3
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kondisi Umum Teluk Jakarta
Teluk Jakarta merupakan perairan dangkal yang memiliki kedalaman laut kurang lebih 30 meter dan terletak pada garis bujur 106
43’ 00’’BT – 106 59’
30’’BT dan garis lintang 5 56’ 15’’LS – 6
55’ 30’’LS Setyapermana dan Nontji, 1980. Teluk Jakarta memiliki kedalaman rata-rata sekitar 15 meter,
panjang pantai sekitar 72 km, dan luas perairan sekitar 490 km
2
Arifin, 2004. Teluk Jakarta mendapat masukan material dari daratan melalui 13 sungai kecil,
yaitu Sungai Angke, Bekasi, Cakung, Pesanggrahan, Cidurian, Ciliwung, Cikarang, Cimancuri, Ciranjang, Cisadane, Citarum, Karawang Krukut, dan
Sunter kemudian disalurkan menuju 3 muara sungai besar Citarum, Ciliwung, dan Cisadane dengan total rata-rata riverine discharge mencapai 112.7
m
3
s
-1
Damar, 2003. Hadikusumah 2008 menyimpulkan bahwa arah arus pada bulan Maret
dan bulan Mei Masa Peralihan Satu cenderung dipengaruhi oleh musim barat dan tergantung pada pasang surut dan kekuatan angin musim. BPHLD 2006
menunjukkan arah arus pada bulan Juni musim timur bervariasi yaitu antara Barat Daya sampai Timur Laut, sedangkan pada bulan Desember musim barat
bervariasi antara Timur Laut sampai dengan Barat Daya. Koropitan dan Ikeda 2008 menyatakan kondisi pasang surut di Teluk
Jakarta memiliki ratio amplitudo
1 1
2 2
O K
M S
sebesar 3.72 dan digolongkan pada pasang surut tunggal diurnal dengan komponen K
1
dominan. Amplitudo tertinggi sebesar 25.17 cm diantara amplitudo komponen lain dan
4 kelajuan arus pasang surut bervariasi antara 13 - 16 cm s
-1
dengan arus pasut komponen K
1
paling kuat diantara arus pasut komponen lain. Struktur komunitas plankton di perairan Teluk Jakarta terus-menerus
mengalami perubahan menurut indeks komunitas seperti, keanekaragaman jenis, keseragaman jenis, dan kekayaan jenis. Secara kuantitatif kelimpahan
fitoplankton di Teluk Jakarta relatif tinggi namun secara kualitatif mengalami penurunan Sidabutar, 2008. Hal ini kemungkinan besar disebabkan oleh
perubahan kondisi perairan Teluk Jakarta karena besarnya beban masuk atau input zat-zat hara seperti fosfat, nitrat, dan amonium eutrofikasi. Zat-zat tersebut
dapat dikonsumsi secara langsung oleh fitoplankton untuk pertumbuhan dan biomassa melalui proses fotosintesis Effendi, 2003; Sanusi, 2006. Sidabutar
2008 menyimpulkan rata-rata kelimpahan fitoplankton pada bulan Maret lebih tinggi daripada bulan Mei. Perbedaan tersebut diduga ada keterkaitan antara
ketersediaan nutrien dan intensitas cahaya matahari. Sidabutar 2008 juga menemukan fitoplankton yang bersifat dominan, yaitu genus Skeletonema dan
Chaetoceros dari kelompok diatom. Pada musim hujan, genus Chaetoceros cenderung mendominasi, sedangkan pada musim panas genus Skeletonema
cenderung mendominasi. Sutomo et al. 1993 menunjukkan Noctiluca miliaris ditemukan pada seluruh kolom air dan kepadatannya secara vertikal bervariasi
serta di beberapa lapisan dalam mempunyai kepadatan yang tinggi. Populasi zooplankton yang umum ditemukan di perairan laut adalah kelompok kopepod.
Kelompok krustasea holoplanktonik ini berperan sebagai mata rantai yang sangat penting antara fitoplankton dengan para karnivor besar dan kecil Nybakken,
1982. BPLHD 2006 melaporkan, zooplankton di perairan Teluk Jakarta pada
5 bulan Juni ditemukan sebanyak 22 jenis yang sebagian besar didominasi oleh
kelompok kopepod. Kualitas pencemaran telah dan sedang terjadi di Teluk Jakarta yang
disebabkanberasal dari tumpahan minyak, logam berat, air ballast kapal berupa limbah padat dan cair, buangan limbah air panas dari PLTGU, limbah domestik
seperti deterjen, limbah pertanian dan perkebunan seperti pestisida, serta limbah industri. Arifin 2008 menyimpulkan bahwa kadar logam berat yang tinggi dan
pola sebarannya di perairan Teluk Jakarta berhubungan erat dengan aktifitas sekitar seperti industri dan pelabuhan. Muchtar 1996 menunjukkan bahwa,
kandungan fosfat dan nitrat pada bulan November lebih tinggi bila dibandingkan dengan bulan September dan Oktober. Hal ini disebabkan oleh sumbangan
daratan secara signifikan melalui sungai-sungai yang mengalir ke perairan tersebut.
2.2. Model Hidrodinamika Laut