Model Ekosistem Laut TINJAUAN PUSTAKA

9

2.4. Model Ekosistem Laut

Odum 1971 menyatakan salah satu pendekatan yang digunakan dalam model ekosistem adalah pendekatan sistem kompartemen the compartemental system approach dimana pendekatan ini menegaskan kuantitas dari energi dan material di dalam kompartemen-kompartemen ekosistem. Pendekatan lain adalah pendekatan komponen-komponen eksperimen dimana pendekatan ini menegaskan analisis yang mendetail dari proses-proses ekologi seperti pemangsaanpredasi, persaingankompetisi, dan sebagainya. Model ekosistem laut yang telah ada dan telah berkembang, di antaranya model ekosistem Kamamiya et al. 1995, Yanagi et al. 1997, Aita et al. 2003, Yamanaka et al. 2005, dan model ekosistem Koropitan et al. 2009. Model ekosistem Kawamiya et al. 1995 terdiri dari 6 kompartemen, yaitu fitoplankton chl-  , zooplankton umum, nitrat 3 NO , amonium 4 NH , Particulate Organic Nitrogen PON, dan Dissolved Organic Nitrogen DON serta memperhitungkan pengaruh oksigen terlarut DO. Model ini diaplikasikan di perairan laut lepas. Model ekosistem Yanagi et al. 1997 terdiri dari 5 kompartemen, yaitu fitoplankton Skeletonema sp., zooplankton kopepod, Dissolved Inorganic Nitrogen DIN, Dissolved Inorganic Fosfor DIP, dan detritus serta juga memperhitungkan pengaruh DO. Model ini diaplikasikan di perairan semi tertutup Teluk Dokai, Jepang. Model ekosistem Aita et al. 2003 terdiri dari 11 kompartemen, yaitu fitoplankton kecil kokolitofor, fitoplankton besar diatom, zooplankton kecil foraminifera, zooplankton besar kopepod, zooplankton predator krilljellyfish, nitrat 3 NO , amonium 4 NH , silikat   4 Si OH , PON, DON, dan Opal. Model ini menggunakan NEMURO yaitu 10 model ekosistem yang diterapkan di perairan Pasifik Utara. Model ekosistem Yamanaka et al. 2005 terdiri dari 15 kompartemen. Model ini merupakan hasil modifikasi dari NEMURO dengan menambahkan total karbondioksida T 2 CO , total alkalinitas TALK, unsur kalsium Ca , dan senyawa kalsium karbonat 3 CaCO . Selanjutnya model ekosistem Koropitan et al. 2009, membagi ekosistem numerik struktur trofik minimum menjadi enam kompartemen, yaitu nitrat 3 NO , amonium 4 NH , fitoplankton F , zooplankton Z , detritus pelagik PD , dan detritus bentik BD . Model ini diaplikasikan di perairan semi tertutup Teluk Jakarta. Diagram konsep model ekosistem tersebut diilustrasikan pada Gambar 2. Secara umum model tersebut Gambar 2. menunjukkan aliran nitrogen yang mengalami proses transformasi di dalam tiap kompartemen ekosistem. Tanda panah disertai dengan simbol huruf dan angka mengandung informasi mengenai proses fisika E5, biokimia E1, E2, E4, E8, dan E9, predasi E3, dan alaminatural E6 dan E7. Simbol E1 adalah proses oksidasi amonium menjadi nitrat yang melibatkan mikroorganisme kemosintetik seperti bakteri genus Nitrosomonas dan genus Nitrobacter dalam kondisi aerob membutuhkan oksigen terlarut atau dikenal dengan nitrifikasi. Persamaan reaksi kimia sederhana nitrifikasi diekspresikan sebagai berikut Riley dan Chester, 1971 : 4 2 2 2 1.5 2 NH OH O H NO H O          dan 2 2 3 0.5 NO O NO     Laju oksidasi amonium menjadi nitrat diekspresikan dengan persamaan sebagai 11 E1 E2 E7 E8 E9 E3 E6 E4 E5 Gambar 2. Diagram konsep model ekosistem Koropitan et al., 2009. berikut Koropitan et al., 2009 : 2 1 4 N E R NH  ………………………………………………………………..... 8 dimana 2 N R adalah laju oksidasi amonium dan 4 NH adalah konsentrasi amonium. Simbol E2 adalah proses asimilasi senyawa sederhanaanorganik nitrat dan amonium menghasilkan senyawa kompleksorganik biomassa oleh organisme autotrof seperti fitoplankton yang menggunakan cahaya matahari sebagai sumber energi atau dikenal dengan fotosintesis. Proses ini berkaitan erat dengan produktifitas primer perairan. Produktifitas primer merupakan laju Riverine input Precipitation Riverine input Nitrate NO 3 Ammonium NH 4 Phytoplankton Zooplankton Pelagic detritus Benthic detritus 12 sintesis komponen organik dari komponen anorganik yang sebagian besar dihasilkan melalui fotosintesis dan sebagian kecil melalui kemosintesis Valiela, 1995. Produktifitas primer umumnya dinyatakan dalam jumlah gram karbon anorganik yang terikat per satuan luas area permukaan laut atau volume air laut per interval waktu Riley dan Chester, 1971; Nybakken, 1982; Nontji, 2008. Mann dan Lazier 1996 serta Miller 2004 menyatakan produksi primer yang dihasilkan dari pemanfaatan nitrat 3 NO disebut new production, sedangkan produksi primer yang dihasilkan dari pemanfaatan amonium 4 NH hasil hidrolisis amoniak 3 NH dengan air 2 H O yang bersumber dari ekskresi organisme heterotrof disebut regeneratedrecycled production. Valiela 1995 menyebutkan terdapat empat sumber-sumber nitrogen baru new nitrogen di perairan laut, yaitu melalui fiksasi nitrogen, pengadukan vertikal vertical mixing, transpor horisontal horizontal transport, dan presipitasi precipitation. Selain itu, Alongi 1998 menambahkan senyawa nitrat yang berasal dari daratan khususnya dari aktifitas pertanian juga secara signifikan memberikan sumber nitrogen baru new nitrogen melalui run off sungai terutama di perairan semi tertutup seperti teluk. Di dalam perairan laut, proses pertumbuhan fitoplankton dipengaruhi oleh nutrien, cahaya, suhu, dan salinitas sebagaimana diekspresikan dengan persamaan berikut Yanagi et al., 1997 :   2 1 1 2 3 4 . , m i a E V Min V N V N V I V T V S  ……………………………... 9 dimana m V merupakan laju maksimum uptake fitoplankton, 1 i V N dan 1 a V N merupakan fungsi keterbatasan nutrien limiting nutrients yang diekspresikan 13 dengan persamaan Michaelis-Menten sebagai berikut Lung, 1993; Valiela, 1995; Chapra, 1997; Yanagi et al., 1997 :   1 i i i sN i N V N K N   dan   1 a a a sN a N V N K N   dimana i N dan a N masing-masing adalah konsentrasi nitrat dan amonium serta i sN K dan a sN K masing-masing adalah konstanta paruh jenuh pengambilan nitrat dan amonium bagi fitoplankton. Suatu kondisi dimana pemanfaatan nitrat dan amonium oleh fitoplankton dilakukan secara bersama-sama maka beberapa kelompok fitoplankton akan cenderung lebih menyukai amonium daripada nitrat Raymont, 1963; Riley dan Chester, 1971; Ricklefs, 1980; Alongi, 1998; Andersen dan Heibig, 1998; Effendi 2003 sehingga pemanfaatan nitrat akan negatif dengan keberadaan amonium. Pernyataan tersebut diekspresikan dengan persamaan sebagai berikut Koropitan et al., 2009 :     1 4 exp i i i sN i N V N NH K N     dimana  adalah parameter inhibition amonium. Kemudian 2 V I merupakan fungsi cahaya yang diekspresikan dengan persamaan Steele sebagai berikut Yanagi et al., 1997; Fennel dan Neumann, 2004 : 2 exp 1 z z opt opt I I V I I I           dimana opt I adalah intensitas cahaya optimal bagi pertumbuhan fitoplankton dan z I adalah intensitas cahaya pada kedalaman Z yang diekspresikan berdasarkan Hukum Lambert-Beer sebagai berikut Lung, 1993; Valiela, 1995; Chapra, 1997 : exp z e I I k Z   14 dimana I adalah intensitas cahaya di permukaan dan e k adalah koefisien ekstingsi cahaya yang diekspresikan dengan persamaan sebagai berikut Koropitan et al., 2009 : dimana 1  adalah koefisien disipasi cahaya pada air laut dan 2  adalah koefisien self-shading pada fitoplankton. Cahaya yang dibutuhkan oleh fitoplankton untuk fotosintesis dengan panjang gelombang berkisar antara 370 sampai 720 nm Riley dan Chester, 1971 dikenal dengan Photosynthetically Available Radiation PAR dimana mencapai puncak fotosintesis mendekati panjang gelombang 465 nm Miller, 2004. Selanjutnya   3 V T dan   4 V S masing-masing merupakan fungsi suhu dan salinitas yang diekspresikan dengan persamaan sebagai berikut Yanagi et al., 1997 :   3 exp 1 opt opt T T V T T T           dan   4 exp 1 opt opt S S V S S S           dimana T dan S masing-masing adalah suhu dan salinitas air laut serta opt T dan opt S masing-masing adalah suhu dan salinitas optimal bagi pertumbuhan fitoplankton. Simbol E3 adalah proses pemangsaan yang dilakukan oleh herbivora perairan seperti zooplankton terhadap produser perairan seperti fitoplankton untuk pemenuhan kebutuhan energi bagi pertumbuhan, respirasi, biomassa, dan reproduksi atau dikenal dengan grazing. Menurut Fennel dan Neumann 2004, zooplankton dianggap penting dalam mengontrol kepadatan fitoplankton dan ikut bertanggung jawab terhadap kematian atau hilangnya fitoplankton di perairan. 1 2 k F     15 Laju grazing diekspresikan dengan persamaan sebagai berikut Yanagi et al., 1997; Miller, 2004 :   3 max 1 exp E R F F          …………………………………………….. 10 dimana max R adalah laju maksimum grazing,  adalah konstanta Ivlev, dan F adalah batas potensi konsentrasi fitoplankton terhadap grazing zooplankton. Ketika F lebih kecil atau kurang dari F maka 3 E  . Simbol E4 adalah proses egestion atau produksi faecal pellets feses oleh zooplankton yang diekspresikan dengan persamaan sebagai berikut Yanagi et al., 1997; Miller, 2004 :   4 max 1 exp E R F F           ……………………………………............ 11 dimana  adalah ratio produksi faecal pellets terhadap predasi grazing. Simbol E5 adalah interaksi fisik antara detritus pelagik dengan detritus bentik di kolom perairan hingga lapisan dasar berdasarkan proses sedimen kohesif. Proses fisik yang dimaksud adalah sedimentasideposisi S dan resuspensierosi E . Apabila diasumsikan kecepatan partikel air di dasartegangan geser dasar b  lebih kecil daripada tegangan kritis deposisi cd  maka detritus pelagik mengalami sedimentasideposisi. Sedangkan apabila tegangan geser dasar b  lebih besar daripada tegangan kritis resuspensi ce  maka detritus bentik mengalami resuspensierosi. Penghitungan sedimentasideposisi S dan resuspensierosi E masing-masing diekspresikan dengan persamaan sebagai berikut Koropitan et al., 2009 : 1 b d cd S W PD           dan 1 b BD ce E R BD           ……………………….......... 12 16 d W adalah laju penenggelamansinking detritus dan BD R adalah laju remineralisasi detritus bentik serta PD dan BD masing-masing adalah konsentrasi detritus pelagik dan konsentrasi detritus bentik. Selanjutnya dalam kondisi netral diekspresikan sebagai berikut Koropitan et al., 2009 : S E   untuk cd b ce      Simbol E6 dan E7 masing-masing adalah proses kematian fitoplankton dan zooplankton yang terjadi secara alami bukan disebabkan oleh predator di perairan. Fitoplankton dan zooplankton yang mati akan menjadi partikel-partikel detritus particulate organic detritus kemudian akan mengalami penghancuranteragregrasi oleh organisme pemakan bangkai scavenger secara biofisik menjadi detritus terlarut dissolved organic detritus dan sebagian lain mengalami pengendapan, selanjutnya mengalami penguraian oleh bakteri dekomposer secara biokimia. Laju kematian fitoplankton dan zooplankton masing-masing diekspresikan dengan persamaan sebagai berikut Koropitan et al., 2009 : 6 F E m F  dan 7 Z E m Z  …………………………………………………. 13 dimana F m dan Z m masing-masing adalah laju kematian fitoplankton dan laju kematianekskresi zooplankton serta F dan Z masing-masing adalah konsentrasi fitoplankton dan konsentrasi zooplankton. Simbol E8 dan E9 adalah proses penguraian komponen-komponen organik mati seperti detritus menjadi komponen-komponen anorganik oleh bakteri kemosintetik melalui pemanfaatan molekul oksigen terlarut 2 O atau dikenal dengan dekomposisi aerob. Sedangkan apabila tanpa menggunakan oksigen 17 melainkan melalui pemanfaatan senyawa anorganik-oksida seperti 3 NO  , 3 HCO  , 3 4 PO  , 2 4 SO  , dll maka disebut dekomposisi anaerob. Perbedaan mendasar antara dekomposisi aerob dengan dekomposisi anaerob terletak pada senyawa yang berperan sebagai akseptor penerima ion hidrogen. Pada kondisi dekomposisi aerob yang berperan sebagai akseptor ion hidrogen adalah molekul oksigen sedangkan pada dekomposisi anaerob yang berperan sebagai akseptor adalah senyawa anorganik-oksida Effendi, 2003. Produk akhir yang dihasilkan pun berbeda, dekomposisi aerob menghasilkan karbondioksida 2 CO , air 2 H O , nitrat 3 NO , fosfat 4 PO , dan nutrien lain bagi fitoplankton. Sedangkan dekomposisi anaerob sebagian besar menghasilkan senyawa-senyawa berbahaya seperti metana 4 CH , amoniak 3 NH , dan hidrogen sulfida 2 H S Effendi, 2003; Sanusi, 2006. Laju dekomposisi detritus pelagik dan detritus bentik masing-masing diekspresikan dengan persamaan sebagai berikut Koropitan et al., 2009 : 8 PD E R PD  dan 9 BD E R BD  ……………………………………………... 14 dimana PD R dan BD R masing-masing adalah laju dekomposisi detritus pelagik dan laju dekomposisi detritus bentik serta PD dan BD masing-masing adalah konsentrasi detritus pelagik dan konsentrasi detritus bentik. 18

3. METODE PENELITIAN