten Belitung (24 sektor) merupakan hasil agregasi dari sektor-sektor dalam Tabel I-O Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (45 sektor) yang disesuaikan dengan klasifikasi sektor (lapangan usaha) untuk penentuan PDRB. Sektor-sektor perekonomian dalam Tabel I-O Kabupaten Belitung tahun 2008 ditampilkan pada Tabel 2.

Tabel 2 Sektor-sektor perekonomian Tabel I-O Kabupaten Belitung hasil update tahun 2008 (24 sektor)

Kode

I-O Sektor

Kode

I-O Sektor

1 Tanaman Bahan Makanan 13 Restoran

2 Tanaman Perkebunan 14 Angkutan Jalan Raya

3 Peternakan dan Hasil-hasilnya 15 Angkutan Udara

4 Kayu dan Hasil Hutan Lainnya 16 Angkutan Laut, Sungai, Danau &

Penyeberangan

5 Perikanan 17 Jasa Penunjang Angkutan

6 Penambangan Non Migas 18 Komunikasi

7 Penggalian Lainnya 19 Bank & Lembaga Keuangan

8 Industri Pengolahan Non Migas 20 Usaha Bangunan dan Jasa Perusahaan

9 Listrik, Gas dan Air Bersih 21 Permintaan Umum dan Pertahanan

10 Bangunan 22 Jasa Pendidikan, Kesehatan, Sosial

Kemasyarakatan

11 Perdagangan Besar dan Eceran 23 Jasa Hiburan dan Rekreasi

12 Hotel 24 Jasa Perorangan & Rumah Tangga

Sumber : Hasil Analisis 2010

Asumsi yang digunakan dalam penurunan Tabel I-O dari tingkat provinsi ke tingkat kabupaten adalah bahwa terdapat kemiripan struktur ekonomi antara Kabupaten Belitung dengan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung sebagai induknya. Metode yang digunakan untuk mendapatkan Tabel I-O Kabupaten Belitung tahun 2008 adalah dengan metode RAS (Gambar 2).


(1)

Lanjutan Lampiran 5 Kode

Sektor 19 20 21 22 23 24 Total

1 0,0000 0,0000 0,0000 0,0146 0,1123 0,0000 0,3142 2 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,2262 3 0,0000 0,0000 0,0000 0,0039 0,0000 0,0000 0,0491 4 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0368 5 0,0000 0,0000 0,0000 0,0051 0,0000 0,0003 0,2652 6 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,2994 7 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,1683 8 0,0331 0,0743 0,0000 0,1228 0,0991 0,1314 4,1590 9 0,0289 0,0565 0,0000 0,0142 0,1110 0,0495 0,5463 10 0,0307 0,1713 0,0000 0,0128 0,0000 0,0098 0,7122 11 0,0289 0,0329 0,0000 0,0261 0,1091 0,0236 1,0699 12 0,2680 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,2938 13 0,0302 0,0264 0,0000 0,0024 0,1142 0,0453 0,5128 14 0,0271 0,0245 0,0000 0,0029 0,1020 0,0061 0,4409 15 0,0297 0,0336 0,0000 0,0027 0,1109 0,0029 0,4982 16 0,0289 0,0261 0,0000 0,0010 0,1104 0,0003 0,3969 17 0,0024 0,0083 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0384 18 0,0235 0,0253 0,0000 0,0000 0,0000 0,0030 0,3170 19 0,0019 0,0093 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0954 20 0,0000 0,0348 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,1968 21 0,0333 0,0000 0,0000 0,0015 0,0000 0,0000 0,1278 22 0,0312 0,0000 0,0000 0,0250 0,0000 0,0000 0,2452 23 0,2534 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,2546 24 0,0308 0,0492 0,0000 0,0087 0,1172 0,0351 0,3939 190 0,8820 0,5725 0,0000 0,2436 0,9862 0,3074 11,6584 209 0,1180 0,4275 1,0000 0,7564 0,0138 0,6926 12,3416 210 1,0000 1,0000 1,0000 1,0000 1,0000 1,0000


(2)

Lampiran 6 Matriks kebalikan Leontief (I-A)-1 Kode

Sektor 1 2 3 4 5 6 7 8 9

1 1,0420 0,0019 0,0305 0,0034 0,0132 0,0140 0,0035 0,0193 0,0114 2 0,0070 1,1095 0,0207 0,0160 0,0152 0,0605 0,0166 0,1276 0,0752 3 0,0009 0,0054 1,0021 0,0018 0,0011 0,0040 0,0018 0,0071 0,0042 4 0,0002 0,0009 0,0018 1,0142 0,0010 0,0075 0,0122 0,0079 0,0047 5 0,0023 0,0050 0,0073 0,0121 1,0461 0,0286 0,0122 0,0535 0,0317 6 0,0133 0,0396 0,0585 0,0556 0,0532 1,2086 0,0578 0,4477 0,2639 7 0,0007 0,0052 0,0174 0,0112 0,0022 0,0139 1,0130 0,0151 0,0096 8 0,0446 0,1327 0,1959 0,1863 0,1781 0,6946 0,1935 1,4997 0,8840 9 0,0007 0,0019 0,0029 0,0264 0,0024 0,0321 0,0049 0,0177 1,0389 10 0,0028 0,0275 0,1026 0,0637 0,0063 0,0575 0,0349 0,0293 0,0214 11 0,0156 0,0494 0,0536 0,0615 0,0547 0,1550 0,0560 0,1565 0,1286 12 0,0003 0,0009 0,0014 0,0013 0,0013 0,0285 0,0014 0,0106 0,0062 13 0,0039 0,0029 0,0037 0,0298 0,0045 0,0265 0,0288 0,0155 0,0099 14 0,0023 0,0125 0,0093 0,0279 0,0071 0,0394 0,0299 0,0287 0,0208 15 0,0009 0,0031 0,0087 0,0273 0,0035 0,0343 0,0217 0,0206 0,0137 16 0,0008 0,0036 0,0051 0,0236 0,0027 0,0244 0,0166 0,0131 0,0085 17 0,0004 0,0012 0,0017 0,0016 0,0015 0,0347 0,0017 0,0129 0,0076 18 0,0005 0,0017 0,0026 0,0027 0,0020 0,0335 0,0121 0,0152 0,0092 19 0,0011 0,0034 0,0050 0,0048 0,0046 0,1031 0,0050 0,0383 0,0226 20 0,0019 0,0061 0,0095 0,0093 0,0075 0,1280 0,0089 0,0560 0,0339 21 0,0001 0,0002 0,0003 0,0003 0,0003 0,0062 0,0005 0,0024 0,0014 22 0,0002 0,0006 0,0010 0,0010 0,0007 0,0101 0,0012 0,0044 0,0029 23 0,0003 0,0009 0,0013 0,0012 0,0012 0,0262 0,0013 0,0097 0,0057 24 0,0005 0,0020 0,0041 0,0255 0,0014 0,0244 0,0178 0,0105 0,0064 Total 1,1433 1,4182 1,5469 1,6086 1,4117 2,7956 1,5530 2,6194 2,6225


(3)

Lanjutan Lampiran 6 Kode

Sektor 10 11 12 13 14 15 16 17 18

1 0,0082 0,0053 0,0802 0,0397 0,0078 0,0132 0,0117 0,0134 0,0049 2 0,0514 0,0318 0,0941 0,0303 0,0477 0,0768 0,0634 0,0468 0,0222 3 0,0032 0,0021 0,0054 0,0335 0,0032 0,0056 0,0069 0,0060 0,0023 4 0,0111 0,0021 0,0030 0,0017 0,0030 0,0048 0,0039 0,0038 0,0019 5 0,0237 0,0150 0,0319 0,2080 0,0232 0,0402 0,0282 0,0368 0,0150 6 0,1803 0,1112 0,1359 0,0928 0,1670 0,2689 0,2215 0,1581 0,0773 7 0,1638 0,0065 0,0170 0,0041 0,0066 0,0104 0,0082 0,0245 0,0134 8 0,6039 0,3726 0,4552 0,3110 0,5595 0,9008 0,7419 0,5295 0,2590 9 0,0103 0,0084 0,0945 0,0297 0,0192 0,0151 0,0096 0,0942 0,0507 10 1,0219 0,0248 0,0882 0,0121 0,0169 0,0262 0,0188 0,1330 0,0740 11 0,1518 1,0876 0,1540 0,1333 0,1229 0,1995 0,1167 0,1809 0,0675 12 0,0043 0,0027 1,0032 0,0022 0,0040 0,0064 0,0052 0,0296 0,0019 13 0,0170 0,0122 0,0822 1,0107 0,0221 0,0505 0,0082 0,0943 0,0308 14 0,0263 0,0187 0,0751 0,0161 1,0190 0,0279 0,0181 0,0892 0,0256 15 0,0159 0,0154 0,0805 0,0070 0,0096 1,0867 0,0118 0,0969 0,0497 16 0,0100 0,0089 0,0720 0,0047 0,0102 0,0108 1,0130 0,0859 0,0291 17 0,0053 0,0034 0,0040 0,0027 0,0048 0,0080 0,0064 1,0047 0,0023 18 0,0110 0,0096 0,0550 0,0037 0,0061 0,0200 0,0078 0,0826 1,1381 19 0,0155 0,0097 0,0117 0,0080 0,0143 0,0232 0,0189 0,0136 0,0067 20 0,0380 0,0384 0,0224 0,0141 0,0225 0,0609 0,0287 0,0267 0,0186 21 0,0011 0,0008 0,0754 0,0005 0,0009 0,0017 0,0016 0,0044 0,0220 22 0,0046 0,0049 0,0746 0,0013 0,0043 0,0071 0,0037 0,0892 0,0327 23 0,0039 0,0025 0,0030 0,0020 0,0036 0,0059 0,0048 0,0046 0,0017 24 0,0093 0,0061 0,0781 0,0031 0,0208 0,0088 0,0054 0,0105 0,0261 Total 2,3919 1,8008 2,7964 1,9724 2,1193 2,8793 2,3643 2,8590 1,9734


(4)

Lanjutan Lampiran 6 Kode

Sektor 19 20 21 22 23 24 Total

1 0,0588 0,0069 0,0000 0,0189 0,1295 0,0054 1,5433 2 0,0557 0,0336 0,0000 0,0197 0,0520 0,0246 2,0984 3 0,0056 0,0031 0,0000 0,0053 0,0074 0,0029 1,1214 4 0,0030 0,0035 0,0000 0,0013 0,0032 0,0016 1,0984 5 0,0347 0,0212 0,0000 0,0144 0,0467 0,0200 1,7578 6 0,1420 0,1169 0,0000 0,0687 0,1792 0,0856 4,2036 7 0,0139 0,0328 0,0000 0,0046 0,0071 0,0047 1,4058 8 0,4757 0,3917 0,0000 0,2302 0,6004 0,2868 10,7275 9 0,0963 0,0724 0,0000 0,0184 0,1329 0,0577 1,8373 10 0,0674 0,1925 0,0000 0,0189 0,0184 0,0171 2,0761 11 0,1648 0,1086 0,0000 0,0553 0,2205 0,0640 3,5582 12 0,2719 0,0056 0,0000 0,0016 0,0043 0,0020 1,3969 13 0,0936 0,0405 0,0000 0,0059 0,1346 0,0509 1,7789 14 0,0845 0,0395 0,0000 0,0082 0,1198 0,0131 1,7589 15 0,0916 0,0477 0,0000 0,0066 0,1299 0,0079 1,7910 16 0,0817 0,0342 0,0000 0,0033 0,1183 0,0033 1,5837 17 0,0065 0,0121 0,0000 0,0020 0,0052 0,0025 1,1333 18 0,0466 0,0365 0,0000 0,0026 0,0085 0,0067 1,5144 19 1,0141 0,0197 0,0000 0,0059 0,0154 0,0073 1,3717 20 0,0233 1,0558 0,0000 0,0096 0,0289 0,0117 1,6607 21 0,0548 0,0018 1,0000 0,0019 0,0011 0,0005 1,1802 22 0,0550 0,0042 0,0000 1,0265 0,0032 0,0011 1,3347 23 0,2570 0,0050 0,0000 0,0015 1,0039 0,0019 1,3489 24 0,0887 0,0587 0,0000 0,0111 0,1283 1,0388 1,5864 Total 3,2873 2,3446 1,0000 1,5422 3,0987 1,7181 50,8674


(5)

(6)