Analisis Efisiensi Penggunaan Faktor-Faktor Produksi dan Pendapatan Usahatani Padi Varietas Ciherang (Studi Kasus: Gapoktan Tani Bersama, Desa Situ Udik, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor)

(1)

BAB I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pertanian merupakan sumber mata pencaharian masyarakat Indonesia. Sektor pertanian yang meliputi pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan merupakan kegiatan yang banyak berperan dalam peningkatan Pendapatan Domestik Bruto (PDB) nasional. Berita resmi Statistik No 31/05/Th. XIII, 10 Mei 20101 menjelaskan bahwa pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia triwulan I/2010 meningkat 1,9 persen dan sektor pertanian menyumbangkan pertumbuhan sebesar 18,1 persen. Sub sektor tanaman pangan memberikan pertumbuhan sebesar 55 persen akibat dari puncak musim panen tanaman padi pada triwulan I/2010.

Salah satu hasil pertanian yang strategis adalah padi. Produk turunan padi berupa beras merupakan bahan pangan yang paling banyak dikonsumsi oleh masyarakat indonesia dibandingkan dengan bahan pangan lain. Jumlah penduduk yang semakin meningkat menyebabkan konsumsi beras perkapita per tahun meningkat dari 135 kg/orang/tahun pada tahun 2005 menjadi 139 kg/orang/tahun pada tahun 2010 (Badan Pusat Statistik, 2011). Dengan demikian pemerintah harus menjaga ketersediaan beras di masyarakat.

Ketersediaan beras di masyarakat tergantung produksi padi nasional. Produksi padi dalam negeri yang belum mampu memenuhi kebutuhan konsumsi beras tiap tahunnya menjadi masalah utama. Tabel 1 memperlihatkan perkembangan produktivitas padi di Indonesia pada tahun 2006-2010.

Tabel 1. Luas Panen, Produksi, dan Produktivitas Padi di Indonesia

Tahun Luas Panen Produktivitas Produksi

Ha % Ku/Ha % Ton %

2007 12.147.637 3,06 47,05 1,84 57.157.435 4,96

2008 12.327.425 1,48 48,94 4,00 60.325.925 5,54

2009 12.883.576 4,51 49,49 1,13 64.398.890 6,75

2010 13.118.120 1,82 50,30 1,64 65.980.670 2,46

Rata-rata 2,72 2,15 4,93

Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor 2011(diolah)

1

Badan Pusat Statistik, Laporan Tahunan. Berita Resmi Statistik. Data Stategis Badan Pusat Statistik 2011.htpp://www.BPS.go.id/ind/pdffiles/pdf [Diakses Tanggal 9 Juli 2011]


(2)

2 Fluktuasi produksi padi nasional disebabkan berbagai hal pertama, terjadinya penurunan luas lahan pertanian. Lahan pertanian yang dimaksud identik dengan lahan persawahan untuk tanaman padi. Lidia (2008) dalam penelitiannya menyebutkan konversi lahan Indonesia sekitar 1,5 persen dari total tujuh ribu hektar sawah menjadi pabrik, perumahan serta infrastruktur akan sangat memungkinkan produksi beras berkurang. Penurunan luas lahan pertanian juga terjadi akibat hukum warisan di Indonesia sehingga luasan lahan petanian yang ada semakin sempit. Kedua, kondisi lahan pertanian yang mengalami penurunan kualitas tanah yang menyebabkan ketidakmampuan lahan pertanian untuk menghasilkan produksi optimal.

Beberapa propinsi di pulau Jawa merupakan daerah penghasil beras terbesar di Indonesia. Pada tahun 2010 hasil produksi padi propinsi Jawa Timur sebanyak 11.259.085 ton , propinsi Jawa Tengah sebanyak 9.600.415 ton, dan propinsi Jawa Barat sebanyak 11.322.681. Jawa Barat memberikan kontribusi terbesar dalam penyediaan beras untuk Indonesia di bandingkan dengan propinsi yang lainnya. Pada tahun 2010 hasil produksi padi propinsi Jawa Barat adalah sebesar 11.322.681 ton (Badan Pusat Statistik, 2011). Kabupaten-kabupaten yang merupakan sentra produksi beras yaitu Indramayu, Subang dan Karawang. Yang menyebabkan ke tiga kabupaten tersebut menjadi sentra produksi padi yaitu produktivitas yang tinggi dan jumlah luas panennya.

Tabel 2. Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Padi di Jawa Barat Tahun 2010

Kabupaten Luas Panen (Ha)

Produktivitas (Kw/Ha)

Produksi (Ton)

Bogor 85 147 58,8 500 686

Sukabumi 144 499 55,12 796 502 Cianjur 144 026 53,19 766 039 Tasikmalaya 120 254 60,26 724 703 C i a m i s 107 575 62,81 675 637 Kuningan 61 068 57 348 093 Cirebon 86 187 59,14 509 729 Sumedang 78 143 55,95 437 192 Indramayu 226 568 58,31 1 321 016 Subang 184 585 59,89 1 105 550 Purwakarta 41 662 55,51 231 285 Karawang 182 425 58,53 1 067 691 B e k a s i 105 825 58,67 620 868 Bandung Barat 43 847 55,55 243 570


(3)

3 Sektor pertanian di Kabupaten Bogor memegang peranan yang sangat penting, karena lahan pertaniannya yang luas dan merupakan mata pencaharian penduduknya. Komoditas yang banyak dibudidayakan adalah tanaman padi. Kabupaten Bogor memiliki luas sawah seluas 48.766 Ha, dengan jumlah produksi 513.292 ton yang terdiri dari padi sawah sebanyak 505.979 ton dan padi gogo sebanyak 7.313 ton dengan produktivitas 58,80 kw/Ha (Distanhut Kab. Bogor, 2010).

Tabel 3. Perkembangan Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Padi 2006-2010 di Kabupaten Bogor

Tahun Luas panen Produktivitas Produksi Ha % Ku/Ha % Ton % 2006 79.636 52,66 419.339

2007 77.357 -2,86 53,11 0,85 410.810 -2,03 2008 86.888 12,32 56,25 5,91 488.745 18,97 2009 83.784 -3,57 58,15 3,38 487.197 -0,32 2010 84.891 1,32 60,47 3,99 513.292 5,36 Rata-rata 1,80 3,53 5,49 Sumber : Dinas Pertanian dan Kehutanan Kab. Bogor (2011)

Dari Tabel 3, terlihat bahwa berdasarkan data dari Distanhut Kab.Bogor, terdapat peningkatan produktivitas padi dari tahun 2006 - 2010. Peningkatan produktivitas disebabkan beberapa hal antara lain : sistem tanam padi yang sesuai anjuran yang telah ditetapkan, yaitu melalui pendekatan Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) yang menerapkan teknologi dan inovasi dalam berusahatani. Dalam PTT teknologi dan inovasi yang dianjurkan untuk diaplikasikan antara lain pemupukan berimbang sesuai kondisi lokasi, pengairan berselang dan juga penggunaan benih bermutu yang bersertifikat. Penggunaan benih yang berlabel dan bersertifikat sangat penting karena akan berpengaruh pada jumlah produksi yang akan dihasilkan.

Benih padi mempunyai peranan yang penting dalam usahatani. Benih yang tidak bermutu dan berlabel akan menghasilkan produksi yang tidak maksimal. Beberapa varietas unggul benih padi antara lain adalah conde, mekongga, inpari, bondoyudo, dan ciherang. Padi varietas conde dan mekongga adalah padi dengan produksi rata-rata per hektar adalah 6,5 ton/Ha. Jenis varietas tersebut jarang dibudidayakan oleh petani karena hasil produksinya dibawah produksi padi varietas ciherang. Padi varietas ciherang adalah padi yang paling banyak dibudidayakan di Indonesia, lebih dari 65 % varietas padi yang ditanam adalah


(4)

4 varietas ciherang (Balai Penelitian Tanaman Pangan, 2007). Varietas ciherang adalah varietas yang sering dibudidayakan oleh petani di Bogor, karena mempunyai rasa yang enak dan potensi hasil 7 – 8,5 ton/ha (Balai Penelitian Tanaman Pangan, 2007).

Produktivitas padi yang tinggi dapat meningkatkan pendapatan petani dan meningkatkan harga jual hasil produksinya. Pendapatan dipengaruhi oleh produksi, harga output dan input serta faktor-faktor produksi. Dalam usahataninya, petani tidak hanya berkepentingan dalam peningkatan produksi saja, tetapi juga peningkatan pendapatannya. Untuk mencapai tujuan ter-sebut maka penggunaan faktor produksi hendaklah diberikan secara efisien, karena efisiensi tersebut sekaligus dapat memperkecil biaya yang dikeluarkan. Dengan demikian penelitian mengenai analisis pendapatan dan faktor-faktor yang mempengaruhi produksi padi menjadi bahan kajian yang penting untuk diteliti.

1.2 Perumusan Masalah

Padi varietas ciherang merupakan varietas unggul baru yang dilepas tahun tahun 2000 (Balai Penelitian Tanaman Pangan, 2007). Padi varietas ini disukai oleh petani karena rasanya yang sama dengan padi varietas IR 64, tetapi hasil produksinya lebih tinggi. Produktivitas yang tinggi menghasilkan pendapatan yang tinggi pula. Kesejahteraan petani dapat diukur dari pendapatan yang diterimanya. Pada umumnya masyarakat tani tersebut kurang berkembang kesejahteraannya, karena terkendala oleh kondisi sosial ekonomi yang relatif rendah. Sebagian besar petani mempunyai lahan yang relatif sempit (kepemilikan lahan < 0,5 Ha) dengan status kepemilikan tanah penggarap, modal terbatas, harga input tinggi dan harga output yang rendah. Penguasaan teknologi usahatani padi oleh petani perlu ditingkatkan, sehingga antara faktor iklim dengan teknologi budidaya tanaman dapat sinergis dalam meningkatkan produktivitas padi.

Gapoktan Tani Bersama yang berlokasi di Desa Situ Udik Kecamatan Cibungbulang Kabupaten Bogor adalah salah satu gapoktan yang mayoritas anggotanya membudidayakan padi varietas ciherang secara serempak pada setiap musim tanamnya. Akan tetapi hasil produksi padi di gapoktan ini belum maksimal, rata-rata produksi padi yang dihasilkan petani di bawah 6 Ton/Ha.


(5)

5 Sebagai contoh dari hasil pelaksanaan kegiatan budidaya padi program PTT (Pengelolaan Tanaman Terpadu ) di kecamatan Cibubulang produksi padi varietas ciherang mampu berproduksi hingga mencapai 7,5 ton/ha. Hal ini berbeda dengan kondisi di Gapoktan Tani Bersama. Hal ini disebabkan beberapa kendala yang dihadapi petani dalam berusahatani. Kendala tersebut antara lain petani belum sepenuhnya menerapkan sistem usahatani padi sesuai anjuran yang menerapkan adopsi teknologi PTT (Pengelolaan Tanaman Terpadu). Bila di usahakan dengan maksimal, maka produksi yang tinggi dapat dicapai. Petani di luar anggota Gapoktan banyak yang belum menggunakan varietas ciherang karena belum mengetahui analisis pendapatannya. Pola tanam pertanian lahan basah/sawah yang dilakukan oleh petani anggota Gapoktan Tani Bersama adalah sebagai berikut.

Gambar 1. Pola Tanam Usahatani Padi Sawah di Gapoktan Tani Bersama Gambar 1. Adalah pola tanam Tanaman sejenis (Mono Culture). Pola tanam ini diusahakan oleh petani pada lahan basah yang berkecukupan air sepanjang musim. Padi ditanam dua kali dalam setahun dengan pergiliran varietas. Dasar pertimbangan pergiliran varietas yang dilakukan oleh petani untuk menentukan varietas yang akan ditanam adalah varietas padi berumur relatif pendek serta lebih tahan terhadap gangguan hama penyakit.

Kesenjangan (gap) hasil produksi yang dicapai oleh petani pembudidaya padi varietas ciherang dengan potensi hasil yang harusnya didapat dari berusaha tani berimplikasi terhadap pendapatan yang diperoleh petani. Harga padi basah yang diterima petani berkisar antara Rp 2.400,00 – Rp 2.700,00 per kilogramnya. Rendahnya hasil produksi, turunnya harga jual saat panen raya, serta harga output yang mahal merupakan beberapa kendala yang dihadapi oleh petani. Penerimaan tinggi yang diharapkan oleh petani, berakibat harga yang diterima petani juga harus tinggi. Harga yang dikalikan dengan hasil produksi menghasilkan penerimaan, dimana produksi yang tinggi akan meningkatkan penerimaan. Pendapatan petani merupakan hasil dari penerimaan setelah dikurangi biaya yang

Apr, Mei, Jun Jul Ags, Sep, Okt Nov Des, Jan, Feb Mar Palawija Padi Padi


(6)

6 digunakan selama proses usahatani berlangsung. Dengan demikian petani perlu menghitung kembali usahatani padi yang sedang dijalankan.

Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang dijelaskan diatas dapat dirumuskan beberapa permasalahan antara lain : (1) faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi produksi padi varietas ciherang di Gapoktan Tani Bersama Desa Situ Udik? (2) apakah usahatani padi yang dilakukan oleh petani yang tergabung dalam Gapoktan Tani Bersama menguntungkan? (3) apakah tingkat produksi padi varietas ciherang yang dilakukan oleh Gapoktan Tani Bersama Desa Situ Udik sudah efisien ?

1.3 Tujuan

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini yaitu :

1. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi padi varietas ciherang di Gapoktan Tani Bersama Desa Situ Udik Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor

2. Menganalisis pendapatan usahatani padi varietas ciherang di Gapoktan Tani Bersama Desa Situ Udik Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor

3. Menganalisis tingkat efisiensi produksi padi varietas ciherang di Gapoktan Tani Bersama Desa Situ Udik Kecamatan Cibungbulang

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian diharapkan dapat berguna bagi :

1. Petani, untuk memberikan informasi dan evaluasi bagi petani untuk meningkatkan pendapatan dari berusahataninya.

2. Pemerintah daerah dan dinas terkait, sebagai bahan dalam penentuan strategi kebijakan

3. Bagi kalangan akademisi, sebagai bahan literatur untuk penelitian selanjutnya.


(7)

7

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kondisi Usahatani Padi di Indonesia

Padi merupakan komoditi pangan utama masyarakat Indonesia. Pangan pokok adalah pangan yang muncul dalam menu sehari-hari, mengambil porsi terbesar dalam hidangan dan merupakan sumber energi terbesar. Sedangkan pangan utama adalah pangan pokok yang dikonsumsi oleh sebagian besar penduduk serta dalam situasi normal tidak dapat diganti oleh jenis komoditas lain (Hessie, 2009). Usahatani padi merupakan tanaman pangan utama negara Indonesia yang mempunyai berbagai kendala antara lain : usahatani masih bersifat subsisten, mutu produksi yang rendah, modal kecil dan akses terhadap perbankan sulit, posisi tawar yang masih rendah, penggunaan teknologi yang masih sederhana serta akses terhadap sarana produksi yang sulit. Selain itu berbagai kebijakan pemerintah mengenai perberasan nasional kurang menguntungkan bagi petani yang menyebabkan jumlah petani semakin kecil karena usahatani padi dianggap kurang menjanjikan (Lidia, 2008).

Lahan yang digunakan dalam usahatani juga menjadi permasalahan. Tanaman padi dapat dibudidayakan dilahan kering atau lahan basah (sawah). Namun di Indonesia budidaya padi lebih dominan dilakukan di lahan sawah. Data Departemen Pertanian (2007) menunjukkan bahwa di Indonesia penggunaan ladang sebagai tempat budidaya padi sekitar 9 persen dari total luas penanaman padi di seluruh Indonesia.

Dari segi penggunaan benih, petani biasanya menggunakan benih dari hasil pertanaman sebelumnya, sehingga kualitas benih yang digunakan relatif tidak bagus. Hal ini dilakukan untuk menghemat biaya. Akibat dari penggunaan benih dari hasil pertanaman sebelumnya ini menyebabkan hasil produksi tidak sesuai dengan yang diharapkan. Penggunaan benih unggul dan bersertifikat dapat meningkatkan produktivitas lahan sehingga hasil panen akan memberikan pendapatan yang lebih tinggi. Keunggulan penggunaan benih unggul dan bersertifikat antara lain : keturunan benih diketahui, mutu benih terjamin dan kemurnian genetiknya dapat diketahui, pertumbuhan benih seragam, menghasilkan benih sehat dengan akar yang banyak ketika ditanam pindah dapat


(8)

8 tumbuh lebih cepat dan tegar, panen serempak, serta produktivitas tinggi. Namun akses petani untuk mendapatkan benih unggul dan bersertifikat yang dapat menunjang produktivitas dapat dikatakan sulit. Selain itu harga sarana produksi pertanian relatif mahal. Kelangkaan pupuk serta harga pupuk yang tinggi sering terjadi saat musim tanam tiba yang menyebabkan petani tidak dapat menerapkan dosis pemupukan sesuai anjuran yang diberikan. Hal ini yang pada akhirnya mempengaruhi produksi usahatani padi dan produktivitas padi.

Sejak tahun 1990-an, Indonesia mengalami kekurangan pasokan beras yang menyebabkan Indonesia harus mengimport beras. Kekurangan pasokan beras ini terjadi karena kebutuhan beras yang meningkat yang tidak disertai oleh peningkatan produksi. Kebutuhan beras yang meningkat diakibatkan wilayah konsumsi beras yang semakin luas dan jumlah penduduk yang bertambah setiap tahun. Sedangkan produksi padi yang fluktuatif disebabkan berbagai masalah antara lain konversi lahan, penurunan kualitas lahan dan lain-lain.

Dalam upaya peningkatan produksi beras, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian melakukan uji coba Program Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) pada tahun 2002-2003 di 28 kabupaten2. Hasil penelitian memberikan hasil yang tidak mengecewakan dengan peningkatan pendapatan petani rata-rata sekitar 15 persen dan hasil panen rata-rata 19 persen bila dibandingkan dengan cara tradisional. Selain masalah produksi dan produktivitas, usahatani padi juga mengalami masalah dari sisi petani. Pada umumnya usahatani padi di Indonesia masih bersifat subsisten artinya produksi yang dihasilkan dikonsumsi terlebih dahulu baru kemudian sisanya akan dijual.

Petani yang subsisten disebabkan oleh kepemilikan lahan yang sempit yaitu kurang dari 0,5 Ha. Selain itu usahatani yang dilakukan dianggap sebagai kegiatan yang dilakukan secara turun temurun sehingga usahatani dilakukan atas dasar faktor kebiasaan. Kedua hal tersebut membuat petani tidak memperhatikan dengan teliti mengenai jumlah penggunaan faktor-faktor produksi dalam usahatani agar usahatani yang dilakukan menguntungkan.

2

Departemen Pertaniana Dirjen Tanaman Pangan Badan Penelitian dan Pengembangan http://pse.litbang.deptan.go.id/ind/pdffiles/FAE23-2d.pdf [Diakses Tanggal 3 Maret 2011]


(9)

9 Alih fungsi lahan juga menjadi masalah dalam upaya memenuhi kebutuhan beras. Petani yang lahannya sempit merasa bahwa lahannya sudah tidak dapat mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari sehingga petani menganggap bahwa nilai ekonomis dari lahan mereka akan lebih tinggi dijual menjadi areal perumahan, industri atau perkantoran (Lastary, 2006).

2.2 Karakteristik Tanaman Padi

Padi merupakan bahan makanan yang menghasilkan beras yang menjadi makanan pokok sebagian besar penduduk Indonesia. Padi yang mempunyai nama latin Oryza sativa, dapat hidup baik didaerah yang berhawa panas dan banyak mengandung uap air. Curah hujan yang baik rata-rata 200 mm per bulan atau lebih, curah hujan yang dikehendaki per tahun sekitar 1500 -2000 mm sedangkan suhu yang baik untuk pertumbuhan tanaman padi 23 °C (Distanhut Bantul, 2007).

Teknik bercocok tanam yang baik sangat diperlukan untuk mendapatkan hasil yang sesuai dengan harapan. Hal ini harus sejak dilakukan persemaian sampai tanaman itu bisa dipanen. Dalam proses pertumbuhan tanaman hingga berbuah dan harus dipelihara yang baik, terutama harus diusahakan agar tanaman terhindar dari serangan hama dan penyakit yang sering kali menurunkan produksi. Teknik bercocok tanam padi dimulai dari membuat persemaian, pengolahan tanah, penanaman, pengairan dan penanganan pasca panen (Distanhut Kab. Bantul 2007). Penggunaan benih yang dianjurkan adalah benih unggul dan bersertifikat, jumlah kebutuhan benih 25-30 kg/ha. Benih yang akan disemai direndam selama 24 jam, kemudian diperam selama 48 jam.

Pengolahan tanah bertujuan mengubah keadaan tanah pertanian dengan alat tertentu hingga memperoleh susunan tanah (struktur tanah) yang dikehendaki oleh tanaman. Pengolahan tanah sawah terdiri dari beberapa antara lain : pencangkulan, pembajakan, dan penggaruan. Penanaman dilakukan dengan menggunakan jarak tanam. Jarak tanam yang digunakan bervariasi antara lain 20 cm x 20 cm, atau 25 cm x 25 cm, tergantung dari varietas yang ditanam. Benih yang ditanam berumur antara 17-25 hari, tergantung jenis padinya berumur genjah atau berumur dalam (Budi, 2007).


(10)

10 Pemupukan dilakukan dengan tujuan untuk mencukupi kebutuhan makanan yang berperan sangat penting bagi tanaman baik dalam proses pertumbuhan / produksi. Pupuk yang sering digunakan oleh petani berupa pupuk alam (organik) dan pupuk buatan (an organik). Dosis pupuk yang digunakan : pupuk Urea 250 -300 kg / ha, pupuk SP36 75 -100 kg / ha, pupuk KCI 50 -100 kg / ha atau disesuaikan dengan analisa tanah (Distanhut Kab.Bantul, 2007).

Beberapa varietas unggul padi yang dapat dibudidayakan di Indonesia antara lain : angke, ciherang, batanghari, batutugi, batang gadis, cigeulis, cisadane, cisokan, code, dodokan, fatmawati, gilirang, IR 64, rojolele, rokan, poso, kalimas dll (Balai Penelitian Pengembangan Pertanian, 2008). Dari sekian banyak jenis varietas unggul padi, tidak semuanya dapat dibudidayakan di tempat atau lokasi yang sama, tiap-tiap varietas mempunyai ciri dan kecocokan penanaman di daerah tertentu. Saat ini varietas yang banyak dibudidayakan adalah varietas ciherang. Varietas unggul ini mempunyai deskripsi tanaman sebagai berikut :

Tahun lepas : 2000

Potensi hasil : 8 ton/ha Umur tanaman : 115-125 hari Bentuk gabah : Panjang ramping Warna gabah : kuning bersih Tekstur nasi : pulen dan rasa enak

Tahan terhadap hama : wereng coklat biotipe 2 dan 3 Tahan terhadap penyakit : bakteri hawar daun strain III dan IV

Anjuran tanam : pada musim hujan dan kemarau dengan ketinggian di bawah 500 m dpl.

Hampir di seluruh pulau Jawa varietas Ciherang ini dibudidayakan. Tetapi hasil di tiap-tiap lokasi bervariasi. Hal ini dikarenakan sistem bercocok tanam yang dipakai atau diterapkannya berbeda-beda. Kabupaten Bogor merupakan salah satu kabupaten yang petaninya membudidayakan varietas ciherang, akan tetapi hasil yang diperoleh perhektarnya belum maksimal.


(11)

11 2.3 Tinjauan Penelitian-penelitian Terdahulu

Peningkatan produksi yang belum maksimal tersebut disebabkan oleh produktivitas lahan yang masih rendah, berkurangnya luas panen, gagalnya panen karena pengaruh perubahan iklim dan belum dikuasainya teknologi produksi maju oleh petani. Dalam rangka peningkatan produksi beras, lahan sawah sebagai sumber utama produksi beras menempati kedudukan yang penting baik dalam hal peningkatan luas panen maupun dalam hal peningkatan produktivitas. Tersedianya lahan berkualitas baik dengan irigasi yang terjamin airnya akan menunjang peningkatan produksi (Machmud, 1990).

Program intensifikasi produksi bertujuan untuk meningkatkan produktivitas dengan memanfaatkan potensi lahan, daya dan dana secara optimal, serta kelestarian sumber daya alam. Dalam program intensifikasi produksi ini diterapkan teknologi Panca Usaha Tani yang meliputi : (1) Penyediaan air dalam jumlah yang cukup dan waktu yang tepat; (2) Penggunaan benih unggul dengan potensi hasil yang tinggi, mempunyai ketahanan hidup yang tinggi dan masa tumbuh yang relatif pendek; (3) Penyediaan pupuk yang cukup; (4) Pengendalian hama terpadu; (5) Cara bercocok tanam yang baik (Badan Litbang, 2004)

Pratiwi dalam Yenny 2006, memperoleh hasil bahwa prioritas pertama peningkatan produksi padi adalah dengan membangun sarana irigasi berkoordinasi dengan Pemda terkait. Hal ini karena masih tingginya potensi peningkatan produksi di masa mendatang tetapi ketersediaan sarana irigasi sangat terbatas. Prioritas kedua adalah mengadopsi teknologi sesuai dengan kondisi wilayah dan sumber daya lokal dan terakhir adalah memperketat aturan alih fungsi lahan dan pemberian insentif bagi pemilik lahan sehingga tingkat konversi lahan pertanian dapat dikurangi.

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Rohela (2008), pelaksanaan program P2BN berdampak positif pada peningkatan pendapatan petani, dan memberikan dampak yang signifikan dibandingkan sebelum adanya program. Hasil produksi padi rata-rata sebelum program P2BN 4.683 Kg perhektar menjadi 5.757 Kg perhektar setelah melaksanakan program. Kuantitas dan kualitas padi meningkat karena penggunaan benih bersertifikat, pemeliharaan tanaman yang berkelanjutan, serta pengaturan jarak tanam.


(12)

12 Damayanti (2007) dalam Analisis Pendapatan dan Efisiensi Produksi Usahatani Padi Sawah (Kasus di Desa Purwodadi, Kecamatan Trimujo, Kabupaten Lampung Tengah), menjelaskan bahwa pendapatan hasil usahatani padi sawah di desa tersebut menguntungkan dilihat dari R/C rasio atas biaya tunai adalah 2,89 yang artinya setiap pengeluaran biaya tunai satu satuan biaya total menghasilkan penerimaan 2,89 satuan penerimaan. Sedangkan R/C rasio atas biaya total adalah 1,74 artinya setiap pengeluaran satu satuan biaya total menghasilkan penerimaan 1,74 satuan penerimaan. Berdasarkan nilai tersebut, usahatani padi sawah dapat dikatakan menguntungkan. Faktor produksi yang berpengaruh dengan menggunakan analisis regresi linear berganda fungsi produksi Cobb Douglas adalah luas lahan, benih, pupuk, urea dan tenaga kerja. Dari analisis efisiensi ekonomi, usahatani tersebut tidak efisien karena nilai rasio NPM/BKM tidak sama dengan satu. Faktor produksi yang perlu ditambah penggunaannya adalah luas lahan, pupuk urea, pupuk SP36, ZA, Pestisida dan tenaga kerja. Faktor benih dan KCl perlu dikurangi penggunaannya.

Menurut Hessie, (2009) dalam penelitianya ada tiga peubah yang signifikan berpengaruh pada produktivitas padi yaitu harga padi (0,127), penggunaan varietas unggul (0,463) dan harga pupuk urea (-0,738). Kurniasih (2006) dalam penelitiannya menyatakan bahwa agar pendapatan usahatani mencapai maksimum sebaiknya petani yang mempunyai lahan 0,55 hektar tidak menyewa tenaga kerja karena kebutuhan tenaga kerjanya dapat dipenuhi dari tenaga kerja anggota keluarga.

Disti (2006) menganalisis pendapatan dan efisiensi produksi usahatani di dua desa yaitu Cijengkol dan Mulyasari Kabupaten Lampung. Hasil R/C tunai di Desa Mulyasari lebih besar dibandingkan Desa Cijengkol karena harga gabah yang lebih mahal. Sedangkan dari rasio R/C total Desa Cijengkol lebih besar karena sewa lahan yang lebih murah. Produktivitas Desa Cijengkol lebih besar karena di desa tersebut sebagian besar petaninya menerapkan teknologi PTT. Hasil analisis regresi linear berganda fungsi produksi Cobb Douglas petani PTT di Desa Mulyasari menunjukkan bahwa faktor pupuk urea, SP36, NPK Phonska, Organik Padat, pupuk cair, tenaga kerja dan benih berpengaruh nyata pada produksi padi. Sedangkan obat padat dan cair tidak berpengaruh nyata terhadap


(13)

13 produksi. Untuk Desa Cijengkol, faktor yang berpengaruh nyata adalah luas lahan, obat cair, urea, pupuk cair, organik padat dan tenaga kerja. Yang tidak berpengaruh yaitu benih, SP36, dan KCl. Penggunaan faktor produksi di kedua desa tersebut desa tersebut belum efisien karena nilai rasio NPM dan BKM tidak sama dengan satu. Hasil analisis menunjukkan bahwa produksi yang dapat ditingkatkan di Desa Mulyasari adalah benih, urea, pupuk cair, pupuk organik padat dan tenaga kerja. Sedangkan di Desa Cijengkol yang perlu ditingkatkan adalah luas lahan, urea, pupuk cair, pupuk organik padat dan obat cair.

Lidia (2008) dalam penelitiannya yang berjudul Analisis Efisiensi Usahatani Padi Benih Bersubsidi di Kecamatan Telagasari Kabupaten Karawang Jawa Barat: Pendekatan Stochastic Production Frontier. Faktor-faktor yang diduga berpengaruh terhadap produksi padi adalah luas lahan, benih, Urea, NPK, KCl, pupuk organik, Furadan, pestisida, dan tenaga kerja. Faktor-faktor tersebut dapat dipakai dalam penelitian yang akan dilaksanakan penulis. Faktor-faktor yang berpengaruh dalam musim tanam dengan menggunakan benih sendiri adalah lahan, benih/lahan, pupuk KCl/lahan, Pupuk NPK/lahan, Tenaga Kerja Luar Keluarga/lahan dan Tenaga kerja dalam keluarga/lahan. Sedangkan untuk musim tanam dengan menggunakan benih bersubsidi faktor yang berpengaruh yaitu lahan, pupuk KCl/lahan, Tenaga Kerja Luar Keluarga/lahan. Hasil penelitian juga menunjukkan terjadi penurunan efisiensi teknis setelah menggunakan benih bersubsidi, hal ini karena pengaruh inefisiensi teknis penggunaan umur benih muda. Dari nilai NPM/BKM juga menunjukkan penggunaan input yang belum optimal. Berdasarkan pendapatan tunai maupun total terjadi penurunan tetapi nilai R/C rasio atas biaya total sebesar 1,26 dan 1,05 menunjukkan bahwa usahatani yang dijalankan di daerah tersebut masih menguntungkan. Dilihat dari struktur biaya, bantuan benih bersubsidi kurang berperan dalam membantu petani karena biaya benih hanya menyumbang sebesar 1,21 persen.

Metode analisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi yang digunakan peneliti memiliki kesamaan dengan penelitian Lidia (2009), yang menggunakan model fungsi produksi Cobb-Douglass dan analisis efisiensi. Analisis pendapatan yang dilakukan penulis di lokasi penelitian juga memiliki kesaan dengan penelitian yang dilakukan oleh Disti (2006) di Kabupaten


(14)

14 Lampung. Dalam penelitian ini penulis menganalisis pendapatan dengan pendekatan R/C rasio, untuk melihat sejauh mana kegiatan usahatani yang dilakukan di lokasi penelitian, apakah usahatani yang telah dilakukan oleh petani menguntungkan atau merugikan. Penelitian-penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti sebelumnya dijadikan sebagai referensi terhadap perbandingan hasil penelitian ini.


(15)

15

III. KERANGKA PEMIKIRAN

3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis

Kerangka pemikiran teoritis merupakan acuan alur pikir dalam melakukan penelitian berdasarkan tujuan penelitian. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis pendapatan dan faktor-faktor yang mempengaruhi produksi padi varietas ciherang. Teori yang digunakan dalam penelitian ini mencakup teori produksi, teori biaya, dan teori pendapatan.

3.1.1 Konsep Usahatani

Ilmu usahatani adalah ilmu yang mempelajari bagaimana seseorang mengusahakan dan mengkoordinasikan faktor-faktor produksi berupa lahan dan alam sekitarnya sebagai modal sehingga memberikan manfaat yang sebaik-baiknya. Usahatani merupakan ilmu yang mempelajari cara-cara petani menentukan, mengorganisasikan, dan mengkoordinasikan penggunaan faktor-faktor produksi seefektif dan seefisien mungkin sehingga memberikan pendapatan semaksimal mungkin (Suratiyah, 2009).

Pada umumnya ciri usahatani di Indonesia adalah kepemilikan lahan sempit, pendapatan rendah, modal yang dimiliki rendah, pengetahuan rendah sehingga berpengaruh terhadap pendapatan petani (Soekartawi, 1986). Menurut Rahim (2007) menyatakan bahwa usahatani (wholefarm) merupakan ilmu yang mempelajari tentang cara petani mengelola input atau faktor-faktor produksi (tanah, tenaga kerja, modal, teknologi, pupuk, benih, dan peptisida) dengan efektif, efisien, dan berkelanjutan untuk menghasilkan produksi yang tinggi sehingga, pendapatan usahataninya meningkat. Dikatakan efektif bila petani dapat mengalokasikan sumberdaya yang mereka miliki (yang dikuasai) sebaik-baiknya, dan dikatakan efisien apabila pemanfaatan sumberdaya tersebut menghasilkan pengeluaran (output).

Suratiyah (2009) mengungkapkan bahwa terdapat beberapa faktor bekerja dalam usahatani baik secara langsung maupun tidak langsung, yaitu:

1) Alam


(16)

16 dapat dibedakan menjadi dua, yaitu faktor tanah dan lingkungan alam sekitarnya. Faktor tanah misalnya jenis tanah dan kesuburan. Faktor alam sekitar yaitu iklim yang berkaitan dengan ketersediaan air, suhu dan lain sebagainya.

2) Tenaga Kerja

Tenaga kerja adalah salah satu unsur penentu, terutama bagi usahatani yang sangat tergantung musim. Kelangkaan tenaga kerja berakibat mundurnya penanaman sehingga berpengaruh pada pertumbuhan tanaman, produktivitas dan kualitas produk. Tenaga kerja terdiri dari tenaga kerja dalam keluarga dan tenaga kerja luar keluarga. Beberapa hal yang membedakan antara tenaga kerja keluarga dan tenaga luar, antara lain: komposisi menurut umur, jenis kelamin, kualitas dan kegiatan kerja (prestasi kerja). Kegiatan kerja tenaga luar sangat dipengaruhi sistem upah, lamanya waktu kerja, kehidupan sehari-hari, kecakapan dan umur tenaga kerja. Kebutuhan tenaga kerja dapat diketahui dengan cara menghitung setiap kegiatan masing-masing komoditas yang diusahakan, kemudian dijumlahkan untuk seluruh usahatani.

Satuan yang sering dipakai dalam perhitungan kebutuhan tenaga kerja adalah HOK (hari orang kerja) dan JKO (jam orang kerja). Pemakaian HOK ada kelemahan karena HOK masing-masing daerah berlainan (satu HOK di daerah belum tentu sama dengan satu HOK di daerah A) bila dihitung jam kerjanya. Banyaknya tenaga kerja yang diperlukan untuk mengusahakan satu jenis komoditas persatuan luas dinamakan Intensitas Tenaga Kerja. Intensitas Tenaga Kerja tergantung pada tingkat teknologi yang digunakan, tujuan dan sifat usahatannya, topografi, tanah serta jenis komoditas yang diusahakan.

3) Modal

Modal adalah syarat mutlak berlangsungnya sebuah usaha, demikian pula dengan usatani. Penggolongan modal dalam usahatani keluarga cenderung memisahkan faktor tanah dari alat produksi yang lain. Hal ini dikarenakan belum ada pemisahan yang jelas antara modal usaha dan modal pribadi. Dalam arti ekonomi perusahaan, modal adalah barang ekonomi yang dapat dipergunakan untuk memproduksi kembali atau modal adalah barang ekonomi yang dapat dipergunakan untuk mempertahankan atau meningkatkan pendapatan.


(17)

17 4) Pengelolaan dan Manajemen

Pengelolaan usahatani adalah kemampuan petani menentukan, mengorganisir dan mengkoordinasikan faktor-faktor produksi yang dikuasainya sebaik-baiknya dan mampu memberikan produksi pertanian sebagaimana yang diharapkan.

3.1.2 Teori Produksi

Secara umum produksi merupakan upaya untuk menghasilkan sejumlah produk maksimum dari sejumlah sumberdaya yang tersedia. Sukirno (2002) menyatakan bahwa produksi merupakan serangkaian proses dalam penggunaan input yang ada untuk menghasilkan barang atau jasa (output). Produksi terkait erat dengan jumlah penggunaan berbagai kombinasi input dengan jumlah dan kualitas output yang dihasilkan. Hubungan diantara faktor-faktor produksi dan tingkat produksi yang diciptakan dinamakan fungsi produksi. Faktor-faktor produksi dapat dibedakan ke dalam empat golongan, yaitu tenaga kerja, tanah, modal dan keahlian berusaha. Soekartawi (1990) menyatakan bahwa fungsi produksi adalah hubungan fisik antara variabel yang dijelaskan (Y) dan variabel yang menjelaskan (X). Hubungan kuantitatif antara masukan dan produksi dikenal dengan istilah fungsi produksi, sedangkan analisis dan pendugaan hubungan itu disebut analisis fungsi produksi. Secara sistematis fungsi produksi dapat ditulis sebagai berikut:

Y = f (X1, X2, X3,……….Xn) ... (3.1) Keterangan:

Y = Output (hasil produksi)

F = Bentuk hubungan yang mentranspormasikan faktor - faktor produksi dengan hasil produksi

X1, X2, X3...Xn = Input-input yang digunakan dalam proses produksi

Hubungan masukan dan produksi pertanian mengikuti kaidah kenaikan hasil yang berkurang (law of diminishing return). Tiap tambahan unit masukan akan mengakibatkan proporsi unit tambahan produksi yang semakin kecil disbanding unit tambahan masukan tersebut (Soekartawi, 1986). Sedangkan Sukirno (2002) menyatakan bahwa apabila faktor produksi yang dapat diubah


(18)

18 jumlahnya (tenaga kerja) dan terus ditambah sebanyak satu unit, pada mulanya produksi total akan semakin banyak pertambahannya, tetapi apabila sudah mencapai satu tingkat tertentu produksi tambahan akan semakin berkurang dan akhirnya akan mencapai nilai yang negatif. Sifat pertambahan produksi yang seperti ini menyebabkan pertambahan produksi total semakin lambat dan pada akhirnya mencapai tingkat maksimum dan kemudian menurun.

Soekartawi (1990) mengukur tingkat produktivitas dari suatu produksi yang dilaksanakan memiliki dua tolak ukur yaitu produk marginal (PM) dan produk rata-rata (PR). PM adalah tambahan satu-satuan input di dalam produksi (X) yang dapat menyebabkan pertambahan atau pengurangan satu-satuan Output dihasilkan (Y). Apabila PM konstan maka dapat diartikan bahwa setiap tambahan unit input (X) dapat menyebabkan tambahan setiap unit output satu satuan (Y) secara proporsional. Apabila terjadi penambahan suatu penambahan satu-satuan unit input produksi (X), akan tetapi menyebabkan satu-satuan unit output produksi yang menurun (Y), maka peristiwa tersebut disebut law of diminishing return yang menyebabkan PM menurun. Elastisitas produksi (Ep) adalah persentase perubahan dari output sebagai dari persentase perubahan input (Rahim, 2008). Elastisitas produksi dapat dirumuskan sebagai berikut:

... (3.2)

... (3.3)

... (3.4)

... (3.5) ... (3.6) Dimana:

Ep = Elastisitas produksi

∆Y = Perubahan hasil produksi komoditas pertanian

∆X = Perubahan penggunaan faktor produksi Y = Hasil Produksi


(19)

19 Hubungan antar faktor produksi (X) dengan jumlah produksi (Y) dapat dilihat pada Gambar 2.

Keterangan:

TP = Total product / Produksi Total MP = Marginal Product / Produk Marginal AP = Avarage Product / Produksi Rata-rata Y = Produksi

X = Faktor produksi

Berdasarkan elastisitas produksi, fungsi produksi dibagi atas tiga daerah yaitu:

a. Daerah produksi I dengan Ep lebih dari satu (Ep > 1), merupakan produksi yang tidak rasional karena pada daerah ini penambahan input sebesar satu persen akan menyebabkan penambahan produksi yang selalu lebih besar dari satu persen. Pada daerah ini belum tercapai pendapatan yang maksimum, karena pendapatan masih dapat diperbesar apabila pemakaian input variabel dinaikkan.

Gambar 2. Kurva Produksi Total, Marginal dan Rata-rata, (Sumber: Lipsey et al, 1995)


(20)

20 b. Daerah produksi II dengan Ep antara I dan 0 (0 < EP < 1), artinya penambahan input sebesar satu persen akan menyebabkan penambahan produksi paling tinggi sama dengan satu persen dan paling rendah nol persen. Pada tingkat penggunaan faktor produksi tertentu akan mencapai keuntungan maksimum. Daerah produksi ini disebut daerah rasional.

c. Daerah III dengan Ep kurang dari nol (Ep < 0), artinya setiap penambahan pemakaian input akan menyebabkan penurunan jumlah produksi total. Daerah produksi ini disebut daerah produksi yang tidak rasional (irrasional).

Soekartawi (2002) menyatakan hubungan antara PM dan PT, PM dan PR dengan besar kecilnya nilai Ep adalah sebagai berikut :

a) Elastisitas produksi (Ep) = 1, dimana PR akan mencapai kondisi maksimum apabila AP = MP, dan sebaiknya apabila MP = 0 dalam situasi PR keadaan menurun, maka Ep=0

b) Elastisitas produksi (Ep) > 1, dimana PT dalam keadaan menaik pada tahap increasing rate dan PR akan meningkat pada daerah I. Pada kondisi ini petani masih mampu memperoleh sejumlah produksi yang cukup menguntungkan manakala menambah sejumlah input.

c) 0<Ep<1, dimana dalam kondisi tersebut, maka setiap penambahan sejumlah input yang digunakan tidak diimbangi secara proporsional oleh tambahan output yang dihasilkan. Hal tersebut terjadi pada daerah II (rasional), dimana PT akan menaik pada tahap decreasing rate.

d) Ep<0, dimana terletak pada daerah III, dalam kondisi tersebut, PT dalam keadaan menurun, nilai PM menjadi negatif, dan PR akan menurun. Apabila terus meningkatkan input produksi, maka akan tetap merugikan bagi petani yang berproduksi.

3.1.3 Model Fungsi Produksi

Pemilihan fungsi produksi sebenarnya merupakan pendugaan subyektif. ada beberapa pedoman yang perlu diperhatikan dalam memperoleh fungsi produksi yang baik dan benar. Soekartawi (1986) menyatakan bahwa pedoman tersebut adalah :


(21)

21 2) Bentuk aljabar fungsi produksi tersebut mempunyai dasar yang logis

secara fisik maupun ekonomi 3) Mudah dianalisis

4) Mempunyai implikasi ekonomi

Fungsi produksi Cobb Douglass merupakan suatu fungsi atau persamaan yang melibatkan dua variabel atau lebih. Variabel yang dijelaskan disebut variabel dependen (Y) dan variabel yang menjelaskan disebut independen (X) variabel yang dijelaskan biasanya berupa output dan variabel yang menjelaskan biasanya berupa input (dalam Soekartawi 2002). Menurut soekartawi (1990) menyatakan ada tiga alasan pokok memilih menggunakan analisis fungsi produksi Cobb Douglass antara lain:

1. Penyelesaian fungsi produksi Cobb Douglass relatif lebih mudah dibandingkan dengan fungsi lain. Fungsi Cobb Douglass dapat dengan mudah diubah ke dalam bentuk linier

2. Hasil pendugaan garis melalui fungsi Cobb Douglass akan menghasilkan koefisien regresi yang sekaligus menunjukkan elastisitas

3. Besaran elastisitas tersebut juga sekaligus menunjukkan return to scale. Hal ini perlu diketahui untuk menentukan keadaan dari suatu produksi, apakah mengikuti kaidah decreasing, constant, atau increasing return to scale.

a) Decreasing return to scale, bila jumlah besaran yang diduga (b1+b2) < 1. Dalam keadaan demikian, dapat diartikan bahwa proporsi penambahan input produksi melebihi proporsi penambahan produksi.

b) Constant return to scale, bila bila jumlah besaran yang diduga (b1+b2) = 1. Dalam keadaan demikian, penambahan input produksi akan proporsional dengan penambahan produksi yang diperoleh. c) Increasing return to scale, bila bila jumlah besaran yang diduga

(b1+b2) > 1. Artinya bahwa proporsi penambahan input produksi akan menghasilkan tambahan produksi yang proporsinya lebih besar.


(22)

22 Kesulitan yang sering dijumpai dalam penggunaan fungsi produksi Cobb Douglass adalah sebagai berikut :

a) Spesifikasi variabel yang keliru akan menghasilkan Ep bernilai negatif atau memiliki nilai terlalu besar atau nilai terlalu kecil.

b) Kesalahan pengukuran variabel dapat menyebabkan nilai besaran Ep terlalu tinggi atau terlalu rendah

c) Bias terhadap variabel manajemen

d) Masalah multikolinieritas yang sulit dihindarkan, dimana variabel X tidak mempunyai hubungan kuat didalam mempengaruhi variabel Y, akan tetapi variabel X tersebut dipengaruhi oleh variabel X lainnya yang termasuk kedalam faktor produksi.

Persamaan matematis dari fungsi produksi secara umum dapat dirumuskan sebagai berikut:

Y = b0 X1b1 X2b2 Xb3. . . .Xibi eu ... (3.7) Dimana:

Y = Variabel yang dijelaskan X = Variabel yang menjelaskan b1,b2 = Besaran yang akan diduga u = Unsur sisa (galat)

e = Logaritma natural (e = 2,718)

Fungsi produksi Cobb-Douglass akan lebih mudah dalam pendugaan terhadap persamaan diatas dengan mengubah ke dalam bentuk linier berganda yang dapat dirumuskan sebagai berikut:

Ln Y = ln b0 + b1 ln X1 +b2 ln X2 + b3 ln X3 . . . + b1 ln X1 + u ... (3.8)

Pada persamaan tersebut terlihat bahwa nilai b1 + b2 adalah tetap walaupun variabel yang terlihat telah dilogaritmakan. Hal ini dapat dimengerti karena b1 dan b2 pada fungsi produksi Cobb-Douglass sekaligus menunjukan elastisitas X dan Y.


(23)

23 3.1.4 Teori Biaya

Mengklasifikasikan biaya usahatani ke dalam biaya tunai (eksplisit) dan diperhitungkan ke dalam (implisit) (Wesley, 1994). Biaya tunai adalah biaya yang diperoleh dari input keseluruhan, seperti halnya sewa lahan, pestisida,. Sedangkan biaya diperhitungkan adalah nilai satuan input yang diperoleh dari perusahaan atau bisnis keluarga yang berasal dari biaya tetap dan biaya variabel. Total Fixed Cost (TFC) adalah biaya yang tidak berubah terhadap perubahan output. Biaya ini termasuk ke dalam biaya tunai dan biaya yang diperhitungkan dari input yang berada dalam jangka pendek. Adapun yang termasuk dalam biaya tunai adalah pajak, gaji upah pekerja kontrak dan lain-lain. Sedangkan yang termasuk kedalam biaya yang diperhitungkan, seperti penerimaan yang di investasikan pemilik dalam perusahaan, penyusutan lahan, penyusutan peralatan dan biaya untuk tenaga kerja dalam keluarga. TVC (Total Variabel Cost) adalah biaya input yang mempengaruhi output. Jika tidak ada variabel input yang digunakan maka TVC adalah nol, artinya tidak ada output yang dihasilkan. TVC yang termasuk ke dalam biaya tunai dari input seperti penggunaan pupuk kimia, penanggulangan hama dan penyakit tanaman, pengeringan dan bahan bakar. Sedangkan yang termasuk ke dalam biaya yang diperhitungkan seperti sewa lahan.

Lipsey, (1995) menyatakan hal yang sama dengan Wesley. Menurut Lipsey (1995) menyatakan bahwa biaya total (TC) adalah biaya total untuk menghasilkan tingkat output tertentu. Biaya total dibagi menjadi dua, yaitu biaya tetap total (Total Fixed Costs = TFC) dan biaya variabel total (Total Variabel Costs = TVC). Biaya tetap (TFC) adalah biaya yang tidak berubah meskipun output. Sedangkan biaya yang berkaitan langsung dengan output, yang bertambah besar dengan meningkatnya produksi dan berkurang dengan menurunnya produksi, disebut biaya variabel cost (TVC) secara matematis dapat dirumuskan sebagai berikut:

TC = TFC + TVC ... (3.9) Keterangan:

TFC = Biaya tetap TVC = Biaya variabel


(24)

24 Hubungan antara besarnya biaya produksi dengan tingkat produksi disebut dengan fungsi biaya. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 3.

TC TVC

TFC

0 Y

Gambar 3. Kurva Biaya Total, (Sumber: Lipsey 1995)

Pada Gambar 3, dapat dijelaskan bahwa kurva TFC bentuk adalah horizontal karena nilainya tidak berubah walau berapapun banyaknya barang yang diproduksikan. Sedangkan TVC bermula dari titik nol dan semakin lama semakin bertambah tinggi. Hal ini menunjukan bahwa ketika tidak ada produksi TVC = 0, dan semakin besar produksi maka semakin besar nilai biaya berubah total (TVC). Kurva TC adalah hasil dari penjumlahan kurva TFC dan TVC. oleh karena itu kurva TC bermula dari pangkal TFC dan apabila ditarik garis tegak di antara TVC dan TC panjang garis itu adalah sama dengan jarak diantara TFC dengan sumbu datar.

3.1.5 Teori Pendapatan Usahatani

Rahim dan Diah (2007) menyatakan bahwa pendapatan usahatani merupakan selisih antara penerimaan dengan semua biaya. Penerimaan usahatani adalah perkalian antara produksi yang diperoleh dengan harga jual. Sedangkan menurut Soekartawi (1986) Penerimaan usahatani didefinisikan sebagai nilai produk total usahatani dalam jangka waktu tertentu, baik yang dijual maupun yang tidak dijual. Penerimaan terbagi menjadi penerimaan tunai dan penerimaan tidak tunai (diperhitungkan). Penerimaan tunai adalah uang diterima dari


(25)

25 penjualan produk usahatani, sedangkan penerimaan tidak tunai merupakan pendapatan yang bukan dalam bentuk uang, seperti hasil panen padi yang dikonsumsi dan digunakan untuk benih (input). Biaya usahatani (pengeluaran) usahatani) merupakan pengorbanan yang dilakukan oleh produsen

Menurut Soekartawi (1986) menyatakan bahwa pendapatan usahatani dibedakan menjadi pendapatan tunai dan pendapatan total. Pendapatan tunai usahatani adalah selisih antara penerimaan total usahatani dengan pengeluaran usahatani. Pendapatan total usahatani (pendapatan bersih) adalah selisih antara penerimaan total dengan biaya total yang dikeluarkan dalam proses produksi, dimana semua input miliki kelurga diperhitungkan sebagai biaya produksi. Sukirno (2002) Total Revenue (TR) adalah jumlah produksi yang dihasilkan, dikalikan dengan harga produksi dan pendapatan merupakan selisih antara penerimaan dan total biaya. Secara sistematis dapat dijelaskan sebagai berikut:

= TR – TC ... (3.10) Keterangan: π = Pendapatan (Rp/musim tanam)

TR = Total penerimaan (Rp/musim tanam) TC = Total biaya (Rp/musim tanam)

Salah satu alat yang digunakan untuk mengukur nilai efisiensi pendapatan tersebut yaitu penerimaan untuk setiap biaya yang dikeluarkan atau imbangan penerimaaan dan biaya atau Revenue and Cost Ratio (R/C ratio). Menurut Rahim (2008) menyatakan analisis return cost (R/C) ratio merupakan perbandingan (nisbah) antara penerimaan dan biaya. Analisis R/C ratio dapat dibagi menjadi menjadi tiga bagian besar, antara lain:

R/C > 1: Usahatani meguntungkan R/C = 1: Usahatani impas

R/C < 1: Usahatani rugi

Analisis R/C rasio ini digunakan untuk melihat keuntungan relatif dari suatu cabang usaha dengan cabang usaha yang lainnya berdasarkan finansial.

3.1.6 Konsep Efisiensi

Produksi tidak hanya melihat seberapa besar output yang dihasilkan tetapi juga efisiensi produksi penggunaan input. Suatu metode dikatakan lebih efisien


(26)

26 apabila menggunakan sejumlah input yang sama namun memberikan hasil yang lebih (output) yang sama banyaknya dengan asumsi harga input dan output sama pada kedua metode yang digunakan. Menurut Lipsey et.al, (1995) efisiensi adalah suatu ukuran relatif dari beberapa input yang digunakan untuk menghasilkan output tertentu. Konsep usahatani mengandung tiga pengertian yaitu efisiensi teknis, efisiensi harga dan efisiensi ekonomi. Efisiensi teknis ditunjukkan dengan pengalokasian faktor produksi sedemikian rupa sehingga produksi yang tinggi dapat dicapai. Efisiensi harga dapat tercapai jika petani dapat memperoleh keuntungan yang besar dari usahataninya. Efisiensi ekonomis dapat tercapai pada saat penggunaan faktor produksi sudah menghasilkan keuntungan maksimum. Berdasarkan keterangan tersebut maka dapat disimpulkan bahwa apabila petani menerapkan efisiensi teknis dan efisiensi harga maka produktivitas akan semakin tinggi. Menurut Coelli et al (1998) menjelaskan bahwa efisiensi terdiri dari tiga komponen yaitu efisiensi teknis, efisiensi alokatif (harga) dan efisiensi ekonomis. Efisiensi teknis atau fisik memperlihatkan kemampuan petani untuk menghindari penghamburan dengan memproduksi output semaksimal mungkin dengan menggunakan sejumlah input tertentu dengan kata lain menggunakan input seminimal mungkin untuk memperoleh output yang maksimum. Dengan demikian analisis efisiensi teknis bisa berorientasi pada peningkatan jumlah output atau penghematan input. Petani dikatakan efisien jika dan hanya jika tidak mungkin lagi memproduksi lebih banyak output dari yang sudah ada tanpa mengurangi sejumlah output lainnya atau dengan menambah sejumlah input tertentu. Sedangkan efisiensi alokatif memperlihatkan kemampuan dari usahatani untuk menggunakan proporsi input yang optimal sesuai dengan harganya dan teknologi produksi yang dimilikinya, gabungan dari kedua efisiensi tersebut akan menjadi efisiensi ekonomi (Kebede, 2001). Efisiensi teknis bisa dicapai apabila untuk menghasilkan output dalam jumlah tertentu digunakan kombinasi input yang paling kecil (dalam satuan fisik), jadi tergantung dengan teknologi yang ada.

Efisiensi alokatif dan efisiensi harga berhubungan dengan kemampuan petani untuk mengkombinasikan input dan output dalam proporsi optimal pada tingkat harga tertentu. Efisiensi harga atau alokatif mengukur tingkat keberhasilan petani dalam usahanya untuk mencapai keuntungan maksimum yang dicapai pada


(27)

27 saat nilai produk marjinal setiap faktor produksi yang diberikan sama dengan biaya marjinalnya.

Pendekatan output untuk melihat seberapa besar peningkatan jumlah output tanpa peningkatan jumlah penggunaan input. Ilustrasinya adalah kombinasi dua output dengan satu input. Kurva yang dilihat adalah kurva kemungkinan produksi dan isorevenue. Inefisiensi yang dihasilkan melalui pendekatan output menunjukkan jumlah output yang dapat ditingkatkan tanpa penambahan input. Untuk pendekatan input dan output akan memberikan perhitungan yang setara akan efisiensi teknis dalam constan return to scale.

3.1.7 Efisiensi Penggunaan Faktor Produksi

Konsep efisiensi ekonomis dengan melihat penggunaan input di setiap faktor produksi (Doll dan Orazem, 1978). Kurva efisiensi produksi dapat dilihat pada Gambar 4.

Y TP2

YB B

TP1

YC C

YA A Garis Rasio Harga

YD D

XD Xc XA XB X Gambar 4. Efisiensi Produksi

(Sumber: Doll dan Orazem 1978)

Pada Gambar 4, garis produksi TP1 dan TP2 dengan garis rasio harga. Titik A menunjukkan kondisi efisiensi alokatif karena garis harga menyinggung garis produksi total. Efisiensi teknis tidak terjadi pada titik A, karena jumlah output yang dihasilkan lebih kecil dibandingkan dengan jumlah output yang berada pada


(28)

28 TP2 atau dengan kata lain, ada cara lain yang lebih baik menghasilkan output tinggi. Titik C hanya menunjukkan terjadinya efisiensi teknis dan titik D tidak menunjukkan adanya efisiensi alokatif dan teknis. Sedangkan titik B menunjukkan kedua kondisi, baik efisiensi alokatif dan teknis.

Doll dan Orazem (1978) menyatakan terdapat dua syarat untuk mencapai efisiensi ekonomi, yaitu syarat keharusan (necessary condition) dan syarat kecukupan (sufficient condition). Syarat keharusan bagi penentuan efisiensi dan tingkat produksi optimum adalah hubungan fisik antara faktor produksi dengan produksi harus diketahui. Dalam analisis fungsi produksi, syarat keharusan dipenuhi jika produsen berproduksi pada daerah II yaitu pada saat elastisitas produksinya bernilai antara nol dan satu (1>Ep>0). Tidak halnya seperti syarat keharusan yang bersifat objektif, syarat kecukupan ditunjukkan untuk nilai dan tujuan individu atau kelompok. Syarat kecukupan dapat secara alami berbeda antara satu individu dengan yang lainnya. Dalam teori abstrak, kondisi ini lebih sering disebut indikator pilihan (choice indicator).

Efisiensi secara ekonomi tercapai apabila usahatani tersebut telah mencapai keuntungan maksimal. Syarat mencapai keuntungan maksimal adalah turunan pertama dari fungsi keuntungan terhadap masing-masing faktor produksi sama dengan nol (Doll dan Orazem, 1978). Fungsi keuntungan yang dapat diperoleh dapat dinyatakan sebagai berikut :

π = Py. Y- {∑Pxi . Xi + TFC} ... (3.11) Keterangan :

π = Pendapatan usahatani Py = Harga perunit produksi Y = Hasil produksi

i = 1,2,3...n

Pxi = Harga pembelian faktor produksi ke-i TFC = Total Fix Cost (Total biaya tetap)

Dengan demikian, untuk memenuhi syarat tercapainya keuntungan maksimum maka turunan pertama dari fungsi keuntungan adalah :

= Py – Pxi = 0 ... (3.12) Py = Pxi ... (3.13)


(29)

29 Dari persamaan tersebut dapat diketahui bahwa level penggunaan faktor produksi ke – i yang efisien merupakan fungsi dari harga output, harga faktor produksi ke – i dan jumlah output yang dihasilkan, atau secara sistematis dapat dituliskan sebagai berikut :

Xi = f (Py, Px, Y) ... (3.14)

Dengan mengetahui sebagai marginal product (MPxi) faktor produksi ke-i, maka persamaan diatas menjadi :

Py. MPxi = Pxi ... (3.15)

Sesuai dengan prinsip keseimbangan marginal, bahwa untuk mencapai keuntungan maksimal, tambahan nilai produksi akibat tambahan penggunaan faktor produksi ke-i (Py. MPxi) harus lebih besar dari tambahan biaya yang dikeluarkan untuk pembelian faktor produksi berhenti ketika Py.MPxi = Pxi pada saat ini keuntungan maksimal tercapai. Secara matematis keuntungan maksimal dari penggunaan faktor produksi ke-i dapat dinyatakan sebagai berikut :

= 1 ... (3.16)

Keterangan :

Py.MPxi : Nilai Produk Marginal (NPM) faktor ke-i Pxi : Biaya Korban Marginal (BKM) faktor ke-i

Artinya keuntungan maksimum tercapai pada saat tambahan nilai produksi akibat penambahan penggunaan faktor produksi ke-i tersebut atau resiko keduanya sama dengan satu. Dengan asumsi Py dan Px merupakan nilai konstan, maka hanya yang mengalami perubahan. Ketika Py.MPxi > Pxi, maka penggunaan faktor produksi harus ditambah agar tercapai keuntungan maksimum. Sebaliknya jika Py. MPxi < Pxi, maka penggunaan faktor produksi harus dikurangi.

3.2 Kerangka Pemikiran Operasional

Kecamatan Cibungbulang merupakan salah satu Kecamatan yang sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai petani. Desa Situ Udik adalah


(30)

30 salah satu desa yang berada di Kecamatan Cibungbulang yang petaninya melakukan usahatani padi. Gapoktan Tani Bersama adalah gapoktan yang ada di desa Situ Udik, yang anggotanya membudidayakan padi secara serentak dalam setiap musim tanam. Hal ini karena di gapoktan tersebut setiap musim tanam tiba setiap kelompok akan membuat rencana kebutuhan kelompok yang berisi jenis padi yang akan ditanam dan tanggal tanam.

Padi varietas ciherang mempunyai potensi hasil 7 - 8,5 ton/ha. Produktivitas padi varietas ciherang di gapoktan Tani Bersama masih dibawah potensi tersebut yaitu antara 3 – 6 ton/ha. Oleh karena itu, perlu upaya peningkatan produktivitas melalui penggunaan input yang sesuai untuk menghasilkan pendapatan yang lebih menguntungkan.

Penelitian ini bertujuan untuk melihat gambaran usahatani di gapoktan Tani Bersama Desa Situ Udik, menganalisis faktor-faktor produksi padi yang berpengaruh dan menganalisis tingkat efisiensi produksi padi varietas ciherang. Analisis pendapatan digunakan untuk mengetahui kegiatan atau prospek usahatani padi dalam kondisi riil sehingga dapat diketahui bagaimana tingkat pendapatan yang diperoleh petani, menguntungkan atau tidak. Faktor produksi yang diduga berpengaruh terhadap produksi padi antara lain lahan, jumlah benih, pupuk urea, KCl, pupuk NPK, tenaga kerja dalam keluarga dan tenaga kerja luar keluarga. Untuk melihat pengaruh input terhadap produksi padi analisis yang digunakan adalah analisis produksi dengan menggunakan model fungsi Cobb-Douglass. Analisis ini berguna untuk melihat tingkat signifikansi input tersebut, berpengaruh nyata atau tidak terhadap produksi. Selain itu analisis ini juga dapt digunakan untuk mengetahui tingkat elastisitas dari masing-masing input yang digunakan. Sedangkan Nilai Produk Marginal (NPM) dan Biaya Korban Marginal (BKM) digunakan untuk melihat tingkat efisiensi ekonomis dari masing-masing input. Selain itu dilihat juga pengaruh pendapatan usahatani terhadap efisiensi usahatani yang dilakukan. Faktor-faktor produksi tersebut memerlukan biaya biaya yang dikeluarkan oleh petani. Sedangkan dari hasil produksi padi akan menghasilkan penerimaan. Pendapatan usahatani diperoleh dari selisih penerimaan dan biaya. Analisis pendapatan akan menghasilkan tingkat pendapatan dan R/C rasio yang diperoleh petani padi. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bagaimana kondisi


(31)

31 usahatani padi yang diusahakan oleh petani pada gapoktan Tani Bersama desa Situ Udik Kecamatan Cibungbulang Kabupaten Bogor.Pengumpulan data dilakukan dengan kuesioner terhadap petani padi pada gapoktan Tani Bersama. Adapun kerangka pemikiran operasional dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Kerangka Pemikiran Operasional

Padi varietas ciherang adalah jenis padi yang banyak dibudidayakan oleh petani Produktivitas padi var.ciherang di Gapoktan Tani Bersama masih rendah

1. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi padi varietas ciherang di Gapoktan Tani Bersama Desa Situ Udik

2. Menganalisis pendapatan usahatani padi varietas ciherang di Gapoktan Tani Bersama Desa Situ Udik

3. Menganalisis tingkat efisiensi produksi padi Var.Ciherang

Analisis fungsi produksi : Cobb-Douglass, NPM dan BKM

Analisis pendapatan R/C Faktor-Faktor yang berpengaruh

Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi padi : Lahan, Benih, Urea, KCl,NPK dan Tenaga Kerja.

Efisiensi Produksi

Rekomendasi untuk meningkatkan pendapatan usahatani padi varietas ciherang


(32)

32

BAB IV. METODE PENELITIAN

4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Gapoktan Tani Bersama Desa Situ Udik Kecamatan Cibungbulang Kabupaten Bogor. Pemilihan lokasi dilakukan dengan cara sengaja (purposive) dengan beberapa pertimbangan, antara lain :

1. Kecamatan Cibungbulang khususnya Desa Situ Udik merupakan daerah penghasil beras dan sebagai sentra pengembangan usahatani padi di Kabupaten Bogor.

2. Penduduk Desa Situ Udik mayoritas berpencaharian sebagai petani padi sawah dan menjadi anggota gabungan kelompok tani .

3. Gapoktan Tani Bersama merupakan salah satu gapoktan yang anggotanya berusahatani padi secara serentak jenis dan jadwal tanamnya.

Penilitian ini berlangsung mulai dari bulan Juni sampai Juli 2011. Penelitian ini dilakukan pada bulan tersebut dengan pertimbangan bahwa pada bulan-bulan tersebut sedang musim panen padi.

4.2 Metode Pengambilan Sampel

Metode yang digunakan dalam pengambilan sampel pada penelitian ini yaitu yang dipilih secara acak sederhana (simple random samping). Dalam teknik acak sederhana ini setiap anggota populasi mempunyai kesempatan yang sama untuk menjadi sampel. Responden yang dimaksud yaitu anggota Gapoktan Tani Bersama yaitu yang terdiri dari 5 kelompok. Kelompok tersebut adalah keltan Sulanjana, Mitra tani, Tani barokah, Bina Sejahtera, Sugih Mukti. Jumlah responden sebanyak 35 orang anggota gapoktan. Sampel diambil dengan cara diundi satu persatu dari jumlah keseluruhan anggota 288. Pengundian dilakukan sebanyak 35 kali. Masing-masing nama yang keluar dijadikan sebagai responden.

4.3Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder baik yang bersifat kualitatif maupun kuantitatif. Data primer diperoleh dari sumber atau objek yang sedang diteliti melalui observasi, pengisian kuesioner dan wawancara


(33)

33 dengan petani responden, pengurus gapoktan dan pihak lain yang terkait. Pengamatan dilakukan terhadap karakteristik petani dan penggunaan sarana produksi usahatani tani. Karakteristik petani meliputi : data umur petani, pendidikan, dan pengalaman berusahatani, sedangkan sarana produksi usahatani meliputi : penggunaan benih, pupuk, pestisida dan tenaga kerja, biaya usahatani, produktivitas tanaman serta harga produksi dan data lain yang berhubungan dengan tujuan penelitian. Sedangkan Data sekunder diperoleh dari Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor, Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Bogor, Balai Penyuluhan Pertanian Peternakan dan Kehutanan (BP3K) Wilayah Cibungbulang, Kantor Desa Situ Udik, Artikel, Internet serta sumber-sumber lain yang menunjang penelitian.

4.4Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data dilakukan dengan wawancara langsung terhadap petani responden dengan bantuan kuesioner. Informasi yang diperoleh dari observasi juga diperlukan untuk memperoleh data dan informasi secara langsung yang berhubungan dengan pendapatan yang diperoleh petani. Data dari artikel, buku, literatur, dan penelitian terdahulu diperlukan sebagai kelengkapan penunjang penelitian ini.

4.5 Metode Pengolahan Data

Nazir (1983) kegiatan menganalisis data atau analisis data merupakan bagian yang penting dalam metode alamiah, karena dengan menganalisis, data tersebut dapat diberi makna dan arti yang bermanfaat dalam memberikan informasi maupun dukungan lainnya dalam mencari dan memberiakn alternatif penyelesaian masalah dalam penelitian dan bermanfaat untuk menguji hipotesis.

Data yang diperoleh dianalisis secara kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif dilakukan dengan cara mendeskripsikan fenomena yang ada di lapangan. Sedangkan analisis kuantitatif menggunakan analisis fungsi produksi Cobb-Douglass. Untuk analisis pendapatan usahatani, analisis yang di gunakan yaitu analisis penerimaan usahatani dan analisis R/C rasio. Sedangkan untuk mengetahui tingkat efisiensi ekonomi menggunakan rasio NPM dan BKM.


(34)

34 Pengolahan data mengguanakan alat bantu, Software Microsoft Office Excel 2007 dan Minitab 14.0, disajikan secara tabulasi dan diinterpretasikan serta diuraikan secara deskriptif.

4.5.1 Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produksi Padi

Penelitian ini menganalisis fungsi produksi dengan menggunakan analisis regresi linear berganda. Menurut Soekarwati (2002) fungsi produksi merupakan suatu fungsi atau persamaan yang melibatkan dua atau lebih variabel, yaitu variabel dependen (Y) atau variabel yang dijelaskan dan independen (X) variabel yang menjelaskan. Analisis ini digunakan untuk melihat hubungan antara variabel dependen dan variabel independen. Untuk penjelasan lebih lengkap yaitu melalui pendekatan statistik dalam hubungan antara X dan Y. Dengan demikian, metode penduga yang digunakan adalah metode kuadrat terkecil atau Ordinary Least Square (OLS). Metode ini digunakan untuk menguji nilai F-hitung, t-hitung dan R2. Oleh karena itu, kelayakan model tersebut akan diuji berdasarkan asumsi OLS meliputi: multikolinieritas, homoskedastisitas dan normalitas error. Gujarati (1978), menyatakan apabila asumsi tersebut dapat dipenuhi maka koefisien regresi (parameter) yang diperoleh merupakan penduga linier terbaik yang tidak bias.

Tahap-tahap dalam menganalisis fungsi produksi adalah sebagai berikut: 1. Identifikasi Variabel Bebas dan Terikat

Identifikasi variabel dilakukan dengan mendaftar faktor-faktor produksi yang diduga berpengaruh dalam proses produksi padi. Faktor-faktor tersebut adalah antara benih, pupuk urea, KCl, NPK dan tenaga kerja. Faktor-faktor produksi tersebut merupakan variabel bebas yang akan diuji pengaruhnya terhadap variabel terikat yaitu hasil produksi padi. Pada faktor-faktor produksi variabel yang dipengaruhi (variabel dependent) adalah produksi. Sedangkan variabel yang menjadi variabel (independent) mempengaruhi adalah antara benih, pupuk urea, KCl, NPK dan tenaga kerja. Variabel tersebut ditentukan berdasarkan penggunaan yang sering digunakan petani dalam usahatani, khususnya usahatani padi. Penentuan variabel dapat dilihat pada hasil penelitian terdahulu.

Ada beberapa penyebab multikolinier diantaranya disebabkan adanya kecenderungan variabel-variabel ekonomi atau bisnis yang bergerak secara


(35)

35 bersamaan. Apabila dijumpai masalah multikolinier, maka perlu dilakukan perbaikan pada model dugaan. Ada banyak cara untuk memperbaiki model dugaan, diantaranya adalah:

a) Menambah observasi. Penambahan ukuran sampel akan menyebabkan ragam bj mengecil.

b) Mengelurkan variabel independent yang berkolerasi kuat dengan variabel independent lainnya.

c) Menggunakan teknik pendugaan regresi komponen utama PCA (Principal Component Regression). Variabel yang saling berkolerasi, ditransportasi menjadi variabel saling bebas, kemudian diregresikan terhadap variabel dependent.

2. Analisis Regresi

Secara matematis model fungsi produksi dapat dirumuskan sebagai berikut:

Y = b0 X1b1 X2b2 X3b3 X4b4 Xb5 eu ... (4.1) Fungsi produksi diatas kemudian ditransformasikan kedalam bentuk linier logaritma untuk memudahkan pendugaan terhadap fungsi produksi, sehingga dapat dirumuskan sebagai berikut:

Ln Y = ln b0 + b1 ln X1 + b2 ln X2 + b3 ln X3 + b4 ln X4 +b5 ln X5 ... (4.2)

Keterangan:

Y = Produksi padi sawah (Kg) X1 = Jumlah benih (Kg)

X2 = Pupuk Urea (Kg)

X3 = Pupuk KCl (Kg)

X4 = Pupuk NPK (Kg)

X5 = Tenaga kerja (HOK)

b0 = Intersept

b = Parameter variabel

e = Bilangan natural (e = 2,7182) u = Unsur sisa (galat)


(36)

36 Unsur error (u) di dalam model mewakili :

a. Variabel yang tidak dimasukkan kedalam model

b. Variabel nonlinieritas hubungan antara variabel independent dengan variabel dependent

c. Adanya salah ukur saat observasi dan kejadian yang sifatnya random

3. Pengujian Hipotesis

Pengujian hipotesis merupakan pengujian-pengujian yang dilakukan dalam pengujian model penduga dan pengujian terhadap parameter regresi, antara lain:

a) Pengujian terhadap model penduga

Pengujian ini untuk mengetahui apakah faktor produksi yang digunakan secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap produksi padi.

Hipotesis:

H0: b1 = b2 = . . . = bi = 0 H1: Salah satu dari b ada ≠ 0 Uji statistik yang digunakan adalah uji F:

... (4.3)

Keterangan:

k = Jumlah variabel termasuk intercept

n = Jumlah pengamatan atau responden Kriteria uji:

F-hitung > F-tabel (k-1, n-k) pada taraf nyata α : tolak H0 F-hitung < F-tabel (k-1, n-k) pada taraf nyata α : terima H0

Uji F adalah untuk melihat apakah model dugaan yang digunakan signifikan untuk menduga variabel X dalam mempengaruhi variabel Y . Apabila tolak H0 berarti secara bersama-sama variabel yang digunakan berpengaruh nyata terhadap produksi, namun apabila terima H0 maka variabel yang digunakan secara bersama-sama tidak berpengaruh nyata terhadap produksi.


(37)

37 R2 (Koefisien Determinasi)

Setelah itu dihitung besarnya koefisien determinasi (R2) untuk mengukur tingkat kesesuaian model pendugaan, yang merupakan ukuran deskriptif tingkat kesesuaian antara data aktual dengan ramalannya. Koefisien regresi mengukur besarnya keragaman total data yang dapat dijelaskan oleh model dan sisanya (1-R2) yang dijelaskan oleh komponen error. Semakin tinggi nilai R2 berarti model dugaan yang diperoleh semakin akurat untuk meramalkan variabel dependent atau dengan kata lain tingkat kesesuaian antara data aktual dengan ramalannya semakin tinggi. Menurut Gujarati (1978) bahwa koefisien determinasi dapat dituliskan sebagai berikut:

R2 ... (4.4) R2 =1 ... (4.5) Keterangan:

= Jumlah kuadr unsur sisa (galat) = Jumlah kuadrat total

b) Pengujian untuk masing-masing parameter

Pengujian untuk masing-masing parameter yaitu dengan uji-t yang menguji secara statistik bagaimana pengaruh nyata dari setiap parameter bebas (X) yang digunakan secara terpisah terhadap parameter tidak bebas (Y). menurut Gujarati (1978) Hipotesis pengujian secara statistik adalah sebagai berikut:

Hipotesis:

H0 : bi = 0 H1: bi ≠ 0

Tolak H0, jika thit > t (α/2,n-k-1) atau terima H0, bila thit < t (α/2,n-k-1)

Uji statistik yang digunakan adalah uji t:

... (4.6) ... (4.7) Dimana:

bi = Koefisien regresi

Se (bi) = Parameter penduga dari unsur sisa n = Jumlah pengamatan (sampel)


(38)

38 Kriteria uji:

t-hitung > t-tabel, maka tolak H0pada taraf nyata α (berpengaruh nyata)

t-hitung < t-tabel, maka terima H0pada taraf nyata α ( tidak berpengaruh nyata) Jika tolak H0 artinya variabel bebas berpengaruh nyata terhadap variabel tidak bebas dari nilai (produksi) dalam model dan sebalikmya bila terima H0 maka variabel bebas tidak berpengaruh nyata terhadap variabel tidak bebas (produksi). Apabila tidak menggunakan tabel, maka dapat dilihat dari nilai P, dengan kriteria sebagai berikut:

1. P-value/2 < α, maka variabel yang diuji (faktor produksi) berpengaruh nyata terhadap variabel tidak bebas (produksi)

2. P-value/2 > α, maka variabel yang diuji tidak berpengaruh nyata terhadap variabel tidak bebas.

c) Pengujian multikolinieritas

Pengujian ini dilakukan untuk melihat terjadinya multikolinieritas pada model yang dianalisis. Gujarati, (1978) menyatakan adanya banyak cara untuk mendeteksi terjadinya multikolinieritas salah satu adalah dengan koefisien determinasi (R2) yang tinggi namun dari uji-t banyak variabel bebas yang tidak signifikan atau dapat diukur dengan Variance Inflasi Factor (VIF). Jika VIF (Xj) > 10, maka dapat disimpulkan bahwa model dugaan ada multikolinierietas antar peubah bebas. Sementara asumsi OLS tentang heteroskedastisitas dan normalitas akan diuji dengan pendekatan grafik. Variabel penduga yang mempunyai nilai VIF > 10, maka dapat disimpulkan bahwa model dugaan ada multikoliniearitas. VIF dapat dirumuskan sebagai berikut:

... (4.8)

Dimana, Rj = Koefisien determinasi dari model regresi dengan variabel dependent Xj dan variabel independent adalah variabel X lainnya.

d) Homoskedastisitas

Homoskedastisitas dalam fungsi model penduga dikatakan baik jika memenuhi asumsi homoskedastisitas (ragam error yang sama). Asumsi tersebut


(39)

39 dapat dibuktikan secara visual yaitu dengan melihat penyebaran nilai-nilai residual terhadap nilai-nilai prediksi. Jika penyebarannya tidak membentuk suatu pola yang sistematis seperti linier atau kuadratik, maka dapat dikatakan bahwa keadaan asumsi tersebut telah terpenuhi.

e) Uji Normalitas

Menurut Gujarati (1978) menyatakan bahwa untuk menguji normalitas data yang berbentuk rasio dapat menggunakan statistik parametik. Hal ini ditunjukkan oleh residual di dalam model regresi yang telah menyebar mengikuti distribusi normal. Pengujian hipotesis di dalam penelitian ini menggunakan statistik parametik karena data yang diuji berbentuk rasio.

f) Uji Autokorelasi

Uji autokorelasi dilakukan untuk melihat apakah dalam model regresi linear ada korelasi antar error satu dengan yang lainnya. Masalah mengenai adanya autokorelasi pada umumnya terdapat pada data time series. Di dalam penelitian ini tidak menggunakan uji autokorelasi, karena data yang digunakan bukan data time series melainkan data cross section.

4.5.2 Analisis Efisiensi Ekonomi Produksi

Analisis efisiensi ekonomi dilakukan untuk melihat tingkat efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi. Hal ini dapat dilihat dari kombinasi optimal dari penggunaan faktor produksi yang ditunjukkan oleh perbandingan NPM dan BKM. Jika nilai perbandingan NPM dan BKM < 1 , maka penggunaan faktor produksi padi harus dikurangi. Jika nilai perbandingan NPM dan BKM > 1, maka penggunaan faktor produksi padi harus ditingkatkan sedangkan jika nilai perbandingan NPM dan BKM = 1 maka usahatani padi sudah berada pada kondisi yang optimal.


(40)

40 4.5.3 Analisis Pendapatan Usahatani Padi

1) Penerimaan Usahatani Padi

Analisis penerimaan usahatani merupakan analisis penerimaan yang diperoleh petani sebelum dikurangi biaya-biaya. Analisis penerimaan terdiri dari analisis penerimaan tunai dan penerimaan total. Penerimaan tunai usahatani diperoleh dari nilai uang yang diterima dari hasil penjualan produk usahatani, sedangkan penerimaan tidak tunai adalah produk dari hasil usahatani yang tidak dijual secara tunai, namun digunakan untuk konsumsi sendiri, benih atau keperluan lainnya.

2) Biaya Usahatani Padi

Biaya merupakan komponen penting dalam usahatani. Biaya usahatani terbagi menjadi dua biaya tunai dan biaya tidak tunai atau biaya diperhitungkan. Biaya tunai adalah biaya yang dibayarkan dengan uang, sedangkan biaya diperhitungkan adalah biaya diperhitungkan adalah biaya yang sebenarnya dikeluarkan oleh petani tetapi tidak dalam bentuk uang. Komponen biaya diperhitungkan antara lain : tenaga kerja dalam keluarga, benih hasil pembenihan sendiri, lahan milik pribadi serta penyusutan peralatan. Biaya penyusutan perlu diperhitungkan karena usahatani padi menggunakan peralatan pertanian dalam aktivitasnya. Biaya penyusutan peralatan pertanian diperhitungkan dengan membagi selisih antara nilai pembelian dengan nilai sisa yang diperkirakan dengan lamanya modal dipakai. Biaya penyusutan dirumuskan sebagai berikut:

... (4.9)

Keterangan:

Nb = Nilai Pembelian (Rp) Ns = Perkiraan nilai sisa (Rp)

n = Umur ekonomi peralatan (tahun)

3) Pendapatan dan R/C Rasio Usahatani Padi

Pendapatan adalah selisih antara total penerimaan dan total biaya yang dikeluarkan. Total penerimaan diperoleh dari hasil penjualan yaitu output


(41)

41 dikalikan dengan harga, sedangkan total biaya diperoleh dari penjumlahan biaya tunai dan biaya diperhitungkan. Analisis pendapatan dihitung dengan rumus :

JI = TR – TC ... (4.10) JI Tunai = (Ytunai x Py) – (Biaya Tunai) ... (4.11) JI Total = (Ytotal x Py) – (Biaya Tunai + Biaya diperhitungkan) ... (4.12) Keterangan:

JI = Pendapatan (Rp/musim tanam) TR = Total penerimaan (Rp/musim tanam) TC = Total biaya (Rp/musim tanam)

Y = Produksi total yang diperoleh dalam usahatani (kg) Py = Harga Y (Rp/kg)

Analisis Return Cost (R/C) ratio merupakan perbandingan antara nilai output dengan input atau perbandinagn antara penerimaan usahatani dengan pengeluaran usahatani. Analisis ini dibedakan menjadi R/C rasio atas biaya tunai dan R/C rasio atas biaya total. Setelah diketahui keuntungan dari usahatani padi, kemudian keuntungan dibandingkan dengan menggunakan R/C rasio dengan rumus sebagai berikut :

... (4.13) ... (4.14)

Keterangan:

TR = Total Revenue (penerimaan total/Rp) TC = Total Cost (biaya total/Rp)

Kriteria penilaian dari hasil perhitungan R/C rasio adalah sebagai berikut :

a) R/C rasio > 1, Artinya menunjukan bahwa dalam suatu setiap satu rupiah biaya akan menghasilkan penerimaan yang lebih besar dari satu rupiah. Dengan kata lain usaha yang dijalani dapat dikatakan lebih efisien (menguntungkan).

b) R/C rasio < 1, Artinya menunjukan bahwa dalam suatu setiap satu rupiah biaya akan menghasilkan penerimaan yang lebih kecil dari satu rupiah.


(1)

78

Lampiran 2. Analisis Usahatani Padi sawah Varietas Ciherang di Gapoktan Tani Bersama Desa Situ Udik Per Musim tanam (MT Oktober-Maret) Tahun 2011

No Komponen Jumlah fisik Satuan Harga/Satuan Nilai

A Penerimaan tunai 4508 kg Rp 2.500,00 Rp 11.270.000,00

B Penerimaan diperhitungkan 1237 kg Rp 2.500,00 Rp 3.092.500,00

C Total penerimaan 5745 kg Rp 2.500,00 Rp 14.362.500,00

D Biaya tunai

1. Sarana Produksi

- Benih 26,26 kg Rp 7.000,00 Rp 183.820,00

-Urea 227 kg Rp 1.800,00 Rp 408.600,00

-KCl 69 kg Rp 2.500,00 Rp 172.500,00

-NPK 119 kg Rp 2.500,00 Rp 297.500,00

2. Tenaga Kerja Luar Keluarga 89,85 HOK Rp 20.000,00 Rp 1.797.000,00

3. Pajak (PBB) Rp 83.333,00

Rp 2.942.753,00

E Biaya diperhitungkan

1. lahan 1 Hektar Rp 4.000.000,00 Rp 4.000.000,00

2. Penyusutan Peralatan Rp 41.218,00

3. Tenaga Kerja Dalam Keluarga 31,15 HOK Rp 20.000,00 Rp 623.000,00

Rp 4.664.218,00

F Biaya total Rp 7.606.971,00

G Pendapatan atas biaya tunai (A-D) Rp 8.327.247,00

H Pendapatan atas biaya total (C-F) Rp 6.755.529,00

I R/C rasio atas biaya tunai (A/D) 3,83

J R/C rasio atas biaya total (C/F) 1,89


(2)

Lampiran 3. Hasil Analisis Regrasi Linear fungsi Produksi Cobb-Douglass Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Padi Sawah Varietas Ciherang di Gapoktan Tani Bersama Desa Situ Udik

Regression Analysis: Y versus X1, X2, X3, X4, X5 The regression equation is

Y = 2.34 + 0.380 X1 Ln Benih+ 0.225 X2 Ln Pupuk Urea+ 0.218 X3 Ln Pupuk KCl + 0.151 X4 Ln Pupuk NPK + 0.482 X5 Ln Tenaga Kerja

Predictor Coef SE Coef T P VIF Constant 2.336 1.034 2.26 0.032 X1 0.3804 0.2742 1.39 0.176 1.6 X2 0.22502 0.08772 2.57 0.016 2.7 X3 0.2183 0.1323 1.65 0.110 5.0 X4 0.15144 0.06681 2.27 0.031 2.4 X5 0.4821 0.1561 3.09 0.004 4.8

S = 0.289896 R-Sq = 89.0% R-Sq(adj) = 87.1% PRESS = 3.77554 R-Sq(pred) = 82.90%

Analysis of Variance

Source DF SS MS F P Regression 5 19.6368 3.9274 46.73 0.000 Residual Error 29 2.4371 0.0840

Total 34 22.0739

Source DF Seq SS X1 1 2.3102 X2 1 10.4683 X3 1 5.4945 X4 1 0.5625 X5 1 0.8012

Unusual Observations

Obs X1 Y Fit SE Fit Residual St Resid 10 3.00 7.9194 8.1338 0.2325 -0.2144 -1.24 X 33 3.00 8.6125 9.5411 0.0935 -0.9286 -3.38R Durbin-Watson statistic = 1.42375


(3)

80

Lampiran 4. Grafik Hasil Analisis Regresi dalam Model Fungsi Produksi Padi Sawah di Gapoktan Tani Bersama Desa Situ Udik

Grafik Residuals Versus the Order of the Data

Grafik Histogram of the Residuals

Grafik Plot Residual dengan Fitted Values Observation Order

R

e

s

id

u

a

l

35 30

25 20

15 10

5 1

0.50

0.25

0.00

-0.25

-0.50

-0.75

-1.00

Residuals Versus the Order of the Data

(response is Y)

Residual

Fr

e

q

u

e

n

cy

0.4 0.2

0.0 -0.2

-0.4 -0.6

-0.8 -1.0

14

12

10

8

6

4

2

0

Histogram of the Residuals


(4)

81

Grafik Normal Probability Plot of the Residuals Fitted Value

R

e

s

id

u

a

l

10.0 9.5

9.0 8.5

8.0 7.5

7.0 0.50

0.25

0.00

-0.25

-0.50

-0.75

-1.00

Residuals Versus the Fitted Values (response is Y)

Residual

P

e

r

c

e

n

t

0.50 0.25

0.00 -0.25

-0.50 -0.75

-1.00

99

95

90

80 70 60 50 40 30 20

10

5

1

Normal Probability Plot of the Residuals


(5)

ii

RINGKASAN

SALIN NAQIAS. Analisis Efisiensi Penggunaan Faktor-Faktor Produksi dan Pendapatan Usahatani Padi Varietas Ciherang (Studi Kasus: Gapoktan Tani Bersama, Desa Situ Udik, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor). Skripsi. Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor (Di Bawah Bimbingan YANTI NURAENI MUFLIKH).

Pertanian merupakan sumber mata pencaharian masyarakat Indonesia. Sektor pertanian meliputi: pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan merupakan kegiatan yang banyak berperan dalam peningkatan Pendapatan Domestik Bruto (PDB) nasional. Sektor pertanian menyumbangkan pertumbuhan PDB sebesar 18,1 persen. Salah satu hasil pertanian yang strategis adalah padi. Produk turunan padi berupa beras merupakan bahan pangan sebagai makanan pokok masyarakat Indonesia. Jumlah penduduk yang semakin meningkat menyebabkan konsumsi beras perkapita per tahun meningkat. Dengan demikian ketersediaan beras harus dijaga. Ketersediaan beras di masyarakat tergantung produksi padi nasional.

Kabupaten Bogor merupakan daerah yang sangat strategis karena berdekatan dengan ibukota negara. Sektor pertanian di Kabupaten Bogor memegang peranan yang sangat penting. Komoditas yang banyak dibudidayakan adalah tanaman padi. Kabupaten Bogor memiliki lahan sawah seluas 48.766 ha, dengan jumlah produksi 513.292 ton yang terdiri dari padi sawah sebanyak 505.979 ton dan padi gogo sebanyak 7.313 ton. Produktivitas padi yang tinggi dapat meningkatkan pendapatan petani dan meningkatkan harga jual hasil produksinya. Pendapatan dipengaruhi oleh produksi, harga output dan input serta faktor-faktor produksi. Dalam usahataninya, petani tidak hanya berkepentingan dalam peningkatan produksi saja, tetapi juga peningkatan pendapatannya. Benih mempunyai peranan yang penting dalam usahatani. Benih yang tidak bermutu dan berlabel akan menghasilkan produksi yang tidak maksimal. Beberapa varietas unggul benih padi antara lain adalah : conde, mekongga, inpari, bondoyudo, dan ciherang. Padi varietas ciherang adalah padi yang paling banyak dibudidayakan di Bogor. Produksi padi di bogor rata-rata masih rendah berkisar antara 5-6 ton/ha. Sedangkan varietas ciherang potensial produksinya 8,5 ton/ha. Rendahnya produksi menyebabkan rendahnya pendapatan petani. Pendapatan yang tinggi dapat mensejahterakan petani. Untuk mencapai tujuan tersebut maka penggunaan faktor produksi hendaklah dilakukan secara efisien, karena efisiensi tersebut sekaligus dapat memperkecil biaya yang dikeluarkan. Dengan demikian tujuan penelitian ini menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi padi varietas ciherang, menganalisis pendapatan usahatani padi dan menganalisis tingkat efisiensi produksi padi varietas ciherang.

Lokasi penelitian di Gapoktan Tani Bersama Desa Situ Udik Kecamatan Cibungbulang Kabupaten Bogor. Produktivitas yang masih rendah, keserempakan waktu tanam dan jenis atau varietas yang sama menjadi alasan pemilihan lokasi penelitian. Metode pengambilan sampel pada penelitian ini yaitu yang dipilih secara acak sederhana (simple random samping). Jumlah responden yang diambil


(6)

iii

sebanyak 35 responden. Pengumpulan data diperoleh dari wawancara langsung dan pengisian kuesioner. Data yang telah diperoleh dianalisis secara kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif dilakukan dengan cara mendeskripsikan kondisi yang terjadi di lokasi penelitian, sedangkan analisis kuantitatif dilakukan dengan menggunakan analisis fungsi produksi Cobb Douglass, rasio NPM dan BKM serta analisis pendapatan usahatani dan R/C rasio. Data diolah dengan bantuan program

Microsoft Office Excel 2007 dan Minitab 14,0.

Analisis fungsi produksi yang digunakan adalah analisis Cobb-Douglass

dengan menggunakan tujuh variabel yang diduga berpengaruh terhadap faktor produksi. Variabel-variabel tersebut yaitu : benih pupuk urea , pupuk KCl , pupuk NPK dan tenaga kerja. Hasil analisis menunjukkan variabel yang memberikan pengaruh nyata terhadap jumlah produksi yaitu benih pupuk urea , pupuk KCl , pupuk NPK dan tenaga kerja.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa usahatani di Gapoktan Tani Bersama menguntungkan dilihat dari pendapatan dan nilai R/C rasio yang lebih dari satu. Pendapatan atas biaya tunai rata-rata sebesar Rp. 8.327.247 dan pendapatan atas biaya total sebesar Rp. 6.755.529. Nilai R/C rasio atas biaya tunai 3,83 dan R/C rasio atas biaya total 1,89. Variabel-variabel yang berpengaruh nyata yaitu benih, pupuk urea , pupuk KCl , pupuk NPK dan tenaga kerja belum efisien dalam penggunaannya. Hal ini karena nilai rasio NPM/BKM lebih besar dari satu (NPM/BKM >1) sehingga penggunaan aktual dari input tersebut harus ditambah mencapai penggunaan input optimal.

Untuk meningkatkan pendapatan usahatani padi dapat dilakukan dengan cara memperhatikan penggunaan faktor-faktor produksi yang mempengaruhi padi sawah. Sebaiknya jerami dari hasil panen tidak dibakar, tetapi dikembalikan lagi kedalam tanah, karena jerami mengandung unsur Nitrogen, Pospor dan Kalium sebagai pengganti pupuk kimia. Dan dalam jangka panjang pemberian jerami ke dalam tanah akan memperbaiki struktur tanah, dan juga akan memperkecil biaya pembelian pupuk kimia.