2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Biologi Ikan Tenggiri
Menurut Saanin 1984 Kailola dan Gleofelt 1986, taksonomi ikan tenggiri adalah sebagai berikut :
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Sub Filum : Vertebrata Kelas
: Pisces Sub Kelas : Teleostei
Ordo : Percomorphi
Sub Ordo : Scombridea Famili : Scombridae
Genus : Scomberomorus Spesies : Scomberomorus commerson
Gambar 1 Tenggiri Scomberomorus commerson.
Tenggiri Scomberomorus commerson adalah jenis ikan yang mempunyai nilai ekonomis penting di Indonesia. Tenggiri mempunyai tubuh yang panjang,
merupakan ikan perenang cepat serta tangkas dalam menerkam mangsanya Nontji, 1987. Selain itu, tenggiri termasuk kedalam golongan ikan pelagis besar
dan suka memakan ikan kecil seperti sardin Sardinella sp, tembang Sardinella
fimbriata, teri Stolephorus sp dan cumi-cumi Loligo sp Ditjen Perikanan, 1979.
Secara morfologi tenggiri mempunyai tubuh panjang dan berbentuk torpedo. Mulut lebar dan berujung runcing, gigi pada rahang gepeng dan tajam. Sirip
punggung tenggiri ada yang berjari-jari keras dengan jumlah 14-17 buah dan ada pula sirip punggung yang berjari-jari lemah dengan jumlah 14-19 buah yang
diikuti dengan 8-10 sirip tambahan. Tenggiri memiliki garis rusuk lurus
kemudian membengkok tajam dibawah awal jari-jari sirip tambahan dan melurus kembali sampai batang ekor.
Garis rusuk tenggiri tidak terputus dan hanya berjumlah satu. Gelembung renang tidak ada, warna punggung biru gelap keabu-
abuan atau biru kehijauan. Sisi tubuh tenggiri berwarna putih keperakan dan pada bagian perut dijumpai garis-garis Guci, 1999.
2.2 Parameter Oseanografi yang Mempengaruhi Penyebaran Ikan
Kondisi lingkungan perairan akan menentukan keberadaan suatu organisme dalam lingkungan tersebut, dimana setiap organisme mempunyai toleransi yang
berbeda-beda terhadap kondisi lingkungannya. Adapun faktor-faktor yang
menentukan keberadaan suatu sediaan stok diantaranya suhu, salinitas, kandungan oksigen, kecerahan dan arus Hasyim, 2004.
Adapun hubungan karakteristik lingkungan laut dengan habitat beberapa jenis ikan khususnya ikan pelagis
dapat dilihat pada Tabel 2.
2.2.1 Suhu Permukaan Laut
Sebaran suhu secara vertikal di Perairan Indonesia pada dasarnya dapat dibedakan menjadi tiga lapisan yaitu, lapisan hangat di bagian teratas, lapisan
termoklin di bagian tengah dan lapisan dingin. Secara alami suhu air permukaan merupakan lapisan hangat karena mendapat radiasi matahari pada siang hari.
Karena kerja angin, maka di lapisan teratas sampai kedalaman 50-70 m terjadi pengadukan, hingga di lapisan tersebut terdapat suhu hangat sekitar 28 °C yang
homogen. Oleh karena itu, lapisan teratas ini sering disebut lapisan homogen. Di bawah lapisan homogen terdapat lapisan termoklin, dimana suhu menurun cepat
terhadap kedalaman. Karena suhu yang turun menyebabkan densitas air meningkat,
maka lapisan termoklin ini merupakan daerah perlonjakan kenaikan densitas yang sangat menyolok. Perubahan densitas ini bisa diperkuat lagi karena di lapisan ini
pun salinitas sering meningkat dengan cepat. Akibatnya air di sebelah atasnya tidak bisa bercampur dengan air di lapisan bawahnya. Oleh karena itu lapisan ini sering
disebut lapisan pegat discontinuity layer karena mencegah atau memegat percampuran air antara lapisan di atas dan dibawahnya. Tebal lapisan termoklin
bervariasi sekitar 100-200 m. Di bawah lapisan termoklin, terdapat lapisan yang hampir homogen dan dingin. Makin ke bawah suhunya berangsur-angsur turun
hingga pada kedalaman lebih dari 1000 m dengan suhu dingin biasanya kurang dari 5 °C Nontji, 1987. Susunan suhu secara vertikal ini menentukan kedalaman ikan.
Tenggiri akan berenang sedikit lebih dalam pada waktu suhu permukaan lebih tinggi dari biasanya Gunarso, 1985. Gambaran mengenai sebaran suhu secara vertikal di
Perairan Indonesia dapat dilihat pada Gambar 2. Tabel 2 Parameter Oseanografi dan Habitat beberapa Jenis Ikan Pelagis
Jenis Ikan Suhu ºC
Kedalaman m
Salinitas º
00
Kecerahan m
Tongkol Euthinnus spp 20 - 22
- 32.21 -34,40
20 - 28 Cakalang Katsuwonus spp
27 -30 20 - 22
- -
31-33 34,81 - 35
17 - 28
Madidihang Thunnus spp 22 - 28
- 34,41 -35
20 - 28 Setuhuk Makaira spp
24 - 30 -
34,81 -35 24 - 32
Layang Decapterus spp -
30 -
- Tenggiri Scomberomorus spp
24 - 30 -
34,21 – 34,60 24 - 32
Banyar Rastelliger spp 22 - 24
30 -
20 - 26 Kembung
22 - 24 8 - 15
- 8
Siro Amblygaster spp 28 - 32
18 - 22 28-32
- Lemuru Sardinella spp
- 200
30 -
Kuweh Caranx rysophrys -
20 - 25 -
-
Sumber : Hasyim, 2004
100
300
Keterangan : A Lapisan Hangat, B Lapisan Termoklin,
C Perairan dalam
Gambar 2 Sebaran Vertikal Suhu secara Umum di Perairan Indonesia Nontji, 1987.
Pengaruh suhu perairan terhadap tingkah laku ikan terlihat jelas pada waktu ikan-ikan akan melakukan pemijahan, bahkan mungkin dengan suatu siklus musiman
tertentu. Menurut Sette, 1950 vide Gunarso, 1985 yang meneliti ikan tenggiri Scomber scombrus menyatakan bahwa ikan ini melakukan pemijahan pada perairan
dengan kisaran suhu antara 12-15 °C. Umumnya jenis ikan memiliki suhu optimum yang khusus sifatnya. Melalui pengetahuan tentang suhu optimum suatu jenis ikan,
dapat meramalkan daerah konsentrasi dan kelimpahan musiman maupun ruaya suatu stok ikan. Adapun suhu optimum tenggiri berada pada kisaran suhu 24-30 °C.
2.2.2 Salinitas Perairan
Salinitas adalah konsentrasi rata-rata seluruh garam yang terdapat di dalam air laut. Hampir semua organisme laut hanya dapat hidup pada daerah-daerah yang
mempunyai perubahan salinitas yang sangat kecil. Daerah estuarin adalah suatu daerah dimana kadar salinitasnya berkurang. Hal ini dikarenakan adanya sejumlah
1 2
3 Suhu
A B
C
air tawar yang masuk yang berasal dari sungai-sungai serta pengaruh dari terjadinya pasang surut. Akibatnya hanya organisme tertentu yang telah beradaptasi dengan
kondisi ini yang dapat hidup. Salinitas bersifat lebih stabil di lautan terbuka,
walaupun di beberapa tempat dijumpai adanya perubahan. Salinitas akan naik
dikarenakan banyaknya air yang hilang saat terjadi penguapan pada musim panas atau sebaliknya akan menurun oleh besarnya curah hujan Hutabarat dan Evans
1984. Ikan, termasuk tenggiri diduga melakukan ruaya sepanjang suatu tingkat atau
derajat salinitas tertentu. Hal ini mengingat bahwa ikan sangat sensitif terhadap perubahan salinitas sebesar 0,02 per mil Gunarso, 1985. Adapun kisaran salinitas
optimum untuk tenggiri menurut Hasyim 2004 34,21-34,60
º
00.
2.2.3 Arus Perairan
Arus merupakan gerakan mengalir suatu masa air yang dapat disebabkan oleh tiupan angin, perbedaan densitas air laut, gerakan bergelombang panjang dan arus
yang disebabkan oleh pasang surut. Angin yang berhembus di Perairan Indonesia terutama adalah angin muson yang dalam setahun terjadi dua kali pembalikan
arah yamg mantap, masing-masing disebut muson barat dan muson timur Nontji, 1987.
Arus memegang peran penting sehubungan dengan penyebaran ikan. Bila arus mengalir secara teratur ikan dapat hanyut terbawa arus baik secara pasif atau
aktif bahkan ada juga yang bergerak dengan kombinasi keduanya. Pada umumnya tenggiri dewasa bergerak secara aktif melawan arus Gunarso, 1985.
Menurut Gunarso 1985 menyatakan bahwa salah satu daerah penangkapan yang baik terdapat pada perbatasan atau pertemuan arus panas dengan arus dingin
sebagai contoh pertemuan arus kuroshio dengan arus oyashio, terjadinya arus pengisian divergensi dan lainnya. Tenggiri banyak dijumpai pada pertemuan
kedua arus tersebut.
2.3 Habitat dan Daerah Penyebaran Ikan Tenggiri
Indonesia memiliki tiga jenis tenggiri, yaitu Scomberomorus commerson, Scomberomorus guttatus dan Scomberomorus lineatus. Tenggiri banyak hidup di
daerah pelagis. Nybakken 1992 menyatakan bahwa seluruh daerah terbuka
merupakan kawasan pelagis. Daerah penyebaran tenggiri di Indonesia meliputi Perairan Sumatera, Jawa,
Nusa Tenggara, Kalimantan, Sulawesi, Maluku dan Irian Jaya. Hal yang
berkaitan dengan daerah penyebaran dan penangkapan yang potensial di masing- masing perairan tersebut sebagaimana disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3 Daerah Penyebaran dan Penangkapan Potensial Tenggiri
Perairan Daerah Penyebaran
Daerah Penangkapan Utama Sumatera
Seluruh Perairan -
Perairan Aceh bagian utara, timur, Sumatera Utara dan
sekitar Bengkalis -
Perairan Bangka dan Belitung -
Pantai barat Sumatera Utara, Sumatera Barat, Bengkulu
dan Lampung Jawa
dan Nusa
Tenggara Seluruh Perairan
- Seluruh Pantai Utara Jawa
dan Madura, Selatan Jawa Tengah, Selatan Bali, Utara
Lombok, Sumbawa
dan Flores
- Pantai Pulau Timur bagian
barat Kalimantan
dan Sulawesi
Seluruh Perairan -
Hampir semua pantai barat dan selatan Kalimantan
- Perairan
Teluk Palu,
Sulawesi bagian selatan -
Sebagian Perairan Sulawesi Utara
Maluku dan Irian Jaya
Seluruh Perairan -
Sebagian pantai
barat Halmahera
- Perairan selatan Pulau Seram
- Hampir
semua perairan
pantai barat Pulau Irian sampai Kepala Burung
Sumber : Martosubroto et al. vide Guci, 1999
2.4 Penginderaan Jauh