SELF EFFICACY PADA PENGUSAHA KERAJINAN TAS DI KAWASAN TANGGULANGIN

(1)

1 A. Latar Belakang

Peranan keyakinan dalam memandang tingkat kesulitan pekerjaan atau situasi tertentu merupakan hal yang tidak bisa diabaikan dalam setiap aspek kehidupan, terutama pekerjaan. Dalam hal ini keyakinan mempunyai penilaian positif terhadap diri individu dengan dibuktikan dari berbagai statement yang dimunculkan, terutama peranan self efficacy dari segi psikologis maupun perilakunya.

Ketika seseorang melihat suatu tugas atau situasi yang tidak mengancam, maka ia akan merasa yakin dan mampu dapat mengatasi tugas atau situasi tersebut, sehingga dapat mengendalikan lingkungan. Namun ketika seseorang melihat suatu tugas atau situasi sebagai sesuatu yang mengancam, maka orang tersebut cenderung akan merasa tidak yakin akan mampu mengatasi tugas atau situasi tersebut, karena merasa tidak dapat mengendalikan lingkungan sehingga akan mengakibatkan munculnya cemas pada diri seseorang.

Kemampuan inilah yang ingin peneliti telaah secara lebih mendalam, karena pada dasarnya kemampuan diri seseorang boleh jadi disebabkan karena adanya self efficacy dalam diri individu. Self efficacy adalah suatu keyakinan seseorang akan kemampuannya untuk menyusun dan mengarahkan tingkah lakunya untuk mencapai hasil yang dikehendaki (Bandura, 1997:3). Self efficacy akan mempengaruhi self regulation, dimana self regulation adalah kemampuan manusia untuk berpikir, bahwa dengan kemampuannya tersebut mereka mampu memanipulasi dan mengendalikan lingkungannya. Individu dengan self efficacy tinggi akan akan yakin pada self regulation-nya, ketika self efficacy rendah maka individu akan tidak yakin akan self regulation-nya, yang akhirnya memunculkan rasa cemas dalam diri individu tersebut. Sehingga hal ini dapat menunjukkan bahwa self efficacy tinggi, akan diikuti oleh tingkat kecemasan yang semakin rendah. Demikian pula sebaliknya self efficacy yang rendah akan diikuti oleh tingkat kecemasan yang semakin tinggi pula.


(2)

Menurut Murjito (2003) mengenai hubungan antara self efficacy dengan optimisme masa depan, dapat diketahui bahwa ada hubungan positif yang signifikan antara self efficacy dengan optimisme masa depan, hal ini dapat diketahui dari nilai r sebesar 0,609 dengan p < 0,01. Hal ini berarti bahwa semakin tinggi self efficacy seseorang akan diikuti oleh semakin tinggi optimisme masa depan seseorang.

Konsep ekspektasi self-efficacy sangat bermanfaat untuk memahami dan memodifikasi perilaku karir. Pada penelitian Zulkarnain (2007: 69), berdasarkan hasil analisis data dapat disimpulkan bahwa ada hubungan positif dan sangat signifikan antara self efficacy dengan prestasi kerja karyawan pada distributor PT. Tiens (Tianshi) cabang Gresik (dengan nilai r=0,442 dan p=0,0000). Hal ini menandakan bahwa semakin tinggi self efficacy maka akan semakin tinggi pula prestasi kerjanya.

Dalam sebuah penelitian, Ilwan (2004: 61), menarik kesimpulan bahwa ada pengaruh yang signifikan antara self efficacy terhadap stress kerja karyawan di bagian produksi. Artinya, semakin tinggi self efficacy, maka stress kerja akan semakin rendah. Sebaliknya, semakin rendah self efficacy, maka tingkat stress kerja akan semakin tinggi.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Jex, Bliese, Buzzel, dan Jessica (2001:402) mengatakan bahwa ada hubungan yang signifikan antara self efficacy dengan potensi mengenai stressor pada pekerja, dengan nilai r = 0,25 dan p = 0,001. Hal tersebut berarti bahwa tenaga kerja yang memiliki self efficacy yang tinggi menunjukkan bahwa mereka memiliki potensi untuk menangani stressor dengan efektif daripada mereka yang self efficacy-nya rendah.

Hasil penelitian Rohman (2004: 48), tentang hubungan antara self efficacy dengan stress kerja mendapatkan hasil bahwa ada hubungan negatif yang sangat signifikan antara self efficacy dengan stress kerja. Semakin tinggi self efficacy, maka stress kerja akan semakin rendah dan sebaliknya nilai koefisien determinan sebesar 0,392 yang berarti self efficacy akan mempengaruhi stress kerja sebesar 39,2%.

Self efficacy juga erat kaitannya dengan proses penyesuaian diri pada karyawan baru. Seperti penelitian yang telah dilakukan oleh Jones (1996: 262), yang melakukan penelitian tentang adanya keterkaitan antara taktik dalam bersosialisasi dengan self efficacy pada karyawan baru dalam sebuah perusahaan. Hasil penelitian


(3)

ini menyebutkan bahwa self efficacy memiliki peranan penting dalam proses belajar dan adaptasi pada karyawan baru, khususnya dalam menciptakan strategi bersosialisasi di perusahaan tempat mereka bekerja.

Bell dan Koslowski (2002: 501), telah membuktikan penelitiannya tentang hubungan antara orientasi tujuan dan kemampuan dengan self efficacy. Penelitian yang dilakukan pada 125 mahasiswa dari berbagai Universitas di Amerika bagian barat ini, didapatkan hasil bahwa ada hubungan yang sangat signifikan baik antara orientasi tujuan maupun kemampuan dengan self efficacy.

Bagi Gede Prama (2005) pada artikel “Keberhasilan berawal dari Keyakinan” menganjurkan bahwa keberhasilan maupun kegagalan adalah buah dari keyakinan seseorang. Keberhasilan itu berawal dari keyakinan. Dan seseorang bisa mengubah banyak sekali hal lewat keyakinan. Keyakinan seseorang sering terbelenggu oleh pikiran-pikiran rasionalnya serta pengalaman-pengalaman ekstrim di masa lalu. Mereka yang gagal menumbuhkan keyakinan.

Self efficacy juga mempunyai kontribusi besar dalam proses perkembangan prestasi akademis seseorang. Seperti yang pernah disebutkan oleh Bandura (1993: 117), dimana proses pembentukan self efficacy itu sendiri terdiri atas empat proses utama yang meliputi proses kognitif, proses motivasional, proses afeksi, dan proses seleksi. Keempat proses tersebut saling terkait satu sama lain yang pada akhirnya dapat menentukan maksimal tidaknya perkembangan prestasi akademik yang dicapai oleh seseorang.

Seorang siswa yang mempunyai self efficacy yang tinggi cenderung memiliki semangat dan motivasi belajar yang tinggi pula. Hal ini dibuktikan dalam penelitian yang dilakukan Spence (1999: 124), terhadap 273 siswa sekolah menengah dalam bidang matematika. Para siswa yang memiliki tingkatan self efficacy tinggi cenderung memiliki keyakinan pada kemampuan dirinya, dan memiliki ketekunan selama proses belajar, sehingga di akhir semester siswa dan siswi inilah yang memiliki prestasi yang baik, khususnya dalam bidang matematika.

Wiley (2008), melakukan penelitian guna menyelidiki bahwa strategi coping stres dapat diprediksi dengan self efficacy dan dukungan sosial. Dimana ia menggunakan 530 orang pengajar sebagai responden. Penelitian ini berasumsi bahwa dukungan sosial dan self efficacy merupakan faktor penting yang dapat dijadikan


(4)

bahan acuan atau pertimbangan para pengajar ketika merancang pedoman program pencegahan atau intervensi strategi coping stres dan konseling psikologi.

Tak jauh berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Nurohm (2005: 6), memperoleh hasil bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara self efficacy dengan minat ber-entrepreneurship pada remaja etnis Cina. Bentuk hubungannya adalah positif (r=0,651), yang berarti bahwa semakin tinggi self efficacy remaja etnis Cina, maka akan semakin tinggi pula minat ber-entrepreneurship pada diri mereka.

Self efficacy yang kuat dalam diri individu akan mendasari pola pikir, perasaan dan dorongan dalam dirinya untuk merefleksikan segenap kemampuan yang ia miliki. Self efficacy ini akan mengarahkan individu untuk memahami kondisi dirinya secara realistis, sehingga ia mampu menyesuaikan antara harapan akan pekerjaan dan tantangan yang saat ini sedang ia hadapi dengan kemampuan yang ia miliki. Self efficacy juga dapat memberikan pijakan yang kuat bagi individu untuk mengevaluasi dirinya agar mampu menghadapi tuntutan pekerjaan dan persaingan secara dinamis. Penilaian seseorang terhadap kemampuan diri yang dimiliki (self efficacy) mempunyai peran yang sangat penting dalam proses perkembangan individu, khususnya terkait dengan kemampuan dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi.

Dari berbagai studi menunjukkan bahwa fungsi self efficacy dapat berhubungan dengan minat ber-enterpreneur ship, prestasi kerja, kecemasan pada lingkungan baru, dan stress kerja, yang mana seorang individu sering dihadapkan pada tugas-tugas atau situasi yang tidak selalu diyakini dapat diatasinya. Terlihat pada individu dalam memandang tingkat kesulitan pekerjaannya atau menghadapi situasi tertentu, namun keadaan tersebut tergantung bagaimana orang itu menjalankan keyakinannya sesuai dengan kemampuan yang ia miliki.

Wirausaha atau pengusaha merupakan istilah yang diterjemahkan dari kata entrepreneur. Memang, menciptakan lapangan pekerjaan meskipun untuk diri kita sendiri adalah hal yang tidak mudah.Ada tiga ketakutan dalam diri individu untuk memulai menjadi wirausaha. Yang pertama adalah takut rugi. Memang usaha apa pun akan selalu berisiko untuk rugi tetapi juga berpeluang untuk untung. Dalam dunia kerja pun kita juga menemui berpeluang untuk diberhentikan. Kedua takut terhadap ketidakpastian, terutama ketidakpastian dalam penghasilan. Seperti


(5)

dijelaskan di atas, dalam berusaha pasti kita akan selalu berpeluang untuk untung maupun rugi. Dunia kerja pun juga memiliki ketidakpastian. Kita tidak dapat memastikan kondisi kesehatan perusahaan. Ketiga takut mencoba. Sebenarnya takut mencoba tersebut dapat disamakan dengan takut tenggelam. Jika kita tidak pernah mencoba untuk berenang, kita tidak akan pernah dapat berenang. Kita hanya akan tahu teori berenang tanpa tahu bagaimana rasanya berenang. Demikian halnya dengan menjadi wirausaha. Kita dapat belajar teknik menjadi wirausaha. Tetapi, jika kita tidak pernah mencoba memulai usaha, kita akan terus bermimpi menjadi pengusaha.

Dalam menjalankan usahanya seorang pengusaha dituntut untuk memiliki penilaian yang positif terhadap dirinya, yaitu suatu keyakinan pada kemampuan diri untuk dapat menyelesaikan permasalahan atau pekerjaan tertentu. Dimana keyakinan inilah yang disebut sebagai self efficacy. Ketidakyakinan terhadap kemampuan yang dimiliki akan mempengaruhi sikap dan perilaku seseorang, dimana orang tersebut akan merasa ragu-ragu, cepat menyerah, dan kurang memiliki harapan untuk mencapai keberhasilan. Sebaliknya penilaian yang positif terhadap kemampuan yang dimiliki dapat menumbuhkan harapan untuk mencapai keberhasilan.

Dalam situasi persaingan yang ketat dalam sektor industri, berbagai kesulitan dan masalah kerapkali menjadi tantangan tersendiri bagi para pengusaha agar dapat tetap bertahan dan survive di dalam kancah perekonomian. Faktor bersaing bukan satu-satunya yang menentukan suatu perusahaan dapat bertahan terhadap kondisi tersebut, faktor lain dapat diakibatkan oleh keadaan krisis dan musibah bencana yang menimpa suatu daerah. Pada situasi seperti ini, hanya ada dua pilihan yang harus ditanggung dan dipilih oleh perusahaan atau pengusaha yang bersangkutan, yaitu bertahan atau mundur.

Keyakinan pengusaha untuk menjaga kondisi keutuhan perusahaan adalah salah satu pencetus strategi bagi keberlangsungan hidup usahanya, dengan mempertahankan dan mengelola perusahaan untuk tetap bertahan pada situasi tertentu, seperti bencana luapan Lumpur Lapindo di Porong. Efek atau akibat yang ditimbulkan oleh luapan lumpur ini tidak hanya dirasakan oleh masyarakat dan pengusaha di kawasan Porong dan sekitarnya, namun efeknya juga dirasakan hingga kawasan Sidoarjo. Keadaan yang cenderung menimbulkan tekanan ini membuat para


(6)

pengusaha harus menanggung resiko. Namun, orang tidak harus melihat dari sisi jumlah kerugian yang ditimbulkan akibat musibah ini, yang lebih diperlukan disini adalah keyakinan seseorang untuk memikirkan cara mempertahankan eksistensi perusahaan agar dapat tetap bertahan di tengah musibah yang tengah mendera.

Bencana lumpur Lapindo yang pada tahun 2006 melanda sebagian wilayah Kabupaten Sidoarjo, selain memakan korban jiwa dan harta di daerah terdampak, juga sempat memukul berbagai sektor perekonomian di Sidoarjo. Menurut data Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Sidoarjo, ada tujuh sentra industri kecil di sana. Industri tas, rokok, dan kerupuk udang terkena efek langsung maupun tak langsung yang parah. Sisanya, yakni industri kecil sandal, bordir, logam, dan peralatan rumah tangga, turut sakit akibat efek multiplier-nya.

Kerajinan rokok rakyat, misalnya, banyak yang tak mampu bangkit setelah pabriknya terbenam lumpur. Menurut data Dinas Perindustrian dan Perdagangan setempat, sebanyak 156 pabrik rokok kini sekarat. Dari jumlah tersebut, yang masih berproduksi secara rutin hanya 20%. Padahal, tahun lalu, Pemerintah Daerah Sidoarjo menyisihkan dana APBN Rp 30 milyar untuk membantu merelokasinya. Lokasi yang dilirik adalah jalan by-pass di Kecamatan Krian. Tempat ini dinilai strategis karena berada di lintas utama Surabaya-Yogyakarta dan jauh dari lumpur. Namun alokasi dana sebesar itu tentu tak mampu menyelamatkan semua pengusaha kecil Sidoarjo. Menurut Ketua Asosiasi Perusahaan Rokok Sidoarjo (Apersid), Sungkono, dulu ada sekitar 500 pabrik rokok kecil di Sidoarjo. Namun ketatnya aturan cukai dan regulasi harga rokok eceran membuat pengusaha banyak yang bangkrut. Nah, ketika yang tersisa hanya berjuang dari impitan regulasi, lumpur Lapindo datang menggenang. Kebanyakan langsung kelojotan karena tidak mampu merelokasi usaha. (GATRA, Oktober 2008).

Industri sepatu dan tas kulit di Kecamatan Tanggulangin yang menjadi ikon wisata belanja bagi para turis lokal dan asing di Sidoarjo, adalah salah satu yang terkena getah kecerobohan kegiatan pengeboran migas di kawasan Porong pada 2006 lalu itu. Pengusaha kulit tradisional di Kecamatan Tanggulangin pun mengalami babak paling menyedihkan dalam perjalanan bisnis mereka. Sejak lumpur panas menyembul di Porong, Sidoarjo, 29 Mei 2006, kecamatan yang bersebelahan dengan


(7)

lokasi semburan lumpur ikut terkena getahnya. Meski luberan lumbur tak sampai menjilat lokasi sentra industri ini, akses ke lokasi itu cukup terganggu.

Tanggulangin dulu adalah sentra industri kerajinan kulit tradisional. Di kecamatan yang terletak 27 kilometer arah timur kota Surabaya itu, terdapat ratusan gerai yang menjajakan produk tas, koper, dompet, dan jaket buatan lokal. Industri kerajinan rakyat itu berlangsung turun-temurun sejak 1933, yang kemudian berkembang pesat hingga berorientasi ekspor. Aksesnya yang mudah dari jalan tol Sidoarjo membuat daerah ini menjadi salah satu tujuan wisata yang ramai.

Sebelum adanya bencana sosial lumpur Lapindo, pada awalnya masyarakat desa Tanggulangin juga memilih mata pencaharian sebagai petani. Namun dengan adanya industri kerajinan sepatu dan tas yang dirasakan lebih menjanjikan, masyarakat kemudian beralih ke industri kerajinan sepatu dan tas. Perpindahan kegiatan ekonomi masyarakat dari bertani ke industri kerajinan kulit disamping karena memang menguntungkan dari sisi ekonomi juga dikarenakan kemudahan dalam melakukan pekerjaan sebagai pengrajin dibandingkan dengan bertani.

Disamping itu, keberadaan kerajinan kulit, sepatu, dan tas banyak memberi manfaat untuk meningkatkan pendapatan keluarga, disamping juga membantu dalam hal penciptaan lapangan kerja baru. Hal ini sudah merupakan langkah yang baik, dalam arti ikut mengurangi angka pengangguran. Sebagian besar penduduk desa Tanggulangin saat ini telah menjadikan usaha kerajinan sebagai usaha pokok mereka. Hal ini menunjukkan adanya rasa kepedulian yang besar dari penduduk setempat terhadap kerajinan sepatu dan tas, terutama sekali erat kaitannya dengan upaya-upaya terhadap kebutuhan pemenuhan keluarga maupun prospek dari kerajinan tersebut yang dianggap menjanjikan sehingga dipilih sebagai penopang ekonomi keluarga.

Kerajinan Tas dan Sepatu Kulit Tanggulangin Sidoarjo sempat mengenyam masa keemasan pada 1980-2002. Dalam rentang waktu tersebut, masyarakat Tanggulangin dan sekitarnya menikmati indahnya dunia, mengingat mereka tidak perlu susah payah untuk medapatkan aliran rezeki karena uang senantiasa mengalir cukup deras ke wilayah itu. Bahkan sempat muncul pameo yang menyebutkan “uang yang mencari keberadaan pengrajin di Tanggulangin, bukan pengrajin yang harus mendapatkan harta”.


(8)

Namun, kenaikan bahan bakar minyak (BBM) sebanyak dua kali sekaligus pada tahun 2005 menjadikan para pengrajin koper, tas, dan sepatu di Tanggulangin mulai goyah. Belum lagi mereka diberi kesempatan untuk bangkit pasca pukulan BBM, ditahun 2006 Sidoarjo dihantam semburan lumpur panas yang lebih dikenal dengan Lumpur Lapindo.

Praktis, para pengrajin yang sudah terpuruk kian tenggelam dalam ketidakberdayaan. Kawasan Tangggulangin kini benar-benar sepi akibat ditinggal konsumen maupun para pelanggannya. Kondisi semacam ini menjadikan para pengrajin kelabakan dan harus mencari jalan keluar terbaik agar mereka bisa bangkit minimal bertahan untuk terus bisa melanjutkan kehidupan ini.

Semburan lumbur panas di dekat sumur eksplorasi PT. lapindo Brantas di Porong Sidoarjo yang berjarak 3,5 KM dari kawasan Industri Kecil Tanggulangin, telah banyak berpengaruh negatif terhadap roda perekonomian Sidoarjo bahkan Jawa Timur. Sejak pertama kali terjadi semburan, pada akhir mei 2006 hingga sekarang, berarti sudah hampir empat tahun lebih menyebabkan jalan tol Porong-Gempol terendam lumpur dan mengancam jalan nasional Porong, rel kereta api, dan infrastruktur lainnya. Kemacetan ruas jalan Tanggulangin, Porong dan Gempol terus terjadi tiap harinya. Bagi yang tidak ingin macet, harus memutar jalan melewati ruas Krian, Mojosari, dan Japanan yang berjarak lebih dari 25 KM, maupun jalan alternatif lainnya.

Kawasan Industri Tas di Tanggulangin masih aman yang berjarak 2,5 km dari tanggul terluar di desa Kedung Bendo. Namun dampak tidak langsung telah banyak menyengsarakan puluhan bahkan ribuan rumah tangga di kawasan terdekat. Secara ekonomi banyak sekali yang kehilangan pekerjaan, alih pekerjaan, dan mencari kerja di luar daerah. Secara nyata banyak toko-toko tas yang beralih fungsi dan banyak pengrajin kulit yang bangkrut.

Keadaan ini masih diperparah dengan adanya bencana Lumpur lapindo, yang menyembur dari lokasi pengeboran PT. Lapindo Brantas di Sidoarjo, Jawa Timur. Adanya semburan lumpur Lapindo, menyebabkan sendi-sendi sector ekonomi yang menyokong keberadaan pengrajin semakin parah, dikarenakan lumpuhnya transportasi.


(9)

Tingkat kunjungan orang ke kawasan industri kulit mulai terganggu macet. Orang menjadi semakin malas ke Tanggulangin, karena takut terkena dampak dari lumpur panas. Bahkan ada rumor yang menyebutkan bahwa kawasan “TAS” terendam lumpur. Sebenarnya yang terendam lumpur panas adalah kawasan perumahan Tanggulangin Anggun Sejahtera yang seringkali disingkat menjadi Perum “TAS”, yang terletak di desa Kedung Bendo Tanggulangin, yang berjarak sekitar 2,5 KM dari kawasan industri kulit Tanggulangin.

Namun, dampak tidak langsung telah dialami sebagian besar pengrajin di kawasan ini. Sepinya pengunjung dan sepinya order dari laur kota akibat para pengunjung takut terkena macet dan mereka mengira bahwa kawasan industri Tanggulangin telah terendam. Hal ini menyebabkan terpuruknya para pengrajjin kulit di desa Tanggulangin Sidoarjo.

Sebelum adanya bencana Lumpur Lapindo, diperkirakan omset yang direalisasikan sentra industri kecil pengrajin kulit di Tanggulangin mencapai miliaran rupiah perhari. Popularitas yang telah terbangun di sentra industri kecil Tanggulangin memicu bertumbuhnya gerai-gerai penjualan berbagai jenis produk dari kulit sebanyak tiga ratus lima puluh unit.

Kondisi semacam itu, merupakan potret sentra industri kecil tas dan koper, serta produk dari kulit Tanggulangin, kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, saat masa jayanya yang berlangsung hingga 2004. Perkembangan saat ini telah bertolak belakang, dimana jumlah gerainya tinggal 20%. Sentra industri kecil tersebut mulai meredup sejak 2004, ketika berlangsung kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM), sebanyak dua kali, yang berdampak pada kenaikan harga produk dari kulit. Dalam waktu bersamaa, daya beli masyarakat juga semakin melemah.

Situasi yang sulit ini semakin diperparah dengan terjadinya semburan Lumpur Lapindo di Porong pada pertengahan tahun 2006, dimana peristiwa tersebut memutuskan jalur wisata Surabaya-Malang, maupun sebaliknya. Maka produsen serta pengelola gerai semakin banyak yang bertumbangan.

Ramai diberitakan, pengrajin tas di kawasan Tanggulangin terus merana. Bencana Lumpur Lapindo telah mengakibatkan omset penjualan mereka terus menurun. Bahkan, sebagian pengrajin ada yang harus menutup stan-stan mereka di sepanjang kawasan wisata kulit dan tas Tanggulangin. Dalam kurun waktu hampir


(10)

empat tahun pengrajin tas di kawasan Tanggulangin terus terpuruk. Pengunjung relatif sepi. Bahkan, masa-masa menjelang Lebaran yang biasanya ditandai dengan lonjakan pembeli, kini sudah tidak dapat lagi diharapkan. Dengan kondisi yang sangat lengang, masih ada segelintir pengusaha kerajinan tas dan kulit yang nekat membuka stan di kawasan Tanggulangin. Mendapati kondisi yang demikian, para pengrajin dituntut untuk dapat menemukan solusi dari masalah ini, salah satu kiat yang mulai ramai ditekuni oleh para pengrajin adalah dengan “ngamen” keluar kota. Terbukti dengan strategi ini, sedikit banyak telah membangkitkan geliat pengrajin untuk dapat menjual produk yang dihasilkannya. Kiat tersebut disambut dengan cukup antusias oleh pengusaha tas dan kulit yang tergabung dalam Industri Tas dan Koper (INTAKO), serta pengusaha kulit di sekitar kawasan Tanggulangin. Sebab, road show yang dilakukan di beberapa kota, mulai membuahkan hasil.

Namun, semua itu tidak berlangsung lama. Di sebuah harian online, warga di daerah yang terkenal sentra industri tas & koper ini mengakui sejak terjadinya bencana tersebut, pengunjung enggan datang hingga omset penjualannya menurun drastis. Pertokoan tas sepanjang jalan raya Kedensari & Kludan yang dulunya ramai pengunjung, saat ini terlihat sangat sepi bahkan hari libur sekalipun.

Tanggulangin memang sedang mengalami masa tersulit. Seperti yang pernah di kutip oleh majalah GATRA, menurut data Asosiasi Pengusaha Tanggulangin (APTA), sebanyak 6.000 perajin tas tradisional terkena dampak tidak langsung musibah itu. Penjualan mereka melorot drastis, tepat setelah terjadi luapan lumpur. Kini yang masih berproduksi tinggal 1.500-an pekerja. Sepanjang 2008 ini, satu per satu perajin menutup usahanya lantaran sepi order.

Dari sekian banyak bidang usaha yang digeluti oleh para pengusaha kerajinan di kawasan Tanggulangin, pengrajin taslah yang paling terpuruk akibat bencana semburan lumpur Lapindo yang tak kunjung usai ini. Para pengusaha kerajinan tas inilah yang mendominasi sektor usaha di kawasan Tanggulangin. Selain dikarenakan proses produksi yang rumit, jumlah output atau hasil produksi yang terus menumpuk dan terakumulasi dari waktu ke waktu sebagai akibat sepinya pembeli dan kendala dalam proses promosi dan pemasaran menjadi permasalahan yang tidak dapat terelakkan lagi. Di tengah sulitnya mempromosikan dan memasarkan produk yang dihasilkan, mereka setiap bulannya tetap dituntut untuk memproduksi tas dengan


(11)

jumlah yang telah ditetapkan sesuai dengan ketentuan koperasi tempat mereka bernaung. Tentu saja hal ini semakin memberatkan para pengusaha tersebut.

Pertumbuhan usaha di tiap wilayah dapat berbeda-beda, terutama yang terjadi pada nasib pengusaha yang diakibatkan bencana Lumpur Lapindo yang hingga kini belum terselesaikan. Menurut Astrid S. (1983: 218), mengatakan bahwa dalam alam modern setiap kali masyarakat dihadapkan pada masalah baru, sehingga pelaku usaha harus diseret dalam arus rangkaian pengambilan keputusan pada situasi tertentu.

Tak terkecuali dengan apa yang dialami oleh para pengusaha kerajinan tas di kawasan Tanggulangin. Semenjak bencana semburan Lumpur Lapindo yang terjadi pada tahun 2006 silam, telah memberikan efek tersendiri bagi sektor usaha mereka. Penurunan omset penjualan sudah menjadi hal yang tak terelakkan lagi.

Seperti yang pernah dilansir oleh sebuah surat kabar (RADAR SIDOARJO, Maret 2007), diberitakan bahwa sejak semburan Lumpur terjadi, para pengusaha seolah pelan-pelan “mati”. Kondisi ini dirasakan oleh para pengrajin sejak semburan lumpur terjadi. Hingga sekarang, sama sekali tidak ada kejelasan kapan semburan Lumpur tersebut dapat teratasi. Beberapa show room Tanggulangin sebagai kota wisata belanja juga terancam pudar akibat semburan Lumpur. Lumpur memang tidak langsung meluber ke wilayah sentra kerajinan, namun akibat semburan lumpur ini telah mengakibatkan konsumen dari luar daerah membatalkan niat mereka untuk berkunjung ke Tanggulangin. Masih dalam surat kabar yang sama, juga diberitakan bahwa omset pengrajin Tanggulangin terus mengalami penurunan hingga mencapai 50%. Sebelum tragedi Lumpur terjadi, omset yang mereka hasilkan bisa mencapai angka Rp, 10 Miliar per bulan. Namun, dengan adanya bencana semburan Lumpur telah membuat omset yang mereka hasilkan menurun drastis hingga Rp. 5 Miliar per bulan, dan terus merosot hingga sekarang ini.

Dalam teori self efficacy, individu yang menilai dirinya sendiri mampu untuk mengatasi kesulitan, memiliki sedikit alasan untuk cemas atau menghindari kesulitan tersebut, sedangkan individu yang meragukan kemampuannya sendiri maka akan cepat menyerah ketika mencoba menghadapi kesulitan tersebut, merasa rapuh serta ketakutan (Edelmann, 1992: 33).

Oleh karenanya, dalam upaya menyelesaikan masalah diperlukan adanya suatu keyakinan bahwa kita mempunyai kemampuan untuk menghadapi dan


(12)

menemukan solusi dari setiap permasalahan yang terjadi dalam hidup ini. Tentunya hal tersebut sangat bergantung pada diri individu sebagai pihak yang sedang dihadapkan pada suatu masalah. Kemampuan dalam menghadapi situasi akan berpengaruh terhadap besarnya tekanan dan kecemasan yang dialami seseorang pada situasi yang mengancam. Pada hakikatnya, berat ringannya tantangan yang dihadapi oleh seseorang sangat bergantung pada self efficacy yang ada dalam dirinya. Self efficacy ini mutlak dibutuhkan bagi para pengrajin tas di kawasan Tanggulangin untuk dapat mempertahankan usahanya di tengah bencana yang mendera.

Dengan alasan tersebut, penulis tertarik untuk meneliti tentang “Self Efficacy pada Pengusaha Kerajian Tas di Kawasan Tanggulangin”.

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah yang ingin diteliti adalah bagaimana Self Efficacy pada pengusaha kerajinan tas di kawasan Tanggulangin.

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah ingin mengetahui Self Efficacy pada pengusaha kerajinan tas di kawasan Tanggulangin.

D. Manfaat Penelitian

1. Secara Teoritis

Bahwa penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran yang untuk kedepannya dapat dijadikan sebagai sumber referensi guna semakin memperkaya dan memperluas ruang lingkup ilmu psikologi, khususnya sebagai penambah khazanah ilmu psikologi dalam bidang industri dan organisasi serta psikologi sosial.

2. Secara Praktis

Diharapkan dapat menyediakan informasi kepada para pengusaha setempat, terutama mereka para pengusaha tas yang bernaung di bawah koperasi INTAKO, mengenai hakikat dari self efficacy, terkait suatu keyakinan pada kemampuan diri


(13)

untuk dapat menyelesaikan permasalahan atau pekerjaannya. Agar kedepannya dapat menumbuhkan semangat dan motivasi para pekerja agar senantiasa bersungguh-sungguh dalam bekerja, serta memiliki semangat juang untuk dapat menemukan solusi dari setiap masalah dan tantangan yang akan mereka hadapi.


(14)

SKRIPSI

OLEH:

KARLINAH

06810003

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG


(15)

ii SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang

Sebagai Syarat Untuk Mencapai Gelar Sarjana Psikologi

OLEH :

KARLINAH

06810003

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG


(16)

iii

Judul Skripsi : Self Efficacy pada Pengusaha Kerajinan Tas di Kawasan Tanggulangin

Nama Peneliti : Karlinah No.Induk Mahasiswa : 06810003

Fakultas : Psikologi

Perguruan Tinggi : Universitas Muhammadiyah Malang Waktu Penelitian : 22-24 April 2011

Tanggal Ujian : 03 Februari 2012

Malang, 05 Maret 2012

Mengetahui,

Pembimbing I Pembimbing II


(17)

iv

Skripsi telah diuji oleh Dewan Penguji Tanggal : 03 Februari 2012

Dewan Penguji

Ketua Penguji : M. Shohib, S.Psi, M.Si _________________

Anggota Penguji : 1.Dra. Djudiyah, M.Si _________________

2. Ari Firmanto, S.Psi _________________

Mengesahkan, Dekan Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang


(18)

v Saya yang bertandatangan dibawah ini :

Nama : Karlinah

Nim : 06810003

Fakultas/Jurusan : Psikologi

Perguruan Tinggi : Universitas Muhammadiyah Malang

Menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul :

Self Efficacy pada Pengusaha Kerajinan Tas di Kawasan Tanggulangin 1. Adalah bukan merupakan karya tulis orang lain, baik sebagian maupun

keseluruhan kecuali dalam bentuk kutipan yang digunakan dalam naskah ini dan telah disebutkan sumbernya.

2. Hasil tulisan karya ilmiah / skripsi dari penelitian yang saya lakukan merupakan Hak Bebas Royalti non eksklusif, apabila digunakan sebagai sumber pustaka.

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenar – benarnya dan apabila pernyataan ini tidak benar, maka saya bersedia mendapat sanksi sesuai dengan undang-undang yang berlaku.

Mengetahui, Malang, 05 Maret 2012 Ketua Program Studi Yang Menyatakan,


(19)

vi Assalamualaikum Wr. Wb.

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT. Pemilik dan penguasa alam semesta beserta isinya, hidayah, kasih sayang, kemudahan serta nikmat – nikmat lain yang tak terhitung jumlahnya. Hanya dengan seizin-Nya lah akhirnya penulisan skripsi ini dapat terselesaikan. Shalawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada junjungan, suri tauladan kita Nabi Muhammad SAW, keluarga, sahabat, beserta orang-orang yang senantiasa berada di jalan-Nya.

Skripsi ini berjudul ͞Self Efficacy Pada Pengusaha Kerajinan Tas di Kawasan Tanggulangin͟. Adapun maksud dari penulisan skripsi ini adalah untuk memenuhi salah satu syarat gelar Sarjana Psikologi di Universitas Muhammadiyah Malang. Selain itu penulisan ini juga dimaksudkan agar para pembaca dapat mengetahui gambaran Self Efficacy pada pengusaha kerajinan tas di kawasan Tanggulangin, sehingga penulis mohon saran dan kritik yang membangun guna kesempurnaan skripsi ini.

Dalam proses penyusunan skripsi ini, penulis menyadari bahwa penulis banyak melibatkan bantuan berbagai pihak, oleh karena itu dengan segala kerendahan hati, penulis menyampaikan terima kasih kepada :

1. Allah SWT yang telah memberikan Rahmad-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

2. Bapak Drs. Tulus Winarsunu, M.Si selaku Dekan Fakultas Psikologi dan selaku Dosen Pembimbing I atas waktu yang telah diberikan dan bimbingannya kepada penulis untuk menyelesaikan tugas akhir ini.

3. Bapak M. Shohib, S.Psi, M.Si selaku Dosen Pembimbing II yang juga dengan sabar memberikan bimbingan, arahan, dan masukan hingga terselesaikannya skripsi ini.

4. Most valuable treasure in my life, kedua orang tua beserta kakak-kakakku atas dukungan, doa, dan kasih sayang yang telah diberikan.

5. Bapak. Yudi Suharsono, S.Psi, M.Si selaku Dosen Wali yang telah banyak memberikan dukungan pada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.


(20)

vii

yang telah membantu penulis dengan memberikan izin penelitian dalam menyelesaikan tugas akhir.

8. Seluruh sahabatku serta teman-teman kelas A 2006.

9. Serta semua pihak lain yang tidak bisa saya sebutkan satu-persatu.

Semoga bantuan, dorongan serta motivasi yang diberikan mendapat ridho dari Allah SWT dan semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua, AMIN.

Wassalamualikum Wr. Wb.

Malang, 05 Maret 2012 Penyusun


(21)

viii

A.Latar Belakang Masalah . 1

B.Rumusan Masalah 13

C.Tujuan Penelitian 13

D.Manfaat Penelitian 13

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A.Self Efficacy

1. .Pengertian Self Efficacy 14

2. .Aspek-Aspek dalam Self Efficacy 15

3. .Faktor-Faktor yang Menumbuhkan Self Efficacy 15

4. .Dimensi Self Efficacy 17

5. .Proses Self Efficacy 17

B.Pengusaha

1. . Pengertian Pengusaha 20

2. . Sifat-Sifat Pengusaha 21

3. . Tipe dan Klasifikasi Pengusaha 21

4. . Resiko yang Dihadapi Pengusaha 23

C.Kondisi Pengusaha Kerajinan 23

D.Kerangka Pemikiran 27

BAB III METODE PENELITIAN

A.Rancangan Penelitian 28

B.Variabel Penelitian 29

C.Definisi Operasional 30

D.Populasi, Sampel, dan Teknik Sampling 30

E.Prosedur Penelitian 32

F. Jenis Data dan Instrumen Penelitian 33

G.Validitas dan Reliabilitas 37


(22)

ix

C.Pembahasan 52

BAB V PENUTUP

A.Kesimpulan 55

B.Saran 55

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(23)

x

Tabel 2. Blue Print Skala Self Efficacy ... 36

Tabel 3. Blue Print Skala Self Efficacy setelah Try Out ... 36

Tabel 4. Uji Validitas Skala Self Efficacy ... 38

Tabel 5. Uji Reabilitas Skala Self Efficacy ... 40

Tabel 6. Self Efficacy Berdasarkan Karakteristik Subjek ... 43

Tabel 7. Aspek-Aspek dalam Self Efficacy ... 45

Tabel 8. Sebaran T – Score Self Efficacy ... 48

Tabel 9. Self Efficacy Berdasarkan Aspek I ... 49

Tabel 10. Self Efficacy Berdasarkan Aspek II ... 49

Tabel 11. Self Efficacy Berdasarkan Aspek III ... 50


(24)

xi Lampiran 1 Skala untuk Try Out

Lampiran 2 Data Try Out Skala Self Efficacy

Lampiran 3 Hasil Analisis Try Out Validitas dan Reliabilitas Lampiran 4 Skala untuk Penelitian

Lampiran 5 Data Penelitian Skala Self Efficacy Lampiran 6 Hasil Analisa


(25)

xii

Pembimbing (1) Drs. Tulus Winarsunu, M.Si (2) M .Shohib, S.Psi, M.Si

Kata Kunci : Self Efficacy, Pengusaha Kerajinan, Tanggulangin

Tanggulangin merupakan salah satu kawasan industri yang cukup berpotensi, yang selama lima tahun terakhir menjadi terpuruk karena dampak semburan lumpur Lapindo yang tidak kunjung usai. Begitu pula yang dirasakan oleh para pengusaha kerajinan yang berada di bawah naungan koperasi Intako (Industri Tas dan Koper) di Tanggulangin. Industri tas dan koper Tanggulangin sesungguhnya merupakan salah satu ikon wisata Sidoarjo. Sebagian orang menganggap industri yang terletak di Tanggulangin ini sudah tenggelam. Setelah terjadi luapan lumpur lapindo hampir 70 persen perajin di Tanggulangin sudah gulung tikar. Kendala dalam proses pemasaran produk menjadi hal yang tak terelakkan lagi. Terutama bagi para pengusaha kerajinan tas yang mendominasi sektor usaha di kawasan Tanggulangin. Selain dikarenakan proses produksi yang rumit, jumlah output atau hasil produksi yang terus menumpuk dan terakumulasi dari waktu ke waktu sebagai akibat sepinya pembeli dan kendala dalam proses promosi dan pemasaran menjadi permasalahan di tengah tuntutan untuk memproduksi tas dengan jumlah yang telah ditetapkan sesuai dengan ketentuan koperasi tempat mereka bernaung. Namun yang menarik, dari sekian banyak pengusaha tas yang gulung tikar, masih ada sejumlah pengusaha yang masih mampu bertahan hingga saat ini. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk melakukan riset mengenai gambaran self efficacy terhadap para pengusaha yang hingga kini masih mampu mempertahankan eksistensi usaha mereka di tengah situasi dan kondisi yang semakin tidak kondusif.

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif deskriptif, subyek penelitian berjumlah 60 orang pengusaha kerajinan tas yang bernaung di bawah koperasi Intako. Pengambilan sampel menggunakan teknik purposive sampling. Instrumen penelitian yang digunakan adalah metode skala. T-score sebagai metode analisa data. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui gambaran self efficacy pada para pengusaha kerajinan tas di kawasan Tanggulangin Sidoarjo.

Berdasarkan hasil analisa dari penelitian yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan bahwa dari para pengusaha kerajinan tas yang masih berhasil mempertahankan eksistensi usahanya, sebanyak 32 orang memiliki tingkat self efficacy yang tergolong tinggi, dengan nilai prosentase sebesar 53,3%. Dimana mayoritas subjek, memiliki self efficacy yang tergolong tinggi pada aspek kepercayaan diri pada situasi yang tidak menentu, yang mengandung kekaburan, dan penuh tekanan (56,7%), serta keyakinan akan kemampuan mencapai target yang ditetapkan (58,3%). Sementara pada aspek, keyakinan akan kemampuan dalam mengatasi masalah atau tantangan yang muncul tinggi rendahnya self efficacy yang dimiliki subjek memiliki perbandingan yang sama (50%). Sedangkan mayoritas subjek cenderung memiliki self efficacy yang rendah pada aspek keyakinan akan kemampuan menumbuhkan motivasi, kemampuan kognitif, dan melakukan tindakan yang diperlukan untuk mencapai suatu hasil (46,7%).


(26)

xiii

Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: PT. Rineka Cipta

As’ad. 1991. Psikologi Industri. Yogyakarta. Liberty

Azwar, S. 2010. Metode Penelitian. Yogyakarta : Pustaka Pelajar

_______. 2008. Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta : Pustaka Pelajar _______. 2004. Reliabilitas dan Validitas. Yogyakarta : Pustaka Belajar

_______. 2005. Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya Edisi ke 2. Yogyakarta : Pustaka Pelajar

Bandura, A. 1997. Self Efficacy The Exercise of Control. USA: Stanford University _______. 1994. “Self Efficacy”. Encyclopedy of Human Behavior. Vol.4, pp.71-81.

New York: Academic Press.

_______. 1986. Social Foundation of Thought and Action: A Social Cognitive Theory. New Jersey: Prentice Hall Inc

_______. Teori Self Efficacy. http://www.des.emory.edu/mfp/BanEncy.html (diakses 04 Mei 2010)

Bell, Bradford S dan Kozlowski, Steve W J. 2002. Goal Orientation and Ability : Interctive Effects on Self Efficacy, Performance and Knowledge. Journal of Applied Psychology Vol. 87 No. 3

Feist, J.& Feist, G. J. 2002. Theories of Personality Fifth Edition. New York: Mc Graw Hill Companies, Inc

Ismail, M. 2009. Bangkit, Pengrajin Tas Tanggulangin Kembali Pede. www.beritajatim.com (diakses 04 Mei 2010)


(27)

xiv

Pajares, F. “Overview of Social Cognitive Theory and Self Efficacy” (Online).http://des.emory.edu/mfp/eff.html (diakses 8 Juni 2010)

Pamuji, Heru. 2008. Mana Ganti Rugi Relokasi. www.gatra.com (diakses 4Mei 2010)

Prama, Gede. Keberhasilan Berawal Dari Keyakinan.

http://lenterahati.wordpress.com/2005/11/02/wawancara-gede-prama-keberhasilan-berawal-dari-keyakinan/ (diakses 04 Mei 2010)

Psychimate. 2007. Self Efficacy. (Online).

http://pagead2.googlesyndication.com/pagead/ads?client=ca-pub-4192898587194748&output=html&h=250&slotname=3016097019&w=250

&lmt=0&host=pub-1556223355139109&h_ch=00000&ea=0&flash=10.1.102&url=cid (diakses 4 Mei 2010)

Riono, Cahyo. 2008. Hubungan Kecerdasan Adversitas dengan Self Efficacy Pada Pengusaha Kerajinan di Kawasan Show Room Tanggulangin. Skripsi. Fakultas Psikologi UMM. Tidak Diterbitkan.

Rohman, Abdul. 2004. Hubungan Self Efficacy Dengan Stress Kerja Pada Sales Marketing Pada PT. Lion Metal Work Jakarta. Skripsi. Fakultas Psikologi UMM. Tidak Diterbitkan.

Samsul, Arip. 2007. Keterpurukan Tas Tanggulangin Akibat Lumpur Lapindo. www.kabarindonesia.com (diakses 4 Mei 2010)

Shohib, M. 2005. Pengaruh Self Efficacy Terhadap Kecemasan Dalam Menghadapi Lingkungan Baru pada Mahasiswa Fakultas Psikologi UMM angkatan 2005-2006. Malang: Lembaga Penelitian UMM


(28)

xv

Winarsunu, T. 2002. Statistik dalam Penelitian Psikologi dan Pendidikan. Malang: UMM Press.


(1)

x

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Skor pilihan jawaban pada Skala Likert ... 35

Tabel 2. Blue Print Skala Self Efficacy ... 36

Tabel 3. Blue Print Skala Self Efficacy setelah Try Out ... 36

Tabel 4. Uji Validitas Skala Self Efficacy ... 38

Tabel 5. Uji Reabilitas Skala Self Efficacy ... 40

Tabel 6. Self Efficacy Berdasarkan Karakteristik Subjek ... 43

Tabel 7. Aspek-Aspek dalam Self Efficacy ... 45

Tabel 8. Sebaran T – Score Self Efficacy ... 48

Tabel 9. Self Efficacy Berdasarkan Aspek I ... 49

Tabel 10. Self Efficacy Berdasarkan Aspek II ... 49

Tabel 11. Self Efficacy Berdasarkan Aspek III ... 50


(2)

xi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Skala untuk Try Out

Lampiran 2 Data Try Out Skala Self Efficacy

Lampiran 3 Hasil Analisis Try Out Validitas dan Reliabilitas Lampiran 4 Skala untuk Penelitian

Lampiran 5 Data Penelitian Skala Self Efficacy Lampiran 6 Hasil Analisa


(3)

xii INTISARI

Karlinah (2012). Self Efficacy pada Pengusaha Kerajinan Tas di Kawasan Tanggulangin. Skripsi, Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang. Pembimbing (1) Drs. Tulus Winarsunu, M.Si (2) M .Shohib, S.Psi, M.Si

Kata Kunci : Self Efficacy, Pengusaha Kerajinan, Tanggulangin

Tanggulangin merupakan salah satu kawasan industri yang cukup berpotensi, yang selama lima tahun terakhir menjadi terpuruk karena dampak semburan lumpur Lapindo yang tidak kunjung usai. Begitu pula yang dirasakan oleh para pengusaha kerajinan yang berada di bawah naungan koperasi Intako (Industri Tas dan Koper) di Tanggulangin. Industri tas dan koper Tanggulangin sesungguhnya merupakan salah satu ikon wisata Sidoarjo. Sebagian orang menganggap industri yang terletak di Tanggulangin ini sudah tenggelam. Setelah terjadi luapan lumpur lapindo hampir 70 persen perajin di Tanggulangin sudah gulung tikar. Kendala dalam proses pemasaran produk menjadi hal yang tak terelakkan lagi. Terutama bagi para pengusaha kerajinan tas yang mendominasi sektor usaha di kawasan Tanggulangin. Selain dikarenakan proses produksi yang rumit, jumlah output atau hasil produksi yang terus menumpuk dan terakumulasi dari waktu ke waktu sebagai akibat sepinya pembeli dan kendala dalam proses promosi dan pemasaran menjadi permasalahan di tengah tuntutan untuk memproduksi tas dengan jumlah yang telah ditetapkan sesuai dengan ketentuan koperasi tempat mereka bernaung. Namun yang menarik, dari sekian banyak pengusaha tas yang gulung tikar, masih ada sejumlah pengusaha yang masih mampu bertahan hingga saat ini. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk melakukan riset mengenai gambaran self efficacy terhadap para pengusaha yang hingga kini masih mampu mempertahankan eksistensi usaha mereka di tengah situasi dan kondisi yang semakin tidak kondusif.

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif deskriptif, subyek penelitian berjumlah 60 orang pengusaha kerajinan tas yang bernaung di bawah koperasi Intako. Pengambilan sampel menggunakan teknik purposive sampling. Instrumen penelitian yang digunakan adalah metode skala. T-score sebagai metode analisa data. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui gambaran self efficacy pada para pengusaha kerajinan tas di kawasan Tanggulangin Sidoarjo.

Berdasarkan hasil analisa dari penelitian yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan bahwa dari para pengusaha kerajinan tas yang masih berhasil mempertahankan eksistensi usahanya, sebanyak 32 orang memiliki tingkat self efficacy yang tergolong tinggi, dengan nilai prosentase sebesar 53,3%. Dimana mayoritas subjek, memiliki self efficacy yang tergolong tinggi pada aspek kepercayaan diri pada situasi yang tidak menentu, yang mengandung kekaburan, dan penuh tekanan (56,7%), serta keyakinan akan kemampuan mencapai target yang ditetapkan (58,3%). Sementara pada aspek, keyakinan akan kemampuan dalam mengatasi masalah atau tantangan yang muncul tinggi rendahnya self efficacy yang dimiliki subjek memiliki perbandingan yang sama (50%). Sedangkan mayoritas subjek cenderung memiliki self efficacy yang rendah pada aspek keyakinan akan kemampuan menumbuhkan motivasi, kemampuan kognitif, dan melakukan tindakan yang diperlukan untuk mencapai suatu hasil (46,7%).


(4)

xiii

DAFTAR PUSTAKA

Alwisol. 2007. Psikologi Kepribadian. Edisi Revisi. Malang: UMM Press

Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: PT. Rineka Cipta

As’ad. 1991. Psikologi Industri. Yogyakarta. Liberty

Azwar, S. 2010. Metode Penelitian. Yogyakarta : Pustaka Pelajar

_______. 2008. Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta : Pustaka Pelajar _______. 2004. Reliabilitas dan Validitas. Yogyakarta : Pustaka Belajar

_______. 2005. Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya Edisi ke 2. Yogyakarta : Pustaka Pelajar

Bandura, A. 1997. Self Efficacy The Exercise of Control. USA: Stanford University _______. 1994. “Self Efficacy”. Encyclopedy of Human Behavior. Vol.4, pp.71-81.

New York: Academic Press.

_______. 1986. Social Foundation of Thought and Action: A Social Cognitive Theory. New Jersey: Prentice Hall Inc

_______. Teori Self Efficacy. http://www.des.emory.edu/mfp/BanEncy.html (diakses 04 Mei 2010)

Bell, Bradford S dan Kozlowski, Steve W J. 2002. Goal Orientation and Ability : Interctive Effects on Self Efficacy, Performance and Knowledge. Journal of Applied Psychology Vol. 87 No. 3

Feist, J.& Feist, G. J. 2002. Theories of Personality Fifth Edition. New York: Mc Graw Hill Companies, Inc

Ismail, M. 2009. Bangkit, Pengrajin Tas Tanggulangin Kembali Pede. www.beritajatim.com (diakses 04 Mei 2010)


(5)

xiv

Kerlinger, F.N.2004. Asas-asas Penelitian Behavioral. Yogyakarta : UGM Press. Nazir, Mohamad. 2005. Metode Penelitian. Bogor: Ghalia Indonesia

Pajares, F. “Overview of Social Cognitive Theory and Self Efficacy” (Online).http://des.emory.edu/mfp/eff.html (diakses 8 Juni 2010)

Pamuji, Heru. 2008. Mana Ganti Rugi Relokasi. www.gatra.com (diakses 4Mei 2010)

Prama, Gede. Keberhasilan Berawal Dari Keyakinan.

http://lenterahati.wordpress.com/2005/11/02/wawancara-gede-prama-keberhasilan-berawal-dari-keyakinan/ (diakses 04 Mei 2010)

Psychimate. 2007. Self Efficacy. (Online).

http://pagead2.googlesyndication.com/pagead/ads?client=ca-pub-4192898587194748&output=html&h=250&slotname=3016097019&w=250

&lmt=0&host=pub-1556223355139109&h_ch=00000&ea=0&flash=10.1.102&url=cid (diakses 4 Mei 2010)

Riono, Cahyo. 2008. Hubungan Kecerdasan Adversitas dengan Self Efficacy Pada Pengusaha Kerajinan di Kawasan Show Room Tanggulangin. Skripsi. Fakultas Psikologi UMM. Tidak Diterbitkan.

Rohman, Abdul. 2004. Hubungan Self Efficacy Dengan Stress Kerja Pada Sales Marketing Pada PT. Lion Metal Work Jakarta. Skripsi. Fakultas Psikologi UMM. Tidak Diterbitkan.

Samsul, Arip. 2007. Keterpurukan Tas Tanggulangin Akibat Lumpur Lapindo. www.kabarindonesia.com (diakses 4 Mei 2010)

Shohib, M. 2005. Pengaruh Self Efficacy Terhadap Kecemasan Dalam Menghadapi Lingkungan Baru pada Mahasiswa Fakultas Psikologi UMM angkatan 2005-2006. Malang: Lembaga Penelitian UMM


(6)

xv

Winardi. 1992. Ekonomi Mikro Aspek-Aspek : Pengusaha Badan Usaha Perusahaan. Bandung: Penerbit Mandar Maju

Winarsunu, T. 2002. Statistik dalam Penelitian Psikologi dan Pendidikan. Malang: UMM Press.