1. PENDAHULUAN
Latar Belakang
Upaya peningkatan produktivitas hewan dapat dilakukan dengan menerapkan berbagai macam teknologi reproduksi seperti Inseminasi Buatan IB,
Produksi Embrio In Vitro PEIV dan Transfer Embrio TE. Produksi embrio in vitro merupakan salah satu teknologi reproduksi yang terdiri dari proses
pematangan In Vitro Maturation, IVM, fertilisasi In Vitro Fertilization, IVF dan kultur embrio In Vitro Culture, IVC secara in vitro. Dengan teknik PEIV,
materi genetik dari hewan yang mati mendadak atau sakit sehingga fungsi reproduksinya tidak dapat berjalan sebagaimana mestinya masih dapat
diselamatkan. Disamping itu, PEIV dapat diguna kan untuk mempelajari berbagai teknologi reproduksi bantuan lainnya seperti kloning, stem cell untuk tujuan terapi
dan lain sebagainya. Banyak faktor yang mempengaruhi keberhasilan proses PEIV. Materi
genetik yang digunakan dan sistim kultur sangat mene ntukan kualitas dan kuantitas embrio yang dihasilkan. Sistim kultur seperti pemilihan jenis medium
yang digunakan untuk setiap tahapan produksi embrio yang berkaitan dengan pH, suhu dan osmolaritas, lingkungan untuk PEIV, lama inkubasi dan sebagainya akan
sangat berpengaruh terhadap keberhasilan produksi embrio. Ada banyak jenis medium yang digunakan untuk proses PEIV. Dalam
proses produksi embrio in vitro , penggunaan medium yang sesuai sangat mempengaruhi kualitas embrio yang akan dihasilkan. Pada prinsipnya, medium
yang digunakan untuk produksi embrio mengandung zat-zat yang dibutuhkan sebagai sumber energi, protein dan garam elektrolit dengan pH dan tekanan
osmotik tertentu, sehingga dapat mendukung perkembangan oosit dan embrio secara in vitro.
Medium yang biasa digunakan pada proses produksi embrio dapat dibedakan menjadi medium kompleks dan medium sederhana Gordon 1994.
Medium kompleks merupakan medium yang mengandung asam-asam amino, vitamin, prekursor asam nukleat, serta ion-ion penting lainnya yang sesuai untuk
pertumbuhan oosit dan embrio in vitro Gardner dan Lane 2000. Tissue Culture
Medium 199 TCM-199 digolongkan ke dalam kelompok medium kompleks yang telah umum digunakan untuk produksi embrio sapi dan domba secara in
vitro. Berdasa rkan komposisi bahan penyusunnya, medium sederhana terdiri dari larutan fisiologis yang mengandung garam-garam anorganik dan natrium
bicarbonat sebagai penyangga serta pyruvat, laktat dan glukosa sebagai sumber
energi Gordon 1994. Medium Charles Rosenkrans 1 CR1 merupakan salah
satu contoh medium sederhana yang terdiri dari NaCl, KCl, NaHCO
3
dan selanjutnya mengalami penambahan komponen sumber energi yakni asam laktat,
sodium piruvat dan glutamin serta asam-asam amino yang diperlukan untuk pertumbuhan embrio Rosenkrans et al. 1993; Rosenkrans dan First 1994.
Dengan adanya modifikasi dan penambahan substrat energi serta asam amino ke dalam medium CR1, maka selanjutnya medium ini disebut dengan medium
CR1aa. CR1aa telah digunakan sebagai medium kultur embrio pada sapi Rosenkrans et al. 1993; Rosenkrans dan First 1994, kucing Fahrudin 2001,
sebagai medium untuk ketiga tahapan produksi embrio kambing Rusiyantono dan Boediono 2003 dan medium untuk fertilisasi dan kultur embrio domba Djuwita
et al. 2005. Medium CR1aa relatif mudah dibuat, praktis dan berdasarkan komposisi bahan penyusunnya maka diharapkan medium ini dapat digunakan
sebagai medium alternatif dalam proses produksi embrio in vitro. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian untuk membandingkan kemampuan medium CR1aa
dengan TCM-199 dalam keseluruhan tahapan produksi embrio domba in vitro. Disamping itu untuk keberhasilan proses produksi embrio secara in vitro,
juga perlu diperhatikan sumber oosit yang digunakan. Oosit tumbuh dalam lingkungan folikel yang berada pada ovarium dan mengikuti suatu siklus
pertumbuhan tertentu. Pada sapi dan domba dapat terjadi beberapa kali gelombang folikel dalam satu siklus estrus. Umumnya pada domba terjadi dua
hingga tiga kali gelombang folikel yang masing-masing dapat menghasilkan lebih dari satu folikel dominan FD Souza et al. 1998; Evans et al. 2002. Keberadaan
folikel dominan akan menurunkan konsentrasi FSH Gonzalez-Bulnes et al. 2004 dan menyebabkan terjadinya tekanan terhadap pertumbuhan folikel lain yang
tumbuh pada gelombang yang bersamaan sehingga akan mengalami regresi Varishaga et al. 1998. Selanjutnya folikel dominan akan mengalami ovulasi bila
tidak terdapat corpus luteum CL. Sisa folikel dominan yang telah ovulasi akan membentuk CL. Corpus luteum terdiri dari sel-sel yang akan menghasilkan
hormon progesteron dan berguna dalam proses implantasi dan pemeliharaan kebuntingan. Keberadaan folikel dominan dan corpus luteum dalam ovarium
akan memberikan pengaruh terhadap perkembanga n folikel dan status ovarium. Untuk mengetahui pengaruh keberadaan CL dan FD pada pasangan ovarium perlu
dilakukan penelitian dengan melakukan pematangan oosit dan perkembangan embrio secara in vitro dengan memisahkan setiap pasangan ovarium berdasarkan
status reproduksi dari masing-masing individu dengan melihat keberadaan CL dan FD pada ovarium.
Penelitian ini menggunakan domba sebagai hewan model. Domba merupakan salah satu jenis ternak berpotensi tinggi untuk dikembangkan karena
dagingnya memiliki kandungan gizi yang tinggi untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan protein hewani. Disamping itu bulu dan kulitnya dapat
dimanfaatkan sebagai bahan mentah pakaian dan kotorannya dapat dimanfaatkan untuk bahan pupuk organik. Pemeliharaan ternak domba rela tif lebih mudah dan
murah dari pada memelihara jenis ternak lainnya. Domba dapat dikembangbiakan dalam lahan yang relatif sempit dengan kebutuhan pakan yang lebih sedikit
daripada sapi. Untuk jenis domba tertentu seperti domba garut, yang merupakan hasil persilangan domba merino dengan domba kaapstadt dari Afrika dan domba
lokal, memiliki bobot badan yang relatif lebih besar yakni 60-80 kg untuk domba jantan dewasa dan 30–40kg untuk domba betina dewasa sehingga
pengembangbiakannya akan sangat menguntungka n peternak. Guna meningkatkan produktivitas ternak domba dengan teknologi PEIV, maka
dilakukan penelitian untuk menggunakan CR1aa sebagai medium alternatif dan oosit yang dikoleksi dari ovarium dengan berbagai status reproduksi agar
diperoleh hasil yang optimal.
Tujuan Penelitian
1. Mengkaji kemampuan medium TCM-199 dan CR1aa dalam proses
pematangan oosit secara in vitro. 2.
Mengkaji kemampuan medium BO dan CR1aa dalam proses fertilisasi in vitro.
3. Mengkaji kemampuan TCM-199 dan CR1aa dalam proses perkembangan
embrio in vitro. 4.
Mengkaji pengaruh keberadaan CL dan FD pada pasangan ovarium individu terhadap jumlah folikel dan jumlah oosit dengan berbagai kualitas
yang terkoleksi. 5.
Mengkaji pengaruh keberadaan CL dan FD terhadap tingkat pematangan, fertilisasi dan perkembangan embrio secara in vitro.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian diharapkan dapat memberi informasi mengenai jenis medium yang tepat dan status ovarium yang sebaiknya digunakan sebagai sumber
oosit potensial untuk proses produksi embrio domba secara in vitro.
Hipotesis
Hipothesis yang dikemukakan untuk untuk mendahului penelitian ini adalah : 1.
Medium CR1aa mempunyai potensi yang sama atau lebih baik daripada medium standar dalam proses produksi embrio domba in vitro.
2. Kehadiran CL akan menekan perkembangan FD sehingga didapatkan
kualitas oosit yang lebih baik.
2. TINJAUAN PUSTAKA