Analisis Efisiensi Produksi dan Pendapatan Usahatani Ubi Kayu (Studi Kasus Desa Pasirlaja, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat)
ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN
USAHATANI UBI KAYU
(Studi Kasus Desa Pasirlaja, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor)
ALFIAN NUR AMRI
DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
(2)
ii
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Analisis Efisiensi Produksi dan Pendapatan Usahatani Ubi Kayu: Studi Kasus Desa Pasirlaja Kecamatan Sukaraja Kabupaten Bogor adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, 18 Juli 2011
Alfian Nur Amri H44070039
(3)
iii
RINGKASAN
ALFIAN NUR AMRI. Analisis Efisiensi Produksi dan Pendapatan Usahatani Ubi Kayu (Studi Kasus Desa Pasirlaja, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor). Dibawah bimbingan NOVINDRA
Indonesia merupakan negara berkembang dengan pertanian sebagai sumber utama pencaharian bagi mayoritas penduduknya. Termasuk dalam kategori sektor pertanian diantaranya adalah tanaman pangan. Ubi kayu merupakan salah satu bagian dari sub sektor tanaman pangan yang mempunyai nilai ekonomis yang tinggi, artinya didalam pengusahaannya ubi kayu dapat meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani.
Salah satu kabupaten sentra produksi ubi kayu di Indonesia adalah Kabupaten Bogor. Salah satu desa sentra ubi kayu di Kabupaten Bogor adalah Desa Pasirlaja. Usahatani ubi kayu Desa Pasirlaja mengalami permasalahan menurunnya produksi pada tahun 2009. Oleh karena itu diduga ada permasalahan efisiensi dalam usahatani ubi kayu di desa tersebut.
Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis penerapan pedoman usahatani ubi kayu di desa penelitian, menganalisis efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi serta menganalisis kondisi skala usaha dan pendapatan usahatani ubi kayu di desa penelitian. Kegiatan pengambilan data dilakukan di Desa Pasirlaja pada bulan Februari-Maret 2011. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer (gambaran umum usahatani ubi kayu, penerapan prosedur operasional baku, penggunaan faktor-faktor produksi, biaya usahatani, dan pendapatan usahatani) dan data sekunder (Data Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor, Departemen Pertanian, Badan Pusat Statistik Jawa Barat dan lain sebagainya).
Analisis kualitatif dalam penelitian ini adalah analisis penerapan pedoman usahatani ubi kayu, dan keadaan umum usahatani ubi kayu. Analisis kuantitatif berupa analisis pendapatan usahatani, analisis R/C rasio, analisis efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi serta analisis skala usaha.
Berdasarkan analisis penerapan pedoman usahatani ubi kayu, budidaya ubi kayu di desa penelitian belum sepenuhnya sesuai dengan pedoman usahatani ubi kayu. Ketidaksesuaian terletak pada struktur dan tekstur tanah, pola penanaman dan pemupukan.
Berdasarkan analisis pendapatan dan biaya usahatani, komponen biaya produksi terbesar yang dikeluarkan oleh petani adalah biaya bibit yaitu sebesar Rp 2.636.390 atau 25,08 persen dari biaya total. Biaya penggunaan bibit termasuk ke dalam biaya diperhitungkan karena selama satu musim tanam, petani responden tidak ada yang membeli bibit, melainkan diperoleh dari sisa hasil panen musim tanam sebelumnya. Biaya penggunaan TKLK pria sebesar Rp 1.710.400 atau sebesar 16,23 persen dari biaya total. Penggunaan TKLK wanita menghabiskan biaya sebesar Rp 703.600 atausebesar 6,70 persen dari biaya total.
Penggunaan pupuk urea menghabiskan biaya sebesar Rp 1.446.655 atau sebesar 13,76 persen dari biaya total. Biaya penggunaan pupuk kandang sebesar Rp 2.130.332,40 atau 20,27 persen dari biaya total. Biaya penggunaan TKDK pria dan
(4)
iv TKDK wanita masing-masing sebesar Rp 1.103.200 dan Rp 360.400 atau jika dinyatakan dalam persen masing-masing sebesar 10,49 persen dan 3,43 persen dari biaya total. Biaya penyusutan alat termasuk kedalam biaya diperhitungkan. Biaya penyusutan alat tersebut sebesar Rp 137.000 atau 1,30 persen dari biaya total. Komponen biaya yang terakhir adalah biaya pajak lahan yang ditentukan sesuai dengan kualitas dan lokasi lahan. Pada daerah penelitian, pajak lahan termasuk ke dalam biaya diperhitungkan, karena semua petani di daerah penelitian sebenarnya tidak membayar pajak lahan. Tanah yang digunakan oleh petani merupakan tanah pinjaman dari suatu perusahaan perumahan. Biaya rata-rata pajak lahan adalah sebesar Rp 282.424,24 atau sebesar 2,69 persen dari biaya total.
Jumlah total biaya tunai adalah sebesar Rp 5.990.987,40 atau 57,00 persen dari biaya total. Biaya diperhitungkan sebesar Rp 4.519.414,24 atau 42,99 persen dari biaya total. Kedua biaya tersebut kemudian dijumlahkan, sehingga didapatkan jumlah biaya total yaitu sebesar Rp 10.510.401,64. Penerimaan yang diperolah adalah sebesar Rp 16.790.000. Penerimaan ini diperoleh dari hasil perkalian antara harga rata-rata ubi kayu per kilogram ditingkat petani yaitu sebesar Rp 1.200 per kilogram dengan rata-rata hasil panen ubi kayu per hektar untuk satu musim tanam di daerah penelitian yaitu sebesar 13.991,67 kg/ha.
Pendapatan atas biaya tunai adalah sebesar Rp 10.799.012,60. Angka ini didapatkan dengan mengurangkan penerimaan sebesar Rp 16.790.000 dengan total biaya tunai yaitu sebesar Rp 5.990.987,40. Pendapatan atas biaya total sebesar Rp 6.279.598,36 diperoleh dengan mengurangkan penerimaan sebesar Rp 16.790.000 dengan biaya total sebesar Rp 10.510.401,64. R/C rasio atas biaya tunai adalah sebesar 2,80. Hal ini menunjukan bahwa setiap rupiah biaya tunai yang dikeluarkan untuk usahatani ubi kayu akan menghasilkan penerimaan sebesar Rp 2,80. R/C rasio atas biaya total adalah sebesar 1,59. Hal ini menunjukan bahwa setiap rupiah biaya total yang dikeluarkan untuk usahatani ubi kayu akan menghasilkan penerimaan sebesar Rp 1,59.
Penggunaan faktor-faktor produksi belum efisien secara ekonomi karena rasio antara NPM dan BKM tidak sama dengan satu. Rasio NPM-BKM dari lahan adalah 4,67; bibit sebesar 1,39; pupuk urea sebesar 2,57; pupuk kandang sebesar 2,75; dan tenaga kerja sebesar 0,56. Agar dicapai efisiensi ekonomi maka penggunaan faktor-faktor produksi sebaiknya pada tingkat optimal. Penggunaan faktor-faktor produksi pada tingkat optimal adalah apabila bibit ditingkatkan dari 2.498,33 batang menjadi 3.484,04 batang (cateris paribus), ataupenggunaan tenaga kerja dikurangi dari 50,64 HKP menjadi 27,71 HKP (cateris paribus).
Setelah hasil analisis penggunaan input optimal didapatkan, hasil tersebut kemudian di bagi dengan rata-rata luas lahan di daerah penelitian sebesar 0,24 ha. Konversi ini dilakukan guna memperoleh hasil input optimal per hektar. Setelah dilakukan konversi, ternyata terdapat ketidaksesuaian hasil analisis dengan literatur. Ketidaksesuaian terjadi pada hasil analisis penggunaan pupuk urea dan pupuk kandang optimal per hektar. Menurut literatur pupuk urea ideal per hektar sebesar 200 kg, sedangkan hasil analisis sebesar 1.083 kg/ha. Pupuk kandang ideal per hektar adalah 5.000 kg, sedangkan hasil analisis menyarankan penggunaan pupuk kandang
(5)
v per hektar sebesar 20.025 kg/ha. Ketidaksesuaian hasil ini dikarenakan penggunaan pupuk urea dan pupuk kandang di daerah penelitian sudah melebihi dosis ideal
Saran yang dapat diberikan dalam penelitian ini adalah petani ubi kayu Desa Pasirlaja sebaiknya menerapkan pedoman usahatani ubi kayu secara lengkap. Dalam hal penggunaan pupuk, petani seharusnya tidak hanya menggunakan pupuk urea saja, namun dilengkapi dengan pupuk TSP dan KCL. Kemudian petani seharusnya memperhatikan masalah pola penanaman seperti jarak tanam dan waktu tanam yang sesuai dengan prosedur operasional baku usahatani ubi kayu.
Dalam rangka meningkatkan pendapatan petani di Desa Pasirlaja, usahatani ubi kayu menjadi komoditas yang dapat terus diusahakan. Perlu adanya dukungan pemerintah daerah Kabupaten Bogor terhadap perkembangan usahatani ubi kayu. Untuk mencapai efisiensi ekonomi usahatani ubi kayu di Desa Pasirlaja, maka penggunaan bibit seharusnya ditambah sebesar 986 batang (cateris paribus), atau penggunaan tenaga kerja dikurangi sebesar 22,93 Hari Kerja Petani (cateris paribus). Petani ubi kayu Desa Pasirlaja seharusnya menggunakan pupuk urea dan pupuk kandang sesuai dosisnya (literatur). Penggunaan pupuk urea seharusnya sebesar 200 kg/ha dan pupuk kandang seharusnya 5.000 kg/ha.
(6)
vi
ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN
USAHATANI UBI KAYU
(Studi Kasus Desa Pasirlaja, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor)
ALFIAN NUR AMRI
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Depertemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan
DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
(7)
vii Judul skripsi : Analisis Efisiensi Produksi dan Pendapatan Usahatani Ubi
Kayu (Studi Kasus Desa Pasirlaja, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat)
Nama : Alfian Nur Amri
NRP : H44070039
Disetujui Dosen Pembimbing
Novindra, S.P, M.Si NIP. 19811102 200701 1001
Diketahui
Ketua Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan
Dr. Ir. Aceng Hidayat, M.T. NIP. 19660717 1992031 1 003
(8)
viii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan segala rahmat dan karunia-Nya, sehingga dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Analisis Efisiensi Produksi dan Pendapatan Usahatani Ubi Kayu (Studi Kasus Desa Pasirlaja, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor), yang merupakan syarat kelulusan program Sarjana Ekonomi, Institut Pertanian Bogor. Desa Pasirlaja menghadapi permasalahan menurunya laju pertumbuhan rata-rata produksi ubi kayu pada tahun 2007-2008 yaitu sebesar 0,29 persen. Kendala minimnya informasi dan adopsi teknologi budidaya ubi kayu yang baik dan efisien diduga mengakibatkan terjadinya permasalahan tersebut. Oleh karena itu penulis merasa perlu untuk menganalisis penerapan pedoman usahatani ubi kayu, menganalisis pendapatan usahatani ubi kayu, serta menganalisis efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi pada usahatani ubi kayu Desa Pasirlaja.
Skripsi ini merupakan hasil maksimal yang dapat dikerjakan. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan ini masih terdapat kekurangan. Untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun untuk kelanjutan penelitian yang sejenis di masa yang akan datang. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.
Bogor, 18 Juli 2011
(9)
ix
UCAPAN TERIMA KASIH
Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena dengan rahmat-Nya, skripsi ini dapat diselesaikan. Penyelesaian skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada : 1. Kedua orang tua, Bapak Amin Shodiq dan Ibu Hartati, serta adik-adik saya Yunan dan Ipe, atas kasih saying, doa serta dorongan moral dan material yang diberikan kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini.
2. Bapak Novindra, SP, M.Si selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran untuk memberikan bimbingan dan pengarahan dalam penulisan skripsi ini.
3. Tim Dosen Penguji atas kesediaannya menjadi dosen penguji serta semua ktitik maupun saran yang diberikan pada ujian sidang penulis.
4. Bapak Ihad dan seluruh petani responden serta staf Desa Pasirlaja yang telah bersedia meluangkan waktu, memberikan informasi, bantuan dan pengarahan selama penulis melakukan kegiatan turun lapang.
5. Desi Dwi Purnamasari yang telah memberikan doa dan dukungan kepada penulis, dalam penulisan skripsi ini.
6. Teman-teman ESL sebimbingan, Yusuf, Fahmi, Anggun, Rini, Agung Wibowo serta teman-teman ESL Angkatan 44 dan semua pihak yang telah membantu namun tidak dapat disebutkan satu persatu. Semoga segala kebaikan yang telah diberikan akan mendapat balasan dari Allah SWT.
(10)
x
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah pada tanggal 15 Juni 1989. Penulis adalah anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Amin Shodiq dan Hartati. Pada tahun 1996-2001 penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Negeri 2 Panggisari. Pada tahun 2001 penulis melanjutkan pendidikan di SMP Negeri 1 Purwareja Klampok, kemudian pada tahun 2004 melanjutkan pendidikan di SMA Negeri 1 Banjarnegara, dan lulus tahun 2007. Pada tahun yang sama, penulis melanjutkan pendidikan di Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI. Selama di bangku kuliah, penulis aktif di berbagai kegiatan organisasi, antara lain Badan Eksekutif Mahasiswa Keluarga Mahasiswa tahun 2007 dan Forum Mahasiswa dan Studi Islam tahun 2008.
(11)
xi
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL……… ... xiv
DAFTAR GAMBAR………... xvi
DAFTAR LAMPIRAN……….. xvii
I. PENDAHULUAN………... 1
1.1. Latar Belakang………. 1
1.2. Perumusan Masalah……….. 7
1.3. Tujuan Penelitian……….. 9
1.4. Kegunaan Penelitian………... 9
1.5. Ruang Lingkup Penelitian……… 10
II.TINJAUAN PUSTAKA………. ….. 11
2.1. Tinjauan Teoritis Ubi Kayu………. 11
2.2. Pedoman usahatani ubi kayu……… 11
2.2.1. Iklim………... 12
2.2.2. Tekstur dan Struktur Tanah……… 12
2.2.3. Bibit………... 12
2.2.4. Pegolahan Tanah………. 13
2.2.5. Penanaman……….. 13
2.2.6. Pemupukan………... 14
2.2.7. Pemeliharaan………... 14
2.2.7.1. Penyulaman………... 15
2.2.7.2. Penyiangan………... …... 15
2.2.7.3. Pembuangan Tunas………..………….. 15
2.2.7.4. Hama Penyakit……….….. 15
2.3. Produk Olahan Ubi Kayu……… 16
2.4. Penelitian Terdahulu………... 16
2.4.1. Penelitian Tentang Analisa Pendapatan Usahatani………… ….. 16
2.4.2. Penelitian Tentang Efesiensi Produksi……….. 17
2.5. Kebaruan Penelitian………... 17
III. KERANGKA PEMIKIRAN……….…... 19
3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis………... 19
3.1.1. Konsep Usahatani……… 19
3.1.2. Biaya Usahatani……… 20
3.1.2.1. Biaya Tetap………... 20
3.1.2.2. Biaya Variabel………. 20
3.1.2.3. Biaya Tunai……….. 20
3.1.2.4. Biaya Tidak Tunai………... 20
3.1.3. Konsep Pendapatan Usahatani……… 21
3.1.4. Konsep Pengukuran Keuntungan dengan Revenue Cost Rato 21
3.1.5. Konsep Fungsi Produksi……….. 22
(12)
xii
3.1.7. Konsep Kondisi Return to Scale……….. 25
3.1.8. Konsep Efisiensi Penggunaan Faktor Produksi……….… 26
3.2. Kerangka Efisiensi Operasioanal………. .... 28
IV. METODE PENELITIAN………. 32
4.1. Waktu dan Lokasi Penelitian………. 32
4.2. Jenis dan Sumber Data……….… 32
4.3. Metode Pengambilan Contoh……… 32
4.4. Metode Analisis dan Pengolahan Data………. 33
4.4.1. Analisis Pendapatan Usahatani………..… 33
4.4.2. Analisis Fungsi Produksi……….. 35
4.4.3. Metode Pengujian Hipotesis……… 38
4.4.3.1. Uji Statistik……….. 38
4.4.3.2. Uji Ekonometrik………... 40
4.3.3.2.1. Uji Normalitas……….. 41
4.3.3.2.2. Uji Heteroskedastisitas………. 41
4.3.3.2.3. Uji Mulitikolinearitas……… 42
4.5. Definisi Operasional………. 43
V. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN………. 46
5.1. Keadaan Umum dan Geografis……… 47
5.2. Keadaan Penduduk dan Mata Pencaharian……… … 47
5.2.1. Penduduk menurut Umur dan Jenis Kelamin……… 47
5.2.2. Sebaran Penduduk berdasarkan Tingkat Pendidikan……….. 47
5.2.3. Sebaran Penduduk menurut Mata Pencaharian……… … 48
5.2.4. Karakteristik Petani Responden……….. 49
5.2.4.1. Umur Petani……….. 49
5.2.4.2. Luas Lahan Garapan………..… 50
5.2.4.3. Tingkat Pendidikan dan Pengalaman Petani Responden………... 50
5.3. Gambaran Umum Usahatani Ubi Kayu di Desa Pasirlaja………. …. 51
VI. ANALISIS PENERAPAN PROSEDUR OPERASIONAL BAKU BUDIDAYA UBI KAYU………. 54
6.1. Iklim……… 54
6.2. Tekstur dan Struktur Tanah………... 54
6.3. Bibit………. 54
6.4. Pengolahan Tanah………. 55
6.5. Penanaman………. 56
6.6. Pemupukan………. 56
6.7. Pemeliharaan………. 57
VII. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI UBU KAYU……….. 58
7.1. Analisis Penggunaan Sarana Produksi………. 58
(13)
xiii
7.1.2. Saran Produksi Bibit………. 58
7.1.3. Sarana Produksi Pupuk………. 58
7.1.4. Tenaga Kerja………. 59
7.1.5. Alat-alat Pertanian………. 59
7.2. Analisis Pendapatan Usahatani Ubi Kayu……… 60
VIII. ANALISIS EFISIENSI PENGGUNAAN FAKTOR PRODUKSI USAHATANI UBI KAYU……… 64
8.1. Pendugaan dan Pengujian Fungsi Produksi………... 64
8.2. Analisis Faktor Produksi………. 65
8.2.1. Luas Lahan……… 65
8.2.2. Bibit……… 66
8.2.3. Pupuk Urea……… 67
8.2.4. Pupuk Kandang……… 67
8.2.5. Penggunaan Tenaga Kerja……… 68
8.3. Analisis Skala Usaha………... 68
8.4. Analisis Efisiensi Ekonomi………. 69
IX. SIMPULAN DAN SARAN………... 73
9.1. Simpulan……….. 73
9.2. Saran………. 73
DAFTAR PUSTAKA………... 75
(14)
xiv
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1. Produk Domestik Bruto Sektor Pertanian di Indonesia
Tahun 2005-2008 ... 2 2. Perkembangan Produksi Komoditas Tanaman Pangan Indonesia
Tahun 2006-2009 ... 3 3. Perkembangan Luas Panen, Produksi serta Produktivitas Ubi Kayu
di Provinsi Jawa Barat, Indonesia Tahun 2006-2009 ... 5 4. Perkembangan Luas Panen, Produksi serta Produktivitas Ubi Kayu
di Kabupaten Bogor, Jawa Barat Tahun 2006-2009 ... . 6 5. Perkembangan Produksi, dan Produktivitas Ubi Kayu Desa Pasirlaja
dan Kecamatan Sukaraja Tahun 2007-2009……….. . 7 6. Persamaan dan Perbedaan Penelitian “Analisis Efisiensi Produksi
dan Pendapatan Usahatani Ubi Kayu di Desa Pasirlaja, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor” dengan Penelitian Sebelumnya ... 18 7. Komposisi Penduduk Berdasarkan Golongan Usia
di Desa Pasirlaja, Tahun 2009 ... 47 8. Sebaran Penduduk Desa Pasirlaja Menurut Pendidikan ... 48 9. Komposisi Penduduk berdasarkan Mata Pencaharian
di DesaPasirlaja, Tahun 2009 ... 48 10.Sebaran Petani Responden Berdasarkan Umur Pada Usahatani
Ubi Kayu di Desa Pasirlaja, Tahun 2011 ... 49 11.Sebaran Petani Responden berdasarkan Luas Lahan di Desa
Pasirlaja, Tahun 2011 ... 50 12.Sebaran Petani Responden berdasarkan Tingkat Pendidikan Pada
Usahatani Ubi kayu di Desa Pasirlaja, Tahun 2011……….………. 50 13.Sebaran Petani Responden menurut Pengalaman Bertani Ubi Kayu
di Desa Pasirlaja, Tahun 2011 ... 51 14.Penyusutan Alat-Alat Pertanian Desa Pasirlaja ... 60 15.Analisis Pendapatan Usahatani Ubi Kayu
Desa Pasirlaja Tahun 2010 ... 61 16.Nilai VIF Model Cobb-Douglas ... 65 17.Rasio Nilai Produksi Marjinal dan Biaya Korbanan Marjinal
(15)
xv 18.Kombinasi Optimal Penggunaan Faktor Produksi
Ubi Kayu………. 71
(16)
xvi
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
1. Fungsi Produksi Klasik……… 24
(17)
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1. Komposisi Kimia Komoditas Ubi Kayu per Seratus Gram ... 78 2. Produksi Rata-Rata Ubi Kayu di Empat Provinsi Penghasil Ubi Kayu
Terbesar di Indonesia Tahun 2006-2009………. 78 3. Rata-rata Produksi Ubi Kayu di Empat Kabupaten Sentra
2006-2009 ... .. 78 4. Rata-Rata Produksi Ubi Kayu di Lima Desa Penghasil Ubi Kayu Terbesar
di Kecamatan Sukaraja Tahun 2007-2009 ... 79 5. Lampiran 5. Hasil Analisis Faktor-Faktor Produksi Model Fungsi Produksi
Cobb-Douglas Usahatani Ubi Kayu di Desa Pasirlaja………. 80 6. Uji Heteroskedastisitas Dengan Uji Glejser……….. 81 7. Data Produksi Usahatani Ubi Kayu
Desa Pasirlaja Tahun 2009……… 82
8. Data Produksi Per Hektar Usahatani Ubi Kayu Desa Pasirlaja
Tahun 2009……… 83
9. Perhitungan Rasio NPM dan BKM………....………... 84 10.Perhitungan X Optimal ... ………. 86
(18)
1
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
Indonesia merupakan negara berkembang dengan pertanian sebagai sektor utama. Sebagian besar penduduk Indonesia bekerja di sektor pertanian. Jumlah serapan tenaga kerja sektor pertanian paling banyak dibanding sektor lainya, yaitu 42,83 juta orang (39,88 persen) dari 107,41 juta orang angkatan kerja Indonesia (Badan Pusat Statistik, 2010). Oleh karena itu pertanian menjadi sektor yang amat penting dari pembangunan ekonomi nasional. Pertanian di Indonesia terbagi dalam beberapa sub sektor, diantaranya tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, peternakan, perikanan, dan kehutanan. Sub sektor tanaman pangan sebagai bagian dari sektor pertanian memiliki peranan yang sangat penting dalam ketahanan nasional. Peranan sub sektor tanaman pangan antara lain mewujudkan ketahanan pangan, pembangunan wilayah, pengentasan kemiskinan, penyerapan tenaga kerja dan penerimaan devisa1.
Kontribusi sub sektor tanaman pangan dalam produk domestik bruto sektor pertanian juga cukup besar. Kontribusi sub sektor tanaman pangan merupakan yang tertinggi bila dibandingkan dengan kontribusi sub sektor lain. Kontribusi sub sektor tanaman pangan dalam produk domestik bruto sektor pertanian tahun 2005 hingga 2008 dapat dilihat pada Tabel 1.
Berdasarkan tabel 1, terlihat bahwa dari tahun 2005 hingga 2008 rata-rata kontribusi sub sektor tanaman pangan terhadap sektor pertanian berada pada urutan
1
Kecukupan Pangan Beras dan Pengembangan Wilayah Setelah Adanya Irigasi di Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang, 11 Mei
(19)
2 pertama. Hal ini ditunjukan oleh rata-rata kontribusi sub sektor tanaman pangan sebesar 49,53 persen.
Tabel 1. Produk Domestik Bruto Sektor Pertanian di Indonesia Tahun 2005- 2008
Sub Sektor
Tahun
Rata-Rata (%) Laju Pertumbuhan Rata-Rata (%) 2005 (%) 2006 (%) 2007 (%) 2008 (%) Tanaman
Pangan 49,55 49,37 49,33 49,87 49,53 (0,01)
Perkebunan 15,68 15,75 15,89 15,75 15,77 0,15
Peternakan 12,74 12,74 12,61 12,5 12,65 (0,17)
Kehutanan 6,77 6,36 6,08 5,78 6,25 (1,82)
Perikanan 15,26 15,78 16,08 16,09 15,80 0,89
Sumber: Badan Pusat Statistik, 2009
Ubi kayu merupakan salah satu komoditas sub sektor tanaman pangan yang potensial untuk dikembangkan di Indonesia. Potensi komoditas ubi kayu Indonesia dapat terlihat dari jumlah produksi ubi kayu, yang merupakan produksi tanaman pangan terbesar kedua setelah padi di Indonesia. Perkembangan produksi tanaman pangan di Indonesia dari tahun 2006 sampai dengan tahun 2009, dapat dilihat pada Tabel 2.
Berdasarkan Tabel 2, dapat terlihat bahwa dari tahun 2006 sampai dengan 2009, komoditas ubi kayu merupakan komoditas tanaman pangan dengan jumlah produksi terbesar kedua setelah komoditas padi. Hal ini terlihat dari rata-rata produksi ubi kayu sebesar 20.942.710 ton. Selain jumlah produksi yang besar, laju pertumbuhan rata-rata produksi ubi kayu dari tahun 2006 hingga 2009 juga mengalami peningkatan sebesar 1,29 persen. Meskipun peningkatan laju pertumbuhan rata-rata produksi komoditas ubi kayu bukan yang terbesar bila
(20)
3 dibandingkan komoditas lain, hal itu tetap menunjukan bahwa komoditas ubi kayu cukup potensial untuk dikembangkan di Indonesia.
Tabel 2. Perkembangan Produksi Komoditas Tanaman Pangan Indonesia Tahun 2006-2009
Komo Ditas
Tahun
Rata-Rata Produksi (000 ton) Laju Pertumbuhan Rata-Rata (%) 2006 (000 ton) 2007 (000 ton) 2008 (000 ton) 2009 (000 ton)
Ubi Kayu 19.986,64 19.988,10 21.756,99 22.039,15 20.942,71 1,29
Jagung 11.609,46 13.287,53 16.317,25 17.629,75 14.710,10 7,19
Kedelai 747,61 592,53 775,71 974,51 772,59 3,78
Kacang
Tanah 838,10 789,10 770,05 777,89 793,78 (1,32)
Kacang
Hijau 316,13 322,49 298,06 314,49 312,79 (0,21)
Ubi Jalar 1.854,24 1.886,85 1.881,76 2.057,91 1.920,19 1,04
Padi 54.454,94 57.157,44 60.325,93 64.398,89 59.084,30 2,25
Sumber: Badan Pusat Statistik, 2010. (diolah)
Ubi kayu merupakan sumber bahan pangan karbohidrat dan bahan baku industri makanan, kimia dan pakan ternak di Indonesia. Beberapa keunggulan dari ubikayu antara lain tanaman ini sudah dikenal dan dibudidayakan secara luas oleh masyarakat perdesaan sebagai bahan pokok dan cadangan pangan pada musim paceklik, masyarakat khususnya di perdesaan telah terbiasa mengolah dan mengkonsumsinya dalam bentuk gatot dan tiwul, nilai kandungan gizinya cukup tinggi, dan mudah beradaptasi dengan lingkungan atau lahan yang marjinal dan beriklim kering. Komoditas ubikayu juga merupakan salah satu komoditas tanaman pangan yang menghasilkan devisa negara melalui ekspor dalam bentuk gaplek dan tapioka. Pemanfaatan terbesar ubikayu di Indonesia yaitu untuk bahan pangan sekitar 58 persen, bahan baku industri 28 persen, ekspor dalam bentuk gaplek sekitar 8 persen, pakan 2 persen, sedangkan sisanya 4 persen merupakan limbah pertanian (Direktorat Budidaya Kacang-Kacangan dan Umbi-Umbian, 2010).
(21)
4 tahunan tropika dan subtropika dari keluarga Euphorbiaceae. Umbinya dikenal luas sebagai makanan pokok penghasil karbohidrat dan daunnya sebagai sayuran. Daging umbinya berwarna putih atau kekuningan 2
Komoditas ubi kayu memiliki kandungan gizi yang banyak (Direktorat Budidaya Kacang-Kacangan dan Umbi-Umbian, 2010). Komposisi kimia komoditas ubi kayu per seratus gram untuk jenis ubi kayu putih dan ubi kayu kuning dapat dilihat pada Lampiran 1.
Provinsi Jawa Barat merupakan salah satu provinsi penghasil ubi kayu di Indonesia. Berdasarkan jumlah rata-rata produksi, Provinsi Jawa Barat berada pada urutan keempat penghasil ubi kayu terbesar di Indonesia (Lampiran 2). Perkembangan luas panen, produksi, serta produktivitas komoditas ubi kayu di Provinsi Jawa Barat dibandingkan dengan produksi di seluruh Indonesia tahun 2006-2009 dapat dilihat pada Tabel 3.
Berdasarkan Tabel 3, maka dapat terlihat bahwa laju pertumbuhan rata-rata kontribusi luas panen ubi kayu Jawa Barat terhadap luas panen ubi kayu Indonesia dari tahun 2006 sampai dengan 2009 mengalami peningkatan sebesar 0,66 persen. Sementara itu laju pertumbuhan rata-rata kontribusi jumlah produksi ubi kayu Jawa Barat terhadap jumlah produksi ubi kayu Indonesia mengalami penurunan sebesar 2,49 persen. Peningkatan laju pertumbuhan rata-rata kontribusi luas panen serta penurunan kontribusi jumlah produksi ubi kayu Jawa barat terhadap Indonesia diikuti oleh penurunan laju pertumbuhan rata-rata kontribusi produktivitas ubi kayu Jawa Barat terhadap Indonesia, yaitu sebesar 3,11 persen. Laju pertumbuhan rata
2
(22)
5 rata luas panen ubi kayu Jawa Barat tahun 2006 hingga 2009 mengalami penurunan sebesar 0,78 persen, sedangkan laju pertumbuhan rata-rata luas panen ubi kayu Indonesia juga mengalami penurunan sebesar 1,40 persen. Penurunan laju pertumbuhan luas panen ubi kayu Jawa Barat dan Indonesia tidak diikuti oleh penurunan laju pertumbuhan rata-rata produksi. Laju pertumbuhan rata-rata produksi ubi kayu Jawa Barat dan Indonesia justru mengalami peningkatan, yaitu masing-masing sebesar 0,80 persen dan 3,39 persen. Penurunan laju pertumbuhan rata-rata luas panen ubi kayu Jawa Barat dan Indonesia yang diikuti oleh peningkatan laju pertumbuhan rata-rata produksi terjadi karena adanya peningkatan laju pertumbuhan rata-rata produktivitas ubi kayu, baik di Jawa Barat maupun di Indonesia yaitu masing-masing sebesar 1,46 persen dan 4,72 persen.
Tabel 3. Perkembangan Luas Panen, Produksi serta Produktivitas Ubi Kayu di Provinsi Jawa Barat, Indonesia Tahun 2006-2009
Tahun
Luas Panen (000 ha) Produksi (000 ton) Produktivitas (ku/ha) Jawa
Barat
Indo nesia (%)
Jawa barat
Indo Nesia (%)
Jawa barat
Indo
nesia (%)
2006 113,66 1.227,46 9,26 2.044,67 19.986,64 10,23 180 163 110,43 2007 105,51 1.201,48 8,78 1.922,84 19.988,06 9,62 182,25 166,36 109,55 2008 109,35 1.204,93 9,07 2.034,85 21.756,91 9,35 186,08 180,57 103,05 2009 110,83 1.175,67 9,42 2.086,19 22.039,15 9,47 188,24 187,46 100,42 growth
(%) (0,78) (1,40) 0,66 0,80 3,39 (2,49) 1,46 4,72 (3,11) Keterangan : % = Kontribusi Jawa Barat Terhadap Indonesia, growth = laju pertumbuhan rata-rata Sumber : Badan Pusat Statistik, 2010 (diolah)
Kabupaten Bogor merupakan salah satu daerah sentra produksi ubi kayu di Provinsi Jawa Barat.Penentuan Kabupaten Bogor sebagai sentra produksi ubi kayu di Jawa Barat didasarkan pada rata-rata produksi ubi kayu di Kabupaten Bogor bila dibandingkan dengan kabupaten-kabupaten lain di Provinsi Jawa Barat, dimana Kabupaten Bogor menempati urutan ketiga penghasil ubi kayu terbesar di Provinsi Jawa Barat dari tahun 2005 sampai dengan 2008 (Lampiran 3). Penentuan Kabupaten Bogor sebagai sentra produksi ubi kayu juga didasarkan pada
(23)
6 perbandingan luas panen serta produksi ubi kayu di Kabupaten Bogor dibandingkan dengan Provinsi Jawa Barat. Perkembangan luas panen serta produksi ubi kayu di Kabupaten Bogor dan Jawa Barat dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Perkembangan Luas Panen dan Produksi Ubi Kayu di Kabupaten Bogor, Jawa Barat Tahun 2006-2009
Tahun
Luas Panen (ha) Produksi (ton) Kab.Bogor Jawa
Barat
Kontribusi (%)
Kab.Bogor Jawa Barat
Kontribusi (%)
2006 10.125 113.663 8,90 184.912 2.044.674 9,04
2007 8.929 105.508 8,46 176.435 1.922.840 9,18
2008 10.073 109.354 9,21 198.597 2.034.854 9,76
2009 8342 110.827 7,53 160.728 2.086.187 7,04
growth
(%) (11,81) (7,17) (4,94) (4,58) (5,96) 1,55
Keterangan : growth = Laju Pertumbuhan Rata-Rata
Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor, 2009 (diolah)
Berdasarkan Tabel 4, maka dapat terlihat bahwa laju pertumbuhan rata-rata produksi ubi kayu Jawa Barat tahun 2006 hingga 2009 mengalami penurunan sebesar 5,96 persen. Laju pertumbuhan rata-rata produksi ubi kayu di Kabupaten Bogor dari tahun 2006 hingga 2009 juga mengalami penurunan sebesar 4,58 persen. Penurunan yang terjadi pada produksi ubi kayu di Kabupaten Bogor disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain faktor alam (iklim), waktu panen (delay), harga di tingkat petani, dan sebagainya (Utami, 2006).
Berdasarkan data yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor, diketahui bahwa salah satu desa penghasil ubi kayu terbesar di Kabupaten Bogor adalah Desa Pasirlaja (Lampiran 4). Perkembangan produksi ubi kayu di Desa Pasirlaja dan Kecamatan Sukaraja dari tahun 2007 hingga 2009 dapat dilihat pada Tabel 5.
Berdasarkan Tabel 5, diketahui bahwa selama kurun waktu 2007 hingga 2009, terjadi penurunan laju pertumbuhan rata-rata produksi ubi kayu di Desa Pasirlaja yaitu sebesar 0,29 persen, sedangkan laju pertumbuhan rata-rata produksi
(24)
7
Tabel 5. Perkembangan Luas Panen dan Produksi Ubi Kayu Desa Pasirlaja dan Kecamatan Sukaraja Tahun 2007-2009
Tahun
Produksi (ton) Desa Pasirlaja Kecamatan
Sukaraja
Kontribusi (%)
2007 4.408 34.649 12,72
2008 4.769 49.242 9,68
2009 1.525 21.380 10,83
Rata-Rata 3.567,33 35.090 11,08
growth (%) (0,29) (7,23) (6,01)
Keterangan: growth = Laju Pertumbuhan Rata-Rata Sumber: Badan Pusat Statistik, 2010 (diolah)
ubi kayu di Kecamatan Sukaraja juga mengalami penurunan yaitu sebesar 7,23 persen. Desa Pasirlaja terletak di Kecamatan Sukaraja. Di desa ini terdapat banyak pabrik olahan ubi kayu. Pabrik olahan ubi kayu merupakan pasar yang jelas bagi petani untuk menjual hasil panennya. Setelah dipanen, ubi kayu bisa langsung di jual ke pabrik. Kejelasan pasar merupakan faktor pendorong utama desa ini untuk menghasilkan ubi kayu dalam jumlah besar. Selain jumlah produksi yang besar, petani di desa ini juga menjadikan ubi kayu sebagai tanaman utama. Sepanjang tahun, petani hanya menanam ubi kayu, tanpa diselingi dengan tanaman lain. Karena berbagai alasan tersebut Desa Pasirlaja dipilih sebagai lokasi penelitian.
1.2. Perumusan Masalah
Usahatani ubi kayu di Desa Pasirlaja memiliki prospek yang cukup menjan- jikan. Berdasarkan hasil wawancara awal ke petani pada pra survey penelitian, diketahui bahwa permintaan terhadap ubi kayu di Desa Pasirlaja terus mengalami peningkatan. Permintaan ini berasal dari pabrik-pabrik pengolahan ubi kayu yang juga berada di desa ini. Jika dikelola dengan baik, usahatani ubi kayu di Desa Pasirlaja bisa mendatangkan keuntungan bagi petani. Namun, petani ubi kayu di Desa Pasirlaja menghadapi permasalahan berupa menurunnya laju pertumbuhan rata-rata produksi selama kurun tahun 2007 sampai dengan 2009 yaitu sebesar 0,29
(25)
8 persen. Kendala minimnya informasi dan adopsi teknologi budidaya ubi kayu yang baik dan efisien diduga mengakibatkan terjadinya permasalahan tersebut. Selain itu, penambahan kawasan pemukiman yang mengakibatkan lahan ubi kayu semakin sempit juga menjadi faktor penyebab terjadinya penurunan laju pertumbuhan rata-rata produksi ubi kayu pada tahun 2007 s/d 2009.
Pada penelitian ini, permasalahan yang dihadapi petani Desa Pasirlaja ditinjau dalam dua aspek yang saling berhubungan, yaitu aspek pendapatan usahatani dan aspek efisiensi. Peninjauan dari kedua aspek tersebut dilakukan agar kendala-kendala yang dihadapi petani dapat diketahui secara empiris. Peninjauan terhadap aspek pendapatan usahatani dilakukan karena pendapatan yang diperoleh petani bergantung pada kualitas penggunaan input dan jumlah biaya yang digunakan dalam proses produksi. Peninjauan terhadap aspek efisiensi juga dilakukan karena permasalahan yang terjadi diduga diakibatkan oleh kurang efisiennya penggunaan input dalam usahatani.
Usahatani yang dilakukan dengan metode yang baik dan efisien akan mendatangkan keuntungan yang optimal. Usahatani dikatakan baik apabila sesuai dengan standar pertanian yang ideal baik terkait pemilihan bibit, jenis tanah, suhu, pemupukan, dan sebagainya, sedangkan usahatani dikatakan efisien apabila faktor produksi digunakan pada tingkat optimal. Selain efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi, kondisi return to scale juga perlu dianalisis. Kondisi return to scale pada usahatani menentukan besarnya tingkat pendapatan yang diperoleh petani.
Berdasarkan uraian tersebut, maka permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah :
(26)
9 2. Bagaimana pendapatan petani dalam usahatani ubi kayu di Desa Pasirlaja? 3. Apakah faktor-faktor produksi dalam usahatani ubi kayu di Desa Pasirlaja sudah
digunakan secara efisien?
1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Menganalisis penerapan pedoman usahatani ubi kayu (POB) usahatani ubi kayu di Desa Pasirlaja.
2. Menganalisis pendapatan petani dalam usahatani ubi kayu di Desa Pasirlaja. 3. Menganalisis efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi usahatani ubi kayu di
Desa Pasirlaja.
1.4. Kegunaan Penelitian
Penelitian ini memiliki beberapa tujuan, baik bagi peneliti maupun pihak-pihak terkait. Tujuan penelitian ini antara lain;
1. Bagi penulis, penelitian ini bermanfaat untuk mengaplikasikan ilmu yang telah didapatkan dari kegiatan perkuliahan.
2. Penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi dan masukan bagi pihak-pihak yang berkepentingan yaitu petani ubi kayu di Desa Pasirlaja dan petani ubi kayu di daerah lain, pemerintah, serta perguruan tinggi.
3. Bagi petani, hasil penelitian ini diharapkan bisa menjadi masukan dalam pengambilan keputusan usaha, demi tercapainya usahatani yang lebih menguntungkan.
4. Bagi pemerintah, dalam hal ini pemerintah daerah Kabupaten Bogor, penelitian ini diharapkan bisa menjadi bahan masukan dalam pengambilan kebijakan
(27)
10 pengembangan usahatani ubi kayu di Kecamatan Sukaraja khususnya, serta Kabupaten Bogor pada umumnya.
5. Bagi perguruan tinggi, penelitian ini diharapkan bisa menjadi pembanding dan sumber informasi bagi kegiatan penelitian selanjutnya mengenai pertanian ubi kayu.
1.5. Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian mencakup tentang analisis efisiensi produksi serta analisis pendapatan usahatani ubi kayu di Desa Pasirlaja, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor.
1. Penelitian yang dilaksanakan didasarkan pada data musim tanam tahun 2009. 2. Usahatani ubi kayu yang diteliti adalah usahatani ubi kayu di Desa Pasirlaja,
Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor.
3. Penelitian dilaksanakan di Desa Pasirlaja, dimana pertanian ubi kayu di desa ini tidak sepenuhnya sesuai dengan pedoman usahatani ubi kayu. Ketidaksesuaian terletak pada penggunaan pupuk, pola penanaman serta struktur dan tekstur tanah.
(28)
11
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Teoritis Ubi Kayu
Ubi kayu juga dikenal sebagai ketela pohon atau singkong. Tanaman ini merupakan pohon tahunan tropika dan subtropika dari keluarga Euphorbiaceae. Umbinya dikenal luas sebagai makanan pokok penghasil karbohidrat dan daunnya sebagai sayuran. Ubi kayu merupakan umbi atau akar pohon yang panjang dengan fisik rata-rata bergaris tengah 2 sampai 3 cm dan panjang 50 sampai 80 cm, tergantung dari jenis singkong yang ditanam. Daging umbinya berwarna putih atau kekuning-kuningan (Balai Informasi Pertanian Irian Jaya, 2005). Ubi kayu termasuk tanaman tropis, tetapi dapat pula beradaptasi dan tumbuh dengan baik di daerah sub tropis. Adapun klasifikasi ubi kayu adalah sebagai berikut (Direktorat Kacang-kacangan dan Umbi-umbian, 2010);
Kingdom : Plantae Divisi : Spermatophyta Subdivisi :Angiospermae Kelas : Dicotyledonae Ordo : Euphorbiales Famili : Euphorbiceae Genus : Manihot
Spesies : Manihot esculentas CRANTZ
2.2. Pedoman Usahatani Ubi Kayu
Usahatani ubi kayu relatif mudah bila dibandingkan dengan jenis tanaman pangan lainnya. Terdapat pedoman usahatani ubi kayu yang harus dipenuhi agar
(29)
12 usahatani ubi kayu berjalan dengan baik. Pedoman usahatani ubi kayu dalam antara lain (Balai Informasi Pertanian Irian Jaya, 2005):
2.2.1. Iklim
Faktor iklim harus diperhatikan dalam pertanian ubi kayu. Curah hujan yang baik untuk bertanam ubi kayu adalah 750 sampai 1.000 mm/thn. Tinggi tempat untuk bertanam adalah 0 sampai 1.500 m dpl dengan suhu 25 derajat Celsius sampai 28 derajat Celsius.
2.2.2. Tekstur dan Struktur Tanah
Selain faktor iklim, keadaan tanah juga perlu diperhatikan. Tekstur tanah yang baik untuk bertanam ubi kayu adalah tanah berpasir hingga tanah liat. Ubi kayu juga dapat tumbuh baik pada tanah lempung. Struktur tanah untuk bertanam sebaiknya tanah gembur. Tingkat Ph tanah ideal berada pada 4,5 hingga 8, atau optimalnya sampai dengan angka 5,8.
2.2.3. Bibit
Guna mendapatkan ubi kayu dengan kualitas yang baik, harus dilakukan pemilihan bibit yang baik pula. Bibit ubi kayu yang baik berasal dari tanaman induk yang memenuhi persyaratan. Persyaratan yang dimaksud adalah tingkat produksi ubi kayu tinggi, kadar tepung tinggi, umur genjah (7 sampai 9 bulan), memiliki rasa yang enak, serta tahan terhadap hama dan penyakit. Ubi kayu ditanam dari stek batang yang juga harus memenuhi syarat. Syarat stek batang ubi kayu yang siap ditanam adalah sebagai berikut:
1. Ubi kayu telah berumur 7-12 bulan, diameter 2,5-3 cm; telah berkayu, lurus dan masih segar.
(30)
13 2. Panjang stek 20-25 cm, bagian pangkal diruncingkan, agar memudahkan
penanaman, kulit stek sebaiknya tidak terkelupas, terutama pada bakal tunas 3. Bagian batang ubi kayu yang tidak dapat digunakan untuk ditanam adalah 15
sampai 20 cm pada bagian pangkal batang dan 20 sampai 25 cm pada bagian ujung atau pucuk tanaman
2.2.4. Pengolahan Tanah
Tanah yang akan digunakan untuk tempat penanaman ubi kayu harus disiapkan dengan baik. Waktu pengolahan tanah sebaiknya pada saat tanah tidak dalam keadaan becek atau berair, agar struktur tanah tidak rusak. Pengolahan tanah bertujuan untuk menjaga agar tanah menjadi gembur sehingga pertumbuhan akar dan umbi berkembang dengan baik. Cara pengolahan tanah untuk penanaman ubi kayu adalah sebagai berikut:
1. Tanah ringan atau gembur: tanah dibajak atau dicangkul 1 sampai 2 kali sedalam kurang lebih 20 cm, diratakan langsung ditanami.
2. Tanah berat dan berair: tanah dibajak atau dicangkul 1 sampai 2 kali sedalam kurang lebih 20 cm, dibuat bedengan-bedengan atau guludan juga dibuat saluran drainase, kemudian tanah baru dapat ditanami.
2.2.5. Penanaman
Pedoman usahatani ubi kayu selanjutnya adalah teknik bertanam yang tepat. Penanaman ubi kayu dapat dilakukan setelah bibit dan tanah disiapkan. Waktu yang baik untuk penanaman adalah pada permulaan musim hujan. Hal ini disebabkan ubi kayu memerlukan air terutama pada pertumbuhan vegetatif yaitu umur 4 sampai 5 bulan, selanjutnya kebutuhan akan air relatif lebih sedikit. Guna menghindari persaingan antar tanaman dalam mendapatkan unsur hara, perlu
(31)
14 diperhatikan jarak tanam. Jarak tanam ideal tanaman ubi kayu secara monokultur adalah 100 x 100 cm; 100 x 60 dan 100 x 40, sedangkan jarak tanam ideal ubi kayu pola tumpang sari adalah 200 x 60 cm untuk ubi kayu dengan kacang tanah, serta 100 x 60 cm untuk ubi kayu dengan jagung. Cara menanam ubi kayu dianjurkan stek tegak lurus atau minimal membentuk sudut 60 derajat dengan tanah dan kedalaman stek 10-15 cm.
2.2.6. Pemupukan
Guna mencapai hasil yang tinggi, tanaman ubi kayu perlu diberi pupuk organik (pupuk kandang, kompos dan pupuk hijau) dan pupuk non organik (Urea, TSP, KCl). Pupuk organik sebaiknya diberikan bersamaan dengan pengolahan tanah. Tujuan utama pemberian pupuk ini adalah untuk memperbaiki struktur tanah. Pupuk non organik diberikan tergantung tingkat kesuburan tanah. Umumnya dosis pupuk non organik anjuran untuk tanaman ubi kayu adalah: Urea : 200-250 kg/ha, TSP: 100 kg/ha, KCl: 150 kg/ ha, sedangkan cara pemberian pupuk adalah sebagai berikut :
1. Pupuk dasar : 1/3 bagian dosis Urea, KCl, dan seluruh dosis TSP diberikan pada saat tanam
2. Pupuk susulan : 2/3 bagian dari dosis Urea dan KCl diberikan pada saat tanaman berumur 3-4 bulan
2.2.7. Pemeliharaan
Pemeliharaan tanaman perlu dilakukan untuk mendapatkan tanaman yang sehat, baik, seragam dan memperoleh hasil yang tinggi. Pemeliharaan ubi kayu meliputi:
(32)
15
2.2.7.1. Penyulaman
Apabila ada tanaman ubi kayu yang mati atau tumbuh sangat merana harus segera dilakukan penyulaman. Waktu untuk penyulaman paling lambat lima minggu setelah tanam.
2.2.7.2. Penyiangan (ngored) dan Pembumbunan (mencug)
Penyiangan dilakukan apabila sudah mulai tampak adanya gulma (tanaman pengganggu). Penyiangan kedua dilakukan pada saat ubi kayu berumur 2 sampai 3 bulan sekaligus dengan melakukan pembumbunan. Pembumbunan dilakukan untuk memperbaiki struktur tanah sehingga ubi kayu dapat tumbuh dengan sempurna, memperkokoh tanaman supaya tidak rebah.
2.2.7.3. Pembuangan Tunas
` Tunas yang terlalu banyak akan mengganggu pertumbuhan ubi kayu. Oleh karena itu perlu dilakukan pembuangan tunas. Pembuangan tunas dilakukan pada saat tanaman berumur 1 sampai 1,5 bulan, apabila dalam satu tanaman tumbuh lebih dari dua tunas.
2.2.7.4. Hama dan Penyakit
Hama penting bagi tanaman ubi kayu adalah tungau daun merah dan kumbang, sedangkan penyakit yang sering menyerang ubi kayu adalah layu bakteri dan bercak daun. Guna mengendalikan serangan hama dan penyakit pada tanaman ubi kayu dilakukan beberapa hal, antara lain; sanitasi lapang setelah panen (membakar sisa tanaman), menggunakan bibit yang sehat dari varietas tahan penyakit, pengolahan tanah secara sempurna, serta pergiliran tanaman dengan palawija atau tanaman lainnya.
(33)
16
2.3. Produk Olahan Ubi Kayu
Ubi kayu merupakan jenis bahan makanan yang memiliki rasa yang enak, mudah diolah, serta awet. Oleh karena itu, ubi kayu bisa diolah menjadi berbagai macam produk olahan. Produk olahan ubi kayu diantaranya adalah tepung tapioka, peuyeum, kripik, tape, donat, tiwul dan sebagainya. Tepung tapioka telah banyak dimanfaatkan untuk bahan makanan, antara lain bermacam gorengan dan kue. Peuyeum dan tape dibuat dari ubi kayu yang dikukus, kemudian diberi ragi, makanan ini memiliki rasa asam manis. Produk olahan ubi kayu yang paling terkenal adalah kripik ubi kayu, yang dibuat dengan cara dipotong-potong, dikeringkan, lalu digoreng. Tiwul dibuat dengan cara menjemur ubi kayu yang telah dikupas, untuk kemudian direbus, sedangkan donat terbuat dari ubi kayu yang telah dihaluskan dan dikukus.
2.4. Penelitian Terdahulu
Penelitian mengenai analisis pendapatan dan efisiensi produksi usahatani telah banyak dilakukan. Akan tetapi penelitian tentang analisis pendapatan dan efisiensi produksi usahatani ubi kayu khusus Kabupaten Bogor belum pernah dilakukan sebelumnya. Terdapat berbagai penelitian sebelumnya yang membahas analisis yang sama namun dengan komoditas yang berbeda.
2.4.1. Penelitian tentang Analisis Pendapatan Usahatani
Hendrawanto (2008) melakukan penelitian tentang efisiensi usahatani cabai merah. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa usahatani cabai merah di Kabupaten Bogor sudah efisien dan menguntungkan. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis pendapatan dan diambil dari pendapatan petani yang diperoleh sebesar Rp 4.597.870 untuk setiap 2.080 meter persegi lahan yang
(34)
17 digunakan. Efisiensi usahatani juga diketahui melalui R/C ratio berdasarkan biaya tunai dan biaya total yang lebih besar dari satu yaitu masing-masing sebesar 2,59 dan 1,59. Berdasarkan nilai R/C ratio yang lebih dari 1, maka usahatani telah efisien. Petani yang digunakan sebagai responden berjumlah 30 orang, dipilih dengan teknik snowball sampling.
2.4.2. Penelitian tentang Efisiensi Produksi
Sumiyati (2006) dalam penelitian berjudul “Analisis Pendapatan dan Efisiensi Penggunaan Faktor-Faktor Produksi Usahatani Bawang Daun di Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur” mengemukakan bahwa penggunaan faktor-faktor produksi belum efisien karena rasio antara NPM dan BKM tidak sama dengan satu. Rasio NPM dan BKM dari lahan adalah 7,99; bibit sebesar 1,23; pupuk TSP sebesar -0,59; pupuk Urea sebesar 5,96; pupuk KCl sebesar 5,19; pupuk kandang sebesar 7,28; obat cair sebesar -4,85; obat padat sebesar 23,35; tenaga kerja pria sebesar 1,38 dan tenaga kerja wanita sebesar 12,10. Jumlah rersponden yang digunakan dalam penelitian ini berjumlah 30 orang dari jumlah keseluruhan petani di lokasi penelitian.
2.5. Kebaruan Penelitian
Penelitian ini memiliki kesamaan dan juga kebaruan dibandingkan penelitian Hendrawanto (2008) dan Sumiyati (2006). Persamaan penelitian ini dengan penelitian Hendrawanto (2008) yaitu dalam penggunaan metode analisis pendapatan, sedangkan perbedaanya terletak pada rumusan masalah, dimana penelitian ini juga mengkaji masalah penerapan pedoman usahatani ubi kayu dalam usahatani. Perbedaan lain terletak pada pemilihan lokasi dan jenis komoditas yang diteliti. Penelitian ini juga memiliki kesamaan dengan penelitian Sumiyati
(35)
18 (2006) yaitu dalam metode analisis serta teori yang digunakan dalam pengukuran efisiensi penggunaan faktor produksi. Perbedaan antara penelitian ini dengan penelitian Sumiyati (2006) adalah dalam hal pemilihan jenis komoditas dan lokasi penelitian. Penelitian ini juga memiliki perbedaan dalam hal perumusan masalah. Penelitian ini mengkaji tentang penerapan pedoman usahatani ubi kayu usahatani, sedangkan penelitian Sumiyati (2006) tidak mengkaji hal tersebut.
Penelitian terdahulu menjadi masukan untuk kesempurnaan penelitian ini. Tabel 6 berikut menunujukan persamaan dan perbedaan antara penelitian ini dengan penelitian sebelumnya.
Tabel 6. Persamaan dan Perbedaan Penelitian “Analisis Efisiensi Produksi dan Pendapatan Usahatani Ubi Kayu Desa Pasirlaja, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor” dengan Penelitian Sebelumnya
Penelitian Sebelumnya Persamaan Perbedaan
1. Hendrawanto (2008) Metode analisis pendapatan
1. Pemilihan lokasi dan komoditas
2. Perumusan masalah tentang penerapan pedoman usahatani ubi kayu usahatani 2. Sumiyati (2006) Metode analisis
efisiensi produksi
1. Pemilihan lokasi dan komoditas
2. Perumusan masalah tentang penerapan pedoman usahatani ubi kayu usahatani
(36)
19
III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis
Kerangka pemikiran teoritis berisi teori dan konsep kajian ilmu yang akan digunakan dalam penelitian. Teori dan konsep yang digunakan dalam penelitian ini antara lain, konsep usahatani, konsep biaya dan pendapatan, fungsi produksi, elastisitas, konsep return to scale, konsep efisiensi penggunaan faktor produksi serta konsep pengukuran keuntungan.
3.1.1. Konsep Usahatani
Usahatani adalah setiap kombinasi yang tersusun (organisasi) dari alam, tenaga kerja dan modal yang ditujukan untuk produksi di lapangan pertanian (Hernanto, 1996). Usahatani terdiri dari empat unsur pokok yaitu tanah, tenaga kerja, modal, serta pengelolaan. Menurut Soekartawi (1990), usahatani memiliki dua tujuan yaitu memaksimumkan keuntungan atau meminimumkan biaya. Memaksimumkan keuntungan adalah bagaimana mengalokasikan sumberdaya dengan jumlah tertentu seefisien mungkin, untuk memperoleh keuntungan maksimum, sedangkan konsep meminimisasi biaya berarti bagaimana menekan biaya produksi pada tingkat sekecil-kecilnya dalam suatu proses produksi. Biaya produksi merupakan korbanan yang dikeluarkan selama proses produksi, yang semula fisik, kemudian diberikan nilai rupiah (Hernanto, 1996).
3.1.2. Biaya Usahatani
Menurut Hafsah (2003), biaya produksi sering pula disebut dengan biaya usahatani. Biaya usahatani adalah semua pengeluaran yang diperlukan untuk menghasilkan suatu produk dalam suatu periode produksi. Biaya dapat dibedakan menjadi empat, keempat kriteria tersebut adalah sebagai berikut :
(37)
20
3.1.2.1.Biaya Tetap
Biaya tetap ialah biaya yang penggunaanya tidak habis dalam satu masa produksi. Besarnya biaya tetap tidak tergantung pada jumlah output yang diproduksi dan tetap harus dikeluarkan walaupun tidak ada produksi. Komponen biaya tetap antara lain; pajak tanah, pajak air, penyusutan alat, pemeliharaan tenaga ternak, pemeliharaan traktor, biaya kredit atau pinjaman dan lain sebagainya.
3.1.2.2. Biaya Variabel
Biaya variabel atau biaya tidak tetap adalah biaya yang besarnya tergantung pada skala produksi. Komponen biaya variabel antara lain; pupuk, benih atau bibit, pestisida, upah tenaga kerja, biaya pemanenan, pengolahan tanah.
3.1.2.3. Biaya Tunai
Biaya yang benar-benar dikeluarkan oleh petani dalam usahataninya. Biaya tunai dari biaya tetap dapat berupa pajak tanah dan pajak air, sedangkan biaya tunai dari biaya variabel antara lain biaya pemakaian bibit atau benih, pupuk, pestisida dan tenaga luar keluarga.
3.1.2.4. Biaya Tidak Tunai
Biaya tidak tunai adalah biaya yang tidak benar-benar dikeluarkan oleh petani dalam menjalankan usahataninya, namun ikut diperhitungkan. Biaya tidak tunai dari biaya tetap antara lain biaya sewa lahan milik sendiri, penyusutan alat-alat pertanian, bunga kredit bank dan sebagainya, sedangkan biaya tidak tunai dari biaya variabel antara lain biaya untuk tenaga kerja dalam keluarga dalam pengolahan tanah dan pemanenan, serta jumlah pupuk kandang yang dipakai. Selain empat klasifikasi tersebut, dikenal pula biaya langsung dan biaya tidak langsung. Biaya langsung adalah semua biaya yang langsung digunakan dalam
(38)
21 proses produksi (actual cost), sedangkan biaya tidak langsung meliputi biaya penyusutan dan lain sebagainya.
3.1.3. Konsep Pendapatan Usahatani
Hernanto (1996) mengemukakan bahwa kegiatan usahatani pada akhirnya akan dinilai dengan uang yang diperhitungkan dari nilai produksi setelah dikurangi atau memperhitungkan biaya yang telah dikeluarkan. Konsep ini disebut pendapatan usahatani. Pendapatan yang diperoleh petani perlu dianalisis. Menurut Soeharjo dan Patong (1973), setidaknya ada dua tujuan utama dari analisis pendapatan yaitu untuk menggambarkan keadaan sekarang dari suatu kegiatan usaha, serta menggambarkan keadaan yang akan datang dari perencanaan atau tindakan. Analisis pendapatan menggambarkan berhasil atau tidaknya suatu kegiatan usahatani.
3.1.4. Konsep Pengukuran Keuntungan dengan Revenue Cost Ratio
Penerimaan besar yang diperoleh dari suatu kegiatan usahatani tidak selalu diikuti dengan keuntungan yang tinggi (Soeharjo dan Patong, 1973). Setelah penerimaan dianalisis, pengukuran keuntungan juga perlu dilakukan. Salah satu metode pengukuran keuntungan adalah dengan Revenue Cost Ratio atau R/C Ratio. Revenue per CostRatio menunjukkan besarnya penerimaan yang diperoleh dengan pengeluaran dalam satu satuan biaya. Apabila nilai R/C > 1 berarti penerimaan yang diperoleh lebih besar dari unit biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh penerimaan tersebut, sedangkan nilai R/C < 1 menunjukkan bahwa tiap unit biaya yang dikeluarkan akan lebih besar dari penerimaan yang diperoleh.
3.1.5. Konsep Fungsi Produksi
(39)
22 fungsi produksi (Colman dan Young, 1989). Fungsi produksi menggambarkan tingkat penggunaan input yang akan digunakan untuk proses produksi. Secara matematis fungsi produksi dapat ditulis sebagai berikut:
Y = f(X1, X2, X3,....Xn)...(3.1) Dimana:
Y = output
X1, X2, X3...Xn = input-input yang digunakan dalam proses produksi
Persamaan tersebut menggambarkan bahwa Y adalah produk (output) yang dihasilkan dari kegiatan produksi, sedangkan X1, X2, X3 dan seterusnya merupakan faktor produksi (input) yang digunakan dalam proses produksi (Colman dan Young, 1989). Faktor produksi yang digunakan dalam suatu proses produksi umumnya berjumlah lebih dari satu.
Fungsi produksi dipengaruhi oleh hukum ekonomi produksi yaitu The Law of Diminishing Return. Hukum ini menyatakan bahwa jika faktor produksi terus menerus ditambahkan sementara faktor produksi lain tetap maka tambahan jumlah produksi per satu satuan akan semakin berkurang (Colman dan Young, 1989).
Guna mengukur tingkat produktivitas dari suatu proses produksi, diguna kan Produk Marjinal (PM) dan Produk Rata-Rata (PR) sebagai tolak ukur (Soekartawi, 2002). Produk Marjinal diartikan sebagai tambahan satu satuan input X yang menyebabkan pertambahan atau pengurangan satu satuan output, Y. Produk rata-rata adalah produk total per satuan faktor produksi (Soekartawi, 2002). Secara matematis produk marjinal dan produk rata-rata dapat digambarkan sebagai berikut:
(40)
23 Produk Rata-rata (PR): y/xi………..…………...(3.3) dimana :
δy: Perubahan jumlah output yang diproduksi δxi: Perubahan jumlah input yang digunakan. y : jumlah output
xi : jumlah input ke-i 3.1.6. Konsep Elastisitas Produksi
Elastisitas produksi (Ep) adalah persentase perubahan dari output sebagai akibat dari presentase perubahan input (Soekartawi, 2002). Elastisitas produksi digunakan untuk mengukur efisiensi. Secara matematis persamaan elastisitas produksi dapat dirumuskan sebagai berikut (Soekartawi, 2002) :
Ep = (δy/y)/(δxi/xi) = δy/δxi* xi/y = PM/PR…………..…....……(3.4)
dimana :
Ep = elastisitas produksi
δy = perubahan output δxi = perubahan input ke-i
y = jumlah output xi = jumlah input ke-i
Doll dan Orazem (1984) menjelaskan bahwa berdasarkan nilai elastisitas, fungsi produksi klasik dibagi menjadi tiga daerah (Gambar 1).
(41)
24 Gambar 1. Fungsi Produksi Klasik
Daerah produksi I menggambarkan nilai Produk Marjinal (PM) lebih besar dari Produk rata-rata (PR). Nilai elastisitas produksi lebih dari satu, yang berarti bahwa penambahan faktor produksi sebesar satu persen akan menyebabkan penambahan produksi lebih besar dari satu persen. Keuntungan maksimum masih belum tercapai, karena produksi masih dapat diperbesar dengan menggunakan faktor produksi dalam jumlah yang lebih banyak. Oleh karena itu daerah produksi satu disebut daerah irrasional.
(42)
25 Pada daerah II, Produk Marginal menurun lebih kecil dari Produk Rata-rata, namun besarnya masih lebih besar dari nol. Nilai elastisitas produksi pada daerah ini bernilai antara nol dan satu. Hal ini berarti setiap penambahan faktor produksi sebesar satu persen akan menyebabkan penambahan produksi paling tinggi satu persen dan paling rendah nol. Penggunaan faktor produksi pada tingkat tertentu dalam daerah ini akan dicapai keuntungan maksimum. Daerah ini disebut daerah yang rasional.
Pada Daerah III, Produk Marjinal bernilai negatif. Daerah ini mempunyai nilai elastisitas produksi lebih kecil dari nol, artinya setiap penambahan faktor-faktor produksi akan menyebabkan penurunan jumlah produksi yang dihasilkan. Daerah produksi ini mencerminkan pemakaian faktor-faktor produksi yang tidak efisien. Daerah ini disebut daerah irrasional.
3.1.7. Konsep Kondisi Return to Scale
Kondisi Return to Scale (RTS) diketahui untuk melihat apakah kegiatan dari suatu usaha yang diteliti tersebut mengikuti kaidah increasing, constant atau decreasing return to scale (Soekartawi, 2002). Ada tiga alternatif yang dapat terjadi, yaitu:
1. Jika ∑bi > 1 maka kondisi usahatani berada pada kondisi increasing return to scale, artinya bahwa proporsi penambahan faktor produksi akan menghasilkan tambahan produksi yang proporsinya lebih besar.
2. Jika ∑bi < 1 maka kondisi usahatani berada pada kondisi decreasing return to scale , artinya bahwa proporsi penambahan faktor produksi melebihi proporsi penambahan produksi.
(43)
26 3. Jika ∑bi = 1 maka kondisi usahatani berada pada kondisi constant return to scale, artinya bahwa penambahan faktor produksi akan proporsional dengan penambahan produksi yang diperoleh.
3.1.8. Konsep Efisiensi Penggunaan Faktor Produksi
Efisiensi ekonomi mengacu pada penggunaan input yang memaksimumkan tujuan individu maupun sosial (Doll dan Orazem, 1984). Menurut Doll dan Orazem (1984), terdapat dua syarat yang harus dipenuhi untuk mencapai efisiensi ekonomi yaitu syarat keharusan (neccesary condition) dan syarat kecukupan (sufficient condition). Syarat keharusan (neccesary codition) bagi penentuan efisiensi dan tingkat produksi optimum adalah hubungan fisik antara faktor produksi dengan hasil produksi harus diketahui. Dalam analisis fungsi produksi, syarat ini dipenuhi jika produsen berproduksi pada daerah II yaitu pada saat elastisitas produksinya bernilai antara nol dan satu (0<Ep<1). Penggunaan faktor produksi pada tingkat tertentu di daerah ini akan memberikan keuntungan maksimum, sedangkan syarat kecukupan (sufficient condition) dipenuhi apabila nilai produk marjinal (NPM) sama dengan biaya korbanan marjinal (BKM).
Doll dan Orazem (1984) menerangkan bahwa usahatani akan mencapai efisiensi ekonomi jika tercapai keuntungan maksimum. Syarat untuk mencapai keuntungan maksimum adalah turunan pertama dari fungsi keuntungan terhadap masing-masing faktor produksi sama dengan nol. Fungsi keuntungan yang
diperoleh usahatani dapat dinyatakan sebagai berikut :
………(3.5)
(44)
27
π = Pendapatan Usahatani i = 1,2,3,...,n
Pxi = Harga pembelian faktor produksi ke-i xi = Jumlah Pemakaian faktor produksi ke-i BTT = Total Fixed Cost (Biaya Tetap Total) Py = Harga per unit produksi
Y = Hasil Produksi
Oleh karena itu, untuk memenuhi syarat tercapainya keuntungan maksimum, maka turunan pertama dari fungsi keuntungan adalah:
………(3.6)
………(3.7)
Persamaan tersebut menggambarkan bahwa tingkat penggunaan faktor produksi ke-i yang efisien merupakan fungsi dari harga output, harga faktor produksi ke-i dan jumlah output yang dihasilkan. secara matematis dinyatakan sebagai berikut:
Xi = f (Py, Px, Y)……….(3.8)
Dengan mengetahui sebagai Produk Marjinal (PMxi) faktor produksi ke-i, maka
persamaan diatas menjadi :
Py.PMx = Pxi………(3.9)
Menurut prinsip keseimbangan marjinal, bahwa untuk mencapai keuntungan maksium, tambahan nilai produksi akibat adanya tambahan penggunaan faktor produksi ke-i (Py.PMxi) harus sama dengan tambahan biaya
(45)
28 yang dikeluarkan untuk pembelian faktor produksi ke-i tersebut (Pxi). Pada saat inilah keuntungan maksimum akan tercapai. Py.PMxi disebut sebagai NPM (nilai produk marjinal), sedangkan Pxi disebut sebagai BKM (biaya korbanan marjinal). Secara matematis, syarat tercapainya keuntungan maksimum dapat dituliskan sebagai berikut:
………..(3.10)
Keterangan:
NPMxi = Nilai Produk Marjinal factor produksi ke-i
BKMxi = Biaya Korbanan Marjinal (BKM) faktor produksi ke-i
Secara umum, keuntungan maksimum dari penggunaan n faktor produksi akan diperoleh pada saat:
………(3.11)
Rasio NPM dengan BKM menggambarkan sejauh mana penggunaan faktor produksi telah melampaui batas optimal. Rasio NPM dengan BKM yang kurang dari satu, menunjukan penggunaan faktor produksi telah melampaui batas optimal. Pada kondisi ini, setiap penambahan biaya akan lebih besar dari tambahan penerimaannya. Produsen yang rasional akan mengurangi penggunaan faktor produksi sehingga tercapai kondisi NPM sama dengan BKM. Pada saat rasio NPM dengan BKM lebih besar dari satu, berarti kondisi optimum belum tercapai, karena tambahan penerimaan akan lebih besar dari tambahan biaya sehingga produsen yang rasional akan menambah penggunaan faktor produksi sehingga tercapai kondisi NPM sama dengan BKM.
(46)
29
3.2. Kerangka Pemikiran Operasional
Ubi kayu merupakan salah satu komoditas sub sektor tanaman pangan yang potensial untuk dikembangkan. Selain bergizi tinggi, tanaman ini juga telah dikenal dengan baik oleh masyarakat. Kabupaten Bogor, khususnya Desa Pasirlaja, merupakan salah satu daerah sentra produksi ubi kayu. Hal ini terlihat dari jumlah produksi, dan luas panen ubi kayu Desa Pasirlaja yang merupakan salah satu yang terbesar bila dibandingkan desa-desa lain di Kabupaten Bogor.
Usahatani ubi kayu di Desa Pasirlaja memiliki prospek yang cerah apabila dikelola secara baik dan efisien. Berdasarkan identifikasi peneliti, pertanian ubi kayu Desa Pasirlaja menghadapi permasalahan menurunya laju pertumbuan rata-rata produksi ubi kayu selama kurun waktu tahun 2007 hingga 2009. Permasalahan tersebut terjadi diduga karena kurangnya informasi mengenai metode pertanian ubi kayu yang baik dan efisien. Oleh karena itu, diperlukan penelitian di desa ini mengenai analisis penerapan pedoman usahatani ubi kayu usahatani ubi kayu, analisis efisiensi produksi serta analisis pendapatan agar pendapatan dan efisiensi produksi ubi kayu bisa diketahui, dan petani bisa manjalankan usahatani secara efisien.
Faktor produksi yang digunakan dalam usahatani ubi kayu adalah luas lahan, bibit, pupuk urea, pupuk kandang, dan tenaga kerja. Analisis yang dilakukan meliputi analisis penerapan pedoman usahatani ubi kayu, pendapatan usahatani, dan analisis efisiensi produksi. Analisis penerapan pedoman usahatani ubi kayu dilakukan dengan membandingkan antara pedoman usahatani ubi kayu dengan kondisi aktual di desa penelitian. Analisis pendapatan usahatani meliputi pengukuran biaya dan tingkat pendapatan serta R/C rasio.
(47)
30
Keterangan : : Rekomendasi Sumber: Penulis (2011)
Gambar 2. Kerangka Pemikiran Operasional
Laju Pertumbuhan Rata-Rata Produksi Ubi Kayu di Desa Pasirlaja dari tahun 2007-2009 Mengalami
Penurunan
Faktor-faktor produksi yang berpengaruh: luas lahan, bibit, pupuk urea, pupuk kandang,
tenaga kerja.
Analisis pendapatan usahatani : Analisis Pendapatan
dengan R/C rasio
Efisiensi usahatani ubi kayu Desa Pasirlaja
Analisis Efisiensi Penggunaan Faktor Produksi : Pendugaan dan Pengujian Model Fungsi Produksi
Cobb-Douglas
Analisis Penerapan Prosedur Operasional
Baku Usahatani Ubi Kayu
(48)
31 Analisis efiiensi penggunaan faktor produksi menggunakan fungsi produksi Cobb-douglas. Variabel yang diestimasi berupa data penggunaan faktor-faktor produksi yang meliputi luas lahan, bibit, pupuk urea, pupuk kandang, serta tenaga kerja. Selanjutnya, dilakukan pengujian terhadap model yang telah diperoleh.
Kriteria pengujian fungsi produksi didasarkan pada beberapa kriteria, antara lain dilihat dari R-square, banyaknya variabel yang nyata, goodness of fit, dan kesesuaian dengan asumsi OLS. Dengan menggunakan fungsi produksi tersebut, dilakukan analisis efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi dan skala usaha. Kerangka pemikiran operasional tersebut dapat diringkas seperti yang terlihat pada Gambar 2.
(49)
32
IV. METODE PENELITIAN 4.1. Waktu dan Lokasi Penelitian
Lokasi pengambilan data primer adalah di Desa Pasirlaja, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja dengan berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Bogor, yang menunjukan bahwa Desa Pasirlaja merupakan salah satu desa penghasil ubi kayu terbesar di Kabupaten Bogor. Kegiatan pengambilan data kurang lebih dilakukan selama dua bulan, yaitu pada bulan Februari hingga Maret tahun 2011.
4.2. Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dengan cara melakukan wawancara dan pengamatan langsung ke petani dengan menggunakan kuisioner yang telah disiapkan sebelumnya. Data primer yang dikumpulkan meliputi keadaan umum mengenai petani dan pertanian ubi kayu secara umum, data penggunaan sarana produksi, biaya produksi yang dikeluarkan untuk satu musim tanam, data penerimaan usaha serta data lain yang berkaitan dengan penelitian ini. Data sekunder diperoleh dari literatur, baik buku, jurnal, situs internet, maupun dari instansi-instansi terkait, seperti BPS Pusat, BPS Kabupaten Bogor, Departemen Pertanian, dan beberapa instansi lain yang terkait dengan penelitian ini.
4.3. Metode Pengambilan Contoh
Pemilihan responden dilakukan dengan metode Simple Random Sampling. Kriteria petani yang dipilih adalah petani yang menanam ubi kayu pada satu musim tanam. Berdasarkan jumlah petani yang seluruhnya berjumlah 100 orang, lalu dipilih 30 orang sebagai responden. Pemilihan sampel sebanyak 30 orang
(50)
33 dilakukan dengan pertimbangan bahwa karakteristik petani tidak terlalu beragam, sehingga jumlah 30 orang responden dianggap mewakili.
4.4. Metode Analisis dan Pengolahan Data
Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis kualitatif dan analisis kuantitatif. Analisis kualitatif meliputi analisis keadaan umum usahatani ubi kayu serta penerapan pedoman usahatani ubi kayu usahatani ubi kayu, sedangkan analisis kuantitatif berupa analisis pendapatan usahatani dan analisis efisiensi produksi. Tahap analisis data yang digunakan adalah dengan transfer data, editing serta pengolahan data menggunakan Software Micrrosoft Excel dan E-Views serta alat hitung kalkulator, kemudian dilanjutkan dengan tahap interpretasi data.
4.4.1. Analisis Pendapatan Usahatani
Penerimaan total usahatani adalah semua nilai input yang dikeluarkan dalam proses produksi, sedangkan pendapatan adalah selisih antara total penerimaan dan total pengeluaran (Soekartawi et al, 1986). Secara matematis, penerimaan total, biaya dan pendapatan dapat dirumuskan sebagai berikut:
TR = P*Q……….……. (4.1)
TC = biaya tunai + biaya diperhitungkan………...…(4.2) atas biaya tunai = TR - biaya tunai………..…...(4.3)
π atas biaya total = TR – TC………(4.4)
Keterangan:
TR : total penerimaan usahatani (Rp) TC : total biaya usahatani (Rp)
(51)
34 P : harga output (Rp)
Q : jumlah output (kg)
Pendapatan petani ubi kayu dalam penelitian ini dibedakan menjadi dua, yakni pendapatan atas biaya tunai dan pendapatan atas biaya total. Pendapatan atas biaya tunai adalah pendapatan berdasarkan biaya yang yang benar-benar dikeluarkan oleh petani (explisit cost), sedangkan pendapatan atas biaya total adalah pendapatan yang diperoleh dengan memperhitungkan input milik keluarga sebagai biaya (imputed cost). Pendapatan tersebut dirumuskan sebagai berikut:
π = NP – BT –BD………..(4.5) dimana:
π = Pendapatan (Rp)
NP = nilai produksi, hasil kali jumlah fisik produk dengan harganya (Rp) BT = biaya tunai (Rp)
BD = biaya diperhitungkan (Rp)
Biaya tunai adalah biaya yang benar-benar dikeluarkan oleh petani dalam usahataninya, sedangkan biaya diperhitungkan atau biaya tidak tunai adalah biaya yang tidak benar-benar dikeluarkan oleh petani dalam menjalankan usahataninya, namun ikut diperhitungkan. Biaya penyusutan alat-alat pertanian dihitung dengan membagi selisih antara nilai sisa yang ditafsirkan dengan lamanya modal dipakai. Metode yang digunakan dalam perhitungan penyusutan alat-alat pertanian adalah metode garis lurus. Alasan penggunaan metode ini adalah karena jumlah penyusutan alat tiap tahun diasumsikan sama dan tidak laku untuk dijual kembali. Rumus biaya penyusutan adalah sebagai berikut:
(52)
35 Keterangan:
Nb : Nilai pembelian (Rp)
n : Umur ekonomis (tahun)
Seberapa jauh suatu usahatani memberikan keuntungan bagi petani sebagai pelaku usaha dinilai dengan Revenue and Cost Ratio (R/C rasio). R/C rasio menunjukkan besarnya penerimaan yang diperoleh dengan pengeluaran dalam satu satuan biaya. Apabila nilai R/C > 1 berarti penerimaan yang diperoleh lebih besar dari unit biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh penerimaan tersebut, sedangkan nilai R/C < 1 menunjukkan bahwa tiap unit biaya yang dikeluarkan akan lebih besar dari penerimaan yang diperoleh. R/C rasio yang digunakan dalam penelitian ini adalah R/C rasio atas biaya tunai dan R/C rasio atas biaya total. R/C rasio atas biaya tunai diperoleh dengan membandingkan antara penerimaan total (TR) dengan biaya tunai pada periode tertentu. R/C rasio atas biaya total diperoleh dengan membandingkan antara penerimaan total dengan biaya total pada periode tertentu (Soekartawi et al, 1986).
4.4.2. Analisis Fungsi Produksi
Analisis fungsi produksi adalah analisis yang menjelaskan hubungan antara produksi dengan faktor-faktor produksi yang mempengaruhinya (Soekartawi, 2002). Hubungan fisik antara faktor-faktor produksi dengan hasil produksi sangat komplek. Sulit untuk mengetahui secara pasti pengaruh faktor-faktor produksi terhadap hasil produksi. Oleh karena itu, diperlukan pemodelan untuk melakukan analisis ini. Model yang diajukan dalam penelitian ini adalah fungsi produksi Cobb-Douglas. Penjelasan dari fungsi produksi tersebut adalah sebagai berikut:
(53)
36 Y = aX1b1 X2bXibi…. Xnbneu………..……….….(4.7)
Dimana:
Y = jumlah produksi
Xi = jumlah faktor produksi ke-i yang digunakan
bi = besaran parameter, elastisitas masing-masing faktor produksi a = Konstanta, intersep, besaran parameter
e = bilangan natural (2,781) u = sisa (residual)
i = 1,2,3,...n
Dengan mentransformasikan dari fungsi Cobb-Douglas ke dalam bentuk linear logaritmik, maka model fungsi produksi tersebut dapat ditulis sebagai berikut:
Ln Y=ln a + b1 ln X1 + b2 ln X2 + b3 ln X3 +b4ln X4+b5lnX5+u...(4.8)
Menurut Doll dan Orazem (1984), penggunaan fungsi produksi Cobb-Douglas mempunyai beberapa keuntungan antara lain:
1. Perhitungan sederhana karena dapat dibuat dalam bentuk linear,
2. Pada model ini, koefisien pangkatnya sekaligus menunjukkan besarnya elastisitas produksi dari masing-masing faktor produksi yang digunakan dalam produksi, sehingga dapat digunakan untuk mengetahui tingkat produksi yang optimum dari pemakaian faktor-faktor produksi
3. Hasil penjumlahan koefisien elastisitas masing-masing faktor produksi pada fungsi ini juga dapat menunjukkan skala usaha atau return to scale atas perubahan faktor-faktor produksi yang digunakan dalam proses produksi yang sedang berlangsung.
(54)
37 Usahatani ubi kayu Desa Pasirlaja dipengaruhi oleh beberapa faktor produksi. Faktor-faktor produksi yang diduga berpengaruh terhadap produksi ubi kayu adalah luas lahan, jumlah bibit, jumlah penggunaan pupuk urea, jumlah penggunaan pupuk kandang, serta penggunaan tenaga kerja. Variabel-variabel tersebut kemudian akan diestimasi ke dalam model fungsi produksi Cobb-Douglas dengan metode OLS.
Selanjutnya, dari model yang telah diduga, akan dilakukan pengujian model. Menurut Ramanathan (1997), kriteria model yang baik adalah sebagai berikut: 1. Model yang terbaik secara statistik adalah model yang memiliki koefisien
determinasi atau R-square adjusted (R-sq adj) yang paling tinggi. Semakin besar R-Sq adj maka model semakin akurat untuk digunakan dalam peramalan. Nilai R-Sq adj menunjukkan variasi yang dapat dijelaskan oleh variabel yang terdapat di dalam model, sedangkan sisanya dijalaskan oleh variabel lain yang tidak termasuk ke dalam model.
2. Model yang terbaik adalah model yang banyak memiliki variabel nyata. Banyaknya variabel nyata dari model tersebut dapat diketahui melalui uji-t. Suatu variabel dinyatakan mempunyai pengaruh nyata pada taraf tertentu jika nilai t-hitung > t-tabel atau nilai P-value< α. Adapun uji kelayakan model dapat dilakukan melalui uji F. Model dinyatakan layak jika nilai F-hitung > F tabel, yang berarti juga paling sedikit ada satu variabel bebas yang berpengaruh nyata terhadap variabel tak bebas.
3. Model yang terbaik adalah model yang sederhana dan sesuai dengan teori
(1)
85
No X4 Satuan
Input Pupuk Kandang Kg
PY 1.200 Rp/kg
Y 3.298,33 Kg
koefisien input 0,34
Penggunaan Input Rata2 di
lokasi 1.745,83 Kg
Rumus NPM (bi*Y*Py)/xi rata-rata
Nilai NPM input 770,82
BKM input 280 Rp/kg
nilai NPM/BKM 2,75
No X5 Satuan
Input Tenaga Kerja
Hari Kerja Petani (HKP)
PY 1.200 Rp/kg
Y 3.298,33 Kg
koefisien input 0,13
Penggunaan Input Rata2 di
lokasi 45,66
Hari Kerja Petani (HKP)
Rumus NPM (bi*Y*Py)/xi rata-rata
Nilai NPM input 11.268,93
BKM input 20.000 Rp/HKP
(2)
86 Lampiran 10. Perhitungan X Optimal
X1 (Luas Lahan Optimal) X1 Satuan
Rumus (bi*Py*Y)/BKMxi
Py 1200 Rp/Kg
Y 3298.33 Kg
bi 0.08
BKMxi 282424 Rp
X5 (Luas Lahan Optimal) 1.121150044 HKP
X2 (Bibit Optimal) X2 Satuan
Rumus (bi*Py*Y)/BKMxi
Py 1.200 Rp/Kg
Y 3.298,33 Kg
bi 0,22
BKMxi 250 Rp
X2 (Bibit Optimal) 3483,04 HKP
X3 (Urea Optimal) X3 Satuan
Rumus (bi*Py*Y)/BKMxi
Py 1.200 Rp/Kg
Y 3.298,33 Kg
bi 0,23
BKMxi 3.500 Rp
X3 (Urea Optimal) 260,09 HKP
X4 (Pupuk kandang
Optimal) X4 Satuan
Rumus (bi*Py*Y)/BKMxi
Py 1200 Rp/Kg
Y 3298,33 Kg
bi 0,34
BKMxi 280 Rp
X3 (Pupuk Kandang
(3)
87 X5 (Tenaga Kerja
Optimal) X5 Satuan
Rumus (bi*Py*Y)/BKMxi
Py 1.200 Rp/Kg
Y 3.298,33 Kg
bi 0,13
BKMxi 20.000 Rp
(4)
iii RINGKASAN
ALFIAN NUR AMRI. Analisis Efisiensi Produksi dan Pendapatan Usahatani Ubi Kayu (Studi Kasus Desa Pasirlaja, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor). Dibawah bimbingan NOVINDRA
Indonesia merupakan negara berkembang dengan pertanian sebagai sumber utama pencaharian bagi mayoritas penduduknya. Termasuk dalam kategori sektor pertanian diantaranya adalah tanaman pangan. Ubi kayu merupakan salah satu bagian dari sub sektor tanaman pangan yang mempunyai nilai ekonomis yang tinggi, artinya didalam pengusahaannya ubi kayu dapat meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani.
Salah satu kabupaten sentra produksi ubi kayu di Indonesia adalah Kabupaten Bogor. Salah satu desa sentra ubi kayu di Kabupaten Bogor adalah Desa Pasirlaja. Usahatani ubi kayu Desa Pasirlaja mengalami permasalahan menurunnya produksi pada tahun 2009. Oleh karena itu diduga ada permasalahan efisiensi dalam usahatani ubi kayu di desa tersebut.
Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis penerapan pedoman usahatani ubi kayu di desa penelitian, menganalisis efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi serta menganalisis kondisi skala usaha dan pendapatan usahatani ubi kayu di desa penelitian. Kegiatan pengambilan data dilakukan di Desa Pasirlaja pada bulan Februari-Maret 2011. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer (gambaran umum usahatani ubi kayu, penerapan prosedur operasional baku, penggunaan faktor-faktor produksi, biaya usahatani, dan pendapatan usahatani) dan data sekunder (Data Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor, Departemen Pertanian, Badan Pusat Statistik Jawa Barat dan lain sebagainya).
Analisis kualitatif dalam penelitian ini adalah analisis penerapan pedoman usahatani ubi kayu, dan keadaan umum usahatani ubi kayu. Analisis kuantitatif berupa analisis pendapatan usahatani, analisis R/C rasio, analisis efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi serta analisis skala usaha.
Berdasarkan analisis penerapan pedoman usahatani ubi kayu, budidaya ubi kayu di desa penelitian belum sepenuhnya sesuai dengan pedoman usahatani ubi kayu. Ketidaksesuaian terletak pada struktur dan tekstur tanah, pola penanaman dan pemupukan.
Berdasarkan analisis pendapatan dan biaya usahatani, komponen biaya produksi terbesar yang dikeluarkan oleh petani adalah biaya bibit yaitu sebesar Rp 2.636.390 atau 25,08 persen dari biaya total. Biaya penggunaan bibit termasuk ke dalam biaya diperhitungkan karena selama satu musim tanam, petani responden tidak ada yang membeli bibit, melainkan diperoleh dari sisa hasil panen musim tanam sebelumnya. Biaya penggunaan TKLK pria sebesar Rp 1.710.400 atau sebesar 16,23 persen dari biaya total. Penggunaan TKLK wanita menghabiskan biaya sebesar Rp 703.600 atausebesar 6,70 persen dari biaya total.
Penggunaan pupuk urea menghabiskan biaya sebesar Rp 1.446.655 atau sebesar 13,76 persen dari biaya total. Biaya penggunaan pupuk kandang sebesar Rp 2.130.332,40 atau 20,27 persen dari biaya total. Biaya penggunaan TKDK pria dan
(5)
iv TKDK wanita masing-masing sebesar Rp 1.103.200 dan Rp 360.400 atau jika dinyatakan dalam persen masing-masing sebesar 10,49 persen dan 3,43 persen dari biaya total. Biaya penyusutan alat termasuk kedalam biaya diperhitungkan. Biaya penyusutan alat tersebut sebesar Rp 137.000 atau 1,30 persen dari biaya total. Komponen biaya yang terakhir adalah biaya pajak lahan yang ditentukan sesuai dengan kualitas dan lokasi lahan. Pada daerah penelitian, pajak lahan termasuk ke dalam biaya diperhitungkan, karena semua petani di daerah penelitian sebenarnya tidak membayar pajak lahan. Tanah yang digunakan oleh petani merupakan tanah pinjaman dari suatu perusahaan perumahan. Biaya rata-rata pajak lahan adalah sebesar Rp 282.424,24 atau sebesar 2,69 persen dari biaya total.
Jumlah total biaya tunai adalah sebesar Rp 5.990.987,40 atau 57,00 persen dari biaya total. Biaya diperhitungkan sebesar Rp 4.519.414,24 atau 42,99 persen dari biaya total. Kedua biaya tersebut kemudian dijumlahkan, sehingga didapatkan jumlah biaya total yaitu sebesar Rp 10.510.401,64. Penerimaan yang diperolah adalah sebesar Rp 16.790.000. Penerimaan ini diperoleh dari hasil perkalian antara harga rata-rata ubi kayu per kilogram ditingkat petani yaitu sebesar Rp 1.200 per kilogram dengan rata-rata hasil panen ubi kayu per hektar untuk satu musim tanam di daerah penelitian yaitu sebesar 13.991,67 kg/ha.
Pendapatan atas biaya tunai adalah sebesar Rp 10.799.012,60. Angka ini didapatkan dengan mengurangkan penerimaan sebesar Rp 16.790.000 dengan total biaya tunai yaitu sebesar Rp 5.990.987,40. Pendapatan atas biaya total sebesar Rp 6.279.598,36 diperoleh dengan mengurangkan penerimaan sebesar Rp 16.790.000 dengan biaya total sebesar Rp 10.510.401,64. R/C rasio atas biaya tunai adalah sebesar 2,80. Hal ini menunjukan bahwa setiap rupiah biaya tunai yang dikeluarkan untuk usahatani ubi kayu akan menghasilkan penerimaan sebesar Rp 2,80. R/C rasio atas biaya total adalah sebesar 1,59. Hal ini menunjukan bahwa setiap rupiah biaya total yang dikeluarkan untuk usahatani ubi kayu akan menghasilkan penerimaan sebesar Rp 1,59.
Penggunaan faktor-faktor produksi belum efisien secara ekonomi karena rasio antara NPM dan BKM tidak sama dengan satu. Rasio NPM-BKM dari lahan adalah 4,67; bibit sebesar 1,39; pupuk urea sebesar 2,57; pupuk kandang sebesar 2,75; dan tenaga kerja sebesar 0,56. Agar dicapai efisiensi ekonomi maka penggunaan faktor-faktor produksi sebaiknya pada tingkat optimal. Penggunaan faktor-faktor produksi pada tingkat optimal adalah apabila bibit ditingkatkan dari 2.498,33 batang menjadi 3.484,04 batang (cateris paribus), ataupenggunaan tenaga kerja dikurangi dari 50,64 HKP menjadi 27,71 HKP (cateris paribus).
Setelah hasil analisis penggunaan input optimal didapatkan, hasil tersebut kemudian di bagi dengan rata-rata luas lahan di daerah penelitian sebesar 0,24 ha. Konversi ini dilakukan guna memperoleh hasil input optimal per hektar. Setelah dilakukan konversi, ternyata terdapat ketidaksesuaian hasil analisis dengan literatur. Ketidaksesuaian terjadi pada hasil analisis penggunaan pupuk urea dan pupuk kandang optimal per hektar. Menurut literatur pupuk urea ideal per hektar sebesar 200 kg, sedangkan hasil analisis sebesar 1.083 kg/ha. Pupuk kandang ideal per hektar adalah 5.000 kg, sedangkan hasil analisis menyarankan penggunaan pupuk kandang
(6)
v per hektar sebesar 20.025 kg/ha. Ketidaksesuaian hasil ini dikarenakan penggunaan pupuk urea dan pupuk kandang di daerah penelitian sudah melebihi dosis ideal
Saran yang dapat diberikan dalam penelitian ini adalah petani ubi kayu Desa Pasirlaja sebaiknya menerapkan pedoman usahatani ubi kayu secara lengkap. Dalam hal penggunaan pupuk, petani seharusnya tidak hanya menggunakan pupuk urea saja, namun dilengkapi dengan pupuk TSP dan KCL. Kemudian petani seharusnya memperhatikan masalah pola penanaman seperti jarak tanam dan waktu tanam yang sesuai dengan prosedur operasional baku usahatani ubi kayu.
Dalam rangka meningkatkan pendapatan petani di Desa Pasirlaja, usahatani ubi kayu menjadi komoditas yang dapat terus diusahakan. Perlu adanya dukungan pemerintah daerah Kabupaten Bogor terhadap perkembangan usahatani ubi kayu. Untuk mencapai efisiensi ekonomi usahatani ubi kayu di Desa Pasirlaja, maka penggunaan bibit seharusnya ditambah sebesar 986 batang (cateris paribus), atau penggunaan tenaga kerja dikurangi sebesar 22,93 Hari Kerja Petani (cateris paribus). Petani ubi kayu Desa Pasirlaja seharusnya menggunakan pupuk urea dan pupuk kandang sesuai dosisnya (literatur). Penggunaan pupuk urea seharusnya sebesar 200 kg/ha dan pupuk kandang seharusnya 5.000 kg/ha.