I. PENDAHULUAN
Latar Belakang
Laju pertumbuhan penduduk Kota Bogor cukup tinggi dengan rata-rata pertumbuhan mencapai 2,79 persen per tahun. Badan Pusat Statistik BPS tahun
2010 mencatat tidak kurang dari 950 ribu jiwa penduduk yang mendiami kota dengan luas wilayah 118,50 km persegi tersebut. Badan Kependudukan dan
Keluarga Berencana Nasional Provinsi Jawa Barat tahun 2012 mencatat, angka kepadatan penduduk Kota Bogor mencapai 8.017 jiwa per km persegi.
Konsekuensi dari pesatnya pertumbuhan kota modern salah satunya peningkatan mobilitas penduduk, baik di dalam kota maupun antar kota. Jika
pemerintah kota gagal menyediakan transportasi publik yang aman, nyaman, dan terjangkau maka pertumbuhan jumlah kendaraan pribadi, baik roda dua maupun
roda empat tak bisa dihindari. Hal itu merupakan konsekuensi logis dari peningkatan mobilitas penduduk. Tabel 1 menunjukkan pertumbuhan jumlah
kendaraan bermotor KBM di Kota Bogor dalam tujuh tahun terakhir 2007- 2013.
Tabel 1. Pertumbuhan Jumlah Kendaraan Bermotor KBM di Kota Bogor dalam tujuh Tahun Terakhir 2007
– 2013
Jenis TNKB JUMLAH PERKEMBANGAN KBM PER TAHUN
PLAT 2007
2008 2009
2010 2011
2012 2013
1 2
3 4
5 6
7 PLAT MERAH
1.924 1.771
1.835 1.748
1.776 1.995
2.241 PLAT KUNING
7.523 5.927
6.014 6.002
5.873 5.997
6.124 PLAT HITAM
140.753 188.431
215.574 244.886
273.986 309.685 350.035
JUMLAH KBM
150.200 196.129
223.423 252.636
281.635 317.677 358.440
PERTUMBUHAN -
30,58 13,92
13,08 11,48
12,80 12,82
Rata-rata 15,78
Sumber: Dinas Pendapatan Daerah Provinsi Jawa Barat, 2013
Demikian juga dengan jumlah KBM di Kota Bogor yang terus meningkat seiring bertambahnya jumlah penduduk. Terbukti, berdasarkan data pertumbuhan
KBM yang dimiliki Dinas Pendapatan Daerah Jawa Barat tahun 2013, selama
2
tujuh tahun terakhir terjadi peningkatan jumlah KBM cukup pesat dengan pertumbuhan rata-rata 15,78 per tahun.
Sebagai kota tujuan wisata, Kota Bogor juga selalu dipenuhi kendaraan bermotor yang digunakan para wisatawan, terutama wisatawan domestik. Sebagai
gambaran, data Jasa Marga 2011 menunjukkan, jumlah kendaraan bermotor yang memasuki kota Bogor melalui pintu tol Jagorawi dan Sentul Selatan rata-rata
setiap tahun 772.529 kendaraan atau sekitar 2.117 kendaraan per hari. Data Januari - April 2011 menunjukkan, rata-rata 43.690 kendaraan per hari memasuki
wilayah Bogor dari semua pintu masuk kota Bogor tol dan non tol. Tingginnya jumlah kendaraan bermotor memengaruhi rata-rata laju
kendaraan di kota Bogor. Data dari Direktorat Jenderal Perhubungan Darat 2012 menunjukkan rata-rata laju kendaraan di kota Bogor hanya 15,32 kmjam. Jauh
lebih lambat dibandingkan rata-rata kecepatan kendaraan di kota Tangerang, Bekasi, dan Depok pada tahun yang sama yakni masing-masing 22 kmjam, 21,8
kmjam, dan 21,4 kmjam. Waktu tempuh di kota Bogor hanya lebih baik dibanding kota Bandung 14,3 kmjam dan Jakarta 13,5 kmjam. Tanpa
perbaikan yang radikal, Dirjen Perhubungan Darat memprediksi kecepatan laju kendaraan di kota Bogor pada tahun 2014 akan menurun hingga 9,58 kmjam.
Kemacetan bagi pengguna kendaraan menimbulkan kerugian ekonomi dengan hilangnya waktu produktif yang disertai hilangnya potensi pendapatan,
dan terbuangnya bahan bakar minyak BBM secara percuma selama kendaraan terjebak dalam kemacetan. Hasil penelitian Sapta 2009 pada halaman 69
menyebutkan, “total hilangnya pendapatan seluruh pengguna jalan akibat
kemacetan di kota Bogor sebesar Rp 7,38 miliar per hari ”. Pada halaman 67,
Sapta juga menyebutkan terjadinya peningkatan konsumsi BBM akibat kemacetan pada saat jam sibuk sebesar Rp 713, 12 juta per hari atau sekitar Rp 256,72 miliar
per tahun. Kualitas udara kota Bogor pun terkena imbasnya. Hasil uji emisi Badan
Pengelolaan Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Barat BPLHD Jabar untuk kendaraan roda empat mobil pribadi di tiga ruas Jalan arteri yakni Jalan Raya
Pajajaran, Jalan Raya Pemuda dan jalan Raya Yasmin Kota Bogor pada Selasa 21 Mei 2013 siang menunjukkan dari 500 unit kendaraan yang diuji emisi baik yang
3
berbahan solar maupun premium, sebanyak lima persen tidak lulus uji emisi. BPLHD Jabar juga mengukur jumlah polutan udara yang disemburkan angkutan
kota. Hasilnya angka PM
10
benda-benda partikulat yang ukurannya kurang dari 10 mikron, NOx nitrogen oksida dan CO karbon monoksida per hari berturut-
turut adalah 1,1 ton, 21,9 ton dan 309,05 ton. Sedangkan dari kendaraan yang memasuki Bogor melalui pintu tol per hari sebesar 125,83 ton, 2.411 ton dan
33.973 ton, berturut-turut untuk PM
10
, NOx dan CO. Untuk itulah mengapa keberadaan Ruang Terbuka Hijau RTH sangat
penting, termasuk vegetasi pohon di pinggir jalan roadside sebagai sabuk hijau green belt yang menyerap emisi gas buang kendaraan termasuk partikel yang
memiliki permukaan yang halus. Manfaat dari keberadaan pohon roadside dan RTH adalah menjadikan udara yang lebih bersih dan sehat. Sesuai UU
No.262007 tentang Penataan Ruang, kota yang sehat adalah kota yang memiliki luas RTH minimal 30 dari luas seluruh wilayahnya.
Berdasarkan data dari Program Pengembangan Kota Hijau P2KH total RTH eksisting Kota Bogor pada tahun 2013 adalah sebesar 25,08 atau 2.927,27
hektar. Luas tersebut sudah termasuk luas Kebun Raya Bogor 87 hektar, serta pekarangan rumah-rumah penduduk, taman-taman di perumahan, kawasan
sempadan sungai serta danau. Luasan tersebut sudah mendekati syarat minimal 30 sesuai UU No 262007.
RTH di Kota Bogor tersebar dalam 6 wilayah kecamatan. Berdasarkan analisis spasial yang dilakukan Vivi 2006 dari tahun 1983 hingga 2005 terjadi
perubahan areal terbangun yang meningkat sementara RTH terus menurun. Areal terbangun meningkat dengan laju 3,30 per tahun, sedangkan untuk hutan
menurun luasannya sebesar -0,33 per tahun, areal bervegetasi rapat -1,15 per tahun, kebun -1,23 per tahun areal bervegetasi jarang -1,77 per tahun.
Sementara untuk sawah, semak dan rumput sebesar -2,82 per tahun. Hal ini dikarenakan RTH dikonversikan menjadi rumah dan lahan terbangun lainnya. Jika
tidak ada kebijakan yang diambil oleh pemerintah Kota Bogor, maka prediksi areal RTH di Kota Bogor tahun 2050 yang tersisa akan menjadi 9,60 atau
1.137,61 hektar Dahlan, 2011.
4
Menurut kajian Dahlan 2011, konsumsi bensin per kapita di Kota Bogor per tahun sebesar 134,19 liter, solar 33,55 liter, minyak tanah 84,17 liter dan
untuk LPG 5,14 kg. Hal ini berarti emisi CO
2
antropogenik tahunan di Kota Bogor sebesar 639,04 kgkapitatahun. Dari perhitungan ini, Dahlan menghitung
emisi CO
2
kumulatif tahun 2012 sebesar 548,553 ton dan prediksi pada tahun 2050 akan menjadi 780,702 ton. Rerata konsentrasi gas CO
2
di beberapa ruas jalan yang terukur di kota Bogor tahun 20062007 sebesar 389,89 ppmv.
Data inilah yang digunakan dalam simulasi. Konsentrasi gas ini akan terus meningkat, jika RTH dan jumlah vegetasi pohon dibiarkan terus menurun,
sementara emisi gas ini terus meningkat. Oleh sebab itu, penambahan luasan area bervegetasi pohon dengan jenis tanaman berdaya rosot sangat tinggi sangat
diperlukan. Berdasarkan simulasi Dahlan 2011, jika vegetasi hijau ditambah dengan luasan yang memadai, dengan jenis pohon yang memiliki daya serap
karbon sangat tinggi, maka konsentrasi gas CO
2
akan menurun menjadi 389,86 ppmv part per million by volume pada tahun 2050.
Rumusan Masalah
Tingginya pertumbuhan jumlah kendaraan di Kota Bogor, berdampak pada meningkatnya kemacetan dan pencemaran udara akibat emisi gas buang
kendaraan dan menimbulkan kerugian ekonomi bagi warga Bogor. Dampak negatif tersebut muncul dalam dua bentuk. Pertama, kemacetan karena tidak
sebandingnya pertumbuhan jumlah kendaraan dengan pertambahan ruas jalan. Kemacetan menyebabkan waktu tempuh lebih lama, terbuangnya waktu produktif,
hilangnya potensi pendapatan, dan meningkatnya konsumsi BBM. Kedua
, pencemaran udara dari gas buang emisi kendaraan makin besar seiring dengan bertambahnya volume kendaraan di jalan terlebih saat terjadi
kemacetan. Kerugian ekonomi yang ditimbulkan akibat gas buang yang dihasilkan kendaraan bermotor adalah timbulnya biaya kesehatan sebagai dampak langsung
pencemaran udara diantaranya terkena penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut ISPA, meningkatkannya temperatur udara harian dan terjadinya hujan asam
yang juga membahayakan kesehatan. Paparan logam berat seperti timbal Pb
5
dalam darah bisa menurunkan tingkat kecerdasan IQ, kanker bahkan menyebabkan kematian.
Berdasarkan kondisi diatas maka ada beberapa pertanyaan penelitian yang perlu dijawab, yaitu:
1. Berapa besar jumlah emisi gas buang kendaraan bermotor di Kota Bogor? 2. Berapa besar kapasitas pohon di pinggir jalan utama roadside mampu
menyerap emisi kendaraan bermotor dan apakah semua emisi tersebut mampu diserap oleh seluruh pohon yang ada?
3. Dari poin no 2 diatas penelitian ini juga ingin mengetahui berapa jumlah pohon roadside yang harus ditanam sebagai sabuk hijau green belt
pengendali emisi kendaraan di Kota Bogor? 4. Berapa besar kerugian ekonomi, dalam hal ini biaya kesehatan yang harus
dikeluarkan akibat pencemaran udara oleh emisi gas buang kendaraan?
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui tingkat emisi dari gas buang kendaraan bermotor di kota
Bogor. 2. Untuk mengetahui kapasitas daya rosot pohon roadside di semua ruas jalan
utama di kota Bogor dalam menyerap emisi gas buang kendaraan. 3. Untuk mengetahui berapa jumlah pohon roadside yang harus ditanam agar
emisi gas buang kendaraan terserap dengan baik. 4. Untuk mengetahui kerugian ekonomi warga, dalam hal ini biaya kesehatan
yang harus dikeluarkan maupun potensi pendapatan yang hilang jika warga sakit tidak bekerja yang diakibatkan oleh pencemaran udara dari emisi
karbon kendaraan bermotor.
Dalam penelitian ini dibuat sejumlah batasan yaitu: 1. Jumlah Kendaraan dihitung mulai pukul 06.00
– 22.00 WIB dengan asumsi jumlah kendaraan antara pukul 22.00
– 06.00 mewakili waktu-waktu sepi dan dianggap sama dengan pengukuran pukul 06.00
– 10.00 WIB. Dengan demikian lama pengukuran dianggap 24 jam.
6
2. Penelitian ini hanya megukur daya rosot vegetasi pohon roadside. Sehingga daya rosot vegetasi roadside non pohon maupun vegetasi non roadside dalam
perhitungan pada riset ini tidak dihitung. Usia Pohon didasarkan usia rata-rata pohon paling dominan di masing-masing ruas jalan misalnya Mahoni di Jl
Pajajaran dan Kenari di Jl Abdullah Bin Nuh 3. Penelitian ini tidak mengukur satuan perjalanan mobil maupun seluruh jumlah
mobil yang beredar di Kota Bogor, sehingga tidak membahas keterpaduan kebijakan antara pemerintah Kota dan Kabupaten Bogor.
4. Kerugian Ekonomi didasarkan pada biaya pengobatan yang dikeluarkan warga. Jenis penyakit yang disurvei ISPA.
Hipotesis
Hipotesis penelitian ini adalah tingginya tingkat emisi karbon dari kendaraan bermotor di kota Bogor dikarenakan tingginya jumlah kendaraan di
kota Bogor. Emisi karbon yang tinggi membutuhkan jumlah vegetasi pohon yang cukup agar emisi terserap seluruhnya. Tingginya emisi karbon yang tidak terserap
akan menurunkan kualitas udara sehingga berdampak pada kesehatan warga dan menimbulkan kerugian ekonomi yang diukur dari besaran biaya kesehatan dan
potensi pendapatan yang hilang.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan berguna bagi pemerintah daerah Kota Bogor sebagai bahan masukan atau acuan dalam rangka membuat kebijakan sistem
transportasi dan tata ruang publik untuk mengendalikan tingkat emisi karbon kendaraan bermotor di masa yang akan datang. Sebagai karya ilmiah, penelitian
juga dapat bermanfaat bagi seluruh stakeholder yang berkepentingan dalam pilihan penggunaan transportasi khususnya transportasi darat.
II. TINJAUAN PUSTAKA