II LANDASAN TEORI
Untuk membuat model optimasi penjadwalan bus Transjakarta diperlukan
pemahaman beberapa teori. Berikut ini akan dibahas satu per satu.
2.1
Penjadwalan 2.1.1 Definisi Penjadwalan
Penjadwalan merupakan proses pengorganisasian, pemilihan, dan penetapan
penggunaan sumberdaya dalam rangka melaksanakan semua aktivitas yang
diperlukan untuk menghasilkan output yang diinginkan pada saat yang telah direncanakan,
dengan pembatas waktu dan hubungan antar- aktivitas dan sumberdaya tertentu.
Morton Pentico 1993
2.1.2 Tujuan Penjadwalan
Beberapa tujuan penjadwalan yang penting yaitu:
1. meningkatkan utilitas atau kegunaan
sumberdaya, 2.
mengurangi total waktu proses seluruh pekerjaan makespan,
3. mengurangi rata-rata banyaknya pekerjaan
yang menunggu untuk diproses oleh suatu sumberdaya,
4. meminimumkan keterlambatan pemenuhan
suatu job. Bedworth Bailey 1986
2.1.3 Kriteria Optimalitas Penjadwalan
Pemilihan kriteria optimalitas merupakan tahap di mana seseorang harus memilih output
yang diinginkan oleh pengambil keputusan dalam pelaksanaan penjadwalan produksi.
Secara umum, kriteria optimalitas dalam proses penjadwalan dapat dikelompokkan
menjadi tiga bagian. 1.
Berkaitan dengan waktu Beberapa kriteria yang terkait dengan
waktu ialah minimasi rata-rata flow time¸ minimasi
makespan, dan minimasi tardiness,
2. Berkaitan dengan biaya
Kriteria ini lebih menekankan pada unsur biaya, dan kurang atau bahkan tidak
memperhatikan kriteria waktu yang ada sehingga dengan suatu penjadwalan
produksi tertentu diharapkan ongkos yang minimal.
3. Kriteria gabungan
Beberapa kriteria optimalitas dapat digabungkan dan dapat dikombinasikan
sehingga menjadi multi kriteria. Heizer Render 2010
2.2 Bus Rapid Transit BRT
Sistem BRT merupakan sistem transportasi publik yang digunakan sebagai
sistem transportasi menuju transportasi berkelanjutan. BRT merupakan moda
angkutan yang berorientasi pada layanan pelanggan dengan mengombinasikan stasiun,
kendaraan, perencanaan, dan elemen-elemen sistem transportasi yang canggih ke dalam
sebuah sistem yang terpadu dan memiliki satu identitas unik.
ITDP 2007 Ciri-ciri utama sistem BRT meliputi:
1. jalur bus terpisah,
2. naik dan turun kendaraan yang cepat,
3. stasiun dan terminal yang bersih, aman,
dan nyaman, 4.
penarikan ongkos sebelum berangkat yang efisien,
5. penandaan yang jelas dan mudah
dikenali, 6.
tampilan informasi yang serta merta real time.
Wright 2003
2.3 Transjakarta
BLUT Badan Layanan Umum Transjakarta ialah lembaga yang dibentuk
oleh pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk mengelola layanan angkutan umum massal
dengan menggunakan moda bus. Pembangunan BRT merupakan salah satu
strategi dari Pola Transportasi Makro PTM untuk meningkatkan pelayanan dan
penyediaan jasa transportasi yang aman, terpadu, tertib, lancar, nyaman, ekonomis,
efisien, efektif
dan terjangkau oleh masyarakat. BRT yang difasilitasi dengan
jalur, armada bus dan infrastruktur yang dibangun khusus, sistem tiket elektronik yang
saat ini dioperasikan di Koridor 1-3 serta keramahan petugas ialah layanan yang
diberikan kepada masyarakat untuk dapat menggunakan angkutan umum yang lebih
baik. Kini masyarakat mempunyai alternatif angkutan umum yang memberikan
kemudahan menjangkau seluruh wilayah Jakarta dengan pelayanan yang berbeda
dibandingkan dengan angkutan umum lainnya.
Sistem Transjakarta Busway terdiri dari sarana dan prasarana yang memadai, sistem
operasi dan pengendalian bus yang efektif,
sistem tiket yang terkomputerisasi, sistem pengamanan yang handal dan petugas yang
terlatih. Mulai dari perencanaan, pembangunan dan pengelolaan sistem
Transjakarta dilakukan
oleh Pemerintah Daerah DKI Jakarta, sementara kegiatan
operasional bus, operasional tiket dan kegiatan penunjang lainnya dilaksanakan
bekerjasama dengan pihak operator yaitu : PT Jakarta Express Trans, PT Trans Batavia, PT
Jakarta Trans Metropolitan, PT Jakarta Mega Trans, PT Prima Jasa Perdana Raya Utama
dan PT Eka Sari Lorena Transport, sehingga pemerintah BLUT hanya membayar biaya
per kilometer kepada operator bus yang menangani di setiap koridornya.
Transjakarta Busway memiliki 141 halte di sepanjang sepuluh koridor busway dengan
ketinggian platform 110 centimeter dari tinggi permukaan jalan agar tersedia akses yang rata
dengan bus. Setiap halte busway dilengkapi dengan akses untuk pejalan kaki yang
terhubung dengan jembatan penyeberangan orang, yang dirancang khusus untuk
mempermudah pengguna layanan busway. Sarana dan prasarana yang tersedia di halte
antara lain loket pembelian tiket dan pintu barrier sebagai jalan masuk dan jalan keluar
bagi pengguna jasa layanan. Selain itu disediakan fasilitas tempat sampah, informasi
rute dan pintu otomatis untuk memberikan kenyamanan dan keamanan saat menunggu di
halte.
Saat ini banyaknya armada bus adalah 426 unit dan dioperasikan berdasarkan rencana
operasi yang terjadwal di 10 koridor. Bus yang diberangkatkan pada titik awal diatur
sesuai dengan waktu yang telah ditentukan baik pada jam sibuk maupun jam tidak sibuk.
Selain rute Koridor 1 dan 8, untuk meningkatkan pelayanan dan mengurangi
kepadatan penumpang di halte transit, maka BLUT menambah rute-rute langsung yang
berdasarkan pada sistem jaringan dan dapat diakses penumpang sesuai dengan tujuan
perjalanannya. 2.4 Pemrograman Linear
Pemrograman linear PL atau linear programming
merupakan metode penyelesaian masalah pengoptimuman
dengan tujuan yang diinginkan terhadap kendala tertentu. Model
PL meliputi
pengoptimuman suatu fungsi linear terhadap kendala linear. Salah satunya dapat menjadi
metode penyelesaian dalam masalah pengoptimuman penjadwalan BRT.
Pemrograman linear terdiri atas tiga 3 komponen utama, yaitu:
a. variabel keputusan yang telah ditentukan,
b. tujuan pengoptimuman yang akan
dibutuhkan baik maksimisasi maupun minimisasi,
c. kendala untuk menentukan solusi yang
memenuhi. Taha 2007
Definisi 1 Bentuk Standar PL Suatu PL dikatakan berbentuk standar
jika berbentuk: min z = c
T
x terhadap Ax = b 1
x ≥ 0
dengan x dan c berupa vektor berukuran n, vektor b berukuran m, sedangkan A berupa
matriks berukuran
m n ×
yang disebut juga sebagai matriks kendala.
Nash Sofer 1996 Pemrograman linear PL ialah suatu
masalah optimisasi yang memenuhi kendala sebagai berikut:
a. tujuan masalah tersebut ialah
memaksimumkan atau meminimumkan suatu fungsi linear dari sejumlah variabel
keputusan. Fungsi yang akan dimaksimumkan atau diminimumkan ini
disebut fungsi objektif,
b. nilai variabel-variabel keputusannya harus
memenuhi suatu himpunan kendala. Setiap kendala harus berupa persamaan linear
atau pertidaksamaan linear,
c. ada pembatasan tanda untuk setiap
variabel dalam masalah ini. Untuk sembarang variabel x
i
, pembatasan tanda menentukan x
i
harus taknegatif x
i
≥ 0 atau tidak dibatasi tandanya unrestricted
in sign. Winston 2004
2.4.1 Solusi Pemrograman Linear
Untuk menyelesaikan suatu masalah pemrograman linear PL, metode simpleks
merupakan salah satu metode yang dapat menghasilkan solusi optimal. Metode
simpleks dikembangkan oleh Dantzig pada tahun 1947. Metode simpleks merupakan
metode yang umum digunakan untuk menyelesaikan masalah pemrograman linear,
yaitu berupa metode berulang iteratif dimana dalam setiap pengulangan iterasi berkaitan
dengan satu pemecahan dasar solusi basis.
Pada PL 1, vektor x yang memenuhi kendala Ax=b disebut sebagai solusi fisibel
dari PL 1. Misalkan matriks A dapat
dinyatakan sebagai A=B N, dengan B ialah matriks yang elemennya berupa koefisien
variabel basis dan N merupakan matriks yang elemennya berupa koefisien variabel
nonbasis pada matriks kendala. Matriks B disebut matriks basis PL 1.
Jika vektor x dapat dinyatakan sebagai
vektor
B N
x x =
x
, dengan
B
x
ialah vektor variabel basis dan
N
x
ialah vektor nonbasis, maka
Ax = b
dapat dinyatakan Sebagai
B N
x Ax = B N
x
2
.
B N
= Bx + Nx = b
Karena B ialah matriks taksingular, maka B
memiliki invers, sehingga dari 2
B
x
dapat dinyatakan sebagai :
−
-1 -1
B N
x = B b B Nx
Kemudian, fungsi objektifnya berubah menjadi:
min z =
T T
B B
N N
c x + c x
Winston 2004
Definisi 2 Solusi Basis
Solusi basis ialah solusi PL yang didapatkan dengan mengatur variabel n
−
m sama
dengan nol dan nilai untuk penyelesaiannya adalah dari sisa variabel m.
Hal ini dengan mengasumsikan bahwa mengatur variabel n
−
m sama dengan nol akan membuat nilai yang unik untuk sisa
variabel m atau sejenisnya, kolom-kolom untuk sisa dari variabel m adalah bebas linear.
Winston 2004
Definisi 3 Solusi Fisibel Basis
Solusi fisibel basis ialah solusi basis pada PL yang semua variabel-variabelnya
taknegatif. Winston 2004
Ilustrasi solusi basis dan solusi basis fisibel diberikan dalam Contoh 1.
Contoh 1
Misalkan diberikan PL berikut :
1 2
min 2
4 , z
x x
= − −
1 2
3
terhadap 2 5,
x x
x −
+ +
=
1 2
4
2 7,
x x
x − +
+ =
1 5
9, x
x +
=
1 2
3 4
5
, ,
, ,
0. 4
x x x x x ≥
Dari PL tersebut didapatkan :
2 1
1 5
1 2 1
0 , 7 .
1 1
9 A
b −
= − =
Misalkan dipilih X
B
= x
1
x
2
x
3 T
dan X
N
= x
4
x
5 T
, maka matriks basis
2 1
1 =
1 2 0 ,
1 −
−
B
1 = 0
1 2 1 2 ,
1 1 2 3 2
−
-1
B
0 0 = 1 0
0 1
N
2 4
0, = −
− =
T T
B N
c c
Dengan menggunakan matriks basis tersebut, diperoleh
0 ,
T
=
N
x
9 8 15 ,
T
=
-1 B
x = B b
50. z
= −
T -1
B
= c B b
5 Solusi 5 merupakan solusi basis, karena
solusi tersebut memenuhi kendala pada PL 4 dan kolom-kolom pada matriks kendala
yang berpadanan dengan komponen taknol dari 5 yaitu B, bebas linear kolom yang satu
bukan merupakan kelipatan dari kolom yang lain. Solusi 5 juga merupakan solusi basis
fisibel, karena nilai-nilai variabelnya lebih dari atau sama dengan nol.
Definisi 4 Daerah Fisibel
Daerah fisibel untuk PL ialah himpunan bilangan yang memenuhi semua kendala dan
pembatasan tanda pada PL tersebut. Winston 2004
Definisi 5 Solusi Optimal
Untuk masalah maksimisasi, solusi
optimal pada PL ialah suatu titik pada daerah fisibel dengan nilai fungsi objektif paling
besar, sedangkan untuk masalah minimisasi, solusi optimal ialah suatu titik pada daerah
fisibel dengan nilai fungsi objektif terkecil.
Winston 2004
2.5 Pemrograman Linear Integer
Pemrograman Linear Integer PLI ialah suatu model pemrograman linear dengan
variabel yang digunakan berupa bilangan bulat integer. Jika semua variabel harus
berupa integer, maka masalah tersebut dinamakan pure integer programming. Jika
hanya sebagian yang harus berupa integer, 3
maka disebut
mixed integer linear
programming MILP. Semua variabel dalam PLI harus bernilai 0 atau 1 disebut 0-1 PLI.
Garfinkel Nemhauser 1972
Definisi 8 Relaksasi Pemrograman Linear
Relaksasi pemrograman linear atau sering disebut relaksasi-PL
merupakan suatu pemprograman linear yang diperoleh dari
suatu PLI dengan menghilangkan kendala integer atau kendala 0-1 pada setiap
variabelnya.
Untuk masalah maksimisasi, nilai optimum fungsi objektif relaksasi-PL lebih
besar atau sama dengan nilai optimum fungsi objektif PLI, sedangkan untuk masalah
minimisasi, nilai optimum fungsi objektif relaksasi-PL lebih kecil atau sama dengan
nilai optimum fungsi objektif PLI.
Winston 2004
2.6 Metode Branch and Bound
Dalam penulisan karya ilmiah ini, untuk memperoleh solusi optimum dari masalah PLI
digunakan software LINGO 11.0 yaitu program untuk menentukan solusi model
linear, nonlinear, dan optimisasi integer dengan lebih cepat, mudah, dan lebih efisien.
Software LINGO 11.0 menggunakan metode branch and bound untuk menyelesaikan
masalah PLI. Prinsip dasar metode branch and bound
ialah memecah daerah fisibel dari masalah relaksasi-PL dengan membuat subproblem-
subproblem. Daerah fisibel suatu pemrograman linear ialah daerah yang
memuat titik-titik yang dapat memenuhi kendala linear masalah pemrograman linear.
1. Branch
Branching pencabangan ialah proses membagi permasalahan menjadi subproblem-
subproblem yang mungkin mengarah ke solusi.
2. Bound
Bounding pembatasan ialah suatu proses untuk mencari atau menghitung batas atas
dalam masalah minimisasi dan batas bawah dalam masalah maksimisasi untuk solusi
optimum pada subproblem yang mengarah ke solusi.
Metode branch-and-bound diawali dari menyelesaikan
relaksasi-PL dari suatu
pemrograman linear integer. Jika semua nilai variabel keputusan solusi optimum sudah
berupa integer, maka solusi tersebut
merupakan solusi optimum PLI. Jika tidak, dilakukan pencabangan dan penambahan
batasan pada relaksasi-PLnya kemudian diselesaikan.
Winston 2004 menyebutkan bahwa untuk masalah maksimisasi nilai fungsi
objektif optimum untuk PLI nilai fungsi
objektif optimum untuk relaksasi-PL, sehingga nilai fungsi objektif optimum
relaksasi-PL merupakan batas atas bagi nilai fungsi objektif optimum untuk masalah PLI.
Diungkapkan pula dalam Winston 2004 untuk masalah maksimisasi bahwa nilai fungsi
objektif optimum untuk suatu kandidat solusi merupakan batas bawah nilai fungsi objektif
optimum untuk masalah PLI asalnya. Suatu kandidat solusi diperoleh jika solusi dari suatu
subproblem sudah memenuhi kendala integer pada masalah PLI, artinya fungsi objektif dan
semua variabelnya sudah bernilai integer.
Sebelumnya akan dibahas terlebih dulu pengertian subproblem yang terukur. Menurut
Winston 2004, suatu subproblem dikatakan terukur fathomed jika terdapat situasi
sebagai berikut. 1.
Subproblem tersebut takfisibel, sehingga tidak dapat menghasilkan solusi optimum
untuk PLI. 2.
Subproblem tersebut menghasilkan suatu solusi optimum dengan semua variabelnya
bernilai integer. Jika solusi optimum ini mempunyai nilai fungsi objektif yang
lebih baik daripada solusi fisibel yang diperoleh sebelumnya, maka solusi ini
menjadi kandidat solusi optimum dan nilai fungsi objektifnya menjadi batas bawah
dalam masalah maksimisasi dan batas atas dalam masalah minimisasi nilai
fungsi objektif optimum bagi masalah PLI pada saat itu. Bisa jadi subproblem ini
menghasilkan
solusi optimum untuk masalah PLI.
3. Nilai fungsi objektif optimum untuk
subproblem tersebut tidak melebihi untuk masalah maksimisasi batas bawah saat
itu, maka subproblem ini dapat dieliminasi.
Berikut ini ialah langkah-langkah
penyelesaian suatu masalah maksimisasi dengan metode branch-and-bound.
• Langkah 0 Didefinisikan z sebagai batas bawah dari nilai
fungsi objektif solusi PLI yang optimum. Pada awalnya ditetapkan
−∞ =
z dan i = 0.
• Langkah 1 Subproblem PL
i
dipilih sebagai bagian masalah berikutnya untuk diperiksa.
X
2
X
2
Subproblem PL
i
diselesaikan dan diukur dengan kondisi yang sesuai.
a Jika PL
i
terukur, batas bawah z diperbarui jika solusi PLI yang lebih baik
ditemukan. Jika tidak, subproblem baru i dipilih dan Langkah 1 diulangi. Jika
semua subproblem telah diperiksa, maka proses dihentikan.
b Jika PL
i
tidak terukur, proses
dilanjutkan ke Langkah 2 untuk melakukan pencabangan PL
i.
• Langkah 2 Dipilih salah satu variabel
j
x
dengan nilai optimumnya ialah
j
x
yang tidak memenuhi batasan integer dalam solusi PL
i
. Bidang
1
j j
j
x x
x
+
dipecah menjadi dua subproblem, yaitu
dan 1
j j
j j
x x
x x
≤ ≥
+
, dengan
j
x
didefinisikan sebagai integer terbesar yang kurang dari atau sama dengan
j
x
. Jika PL
i
masih tidak terukur, maka kembali ke Langkah 1.
Taha 1996 Untuk memudahkan pemahaman metode
branch-and-bound diberikan contoh sebagai berikut.
Contoh 2 Misalkan diberikan PLI berikut:
maksimumkan z = 3x
1
+5x
2,
dengan kendala x
1
+3x
2
≤ 15, 5x
1
+6x
2
≤ 64, x
1
, x
2
≥ 0, 6
x
1
, x
2
integer. Solusi optimum relaksasi-PL dari masalah
PLI 6 ialah x
1
= 11,33, x
2
= 1,2 dan z = 40,11 detail pengitungan dapat dilihat pada
Lampiran 1. Batas atas nilai optimum fungsi objektif masalah ini ialah z = 40,11. Daerah
fisibel relaksasi-PL
masalah PLI
6 ditunjukkan pada Gambar 1 daerah yang
diarsir sedangkan titik-titik merupakan solusi fisibel masalah PLI 6.
Gambar 1 Daerah fisibel daerah yang diarsir untuk relaksasi-PL dari PLI 6.
Langkah berikutnya ialah memartisi
daerah fisibel relaksasi-PL menjadi dua bagian berdasarkan variabel yang berbentuk
pecahan non-integer. Karena nilai dari kedua variabel yang diperoleh bukan integer,
maka dipilih salah satu variabel untuk dasar pencabangan. Misalnya dipilih x
2
sebagai dasar pencabangan. Jika masalah relaksasi-PL
diberi nama Subproblem 1, maka pencabangan tersebut menghasilkan 2
subproblem, yaitu: • Subproblem 2: Subproblem 1 ditambah
kendala x
2
≤ 1; • Subproblem 3: Subproblem 1 ditambah
kendala x
2
≥ 2; Hal ini diilustrasikan secara grafis pada
Gambar 2.
Gambar 2 Daerah fisibel untuk Subproblem 2 dan Subproblem 3.
Setiap titik solusi fisibel dari PLI 6 termuat dalam daerah fisibel Subproblem 2
atau Subproblem 3. Setiap subproblem ini saling lepas. Subproblem 2 dan Subproblem 3
dikatakan dicabangkan oleh x
2
. Sekarang dipilih subproblem yang belum
diselesaikan. Misalkan dipilih Subproblem 2, kemudian diselesaikan. Solusi optimum untuk
Daerah fisibel
Subproblem 2 Subproblem 3
X
1
X
1
Subproblem 2 ini ialah x
1
=11,6, x
2
= 1 dan z = 39,8
detail penghitungan dapat dilihat pada Lampiran 1.
Karena solusi optimal yang dihasilkan Subproblem 2 bukan solusi integer, maka
dipilih pencabangan pada Subproblem 2 atas x
1
, sehingga diperoleh dua subproblem lagi, yaitu:
• Subproblem 4: Subproblem 2 ditambah kendala x
1
≤ 11; • Subproblem 5: Subproblem 2 ditambah
kendala x
1
≥12. Saat ini subproblem yang belum
diselesaikan ialah Subproblem 3, 4, dan 5. Salah satu subproblem dipilih, misalnya
dengan aturan LIFO last in first out. Dengan adanya aturan ini berarti dipilih Subproblem 4
atau
Subproblem 5. Subproblem 4 menghasilkan kandidat solusi optimal x
1
= 11, x
2
= 1 dan z = 38 yang berupa integer detail penghitungan dapat dilihat pada Lampiran 1,
sehingga kandidat solusi optimal dari PLI 6 ialah dari subproblem 4. Nilai z baru
merupakan batas bawah baru bagi nilai optimal PLI 6.
Karena aturan LIFO, dipilih Subproblem 5, yang kemudian menghasilkan solusi
optimal x
1
= 12, x
2
= 0,67 dan z = 39,33 detail penghitungan dapat dilihat pada
Lampiran 1. Karena x
2
= 0,67 bukan integer, maka dilakukan kembali pencabangan atas
2
x , sehingga diperoleh: • Subproblem 6: Subproblem 5 ditambah
kendala x
2
≤ 0; • Subproblem 7: Subproblem 5 ditambah
kendala x
2
≥ 1. Selanjutnya berdasarkan aturan LIFO,
dipilih Subproblem 6. Subproblem yang dipilih menghasilkan solusi optimal
1
12,8 x
=
,
2
x = , dan
38, 4 z
=
detail penghitungan dapat dilihat pada Lampiran 1. Karena solusi
optimal yang dihasilkan Subproblem 6 bukan solusi integer, maka dipilih pencabangan pada
Subproblem 6 atas
1
x
, sehingga diperoleh dua subproblem lagi, yaitu:
• Subproblem 8: Subproblem 6 ditambah kendala x
1
≤ 12 ; • Subproblem 9: Subproblem 6 ditambah
kendala x
1
≥ 13. Sekarang dipilih subproblem yang belum
diselesaikan, yaitu Subproblem 8, 9, dan 3. Berdasarkan aturan LIFO, dipilih Subproblem
8. Subproblem yang dipilih menghasilkan kandidat solusi optimal x
1
= 12, x
2
= 0 dan z = 36 detail penghitungan dapat dilihat pada
Lampiran 1. Nilai solusi optimal Subproblem 8 masih lebih kecil jika dibandingkan dengan
nilai objektif pada Subproblem 4, maka kandidat solusi optimal dari PLI 6 tetap dari
Subproblem 4.
Tersisa tiga buah subproblem yaitu, Subproblem 9, 7, dan 3. Dengan aturan LIFO
dipilih Subproblem 9 lalu Subproblem 7. Karena Subproblem 9 dan 7 takfisibel detail
penghitungan dapat dilihat pada Lampiran 1, maka Subproblem 9 dan 7 tidak dapat
menghasilkan solusi optimal; yang tersisa hanya Subproblem 3.
Dari tiga kandidat solusi optimal, yaitu solusi dari Subproblem 3, 4 dan 8, akan
dipilih satu di antaranya untuk menjadi solusi optimum masalah PLI 6. Solusi optimum
pada PLI 6 ialah solusi Subproblem 4 dengan x
1
= 11, x
2
= 1 dan z = 38, karena Subproblem 4 memiliki nilai z lebih baik
daripada nilai z Subproblem 3 8. Pohon pencabangan yang menunjukkan proses
penyelesaian masalah PLI 6 secara
keseluruhan ditunjukkan pada Gambar 3.
x
2
≥ 2 x
2
≤ 1
x
2
≤ 0 x
2
≥ 1
Gambar 3 Seluruh pencabangan pada metode branch-and-bound untuk menentukan solusi optimum dari PLI
.
III DESKRIPSI PERMASALAHAN PENGOPERASIAN BRT
Bab ini akan membahas deskripsi pengoperasian BRT, batasan masalah, dan
asumsi yang digunakan dalam penelitian ini. Kemudian, dilanjutkan dengan formulasi
matematika terhadap permasalahan tersebut.
3.1 Perumusan Masalah BRT
Salah satu permasalahan yang dihadapi dalam pengoperasian BRT ialah tagihan
biaya operasional bus yang harus dibayar pihak pengelola kepada operator lebih besar
bila dibandingkan dengan subsidi yang diberikan pemerintah dan pemasukan dari
penjualan tiket. Tentu saja
ini mengakibatkan pihak pengelola sulit untuk
membayar, lalu pihak operator mengalami defisit sehingga pelayanan yang diberikan
operator kepada penumpang kurang maksimal. Permasalahan lain ialah saat
banyaknya penumpang mengalami fluktuasi pada waktu puncak dan waktu nonpuncak
yang mengakibatkan sarana dan prasarana transportasi yang disediakan menjadi rendah
utilitasnya dan biaya operasional meningkat, maka penjadwalan sangatlah penting, agar
frekuensi, nilai utilitas dan jarak dalam km yang akan ditempuh pada setiap busnya
dapat optimal, dan dapat meminimumkan biaya operasional.
Penulis melakukan analisis pengaruh banyaknya penumpang
yang diangkut dan banyaknya bus yang dikeluarkan pada periode waktu tertentu
slot waktu, sehingga penjadwalan bus dapat meminimumkan biaya yang harus
dibayar.
Untuk membatasi permasalahan pengoperasian BRT, maka digunakan
beberapa asumsi antara lain: 1.
adanya sterilisasi jalan, tidak terjadi kecelakaan atau kerusakan pada bus
yang dapat menghambat perjalanan, 2.
lama waktu pengisian bahan bakar dan waktu berhenti pada lampu lalu lintas
tidak diperhatikan, 3.
jenis bus yang digunakan homogen, sehingga kapasitas bus sama dan
kecepatan bus selalu konstan, 4.
penumpang yang tidak terbawa tidak dihitung
untuk periode waktu selanjutnya,
t = 1
t = 5 t = 8
t = 7 t = 6
t = 9 t = 2
t = 3 t = 4
x
1
≤ 11 x
1
≥12
x
1
≤ 12 x
1
≥13 Subproblem 1
x
1
= 11,33; x
2
= 1,2; z = 40,11 batas atas
Subproblem 2 x
1
= 11,6; x
2
= 1; z = 39,8 Subproblem 3
x
1
= 9; x
2
= 2; z = 37
Subproblem 4 x
1
= 11; x
2
= 1; z = 38 batas bawah Subproblem 5
x
1
= 12; x
2
= 0,67; z = 39,33
Subproblem 6 x
1
= 12,8; x
2
= 0; z = 38,4 Subproblem 7
Masalah takfisibel
Subproblem 8 x
1
= 12; x
2
= 0; z = 36 Subproblem 9
Masalah takfisibel
5. perpindahan bus dari satu shelter ke
shelter berikutnya menempuh satu satuan slot waktu,
6. bus yang dioperasikan dalam satu slot
waktu yang sama akan melewati rute yang sama pula,
7. jarak yang ditempuh oleh bus yang
beroperasi pada slot waktu yang berbeda tidak selalu sama,
8. pergerakan penumpang hanya dihitung
satu arah dan tidak sebaliknya, 9.
jarak waktu keberangkatan antarbus pada keberangkatan slot waktu yang
sama, diabaikan, 10.
setiap bus dapat beroperasi lebih dari satu putaran dalam satu hari.
3.2 Formulasi Masalah dalam Model
Matematika
Berdasarkan data yang didapatkan maka permasalahan dapat dinyatakan ke
dalam bentuk pemrograman linear integer. Bentuk formulasi masalah
tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:
3.2.1 Indeks
i = slot waktu,
i =
1,2,…, M j = shelter awal,
j =
1,2,…, N-1 k = shelter tujuan,
. k
j
3.2.2 Paramater K=kapasitas bus,
C=biaya operasional bus per
kilometer dalam satu koridor, Kmi=jarak yang ditempuh setiap bus
dalam kilometer dari titik
keberangkatan pada slot waktu ke- i,
B=banyaknya bus yang tersedia di suatu koridor.
3.2.3 Variabel Keputusan
, KT i j
= kapasitas total bus yang diberangkatkan dari shelter j
pada slot waktu i, PE ,
i j = banyaknya penumpang yang
seharusnya dialokasikan di shelter j pada slot waktu i,
, , T i j k
= banyaknya penumpang di shelter j dengan shelter tujuan k pada
slot waktu i, PEA ,
i j = banyaknya penumpang yang
diangkut di shelter j pada slot waktu i,
, A i j
= banyaknya penumpang yang naik di shelter j pada slot waktu i,
, B i j
= banyaknya penumpang yang turun di shelter j pada slot waktu
i, ,
Z i j = banyaknya bus yang dioperasikan
di shelter j pada slot waktu i, ,
DB i j = banyaknya penumpang yang
berada dalam bus di shelter j pada slot waktu i,
, X i j
= kapasitas yang tersedia dalam bus sebelum penumpang naik di
shelter j pada slot waktu i, ,
BL i j = kapasitas yang tersedia dalam bus
setelah penumpang
naik di
shelter j pada slot waktu i, ,
W i j = banyaknya penumpang yang
menunggutidak terangkut, di shelter j pada slot waktu i,
, U i j
= nilai utilitas bus saat
keberangkatan di shelter j pada slot waktu i.
3.2.4 Fungsi Objektif
Fungsi objektif pada permasalahan ini ialah meminimumkan biaya operasional
dengan cara mengatur banyaknya bus yang dioperasikan pada slot waktu tententu di
shelter pertama, dikalikan dengan biaya per kilometer dan jarak yang ditempuh oleh bus
yang beroperasi, yaitu:
3.2.5 Kendala