Konsep Dasar Teks Teks dan Konteks

4

B. Teks dan Konteks

1. Konsep Dasar Teks

Teks dalam bahasa Arab disebut nashsh. Kata ن َّص dalam dunia bahasa Arab menunjukkan sejumlah makna yang dapat dilihat dari empat segi, yaitu: a mengangkat, meninggikan, dan memperlihatkan al- raf‟u wal iîhàr, b konsistensi dan reliabilitas al-istiqàmah wa l šabàt, c berakhir pada sesuatu al-intiëà‟ fisy syai‟, dan d konstruksi dan gerakan al-tarkìb wal ëarakah. 5 Menurut Ibnu Manzhùr, naê ê teks mengandung arti mengangkat, meninggikan, atau menjadikan tampak atau terlihat, sehingga dari kata ini muncul kata ةصَِم panggung, mimbar, podium yang umumnya menonjol, berada dalam posisi yang lebih tinggi agar dapat dilihat oleh audien. Naêê juga berarti target atau tujuan akhir sesuatu 6 , karena melalui teks, penyampai pesan mursil bermaksud mengantarkan dan memahamkan apa yang menjadi target dan tujuannya ìêàl ar- risàlah wal ma‟na. Karena itu, al-Jurjànì mendefinisikan teks naêê sesuatu yang membuat makna semakin jelas terhadap yang tampak pada mutakallim pembicara, penyampai pesan; teks mengantarkan pembicaraan pada kejelasan makna. 7 Dalam perspektif ilmul Uêùl, teks naêê dipahami sebagai lafaî yang terdapat dalam Al- Qur‘an dan as- Sunnah yang dijadikan sebagai dalil untuk penetapan hukum suatu masalah. 8 Teks itu adalah îahir aspek luar dari redaksi ayat Al- Qur‘an atau hadits Nabi. Dalam linguistik modern, teks dipahami sebagai serangkaian kalimat yang saling berkaitan; atau setiap kalimat yang saling bertautan dan unsur-unsurnya memiliki relasi satu sama lain. 9 Teks mengandung arti wacana atau alenia tertulis 5 Maëmùd Èasan al-Jàsim, Ta‟wìl al-Naêê Al-Qur‟ani wa Qaýàyàn Naëwi, Damaskus: Dàrul Fikril Mu‘àêir, 2010, h. 40 6 Ibn Manzhùr, Lisànul „Arab, entri nashaha; lihat juga Raddat Allah, Dalàlatus Siyàq, Mekkah: Jà mi‘ah Ummil Qura, 2003, h. 251-252. 7 Al-Jurjànì, Kitâb al- Ta‟rìfàt, Tahqiq Ibràhìm al-Ibyàri, Kairo: Dàrul Bayàn lit Turàš, tt., h. 309. 8 Ibn Èazm al-Adalùsì, al-Ihkàm fi Ushùlil Aëkàm, Beirùt: Dàrul Àfàqil Jadìdah, 1400 H, Jilid I, h. 42. 9 Raddatullah, Dalàlatus Siyàq …, h. 255. 5 maupun verbal diucapkan –seberapa pun panjangnya— dengan ketentuan merupakan satu kesatuan yang utuh. 10 Wacana adalah organisasi bahasa di atas kalimat atau di atas klausa. Wacana merupakan seperangkat preposisi yang saling berhubungan untuk menghasilkan rasa kepaduan atau rasa kohesi bagi penyimak atau pembaca. Wacana direalisasikan dalam bentuk karangan yang utuh novel, buku, ensiklopedia, dan sebagainya, paragraf, kalimat atau kata yang membawa amanat yang lengkap. 11 Teks memang mengemban ‖tugas komunikatif‖ waîìfah tawàêuliyyah. Karena itu, teks juga dimaksudkan sebagai ‖bangunan kebahasaan yang terstruktur sedemikian rupa yang menjalankan fungsi komunikatif, baik mengandung makna penunjukan yang jelas maupun masih mengadung ta‟wìl. 12 Dalam hal ini, Tammàm Èassàn menegaskan bahwa teks bahasa Arab merupakan konstruksi kata dan kalimat yang mengandung pesan atau makna. Makna itu dipahami dari relasi antarkata, antarkalimat, dan antarparagraf sebagai sebuah sistem terpadu. Menurutnya, penggunaan bahasa, lisan maupun tulis, yang kemudian membentuk teks, pada akhirnya bermuara kepada dua hal: sistem al- niîàm dan ekstensifikasi tawassu‟. Sebagai sistem, penggunaan bahasa Arab potensial memiliki multimakna bagi satu konstruksi mabna, baik pada tataran morfologis maupun leksikal. Misalnya saja, partikel adàt ام dapat berarti nàfiyah negasi, istifhàmiyyah kata tanya, syaríiyyah kondisional, ta‟ajjubiyyah eksklamasi, dan seterusnya sesuai dengan keberadaannya dalam sistem kalimat teks. Demikian pula kata برض dapat berarti memukul seperti dalam kalimat: ابلكَمدا اَ برض; dapat juga berarti membuat seperti: اثمَهاَبرض atau berarti bepergian seperti: َاذإو 10 Aë mad ‗Afìfì, Naëwun Naêê: Ittijàh Jadìd fid Darsin Naëwi, Kairo: Maktabah Zahrà‘isy Syarq, 2001, h. 23. 11 Harimurti Kridalaksana, Kamus Linguistik, Jakarta: Gramedia, 1984, h. 208; dan Henry Guntur Tarigan, Pengajaran Wacana, Bandung: Angkasa, 2009, Edisi Revisi, h.24. 12 Mahmàd Èasan al-Jàsim, Ta‟wìlun Naêê ,…, h. 44. 6 َ:ءاس لاَةروسَُ...ةاصلاَنمَاورصقتَنأَحا جَمكيلعَسيلفَضرأاَيَمتبرض ٔٓٔ َ dan dapat pula berarti ‖kali‖ bilangan seperti: ...ةتسَيَةسمَبرض dan seterusnya. 13 Sementara itu, penggunaan bahasa yang bermuara pada ekstensifikasi adalah berupa mutasi al-naql konstruksi kata atau kalimat dari makna yang populer kepada makna yang lain, baik pada tataran sintaksis maupun tataran leksikal. Para ahli nahwu dalam hal, antara lain, memberikan contoh mutasi kalimat informatif jumlah khabariyyah beralih makna do‘a seperti: كيفَ هاَ كراب ; kalimat tanya beralih makna kalimat pengingkaran seperti: ؟كيلعَ هاَ ةمعنَ رك تأ ; sementara mutasi pada tataran leksikal dapat dijumpai pada sejumlah fenomena penggunaan lafaî yang berubah dari makna hakiki menjadi makna majàzi metafor. Hal ini menjadi bahasan utama ‗Ilmul Bayàn art of tropes. 14 Sebagai peristiwa komunikasi, menurut Tammâm mengutip pendapat Beaugrande, teks harus memenuhi tujuh kriteria berikut: 1 kohesi al-sabk atau keterkaitan gramatikal ar-rabíun naëwì, 2 koherensi al- ta‟lìq atau keterpaduan semantik at-tamasuk ad-dalàlì, 3 intensionalitas al-qashd atau tujuan teks, 4 akseptabilitas al-qabùl, sikap penerima atau pembaca teks terhadap keberterimaan pesan teks, 5 informativitas al- ma‟lùmiyyah, al-I‟làmiyyah, prediksi terjadinya informasi atau tidaknya, dan 6 situasionalitas al-mawqif, dan intertektualitas al- tanàshsh . Semua itu bergantung pada pengguna atau pembaca teks. Ketujuh kriteria ini menjalankan prinsip-prinsip formatif pembentukan dan prinsip-prinsip regulatif yang menentukan dan menciptakan komunikasi. Prinsip-prinsip regulatif yang dimaksud adalah 1 efisiensi al-kafà ‟ah, 2 efektivitas al-ta‟tsìr, dan 3 relevansi al-munàsabah. 15 Dalam konteks ini, kajian ekonomi bahasa Al- Qur‘an melihat dan mencermati penggunaan kata, ungkapan, kalimat, dan gaya bahasa dari 13 Tammàm Hassàn, Maqàlàt fi l Lugah wal Adab, Kairo: ‗Àlamul Kutub, 2006, Jilid I, h. 475-476. 14 Tammàm Èassàn, Maqàlàt fil Lugah wal Adab, Jilid I, h. 476. 15 Tammàm Èassàn, Ijtihàdàt Lugawiyyah, Kairo: ‗Àlamul Kutub, 2007 h. 365. 7 segi efisiensi dan keekonomiannya yang dipadukan dengan luasnya makna yang dapat diungkap. Di manapun dan kapanpun, teks bahasa dikendalikan oleh relasi linguistik kebahasaan yang mempunyai dua aspek: lafîi dan maknawi. Karena esensi bahasa, termasuk bahasa Al- Qur‘an, adalah sinergi antara makna dan mabna, antara form dan function, atau antara simbol dan pesan. Relasi ini bekerja untuk mengoherensikan dan menyatupadukan semua yang menjadi bagian atau unsur pembentuk teks. Dari relasi sub-sub teks inilah, interpretasi dan pemaknaan dilakukan. 16 Eksistensi teks pada dasarnya meniscayakan makna yang progresif. Karena teks selalu terbuka untuk dimaknai. Teks itu bermakna dinamis, karena relasi antara teks dengan makna bukan hubungan statis, dan pasti. Menurut Heideger, dan Gadamer teks bahasa tidak memiliki dalàlah penunjukan makna tunggal, karena bahasa tidak mesti menunjuk sesuatu. 17 Karena itu, teks-teks, tidak mesti menunjuk sesuatu, dan makna tertentu. Memahami teks-teks agama Al- Qur‘an dan hadits Nabi, pada dasarnya tidak jauh berbeda dengan memahami teks-teks lain sebagai sistem simbol tanda. Secara sederhana, Al- Qur‘an berisi pelbagai tanda al-àyah. Jika simbol-simbol bahasa tidak menunjuk secara langsung pada realitas objektif-eksternal al-wà qi„ul khàrijì al-mawýù „ì, tetapi, simbol bahasa tersebut menunjuk pada pandangan, pemahaman, dan pikiran dalam komunitas tertentu, maka bahasa tersebut berada dalam ranah ―budaya‖ karena bahasa merupakan subsistem budaya. 18 Pada tataran inilah pemahaman teks Al- Qur‘an perlu dikaitkan dengan aspek sosial budaya di mana teks itu lahir dan dikonstruksi. Asbàbun nuzùl dan sistem sosial budaya yang mengitari teks atau ayat-ayat Al- Qur‘an menjadi penting ditelusuri dan 16 Maëmùd Èasan al-Jàsim, Ta‟wìlun Naêê …, h. 131. 17 Naêr Èàmid Abù Zayd, Isykàliyyàtul Qirà ‟ah wa Àliyyàtut Ta‟wìl, Beirùt: al-Markazus Šaqàfí Al- ‗Arabì, 1999, Cet. V, h. 42. 18 ‗Azmì Islàm, Mafhùm al-Ma„nâ: Diràsah Taëlìliyyah, Kuwait: Fakultas Adab, Universitas Kuwait, 1986, h. 18. 8 direkonstrusi guna memperoleh pemaknaan dan pemahaman yang lebih kontekstual.

2. Konsep Dasar Konteks Jika naëwu mempelajari relasi antarkata dalam struktur kalimat dan