II. TINJAUAN PUSTAKA Keong Mas
Pomacea canaliculata Lamarck
Keong mas atau siput murbai Pomacea canaliculata Lamarck merupakan salah satu hama utama yang dapat menimbulkan masalah dalam produksi padi
Gambar 1. Badan Pangan Dunia FAO dari Perserikatan Bangsa-Bangsa UNO menduga kehilangan hasil yang disebabkan hama ini mencapai
40 dari
areal padi sawah di Filipina pada tahun 1989 yang menyebabkan kehilangan
hasil cukup besar Hendarsih, 2004. Keong mas banyak ditemukan di lingkungan basah seperti persawahan dan
rawa-rawa. Siklus hidupnya cukup lama yaitu 2 hingga 6 tahun dengan kemampuan bertelur mencapai 1000 hingga 1200 butir dalam sebulan
mengakibatkan pertumbuhan populasi yang tinggi Hendarsih, 2004. Keong mas memakan beragam tumbuhan seperti ganggang, azola, rumput
bebek. eceng gondok, bibit padi dan tumbuhan berdaun sukulen lainnya. Habitatnya berupa kolam, rawa, sawah irigasi. saluran air dan areal yang selalu
tergenang Hendarsih, 2004.
Gambar 1. Keong Mas Pomacea canaliculata Lamarck
Kandungan nilai gizi dari 100 gram keong mas adalah sebagai berikut: Tabel 1. Kandungan gizi dari 100 gram daging keong mas
Kandungan Gizi Nilai Gizi
Energi makanan kalori 83
Protein g 12,2
Lemak g 0,4
Karbohidrat g 6,6
Abu g 3,2
Fosfor mg 61
Natrium mg 40
Kalium mg 17
Riboflavin mg 12
Niacin mg 1,8
Kandungan lain : Vitamin C, Zn, Cu, Mn dan Iodium
Sangat sedikit Sumber : Hendarsih 2004
Keong dapat dimanfaatkan atau diolah menjadi pakan ternak dan pakan ikan. Kandungan protein tepung keong lebih tinggi dibandingkan dengan tepung
ikan yang selama ini menjadi sumber protein dalam pakan ternak. Menurut Siswanto 1999 kadar protein tepung keong mas Pomacea canaliculata adalah
sebesar 50,74, sedangkan kadar protein tepung ikan sekitar 30 Soegeng, 2003.
Pepton
Sumber nitrogen sangat diperlukan sebagai media tumbuh bagi mikroorganisme skala laboratorium. Umumnya mikroorganisme tidak dapat
langsung menggunakan N
2
bebas dari udara, akan tetapi nitrogen yang diperlukan untuk unsur pembuatan protein, asam nukleat dan vitamin. Salah
satu sumber nitrogen organik pada media tumbuh mikroorganisme adalah pepton Lay dan Sugoyo, 1989. Pepton merupakan sumber nitrogen selain itu
merupakan bahan utama paling mahal pada suatu media mikrobiologi Clausen, 1985. Menurut Pelczar dan Chan 1986 pepton merupakan produk dari bahan-
bahan yang mengandung protein, seperti daging, kasein dan gelatin, selain itu
mengandung vitamin dan karbohidrat. Penguraian bahan-bahan protein tesebut dapat dilakukan dengan suatu senyawa asam atau berupa enzim. Pepton
mempunyai kemampuan berbeda dalam hal menunjang pertumbuhan bakteri tergantung jenis protein yang digunakan dan proses ekstraksinya.
Menurut Clausen 1985, pepton dapat diperoleh dari hasil hidrolisis protein hewani, baik limbah jeroan atau daging yang tidak bernilai ekonomis
tinggi, gelatin, susu, kasein, tanaman maupun khamir. Sedangkan menurut Bridsson dan Brecker 1970 pepton adalah hidrolisat protein terbuat dari bahan-bahan
berprotein tinggi seperti pada: daging, ikan, kasein, gelatin, tepung kedelai, khamir, biji kapas, dan bunga matahari. Hidrolisis secara umum dapat menggunakan enzim
proteolitik seperti papain, pepsin dan tripsin. Heritage et al., 2000. Bridsson dan Brecker 1970 menerangkan bahwa kandungan protein pada
bahan baku pembuatan pepton sebagai media pertumbuhan bakteri dapat bervariasi dari protein hewani dengan kadar 50-90 berat kering hingga dari
protein biji-bijian dengan kandungan protein kurang dari 1. Protease mengkatalisis proses hidrolisis protein menjadi pepton yang terdiri dari campuran
polipeptida, dipeptida, dan asam amino. Kandungan pepton merupakan campuran kompleks bahan larut air yang
berasal dari turunan protein daging tanpa lemak dan sumber lainnya, termasuk jantung, otot, kasein dan tepung kedelai. Kandungan senyawa utama pepton adalah
proteosa, asam amino, garam anorganik dan vitamin. Heritage et al., 2000.
Pembuatan pepton kepala tuna
Menurut Siswanto 2000 untuk membuat pepton dari kepala ikan tuna,
pertama-tama kepala tuna dihaluskan ukurannya menggunakan alat pencacah
hingga seragam ukurannya, kemudian dimaserasi dalam air suling pada
perbandingan antara bahan dengan air 4 : 1. Sebanyak 0,2 volumebobot enzim alkalise
ditambahkan ke dalam bubur limbah .
Campuran tersebut kemudian dimasukkan ke inkubator bersuhu 50 C.
Campuran direndam dalam penangas air bersuhu 85°C selama 15 menit untuk menonaktifkan enzim dan selanjutnya disaring.. Sentrifugasi selanjutnya
dilakukan pada suhu 4°C dengan kecepatan 13000 rpm selama 10 menit. Fase cair dianalisa kandungan nitrogennya dan selanjutnya disimpan pada suhu 4°C
selama semalam, fraksi lemak yang mengambang dipermukaannya dibuang. Larutan pepton tersebut selanjutnya dikeringkan dengan menggunakan
pengering tipe semprot pada tekanan nozzle 2000 mBar, suhu masuk 180°C, dan suhu keluar 100°C Gambar 2. Hasil penelitian menunjukkan perlakuan
tekanan nozzle memberikan pengaruh nyata terhadap rendemen dan tingkat kekeruhan, dan dihasilkan bubuk pepton berkadar air sebesar 5,56 - 6,80
basis basah, rendemen berkisar antara 5,72 - 6,53 bb, kadar protein berkisar antara 83,55 - 85,09, tingkat kekeruhannya berkisar antara 39,78 - 43,78
Formazin Turbidity Unit FTU, dan tingkat kelarutannya berkisar antara 99,49
- 99,84.
Gambar 2. Diagram alir pembuatan pepton kepala ikan tuna Siswanto, 2000
Variabel perlakuan pembuatan pepton kepala ikan tuna yang digunakan dalam penelitian Siswanto 2000, adalah persentase enzim alkalase 0,2, 0,4,
dan 0,6 vb, suhu hidrolisis 50, 60, dan 70°C, dan pada perlakuan spray dryer,
yaitu tekanan nozzle 1500, 1750, dan 2000 mBar, suhu pemasukan 180, 190, dan 200°C dan suhu keluaran 90, 95, dan 100°C. Perlakuan yang
menghasilkan kandungan nitrogen tertinggi adalah pada suhu 50
o
C, konsentrasi enzim 0,2 vb dan pada perlakuan spray dryer adalah tekanan nozzle 2000
mBar, suhu inlet 180
o
C dan outlet 100
o
C.
Limbah perikanan kepala ikan tuna
Maserasi dalam air suling dengan perbandingan 1:4 bahan:air
Penambahan enzim alkalase 0,2 vb
Inaktivasi enzim dengan air 85 C, 10 menit Sentrifugasi 13.000 rpm, 10 menit
Penyimpanan pada suhu 4 C, 12 jam Pembuangan lemak pada permukaan
Larutan ekstrak pepton kasar
Pengeringan dengan Spray Drier
Bubuk pepton
Papain
Papain adalah enzim protease yang berasal dari tanaman pepaya Carica papaya
Linn. Harganya lebih murah dibandingkan enzim yang berasal dari mikroba. Enzim ini dapat digunakan sebagai pengempuk daging Suhartono,
1992 dan bahan campuran detergen Khaparde dan Singhal, 2000, Papain adalah rantai polipeptida yang terdiri atas 212 asam amino. Bagian
penting dalam rantai polipeptida papain adalah asam amino sistein-25 dan histidin-159 yang merupakan bagian utama dalam proses katalisis. Aktivitasnya
ditentukan oleh 2 gugus sulfihidril bebas dari semua 6 gugus sulfihidril yang dimiliki. Papain termasuk golongan enzim protease sulfihidril karena
mempunyai gugus aktif- SH. Nama papain digunakan baik untuk getah kering maupun enzim proteolitik yang dikristalkan Suhartono, 1992.
Menurut Winarno 1986, bahwa papain merupakan salah satu enzim katalisator protein. Aktivitas enzim yang dilakukan dalam proses katalisis
adalah dengan menurunkan energi aktivitas reaksi secara spesifik. Pengubahan energi aktivasi dilakukan dengan cara menurunkan hambatan energi sehingga
reaksi dapat berjalan lebih cepat Rehm dan Reed, 1995. Energi aktivasi adalah jumlah energi dalam kalori yang diperlukan untuk membawa semua
molekul pada satu mol senyawa pada suhu tertentu menuju tingkat transisi pada puncak batas energi Muchtadi, 1992. Kestabilan papain terhadap suhu dengan
senyawa sorbitol,sucrose,xylose dan glycerol cukup baik Sathish et all, 2005. Papain menghidrolisis substrat pada kecepatan tertentu. Nilai kecepatan
hidrolisis dipengaruhi oleh konsentrasi, konsentrasi enzim Winarno, 1986, nilai pH dan suhu yang digunakan dalam proses Chaplin dan Bucke, 1990.
Selain itu, nilai kecepatan hidrolisis juga dipengaruhi oleh keberadaan aktivator dan inhibitor Wilson dan Walker, 2000.
Aktivitas papain meningkat dengan penambahan senyawa pereduksi seperti glutation, sistein atau sulfit, atau pengkelat seperti etilen diamin tetra
asetat EDTA, namun akan menurun apabila enzim ini direaksikan dengan
senyawa pengganggu gugus tiol, yaitu oksidator, senyawa disufida, dan ion logam berat Suhartono, 1992.
Pemilihan enzim proteolitik untuk proses hidrolisis didasarkan pada spesifikasi enzim, pH optimum, kestabilan panas, pengaruh aktivator dan
inhibitor, harga dan ketersediaan enzim tersebut Johnson dan Peterson, 1978. Aktivitas enzim papain berada pada daerah pH yang luas. Nilai pH optimummya
berkisar dari 6,0 sampai 8,0, pada pH dibawah 3 atau diatas 12 dapat menyebabkan denaturasi papain secara tak dapat balik irreversible. Papain
relatif stabil terhadap suhu, bahkan masih aktif hingga suhu mendekati 75°C Suhartono, 1992.
Menurut Mahmoud 1994, hidrolisis protein pangan menggunakan protease, seperti papain dapat mengubah sifat-sifat fungsional protein asalnya.
Sifat fungsional protein didefinisikan sebagai fisik dan kimia yang mempengaruhi prilaku protein dalam sistem pangan selama proses pengolahan,
penyimpanan, persiapan, dan pemakaian. Hidrolisis secara luas oleh protease non spesifik, seperti papain menyebabkan kelarutan lebih tinggi pada protein
yang sukar larut. Umumnya kandungan hidrolisat adalah peptida molekul rendah yang terdiri atas 2 atau 4 sekuen asam amino. Giese 1994 menyebutkan
protease mengkatalisis ikatan peptida dan menghasilkan unit molekul yang lebih
kecil, sehingga lebih mudah larut dibandingkan molekul sebelumnya. Terdapat tiga perubahan hidrolisis ikatan peptida, yaitu : 1 peningkatan
jumlah gugus terionisasi NH
4 +
, COO
-
sehingga produk lebih bersifat hidrofilik, 2 penurunan ukuran molekul rantai polipeptida yang mengakibatkan sifat
antigenisitas menurun tajam, dan 3 perubahan struktur molekul membentuk struktur hidrofobik yang terbuka terhadap lingkungan berair Mahmoud, 1994.
Zayas 1997 menyatakan hal yang sama, yaitu hidrolisis ikatan peptida dapat meningkatkan jumlah gugus bermuatan dan jumlah sisi hidrofilik karena
molekul protein menjadi terbuka strukturnya, sehingga meningkatkan kelarutan dan menurunkan viskositas. Hal ini ditunjukkan dengan peningkatan derajat
hidrolisis. Dasar proses hidrolisi enzimatis adalah pemutusan ikatan peptida oleh enzim dengan bantuan air, secara kimiawi digambarkan sebagai berikut
Peterson, 1981. -
CHR’-CO-NH-CHR’’ + H
2
O CHR’-COOH + NH
2
- CHR’’
Berlangsungnya proses hidrolisis diukur dengan rasion ANTN, yaitu jumlah nitrogen asam amino AN dibandingkan dengan jumlah nitrogen total
TN dalam substrat Lahl dan Braun, 1994. Nitrogen asam amino ditentukan dengan titrasi formaldehid dan total nitrogen ditentukan dengan metode
Kjeldahl. Hal tersebut dipertegas oleh Mahmoud 1994 menyatakan bahwa, derajat hidrolisis atau pemutusan ikatan peptida yang terjadi pada protein dapat
digambarkan oleh rasio nitrogen atau persen ikatan peptida yang terputus. Derajat hidrolisis digunakan untuk mengontrol proses sehingga dapat diatur dan
dioptimalkan sifat-sifat hidrolisat seperti viskositas, pembusaan dan emulsifikasi protein. Peterson, 1981.
Escherichia coli
Escherichia coli merupakan bakteri gram negatif yang bersifat anaerob
fakultatif dan motil. Ciri biokimia bakteri tersebut adalah memiliki kemampuan memfermentasi laktosa, reaksi indol positif, uji Voger-Proskauer VP negatif,
dan tidak menggunakan sitrat sebagai satu-satunya sumber karbon. Bakteri ini menimbulkan warna hijau metalik pada media selektif EMB. Beberapa galur
bakteri ini bersifat patogen Buchanan dan Gibbons, 1974; Doyle dan Padhye,1994.
E. coli mempunyai struktur utama berupa flagella di sekitar sel flagella
peritrikus . Flagella adalah rambut-rambut yang teramat tipis mencuat
menembus dinding sel dan bermula dari tubuh dasar, suatu struktur granular tepat di bawah membran sel di dalam sitoplasma Pelczar, 1986.
E. coli adalah indikator dalam penentuan tercemarnya air oleh limbah
domestik, seperti limbah rumah tangga, hotel, dan lain-lain. Bakteri ini biasanya ke luar menuju alam bebas bersama tinja. Keberadaan E. coli dalam air
menunjukkan air tersebut tercemar tinja manusia dan mungkin mengandung bibit penyakit berbahaya, sehingga air yang tercemar E. coli perlu diwaspadai atau
tidak layak diminum. Bakteri ini dapat menimbulkan gangguan kesehatan jika masuk ke saluran pencernaan, baik melalui minuman maupun makanan.
Gangguan kesehatan tersebut, bisa berupa tifus, kolera, hepatitis, diare, dan lain- lain Anonimous, 2007.
Staphylococcus aureus
Staphylococcus aureus adalah bakteri berbentuk kokus seperti buah anggur
dengan diameter 1-1,5 mikron dan tidak bergerak serta bersifat gram positif
Shewan, 1970. Bakteri ini sering hidup pada kulit atau di dalam hidung manusia, yang dapat menyebabkan bermacam-macam penyakit kulit, seperti
jerawat, cellulitis dan bisul, selain itu penyakit dalam seperti radang paru-paru, radang selaput otak, sumsum belakang, endocarditis, dan keracunan darah
Anonimus, 2007. Menurut Effendi 1992, Staphylococcus aureus juga mempunyai sifat dapat
menghidrolisis urea, memfermentasi glukosa dan fruktosa, menghidrolisis lemak, mereduksi nitrat menjadi nitrit dan bersifat proteolitik, yaitu dapat memecah
protein menjadi peptida dan asam amino yang digunakan untuk sintesa protein dan sumber energi.
Aspergillus niger
Aspergillus niger adalah kapang yang paling banyak dari genus
Aspergillus. Mikroba ini mudah diisolasi dari udara, lahan, pantai pasir, rawa bakau, air yang tercampur bahan organik, kotoran limbah, pupuk kompos, bahan
makanan terutama buah-buahan dan sayur-mayur, pupuk binatang, bulu burung, bubur kayu, benih, dan bahan tekstil. Spesies ini menyebabkan penyakit noda
hitam pada sayur-mayur dan buah-buahan tertentu seperti buah anggur, bawang, dan kacang tanah. Umumnya jenis ini adalah suatu zat pencemar makanan.
Beberapa galur A. niger telah dilaporkan menghasilkan mikotoxin kuat yang disebut ochratoxin Anonimous, 2006 dan Sahay, 2004. A. niger juga
menimbulkan penyakit pada manusia. Menurut Anonimous 2006 A. niger dapat menyebabkan penyakit paru-paru Aspergillosis pada manusia, yaitu jika
sejumlah besar spora dihirup masuk kedalam paru-paru. Aspergillosis terutama sekali sering terjadi pada para pekerja perkebunan yang menghirup debu tanah
bakar, yang mungkin kaya bahan spora Aspergillus. A. niger juga adalah salah satu penyebab umum otomycosis peradangan telinga, yang dapat menyebabkan
hilang pendengaran sementara hingga kerusakan pada saluran telinga dan selaput tympanic
. Manfaat dari A. niger di industri kimia adalah dalam pembuatan asam sitrat
E330 dan asam glukonat E574 dan telah diizinkan penggunaannya oleh Organisasi Kesehatan Dunia. Selain itu, enzim dari A. niger, yaitu glukoamilase
digunakan untuk produksi sirup jagung fruktosa kadar tinggi, dan enzim pektinase digunakan dalam pembuatan minuman dari buah apel dan anggur.
Saccharomyces cerevisiae
Saccharomyces cerevisiae adalah sejenis khamir. Khamir sendiri adalah
mikroba eukariotik bersel tunggal golongan fungi, non motil dan tidak berklorofil. Menurut Pelzcar 1978, habitat khamir cukup luas, dapat ditemukan
di tanah, air dan tanaman, serta dapat tumbuh pada berbagai tempat dan kondisi. Khamir telah dikenal sejak beberapa ratus tahun yang lalu, digunakan untuk
pembuatan alkohol secara anaerobik. Pada kondisi aerobik, khamir dapat mengkonsumsi bahan organik sebagai substrat mulai dari molekul sederhana
seperti metanol sampai molekul besar seperti alkana Doelle, 1994. Saccharomyces cerevisiae
biasanya dikenal sebagai ragi roti atau ragi brewers. Gula yang ada pada tepung roti oleh ragi difermentasi menjadi gas
asam-arang CO
2
dan alkohol etanol. Gas CO
2
terjerat seperti gelembung kecil di dalam adonan roti Anonimous, 2007.
Fase-fase Pertumbuhan Mikroorganisme
Menurut Volk dan Wheeler 1988, hampir semua mikroorganisme mampu berkembang biak dengan cepat jika kebutuhan nitrisi dan kondisi lainnya
memenuhi kebutuhannya, seperti pH dan suhu. Waktu generasi adalah waktu yang diperlukan mikroorganisme untuk membentuk generasi baru. Pada beberapa
bakteri, seperti E. coli, waktu generasi rata-rata sekitar 20 menit untuk membelah diri, sedangkan pada jenis lainnya sekitar 15 sampai 20 jam. Waktu generasi
selama pertumbuhan aktif bervariasi sesuai dengan jenis bakteri, walaupun kebanyakan kurang dari 1 jam.
Laju pertumbuhan bakteri dapat diproyeksikan sebagai logaritma jumlah sel terhadap waktu pertumbuhan, sehingga diperoleh kurva pertumbuhan bakteri yang
dapat dibagi menjadi empat fase, yaitu : 1. Fase Tenggang Lag, yaitu periode penyesuaaian pada lingkungan.
Mikroorganisme mulai mensintesa enzim-enzim dan menggunakan cadangan makanan.
2. Fase logaritma Log, yaitu periode pembiakan yang cepat dan merupakan periode berciri khas sel-sel yang aktif. Selama fase ini waktu generasi tetap
tidak berubah bagi setiap jenis, jika dibuat proyeksi logaritma jumlah organisme terhadap waktu, fase log ini berupa garis lurus. Waktu generasi
suatu organisme dapat ditentukan selama fase ini. Setiap generasi mikroba menghasilkan jumlah sel yang berlipat dua. Dan akan diperoleh rumus :
B
t
= B X 2
n
Dimana : B0 = Jumlah bakteri pada permulaan interval waktu
Bt = Jumlah bakteri pada akhir interval waktu t g = waktu generasi, biasanya dinyataan dalam menit
t = waktu, biasanya dinyatakan dalam menit n = jumlah generasi
Nilai n dapat diperoleh dengan :
Karena :
Dan
Maka diperoleh
Sehingga waktu generasi g dapat diperoleh dengan rumus :
Waktu generasi beraneka menurut jenis mikroorganisme, kadar nutrien dalam medium dan suhu inkubasi. Kondisi lain seperti pH, persediaan
oksigen bagi yang bersifat aerob, akan mempengaruhi pula. 3. Fase Stasioner, yaitu periode yang ditandai laju pembiakan berkurang dan
beberapa sel mati, serta laju pembiakan sama dengan laju kematian, sehingga jumlah keseluruhan bakteri akan tetap. Hal ini diakibatkan karena
menyusutnya nutrien dalam medium dan produk limbah mikroorganisme
cenderung menumpuk dan mungkin menjadi racun bagimikroorganisme tersebut.
4. Fase Kematian, yaitu periode yang terjadi apabila laju kematian melampaui laju pembiakan dan biasanya pembiakan berhenti. Pada periode ini bentuk
involusi mungkin muncul Volk dan Wheeler, 1988.
III. BAHAN DAN METODE