TINJAUAN PUSTAKA Kerugian Ekonomi dan Kebutuhan Vegetasi untuk Menurunkan Emisi Karbon Kendaraan Bermotor di Kota Bogor

II. TINJAUAN PUSTAKA

Transportasi dan Emisi Gas Buang Kendaraan Pesatnya pertumbuhan jumlah penduduk kota Bogor, diiringi peningkatan kebutuhan terhadap alat transportasi. Pertumbuhan kendaraan bermotor KBM yang tinggi meningkatkan eksternalitas berupa pencemaran udara dari hasil pembakaran bahan bakar minyak dengan partikel-partikel logam berat di dalamnya. Kualitas udara yang buruk berdampak langsung bagi warga berupa gangguan kesehatan. Meningkatnya gas CO 2 hasil gas buang KBM berakibat meningkatnya konsentrasi gas CO 2 ambien. Mutu udara ambien adalah kadar zat, energi, danatau komponen lain yang ada di udara bebas. Sedangkan udara ambien adalah udara bebas di permukaan bumi pada lapisan troposfir yang dibutuhkan dan memengaruhi kesehatan manusia, makhluk hidup dan unsur lingkungan hidup lainnya PP No.41, 1999. Terus meningkatnya tingkat pencemaran, sementara jumlah vegetasi pohon yang berfungsi sebagai rosot sink gas CO 2 terus menurun luasannya, maka akumulasi kandungan gas CO 2 akan sulit diserap seluruhnya. Tingginya emisi karbon yang tidak terserap oleh vegetasi yang ada berdampak pada kualitas udara yang buruk di kota Bogor. Hasil penelitian Dahlan 2011 menunjukkan pada tahun 2005 konsentrasi ambien CO 2 di Kota Bogor mencapai 389,89 part per million by volume ppmv dan emisi CO 2 antropogenik tahunan mencapai 639,04 kgkapitatahun. Dahlan juga menghitung emisi CO 2 kumulatif tahun 2012 sebesar 548,553 ton dan diprediksi pada tahun 2050 akan menjadi 780,702 ton. Rerata konsentrasi gas CO 2 di beberapa ruas jalan yang terukur di kota Bogor tahun 20062007 sebesar 389,89 ppmv part per million by volume . Definisi Pencemaran Pencemaran Udara menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI nomor 1407 tahun 2002 tentang Pedoman Pengendalian Dampak Pencemaran Udara adalah masuknya atau dimasukkannya zat, energi, dari komponen lain ke dalam udara ambien oleh kegiatan manusia, sehingga mutu udara turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan udara ambien tidak dapat memenuhi fungsinya. 8 Pencemaran udara berpengaruh jelek terhadap organisme hidup dan jumlahnya cukup banyak sehingga tidak dapat diabsorpsi atau dihilangkan. Menurut Gidding 1973, dalam kondisi normal udara merupakan campuran gas terdiri dari 78 nitrogen, 20 oksigen, 0,93 argon, 0,03 karbon dioksida, dan sisanya terdiri dari neon, helium, metan dan hidrogen. Udara dikatakan tercemar apabila berbedanya komposisi udara aktual dengan kondisi udara normal dan dapat mendukung kehidupan manusia. Menurut Soedomo 2001, sumber pencemaran udara dapat terjadi berdasarkan: 1. Kegiatan yang bersifat alami, contohnya: letusan gunung berapi, kebakaran hutan, dekomposisi biotik, debu, dan spora tumbuhan. 2. Kegiatan antropogenik akibat aktivitas manusia terbagi dalam pencemaran akibat aktivitas transportasi, industri, persampahan, baik akibat proses dekomposisi ataupun pembajakan dan rumah tangga. Emisi Karbon Sementara itu emisi menurut Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 1999 pasal 1 ayat 9 adalah zat, energi danatau komponen lain yang dihasilkan dari suatu kegiatan yang masuk danatau dimasukkannya ke dalam udara ambien yang mempunyai danatau tidak mempunyai potensi sebagai unsur pencemar. Emisi karbon adalah salah satu penyebab terjadinya pemanasan global. Seperti diketahui, pemanasan global merupakan kejadian terperangkapnya radiasi gelombang panjang matahari gelombang panas yang dipancarkan bumi oleh gas- gas rumah kaca. Dan efek rumah kaca merupakan istilah untuk panas yang terperangkap di atmosfer bumi dan tak bisa menyebar. Menurut Soemarwoto 1994 gas-gas karbondioksida CO 2 , metana CH 4 , nitrogen oksida N 2 O merupakan gas rumah kaca GRK yang menyebabkan terjadinya efek rumah kaca yang berguna bagi makhluk hidup di bumi. Jika tidak ada GRK, suhu di bumi rata-rata -18 C dimana suhu ini terlalu rendah bagi sebagian besar makhluk hidup, termasuk manusia. Dengan adanya efek rumah kaca suhu rata-rata di bumi menjadi 15 o C lebih tinggi 33 C. Suhu ini sesuai bagi kehidupan makhluk hidup Soemarwoto, 1994. 9 Menurut Dahlan 1992, manusia sebagai makhluk hidup juga menghasilkan gas CO 2 . Rata-rata manusia bernapas dalam keadaan sehat dan tidak banyak bergerak sebanyak 12 – 18 kali per menit yang banyaknya berkisar 500 ml udara dalam semenit atau 360 – 540 liter dalam sejam. Jumlah gas CO 2 yang dihasilkan dari pernapasan manusia dalam sejam sebanyak 39,6 gr CO 2 . Efek Gas Rumah Kaca Menurut Stavins dan Richard. 2005, atmosfer bumi mengandung karbon dioksida CO 2 dan gas rumah kaca lainnya yang merupakan lapisan pelindung sehingga bumi lebih hangat dibanding planet lainnya. Peningkatan kandungan CO 2 menyebabkan suhu global juga naik karena radiasi sinar matahari akan terperangkap dalam gas rumah kaca. Aktivitas manusia, khususnya ekstraksi dan pembakaran minyak bumi fossil fuel serta penggundulan hutan menyebabkan peningkatan jumlah CO 2 dan gas rumah kaca lainnya. Masih menurut Stavins dan Richard 2005, hasil pembakaran minyak bumi membuat jumlah karbon di atmosfer meningkat sekitar 5,5 gigaton milyar metrik ton per tahun dan alih fungsi lahan meningkatkan jumlah karbon 1,1 gigaton per tahun. Sementara itu lautan di seluruh dunia setiap tahun hanya bisa menyerap dua gigaton karbon lebih banyak dibanding yang dikeluarkan ke atmosfer per tahun dan ekosistem di bumi menyerap 1,2 gigaton per tahun. Setiap terjadi akumulasi jumlah karbon di atmosfer dengan akselerasi terus meningkat, diperkirakan dalam 25 tahun ke depan akan terjadi peningkatan jumlah karbon di atmosfer sekurang-kurangnya 25 dari saat ini. Dampak Emisi Gas Buang KBM Terhadap Kesehatan Gas buang KBM menyebabkan ketidaknyamanan pada orang yang berada di tepi jalan dan jula menyebabkan pencemaran udara. Menurut Tugaswati, 2000 beberapa studi epidemiologi dapat menyimpulkan adanya hubungan yang erat antara tingkat pencemaran udara perkotaan dengan angka kejadian prevalensi penyakit pernapasan. Pengaruh dari pencemaran khususnya akibat kendaraan bermotor tidak sepenuhnya dapat dibuktikan karena sulit dipahami dan bersifat kumulatif. Kendaraan bermotor akan mengeluarkan berbagai gas jenis maupun partikulat yang terdiri dari berbagai senyawa anorganik dan organik dengan berat 10 molekul yang besar yang dapat langsung terhirup melalui hidung dan mempengaruhi masyarakat di jalan raya dan sekitarnya. Menurut Tugaswati 2000, senyawa-senyawa di dalam gas buang terbentuk selama energi diproduksi untuk menjalankan kendaraan bermotor. Bahan pencemar yang terutama terdapat didalam gas buang buang kendaraan bermotor adalah karbon monoksida CO, berbagai senyawa hidrokarbon, berbagai oksida nitrogen NOx dan sulfur SOx, dan partikulat debu termasuk timbel PB. Beberapa senyawa yang dinyatakan dapat membahayakan kesehatan adalah berbagai oksida sulfur, oksida nitrogen, dan oksida karbon, hidrokarbon, logam berat tertentu dan partikulat. Pembentukan gas buang tersebut terjadi selama pembakaran bahan bakar fosil-bensin dan solar didalam mesin. Gas buang kendaraan bermotor juga menghasilkan bahan pencemar dengan kadar yang lebih tinggi, terutama berbagai senyawa organik dan oksida nitrogen, sulfur dan karbon. Gas buang kendaraan bermotor juga langsung masuk ke dalam lingkungan jalan raya yang sering dekat dengan masyarakat, dibandingkan dengan gas buang dari cerobong industri yang tinggi. Dengan begitu masyarakat yang tinggal atau melakukan kegiatan lainnya di sekitar jalan yang padat lalu lintas kendaraan bermotor dan mereka yang berada di jalan raya seperti para pengendara bermotor, pejalan kaki, dan polisi lalu lintas, penjaja makanan sering kali terpapar oleh bahan pencemar yang kadarnya cukup tinggi. Estimasi dosis pemaparan sangat tergantung kepada tinggi rendahnya pencemar yang dikaitkan dengan kondisi lalu lintas pada saat tertentu Tugaswati, 2000. Gangguan kesehatan lain diantara kedua pengaruh yang ekstrim ini, misalnya kanker pada paru-paru atau organ tubuh lainnya, penyakit pada saluran tenggorokan yang bersifat akut maupun khronis, dan kondisi yang diakibatkan karena pengaruh bahan pencemar terhadap organ lain seperti paru, misalnya sistem syaraf. Anak-anak dan para lanjut usia merupakan kelompok yang mempunyai resiko tinggi di dalam peristiwa pencemaran udara. Anak-anak lebih peka terhadap infeksi saluran pernafasan dibandingkan dengan orang dewasa, dan fungsi paru-paru nya juga berbeda. Para usia lanjut masuk di dalam kategori kelompok resiko tinggi karena penyesuaian kapasitas dan fungsi paru-paru 11 menurun, dan pertahanan imunitasnya melemah. Karena kapasitas paru-paru dari penderita penyakit jantung dan paru-paru juga rendah, kelompok ini sangat peka terhadap pencemaran udara. Tugaswati, 2000. Komposisi dan Perilaku Gas Buang Kendaraan Bermotor Emisi kendaraan bermotor mengandung berbagai senyawa kimia. Komposisi dari kandungan senyawa kimianya tergantung dari kondisi mengemudi, jenis mesin, alat pengendali emisi bahan bakar, suhu operasi dan faktor lain yang semuanya ini membuat pola emisi menjadi rumit. Jenis bahan bakar pencemar yang dikeluarkan oleh mesin dengan bahan bakar bensin maupun bahan bakar solar sebenarnya sama saja, hanya berbeda proporsinya karena perbedaan cara operasi mesin. Secara visual selalu terlihat asap dari knalpot kendaraan bermotor dengan bahan bakar solar, yang umumnya tidak terlihat pada kendaraan bermotor dengan bahan bakar bensin Tugaswati, 2000. Walaupun gas buang kendaraan bermotor terutama terdiri dari senyawa yang tidak berbahaya seperti nitrogen, karbon dioksida dan upa air, tetapi didalamnya juga terkandung senyawa lain dengan jumlah cukup besar yang dapat membahayakan gas buang membahayakan kesehatan maupun lingkungan. Bahan pencemar yang terdapat didalam gas buang buang kendaraan bermotor adalah karbon monoksida CO, berbagai senyawa hindrokarbon, berbagai oksida nitrogen NOx dan sulfur SOx, dan partikulat debu termasuk timbal PB. Bahan bakar tertentu seperti hidrokarbon dan timbal organik, dilepaskan ke udara karena adanya penguapan dari sistem bahan bakar. Lalu lintas kendaraan bermotor, juga dapat meningkatkan kadar partikular debu yang berasal dari permukaan jalan, komponen ban dan rem Tugaswati, 2000. Setelah berada di udara, beberapa senyawa yang terkandung dalam gas buang kendaraan bermotor dapat berubah karena terjadinya suatu reaksi, misalnya dengan sinar matahari dan uap air, atau juga antara senyawa-senyawa tersebut satu sama lain. Proses reaksi tersebut ada yang berlangsung cepat dan terjadi saat itu juga di lingkungan jalan raya, dan adapula yang berlangsung dengan lambat. Reaksi kimia di atmosfer kadangkala berlangsung dalam suatu rantai reaksi yang panjang dan rumit, dan menghasilkan produk akhir yang dapat lebih aktif atau lebih lemah dibandingkan senyawa aslinya. Sebagai contoh, adanya reaksi di 12 udara yang mengubah nitrogen monoksida NO yang terkandung di dalam gas buang kendaraan bermotor menjadi nitrogen dioksida NO 2 yang lebih reaktif, dan reaksi kimia antara berbagai oksida nitrogen dengan senyawa hidrokarbon yang menghasilkan ozon dan oksida lain, yang dapat menyebabkan asap awan fotokimia photochemical smog. Pembentukan smog ini kadang tidak terjadi di tempat asal sumber kota, tetapi dapat terbentuk di pinggiran kota. Jarak pembentukan smog ini tergantung pada kondisi reaksi dan kecepatan angin Tugaswati, 2000. Untuk bahan pencemar yang sifatnya lebih stabil seperti timbal Pb, beberapa hidrokarbon-halogen dan hidrokarbon poliaromatik, dapat jatuh ke tanah bersama air hujan atau mengendap bersama debu, dan mengontaminasi tanah dan air. Senyawa tersebut selanjutnya juga dapat masuk ke dalam rantai makanan yang pada akhirnya masuk ke dalam tubuh manusia melalui sayuran, susu ternak, dan produk lainnya dari ternak hewan. Karena banyak industri makanan saat ini akan dapat memberikan dampak yang tidak diinginkan pada masyarakat kota maupun desa. Emisi gas buang kendaraan bermotor juga cenderung membuat kondisi tanah dan air menjadi asam. Pengalaman di negara maju membuktikan bahwa kondisi seperti ini dapat menyebabkan terlepasnya ikatan tanah atau sedimen dengan beberapa minerallogam, sehingga logam tersebut dapat mencemari lingkungan Tugaswati, 2000. Bahan-Bahan Pencemar yang Mengganggu Saluran Pernafasan Menurut Tigaswati 2000, organ pernafasan merupakan bagian yang diperkirakan paling banyak mendapatkan pengaruh karena yang pertama berhubungan dengan bahan pencemar udara. Sejumlah senyawa spesifik yang berasal dari gas buang kendaraan bermotor seperti oksida-oksida sulfur dan nitrogen, partikulat dan senyawa-senyawa oksidan, dapat menyebabkan iritasi dan radang pada saluran pernafasan. Walaupun kadar oksida sulfur di dalam gas buang kendaraan bermotor dengan bahan bakar bensin relatif kecil, tetapi tetap berperan karena jumlah kendaraan bermotor dengan bahan bakar solar makin meningkat. Selain itu menurut studi epidemiologi, oksida sulfur bersama dengan partikulat bersifat sinergetik sehingga dapat lebih meningkatkan bahaya terhadap kesehatan. 13 a Oksida sulfur dan partikulat Sulfur dioksida SO 2 merupakan gas buang yang larut dalam air yang langsung dapat terabsorbsi di dalam hidung dan sebagian besar saluran ke paru- paru. Karena partikulat di dalam gas buang kendaraan bermotor berukuran kecil, partikulat tersebut dapat masuk sampai ke dalam alveoli paru-paru dan bagian lain yang sempit. Partikulat gas buang kendaraan bermotor terutama terdiri jelaga hidrokarbon yang tidak terbakar dan senyawa anorganik senyawa-senyawa logam, nitrat dan sulfat. Sulfur dioksida di atmosfer dapat berubah menjadi kabut asam sulfat H 2 SO 4 dan partikulat sulfat. Sifat iritasi terhadap saluran pernafasan, menyebabkan SO 2 dan partikulat dapat membengkaknya membran mukosa dan pembentukan mukosa dapat meningkatnya hambatan aliran udara pada saluran pernafasan. Kondisi ini akan menjadi lebih parah bagi kelompok yang peka, seperti penderita penyakit jantung atau paru-paru dan para lanjut usia Tugaswati, 2000. b Oksida Nitrogen Diantara berbagai jenis oksida nitrogen yang ada di udara, nitrogen dioksida NO 2 merupakan gas yang paling beracun. Karena larutan NO 2 dalam air yang lebih rendah dibandingkan dengan SO 2 , maka NO 2 akan dapat menembus ke dalam saluran pernafasan lebih dalam. Bagian dari saluran yang pertama kali dipengaruhi adalah membran mukosa dan jaringan paru. Organ lain yang dapat dicapai oleh NO 2 dari paru adalah melalui aliran darah. Karena data epidemiologi tentang resiko pengaruh NO 2 terhadap kesehatan manusia sampai saat ini belum lengkap, maka evaluasinya banyak didasarkan pada hasil studi eksprimental. Berdasarkan studi menggunakan binatang percobaan, pengaruh yang membahayakan seperti misalnya meningkatnya kepekaan terhadap radang saluran pernafasan, dapat terjadi setelah mendapat pajanan sebesar 100 μgm3 . Percobaan pada manusia menyatakan bahwa kadar NO 2 sebsar 250 μgm3 dan 500 μgm3 dapat mengganggu fungsi saluran pernafasan pada penderita asma dan orang sehat Tugaswati, 2000. Bahan-Bahan Pencemar yang Menimbulkan Pengaruh Racun Sistemik Menurut Tugaswati 2000, banyak senyawa kimia dalam gas buang kendaraan bermotor yang dapat menimbulkan pengaruh sistemik karena setelah 14 diabsorbsi oleh paru, bahan pencemar tersebut dibawa oleh aliran darah atau cairan getah bening ke bagian tubuh lainnya, sehingga dapat membahayakan setiap organ di dalam tubuh. Senyawa-senyawa yang masuk ke dalam hidung dan ada dalam mukosa bronkial juga dapat terbawa oleh darah atau tertelan masuk tenggorokan dan diabsorbsi masuk ke saluran pencernaan. Selain itu ada pula pemaja nan yang tidak langsung, misalnya melalui makanan, seperti timah hitam. Diantara senyawa-senyawa yang terkandung di dalam gas kendaraan bermotor yang dapat menimbulakan pengaruh sistemik, yang paling penting adalah karbon monoksida dan timbal. a Karbon Monoksida Karbon monoksida dapat terikat dengan haemoglobin darah lebih kuat dibandingkan dari oksigen membentuk karboksihaemoglobin COHb, sehingga menyebabkan terhambatnya pasokan oksigen ke jaringan tubuh. Paparan CO diketahui dapat mempengaruhi kerja jantung sistem kardiovaskuler, sistem syaraf pusat, juga janin, dan semua organ tubuh yang peka terhadap kekurangan oksigen. Pengaruh CO terhadap sistem kardiovaskuler cukup nyata teramati walaupun dalam kadar rendah. Penderita penyakit jantung dan penyakit paru merupakan kelompok yang paling peka terhadap pajanan CO. Studi eksperimen terhadap pasien jantung dan penyakit pasien paru, menemukan adanya hambatan pasokan oksigen ke jantung selama melakukan latihan gerak badan pada kadar COHb yang cukup rendah 2,7 . Pengaruh pajanan CO kadar rendah pada sistem syaraf dipelajari dengan suatu uji psikologi. Walaupun diakui interpretasi dari hasil uji seperti ini sulit ditemukan bahwa kadar COHb 16 dianggap membahayakan kesehatan. Pengaruh bahaya ini tidak ditemukan pada kadar COHb sebesar 5. Pengaruh terhadap janin pada prinsipnya adalah karena pajanan CO pada kadar tinggi dapat menyebabkan kurangnya pasokan oksigen pada ibu hamil yang konsekuennya akan menurunkan tekanan oksigen di dalam plasenta dan juga pada janin dan darah. Hal ini dapat menyebabkan kelahiran prematur atau bayi lahir dengan berat badan rendah dibandingkan normal. Mengutip laporan WHO, Tugaswati 2000 menyebutkan bahwa evaluasi terhadap kelompok penduduk yang peka penderita penyakit jantung atau paru- 15 paru tidak boleh terpajan oleh CO dengan ka dar yang dapat membentuk COHb di atas 2,5. Kondisi ini ekivalen dengan pajanan oleh CO dengan kadar sebesar 35 mgm3 selama 1 jam, dan 20 mgmg selama 8 jam. Oleh karena itu, untuk menghindari tercapainya kadar COHb 2,5-3,0 WHO menyarankan pajanan CO tidak boleh melampaui 25 ppm 29 mgm3 untuk waktu 1 jam dan 10 ppm 11,5 mgmg3 untuk waktu 8 jam. b Karbon Dioksida CO2 Merujuk pada Canadian Center for Occupational and Health and Safety CCOHS, 2005, jika terpapar CO2 dengan konsentrasi di udara melebihi 2.000 part per million ppm maka bisa berakibat sakit kepala, pusing, gelisah, kesemutan atau serasa ditusuk jarum, kesulitan bernapas, berkeringat, kelelahan, peningkatan denyut jantung, tekanan darah tinggi, koma, asfiksia, dan kejang- kejang. Dampak CO2 terhadap kesehatan, pada konsentrasi di atas nilai ambang batas yang dipersyaratkan, dapat menyebabkan mengantuk, sakit kepala, dan menurunkan aktivitas fisik. Selanjutnya pada konsentrasi 3 30.000 ppm, bersifat narkotik ringan dan menyebabkan peningkatan tekanan darah serta gangguan pendengaran. Kemudian pada konsentrasi 5 50.000 ppm, menyebabkan stimulasi pernapasan, pusing-pusing, dan kesulitan pernapasan yang diikuti oleh sakit kepala. Sedangkan pada konsentrasi 8 80.000 ppm, dapat menyebabkan sakit kepala, berkeringat terus menerus, tremor, dan kehilangan kesadaran setelah paparan selama 5-10 menit. Ruang Terbuka Hijau Sementara itu pengertian ruang terbuka hijau, 1 adalah suatu lapang yang ditumbuhi berbagai tetumbuhan, pada berbagai strata, mulai dari penutup tanah, semak, perdu dan pohon tanaman tinggi berkayu; 2 Sebentang lahan terbuka tanpa bangunan yang mempunyai ukuan, bentuk dan batas geografis tertentu dengan status penguasaan apapun, yang didalamnya terdapat tetumbuhan hijau berkayu dan tahunan perennial woody plants, dengan pepohonan sebagai tumbuhan penciri utama dan tumbuhan lainnya perdu, semak, rerumputan, dan tumbuhan penutup tanah lainnya, sebagai tumbuhan pelengkap, serta benda- benda lain yang juga sebagai pelengkap dan penunjang fungsi ruang terbuka hijau yang bersangkutan Purnomohadi, 1994. 16 Ruang Terbuka Hijau RTH kota adalah bagian dari ruang-ruang terbuka open spaces suatu wilayah perkotaan yang diisi oleh tumbuhan, tanaman, dan vegetasi endemik, introduksi guna mendukung manfaat langsung danatau tidak langsung yang dihasilkan oleh RTH dalam kota tersebut yaitu keamanan, kenyamanan, kesejahteraan, dan keindahan wilayah perkotaan tersebut. Dalam Master Plan RTH Kota Bogor Bappeda Kota Bogor, 2013, secara umum ruang terbuka publik open space di perkotaan terdiri dari ruang terbuka hijau dan ruang terbuka non-hijau. Ruang Terbuka Hijau RTH perkotaan adalah bagian dari ruang-ruang terbuka open space suatu wilayah perkotaan yang diisi oleh tumbuhan, tanaman dan vegetasi endemik maupun introduksi guna mendukung manfaat ekologis, sosial-budaya dan arsitektural yang dapat memberikan manfaat ekonomi kesejahteraan bagi masyarakatnya. Ruang terbuka non-hijau dapat berupa ruang terbuka yang diperkeras paved maupun ruang terbuka biru RTB yang berupa permukaan sungai, danau, maupun areal-areal yang diperuntukkan khusus sebagai area genangan retensi retention basin. Menurut Undang-Undang No.26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang pasal 29 ayat 2, ruang terbuka hijau yang ideal paling sedikit 30 dari luas wilayah kota. Ruang terbuka hijau diperlukan untuk kesehatan, arena bermain, olah raga dan komunikasi publik. Pembinaan ruang terbuka hijau harus mengikuti struktur nasional atau daerah dengan standar-standar yang ada. Fungsi Ruang Terbuka Hijau Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 05 tahun 2008 tentang Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan menyebutkan RTH berfungsi ekologis, yang menjamin keberlanjutan suatu wilayah kota secara fisik, harus merupakan satu bentuk RTH yang berlokasi, berukuran, dan berbentuk pasti dalam suatu wilayah kota, seperti RTH untuk perlindungan sumberdaya penyangga kehidupan manusia dan untuk membangun jejaring habitat kehidupan liar. RTH untuk fungsi-fungsi lainnya sosial, ekonomi, arsitektural merupakan RTH pendukung dan penambah nilai kualitas lingkungan dan budaya kota tersebut, sehingga dapat berlokasi dan 17 berbentuk sesuai dengan kebutuhan dan kepentingannya, seperti untuk keindahan, rekreasi, dan pendukung arsitektur kota. Manfaat RTH berdasarkan fungsinya dibagi atas manfaat langsung dalam pengertian cepat dan bersifat tangible seperti mendapatkan bahan-bahan untuk dijual kayu, daun, bunga, kenyamanan fisik teduh, segar, keingin-an dan manfaat tidak langsung berjangka panjang dan bersifat intangible seperti perlindungan tata air dan. Konservasi hayati atau keanekaragaman hayati. RTH berfungsi sebagai penahan dan penyaring partikel padat dari udara. Udara alami yang bersih sering dikotori oleh debu, baik yang dihasilkan oleh kegiatan alami maupun kegiatan manusia. Dengan adanya hutan kota, partikel padat yang tersuspensi pada lapisan biosfer bumi akan dapat dibersihkan oleh tajuk pohon melalui proses jerapan dan serapan. Dengan adanya mekanisme ini jumlah debu yang melayang-layang di udara akan menurun. Partikel yang melayang-layang di permukaan bumi sebagian akan terjerap menempel pada permukaan daun, khususnya daun yang berbulu dan yang mempunyai permukaan yang kasar dan sebagian lagi terserap masuk ke dalam ruang stomata daun. Ada juga partikel yang menempel pada kulit pohon, cabang dan ranting. Daun yang berbulu dan berlekuk seperti halnya daun Bunga Matahari dan Kersen mempunyai kemampuan yang tinggi dalam menjerap partikel dari pada daun yang mempunyai permukaan yang halus Dahlan, 1992. Manfaat dari adanya tajuk vegetasi hijau atau pepohonan ini adalah menjadikan udara yang lebih bersih dan sehat, jika dibandingkan dengan kondisi udara pada kondisi tanpa tajuk dari vegetasi hijau. RTH juga berfungsi sebagai penyerap dan penjebak partikel timbal. Kendaraan bermotor merupakan sumber utama timbal yang mencemari udara di daerah perkotaan Dahlan, 1992 dan diperkirakan sekitar 60- 70 dari partikel timbal di udara perkotaan berasal dari kendaraan bermotor. Dahlan 1992 menyatakan damar Agathis alba, mahoni Swietenia macrophylla , jamuju Podocarpus imbricatus dan pala Mirystica fragrans, asam landi Pithecelobiumdulce, johar Cassia siamea, mempunyai kemampuan yang sedang tinggi dalam menurunkan kandungan timbal dari udara. Untuk beberapa tanaman berikut ini; glodogan Polyalthea longifolia keben Barringtonia asiatica dan tanjung Mimusops elengi, walaupun kemampuan 18 serapannya terhadap timbal rendah, namun tanaman tersebut tidak peka terhadap pencemar udara. Sedangkan untuk tanaman daun kupu-kupu Bauhinia purpurea dan kesumba Bixa orellana mempunyai kemampuan yang sangat rendah dan sangat tidak tahan terhadap pencemar yang dikeluarkan oleh kendaraan bermotor. RTH juga berperan dalam ameliorasi iklim. Salah satu masalah penting yang cukup merisaukan penduduk perkotaan adalah berkurangnya rasa kenyamanan sebagai akibat meningkatnya suhu udara di perkotaan. RTH dapat dibangun untuk mengelola lingkungan perkotaan agar pada saat siang hari tidak terlalu panas, sebagai akibat banyaknya jalan aspal, gedung bertingkat, jembatan layang, papan reklame, menara, antene pemancar radio, televisi dan lain-lain. sebaliknya pada malam hari dapat lebih hangat karena tajuk pepohonan dapat menahan radiasi balik reradiasi dari bumi Dahlan, 1992. Dahlan 1992 lebih jauh menjelaskan, jumlah pantulan radiasi surya suatu hutan sangat dipengaruhi oleh : panjang gelombang, jenis tanaman, umur tanaman, posisi jatuhnya sinar surya, keadaan cuaca dan posisi lintang. Suhu udara pada daerah berhutan lebih nyaman dari pada daerah tidak ditumbuhi oleh tanaman. Wenda 1991 dalam Dahlan 2002 telah melakukan pengukuran suhu dan kelembaban udara pada lahan yang bervegetasi dengan berbagai kerapatan, tinggi dan luasan dari hutan kota di Bogor yang dibandingkan dengan lahan pemukiman yang didominasi oleh tembok dan jalan aspal, diperoleh hasil bahwa: 1. Pada areal bervegetasi suhu hanya berkisar 25,5-31,0° C dengan kelembaban 66-92. 2. Pada areal yang kurang bervegetasi dan didominasi oleh tembok dan jalan aspal suhu yang terjadi 27,7-33,1° C dengan kelembaban 62-78. 3. Areal padang rumput mempunyai suhu 27,3-32,1° C dengan kelembaban 62- 78. Jenis Ruang Terbuka Hijau Merujuk pada makalah dari Departemen Arsitektur Lanskap IPB 2005 Berdasarkan bobot kealamiannya, bentuk RTH dapat diklasifikasi menjadi a bentuk RTH alami habitat liaralami, kawasan lindung dan b bentuk RTH non alami atau RTH binaan pertanian kota, pertamanan kota, lapangan olah raga, 19 pemakaman, berdasarkan sifat dan karakter ekologisnya diklasifikasi menjadi a bentuk RTH kawasan areal, non linear, dan b bentuk RTH jalur koridor, linear , berdasarkan penggunaan lahan atau kawasan fungsionalnya diklasifikasi menjadi a RTH kawasan perdagangan, b RTH kawasan perindustrian, c RTH kawasan permukiman, d RTH kawasan pertanian, dan e RTH kawasan- kawasan khusus, seperti pemakaman, HanKam, olah raga, alamiah. Status kepemilikan RTH diklasifikasikan menjadi a RTH publik, yaitu RTH yang berlokasi pada lahan-lahan publik atau lahan yang dimiliki pemerintah pusat, daerah, dan b RTH privat atau non publik, yaitu RTH yang berlokasi pada lahan-lahan milik privat. Pemanfaatan RTH pada kawasan perkotaan Departemen Pekerjaan Umum, 2008 antara lain: 1. RTH pekarangan terdiri dari:  Pekarangan rumah besar dengan luasan lahan di atas 500 m2, RTH minimal yang disarankan adalah luasan lahan kavling dikurangi luas dasar bangunan sesuai peraturan daerah setempat dan jumlah pohon pelindung yang harus disediakan minimal 3 tiga pohon pelindung ditambah dengan perdu dan semak serta penutup tanah dan atau rumput.  Pekarangan rumah sedang dengan luasan lahan antara 200 m 2 – 500 m 2 , RTH minimal yang disarankan adalah luasan lahan kavling dikurangi luas dasar bangunan sesuai peraturan daerah setempat dan jumlah pohon pelindung yang harus disediakan minimal 2 dua pohon pelindung ditambah dengan tanaman semak dan perdu, serta penutup tanah dan atau rumput.  Pekarangan rumah kecil dengan luasan lahan di bawah 200 m2, RTH minimal yang disarankan adalah luasan lahan kavling dikurangi luas dasar bangunan sesuai peraturan daerah setempat, dan jumlah pohon pelindung yang harus disediakan minimal 1 satu pohon pelindung ditambah tanaman semak dan perdu, serta penutup tanah dan atau rumput.  Halaman perkantoran, pertokoan, dan tempat usaha. Umumnya berupa jalur trotoar dan area parkir terbuka, beberapa lokasi dengan tingkat KDB 70-90 perlu menambahkan tanaman dalam pot, perkantoran, pertokoan dan tempat usaha dengan KDB di atas 70, minimal memiliki 2 dua 20 pohon kecil atau sedang, ditanam pada lahan atau pada pot berdiameter diatas 60 cm, dan persyaratan penanaman pohon pada kawasan ini dengan KDB dibawah 70, berlaku seperti persyaratan pada RTH pekarangan rumah, ditanam pada area diluar KDB yang telah ditentukan.  Taman atap bangunan dengan kategori: Kavling dengan KDB di atas 90 seperti pada kawasan pertokoan di pusat kota, atau pada kawasan-kawasan dengan kepadatan tinggi dengan lahan yang sangat terbatas dibuat taman atap bangunan. 2. Taman lingkungan dan taman kota yang terdiri dari taman RT, taman RW, taman kelurahan, taman kecamatan, taman kota. 3. Hutan kota dengan kategori :  Bergerombol atau menumpuk: hutan kota dengan komunitas vegetasi terkonsentrasi pada satu areal, dengan jumlah vegetasi minimal 100 pohon dengan jarak tanam rapat tidak beraturan.  Menyebar: hutan kota yang tidak mempunyai pola bentuk tertentu, dengan luas minimal 2500 m2. Komunitas vegetasi tumbuh menyebar terpencar pencar dalam bentuk rumpun atau gerombol-gerombol kecil.  Berbentuk jalur: hutan kota pada lahan-lahan berbentuk jalur mengikuti bentukan sungai, jalan, pantai, saluran dan lain sebagainya.  Lebar minimal hutan kota berbentuk jalur adalah 30 meter. 4. RTH pada jalur hijau jalan antara lain: pada jalur tepi jalan, pada median jalan, pada jalur pejalan kaki, pada jalur dibawah jalan layang. 5. RTH sempadan jalur kereta api dengan kategori: jarak maksimal dari sumbu rel adalah 50 m dan pengaturan perletakan posisi tanaman yang akan ditanam harus sesuai gambar rencana atau sesuai petunjuk direksi pekerjaan. 6. RTH jaringan listrik tegangan tinggi dengan kategori:  Jenis tanaman yang ditanam memiliki dahan yang kuat;  Daunnya tidak mudah gugur oleh terpaan angin dengan kecepatan sedang;  Akarnya menghunjam masuk ke dalam tanah;  Memiliki kerapatan yang cukup 50-60;  Pengaturan perletakan posisi tanaman yang akan ditanam harus sesuai gambar rencana atau sesuai petunjuk direksi pekerjaan. 21 7. RTH sempadan sungai dengan kategori:  Jalur hijau sungai meliputi sempadan sungai selebar 50 m pada kiri kanan sungai besar dan sungai kecil anak sungai;  Sampel jalur hijau sungai berupa petak-petak berukuran 20 m x 20 m diambil secara sistematis dengan intensitas sampling 10 dari panjang sungai;  Sebelum di lapangan, penempatan petak sampel dilakukan secara awalan acak random start pada peta. Sampel jalur hijau sungai berupa jalur memanjang dari garis sungai ke arah darat dengan lebar 20 m sampai pohon terjauh;  Sekurang-kurangnya 100 m dari kiri kanan sungai besar dan 50 m di kiri kanan anak sungai yang berada diluar pemukiman;  Untuk sungai di kawasan pemukiman berupa sempadan sungai yang diperkirakan cukup untuk dibangun jalan inspeksi antara 10-15 m. Daya Serap Karbon Komponen utama RTH adalah pohon, pohon memiliki kemampuan untuk menyimpan karbon melalui proses fotosintesis sebagai berikut: 6 mol CO 2 + 12 mol H 2 O + 675 Cal 1 mol C 6 H 12 O 6 + 6 mol O 2 + 6 mol H 2 O 264 gr 216 gr 180 gr 192 gr 108 gr Dahlan 2007 menyebutkan kemampuan pohon dalam menyerap gas CO 2 bervariasi dengan penyerapan sebesar 2,76 tonhatahun. Sedangkan menurut Bernatzky 1978 dalam Dahlan 2007, satu pohon Beach cherry Eugenia reinwardtiana menyerap gas CO 2 sebanyak 2,35 kgjam dan menghasilkan gas O 2 sebanyak 1,71 kgjam. Menurut Iverson et al. 1993 nilai rosot daya serap gas CO 2 untuk RTH 58,26 tonha, kebun 52,40 tonha, serta semak dan rumput 3,30 tonha. Pepohonan menghilangkan CO 2 dari udara melalui daun mereka dan menyimpan karbon di biomassanya, kira-kira setengah dari berat kering pohon adalah karbon. Menurut Bernatzky 1978 dalam Dahlan 2007, pohon dengan tinggi 25 m dan diameter tajuk 15 m, akan mempunyai luas tutupan tajuk 160 m2 dan luas permukaan luar daun sebesar 1600 m2, akan menghasilkan O 2 output sebanyak 1712 g. Dengan kata lain satu hektare lahan hijau membutuhkan 900 kg 22 CO 2 untuk melakukan fotosintesis selama 12 jam, dan pada waktu yang sama akan menghasilkan 600 kg O 2 . Data tersebut selanjutnya digunakan untuk menduga ketersediaan oksigen yang dihasilkan oleh vegetasi. Cahaya matahari akan dimanfaatkan oleh semua tumbuhan, baik hutan kota, hutan alami, tanaman pertanian dan lainnya dalam proses fotosintesis yang berfungsi untuk mengubah gas karbon dioksida dengan air menjadi karbohidrat dan oksigen. Proses kimia pembentukan karbohidrat dan oksigen adalah: 6 CO 2 + 6 H 2 O + Energi dan klorofil menjadi C 6 H 12 O 6 + 6 O 2 . Penyerapan karbon dioksida oleh ruang terbuka hijau dengan jumlah 10.000 pohon berumur 16-20 tahun mampu mengurangi karbon dioksida sebanyak 800 ton per tahun Simpson dan McPherson, 1999. Penanaman pohon menghasilkan penyerapan karbon dioksida dari udara dan penyimpanan karbon, sampai karbon dilepaskan kembali akibat vegetasi tersebut busuk atau dibakar. Hal ini disebabkan karena pada RTH yang dikelola dan ditanam akan menyebabkan terjadinya penyerapan karbon dari atmosfir, kemudian sebagian kecil biomassanya dipanen dan atau masuk dalam kondisi masak tebang atau mengalami pembusukan IPCC, 1995. Kemampuan tanaman dalam menyerap gas karbon dioksida bermacam- macam. Menurut Haris 2006 hutan yang mempunyai berbagai macam tipe penutupan vegetasi memiliki kemampuan atau daya serap terhadap karbon dioksida yang berbeda. Tipe penutupan vegetasi tersebut berupa pohon, semak belukar, padang rumput, sawah. Daya serap berbagai macam tipe vegetasi terhadap karbon dioksida dapat dilihat pada tabel berikut ini. Tabel 2. Cadangan Karbon dan Daya Serap Gas CO2 pada Berbagai Tipe Penutup Vegetasi No Tipe Daya Serap gas CO2 kghajam Daya Serap gas CO2 tonhathn 1 Pohon 129,92 569,07 2 Semak Belukar 12,56 55 3 Padang Rumput 2,74 12 4 Sawah 2,74 12 Sumber: Haris 2006 23 Kerugian Ekonomi Biaya kesehatan yang diakibatkan oleh pencemaran udara terindikasi makin signifikan besarnya. Efek kesehatan yang ditimbulkan partikulat jauh melampaui biaya kesehatan dari pencemar lainnya. Diperkirakan 88 - 94 polusi udara dari gas buang kendaraan bermotor berbentuk PM 10 McCubbin and Delucchi, 1999 dalam Jalaludin et al 2009. Biaya kesehatan yang ditimbulkan partikulat 70 - 79 ditengarai sebagai kematian prematur. US EPA, 1999 dalam Jalaludin et al 2009. Valuasi kerugian ekonomi berupa dampak kesehatan akibat pencemaran udara sangat susah dilakukan dan sejauh ini ada dua metode yang digunakan, yaitu Cost of illness COI yaitu sebuah metodologi yang merujuk pada informasi mengenai biaya ekonomi yang timbul akibat pencemaran yang terbagi kedalam dua estimasi biaya yaitu: a Biaya langsung direct costs, adalah biaya-biaya yang ada pada sistem pelayanan kesehatan, masyarakatpasien, dan keluarga yang langsung berhubungan dengan penyakit yang diderita. b Indirect Cost Biaya Tidak Langsung, adalah biaya-biaya yang dikeluarkan oleh pasien, masyarakat, maupun keluarga pasien yang tidak langsung sebagai penyakit yang diderita. c Opportunity Cost Biaya Peluang, adalah biaya-biaya untuk kesempatan yang hilang selama pasien menderita sakit, ini dilihat dari hari kerja produktif pasien dan keluarga yang menunggui yang hilang akibat penyakit yang diderita. d Intangible Cost adalah biaya-biaya yang tidak dapat atau sulit dihitungdikuantifikasi, yang biasanya terdiri dari rasa sakit, kesedihandukacita, atau penderitaan. Menurut Dwight et al, 2004 dalam Dewi RA 2011 direct cost dan indirect cost dalam penelitian ini dianggap sebagai nilai dari biaya pengobatan untuk menyembuhkan penyakit diderita responden. Sedangkan opportunity cost adalah hilangnya pendapatan responden karena tidak dapat bekerja akibat sakit yang diderita. Nilai Cost of Illness dapat dilihat pada persamaan berikut ini. C = P + MC .......................................... 1 24 Keterangan: C = biaya penyakit P = hilangnya pendapatan MC = biaya pengobatan a Nilai Pendapatan yang Hilang Nilai pendapatan responden yang hilang karena sakit dihitung berdasarkan Cost of Time yaitu kerugian responden yang tidak masuk kerja pada saat terkena sakit. Perhitungan nilai Cost of Time dibedakan pada responden yang bekerja sebagai pegawai dan non-pegawai. Bagi responden yang bekerja sebagai pegawai, pendapatan tetap mereka saat ini tidak dipengaruhi oleh jumlah waktu tidak bekerja karena sakit. Namun, untuk mengetahui kehilangan pendapatan tersebut dapat diestimasi melalui pendekatan Value of Sick Leave sebagai proxy dari Cost of Time . Value of Sick Leave menjelaskan bagaimana mengestimasi nilai aktual dari cuti sakit yang dapat digunakan untuk mengurangi premi asuransi kesehatan pada masa pensiunan. Cost of Time pada responden non-pegawai sama dengan nilai hilangnya pendapatan per hari. Nilai ini diperoleh dari jumlah hari tidak bekerja responden non pegawai dikalikan dengan tingkat pendapatan responden per hari. Jadi, nilai pendapatan responden yang hilang dapat dihitung dengan persamaan berikut ini: ...................................... 2 Keterangan: P = nilai kerugian reponden tidak masuk kerja Rp JHTK = jumlah jamhari tidak kerja responden ke-i TPR = tingkat pendapatan responden ke-i per jamhari Rp n = jumlah responden i = responden ke- i 1, 2, 3,…, n b Biaya Pengobatan Biaya pengobatan yang ditanggung oleh responden dihitung dari jumlah uang yang dikeluarkan untuk berobat, terdiri dari biaya kunjungan ke dokter atau puskesmas dan atau biaya pembelian obat. Biaya pengobatan responden 25 merupakan biaya yang dikeluarkan responden untuk mengobati sakit pada saat responden tersebut atau anggota keluarga responden yang menderita sakit yang menjadi tanggungan responden, karena dalam penelitian ini responden adalah kepala keluarga, bukan hanya terdiri dari satu individu saja. Biaya pengobatan yang dikeluarkan responden dapat dilihat pada persamaan berikut ini: ................................................3 Keterangan: MC = biaya pengobatan per responden Rp BKD = biaya kunjungan ke dokter Rp BO = biaya pembelian obat Rp n = jumlah responden i = responden ke-i 1, 2, 3, ..., n Nilai Cost of Illness dapat diestimasi melalui persamaan 2 dan 3, maka persamaan 1 dapat diubah menjadi berikut ini: C = P + MC ................................. 4 Benefit Transfer Menurut Fauzi 2014, nilai kerugian ekonomi secara aktual hasil wawancara dengan responden tidak bisa dijadikan acuan karena kelompok kaum miskin cenderung enggan berobat atau kalaupun berobat mereka tidak secara tuntas karena keterbatasan biaya. Dengan demikian untuk mengukur kerugian ekonomi yang sesungguhnya dengan menggunakan kerugian ekonomi potensial yang ditetapkan organisasi kesehatan dunia WHO. Negara yang sudah memiliki standar nilai kerugian ekonomi potensial diantaranya Inggris yang disajikan dalam laporan Department Urusan Lingkungan, Pangan dan Pedesaan DEFRA Kerajaan Inggris tahun 2006 yang dikutip oleh Jalaludin et al 2009. Menurut Boyle dan Bengstrom 1992 dalam Fauzi 2014 nilai kerugian ekonomi di dua lokasi negara yang berbeda didekati dengan metode Benefit Transfer BT. Secara umum metode benefit transfer dikelompokkan ke dalam 26 dua kategori yakni transfer nilai value transfer dan transfer fungsi function transfer loomis dan Richardson 2008 dalam Fauzi 2004. Dalam penelitian ini pendekatan yang digunakan adalah transfer nilai. Menurut Fauzi 2014 pendekatan transfer nilai merupakan metode yang paling banyak digunakan dalam valuasi ekonomi. Metode transfer nilai pada prinsipnya adalah menghitung nilai willingness to pay WTP dari study site nilai yang sudah diketahui dengan koefisien transfer. Koefisien transfer dapat berupa rasio antara pendapatan per kapita kedua lokasi tersebut yang dibobot dengan elastisitas permintaan atau faktor ekosistem dan ekonomi lainnya. Formula tranfser nilai dapat ditulis sebagai berikut, WTP j = WTP i ......................... 5 Dimana, WTP j = WTP biaya kesehatan di Indonesia WTP i = WTP biaya kesehatan standar WHO, dalam hal ini standar di Inggris lihat lampiran 4 Yj = Pendapatan per kapita Indonesia Yi = Pendapatan perkapita Inggris N = nilai elastisitas pendapatan, dimana untuk Indonesia ditetapkan 0,035 Fauzi, 2014.

III. KERANGKA PEMIKIRAN