Mahkamah Agung Republik Indonesia
Mahkamah Agung Republik Indonesia
Mahkamah Agung Republik Indonesia
Mahkamah Agung Republik Indonesia
Mahkamah Agung Republik Indonesia
putusan.mahkamahagung.go.id
Hal. 35 dari 63 Put.No.2105 KPid2006 unsur sengaja dalam Dakwaan Kesatu Primair yang dibuktikan
seharusnya adalah sengaja “membuat catatan palsu” sedang dalam dakwaan Kesatu Subsidair yang harus dibuktikan adalah, unsur
sengaja melakukan
perbuatan “menghilangkan
atau tidak
memasukkan”, oleh karena itu pembuktiannya tidak dapat diperlakukan secara “mutatis mutandis”, melainkan harus dibuktikan sendiri-sendiri ;
9. Berdasarkan uraian
tersebut diatas,
Tim Penasehat
Hukum berpendapat Pengadilan Tinggi Jakarta telah salah dalam menerapkan
hukum dalam pembuktian unsur dakwaan kesatu Subsidair, dengan konsekwensi yuridis pembuktian unsur-unsur delik pada dakwaan
kesatu Subsidair tersebut harus dianggap tidak dapat dibuktikan, oleh karena itu Terdakwa harus dibebaskan dari Dakwaan Kesatu Subsidair
tersebut ;
IV. Judex Facit salah dalam menerapkan hukum dalam pembuktian unsur
ke 2 dua, “unsur dengan sengaja”, dari Dakwaan Kesatu Subsidair ;
1. Judex Facti telah salah menerapkan hukum dalam membuktikan unsur “sengaja” sebagaimana dirumuskan dalam Pasal 49 ayat 1 sub b
Undang-Undang No.7 tahun 1998 tentang perubahan Undang-Undang No.7 tahun 1992 tentang perbankan, karena Judex Facti dalam
membuktikan unsur “sengaja” tidak dihubungkan dengan pembuktian unsur perbuatan yang dilarang sekaligus hubungannya dengan akibat
yang ditimbulkan dari perbuatan yang dilarang Undang-Undang tersebut ;
2. Unsur dengan sengaja dalam Tindak Pidana yang didakwakan kepada Terdakwa merupakan “sengaja dengan maksud” “Opzet Als Oogmerk”
berarti Terdakwa dalam melakukan perbuatan yang didakwakan benar- benar mengetahui dan menghendaki perbuatan beserta akibat yang
ditimbulkan dari perbuatannya tersebut, oleh karena itu yang harus dapat dibuktikan adalah baik perbuatan maupun akibat yang dilarang
Undang-Undang benar-benar merupakan perwujudan dari maksud dan pengetahuan Terdakwa ;
3. Pengadilan Tinggi Jakarta dalam pertimbangannya dalam halaman 37 dan
38 alinea
1 berpendapat, bahwa
tentang unsur sengaja sependapat dengan Majelis Hakim Tingkat Pertama berarti yang
dibuktikan adalah
unsur sengaja
dalam hubungannya
dengan “perbuatan membuat catatan palsu dinyatakan tidak cukup bukti” dilain
pihak Pengadilan Tinggi tidak membuktikan unsur “sengaja” tersebut
Dokumen ini diunduh dari situs http:putusan.mahkamahagung.go.id, sesuai dengan Pasal 33 SK Ketua Mahkamah Agung RI nomor 144 SKKMAVII2007 mengenai Keterbukaan Informasi Pengadilan SK 144 bukan merupakan salinan otentik dari putusan pengadilan, oleh karenanya tidak dapat sebagai alat bukti atau dasar untuk melakukan suatu upaya hukum.
Sesuai dengan Pasal 24 SK 144, salinan otentik silakan hubungi pengadilan tingkat pertama yang memutus perkara.
Halaman 35
Mahkamah Agung Republik Indonesia
Mahkamah Agung Republik Indonesia
Mahkamah Agung Republik Indonesia
Mahkamah Agung Republik Indonesia
Mahkamah Agung Republik Indonesia
putusan.mahkamahagung.go.id
Hal. 36 dari 63 Put.No.2105 KPid2006 dihubungkan dengan perbuatan yang didakwakan dalam dakwaan
kesatu subsidair
yaitu perbuatan
“menghilangkan atau
tidak memasukkan”,
sehingga pertimbangannya
tersebut bertentangan
antara yang satu dengan yang lain ; 4. Pertimbangan Pengadilan Tinggi salah dalam menerapkan hukum,
karena perbuatan yang didakwakan dalam dakwaan kesatu primair, tidak sama dengan perbuatan yang didakwakan dalam dakwaan kesatu
subsidair oleh karena itu unsur sengaja dalam dakwaan kesatu Subsidair seharusnya dibuktikan sendiri “tidak dapat secara mutatis
mutandis” sama dengan pembuktian unsur yang sama oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat ;
5. Berdasarkan teori kehendak “Wills Theorie” pengertian “sengaja” adalah
kehendak melakukan
perbuatan dan
kehendak untuk
menimbulkan suatu akibat karena perbuatan itu, oleh karena akibat dari perbuatan menjadi tujuan dari perbuatan yang dilakukan, maka
terdapat hubungan sebab-akibat antara perbuatan yang dilakukan dengan akibat dari perbuatan yang dilarang oleh Undang-Undang
tersebut ; 6. Oleh karena itu unsur “sengaja” yang seharusnya dibuktikan dalam
dakwaan kesatu Subsidair adalah Terdakwa harus benar-benar mengetahui dan menghendaki baik dalam melakukan perbuatan yang
didakwakan, yaitu menghilangkan atau tidak memasukkan maupun akibat dari perbuatannya tersebut menyebabkan tidak dilaksanakannya
pencatatan dalam pembukuan ataupun laporan transaksi ; 7. Dalam pertimbangan Pengadilan Tinggi Jakarta mengenai unsur
sengaja tersebut pada halaman 41 menyatakan “bahwa Terdakwa tidak melaksanakan pencatatan penempatan dana Dapensri disebabkan
semata-mata, karena Terdakwa bertindak kurang berhati-hati dan bekerja kurang profesional”, yang berarti bukan disebabkan Terdakwa
“dengan sengaja” melakukan perbuatan sebagaimana dirumuskan dalam dakwaan dari aksa Penuntut Umum dalam dakwaan kesatu
Subsidair, oleh karena itu seharusnya unsur “dengan sengaja” tersebut dinyatakan tidak terbukti ;
8. Sesuai dengan MVT Memori Van Toelihcting perbuatan Terdakwa bertindak kurang berhati-hati tersebut merupakan kelalaian atau
kealpaan, yang
disebabkan karena
Terdakwa kekurangan
Dokumen ini diunduh dari situs http:putusan.mahkamahagung.go.id, sesuai dengan Pasal 33 SK Ketua Mahkamah Agung RI nomor 144 SKKMAVII2007 mengenai Keterbukaan Informasi Pengadilan SK 144 bukan merupakan salinan otentik dari putusan pengadilan, oleh karenanya tidak dapat sebagai alat bukti atau dasar untuk melakukan suatu upaya hukum.
Sesuai dengan Pasal 24 SK 144, salinan otentik silakan hubungi pengadilan tingkat pertama yang memutus perkara.
Halaman 36
Mahkamah Agung Republik Indonesia
Mahkamah Agung Republik Indonesia
Mahkamah Agung Republik Indonesia
Mahkamah Agung Republik Indonesia
Mahkamah Agung Republik Indonesia
putusan.mahkamahagung.go.id
Hal. 37 dari 63 Put.No.2105 KPid2006 pengetahuan, pemikiran maupun kekurangan kebijaksanaan yang
diperlukan ; Berdasarkan Memori Van Toelihcting dalam hal kelalaian pada diri
pekaku terdapat 3 faktor yaitu : a. Kekurangan pemikiran penggunaan akal yang diperlukan ;
b. Kekurangan pengetahuan ilmu yang diperlukan ; c. Kekurangan kebijaksanaan beleid yang diperlukan ;
10. Selama menjadi pimpinan BII KCP Senen Terdakwa tidak pernah menerima SE.Bank Indonesia No.2 24 Dasp tanggal 17 November
2000 tentang RTGS dan Terdakwa tidak pernah mengetahui adanya ketentuan yang mengharuskan bila ada perubahan dalam nomor
rekening atau nama penerima harus mengembalikan dana RTGS kepada Bank pengirim, hal tersebut disebabkan karena terdapat
kekurangan pengetahuan ilmu yang diperlukan yang merupakan syarat adanya kelalaian culpa, oleh karena itu ketidaktahuan
Terdakwa terhadap SE BI No.2.24 Dasp tanggal 17 November 2000 tersebut adalah merupakanmkelalaian atau kealpaan Culpa dan
bukanlah suatu perbuatan yang bersifat kesengajaan Opzet ; 11. Yang terbukti dipersidangan setelah menerima dana Dapensri yang
dikirim melalui RTGS tidak disertai dengan aplikasi permohonan deposito sebagai prasyarat dapat dikeluarkan bilyet deposito, dan pada
hari yang sama BII Capem Senen menerima surat dari Dapensri dengan No.403 Dapensri IX 2003 tanggal 5 September 2003 bukti
PK-3 yang ditanda tangani oleh Drs. Bunyamin Ibrahim sebagai Dirut Dapensri A Syarbini dan Syaiful Bahri yang berisi meminta agar dana
dari Dapensri tersebut ditransfer ke PT. Kharisma International Hotel, maka sesuai dengan prinsip kehati-hatian dan ketentuan yang berlaku
di BII. Terdakwa melakukian konfirmasi melalui telepon kepada Drs. Bunyamin Ibrahim selaku pemilik dana, tentang kebenaran dari isi surat
tersebut yang setelah dibacakan isinya, dibenarkan oleh saksi Drs. Bunyamin Ibrahim dan minta agar dilaksanakan sesuai dengan isi surat
tersebut ; 12. Berdasarkan pengetahuan dan pengalaman Terdakwa bertugas di BII
sesuai dengan ketentuan yang berlaku, bila terjadi perubahan penempatan dana diwajibkan melakukan “prinsip ke hati-hatian dengan
melakukan konfirmasi tentang kebenarannya kepada pemilik dana, dan selama ini dalam melaksanakan ketentuan tersebut tidak penah
Dokumen ini diunduh dari situs http:putusan.mahkamahagung.go.id, sesuai dengan Pasal 33 SK Ketua Mahkamah Agung RI nomor 144 SKKMAVII2007 mengenai Keterbukaan Informasi Pengadilan SK 144 bukan merupakan salinan otentik dari putusan pengadilan, oleh karenanya tidak dapat sebagai alat bukti atau dasar untuk melakukan suatu upaya hukum.
Sesuai dengan Pasal 24 SK 144, salinan otentik silakan hubungi pengadilan tingkat pertama yang memutus perkara.
Halaman 37
Mahkamah Agung Republik Indonesia
Mahkamah Agung Republik Indonesia
Mahkamah Agung Republik Indonesia
Mahkamah Agung Republik Indonesia
Mahkamah Agung Republik Indonesia
putusan.mahkamahagung.go.id
Hal. 38 dari 63 Put.No.2105 KPid2006 mendapat teguran dari atasannya, kebenaran dari keterangan tersebut
dikuatkan oleh keterangan para saksi Adiastuti Kuasa Kas Operasional KCP Senen, Rional Pengabahan Pardede Pincapem KCP Kelapa
Gading Nirwana, Yosafat Sudarsono AO BII KCP Cempaka Mas ; 13. Meskipun terhadap surat No.403 Dapensri 2003 dibantah oleh saksi
Drs. Bunyamin Ibrahim dan kawan-kawan bukan dibuat oleh Dapensri namun karena surat tersebut waktu itu tidak dapat dibuktikan
kepalsuannya, dan baru terbukti palsu setelah perkara ini dalam proses penyidikan maka yang menjadi kewajiban Terdakwa waktu itu adalah
melakukan konfirmasi tentang kebenaran dari surat tersebut kepada pemilik dana dalam hal ini Drs. Bunyamin Ibrahim ;
14. Perbuatan Terdakwa melakukan konfirmasi tersebut bertujuan agar proses pelaksanaan dari isi surat Dapensri tersebut sesuai dengan
kehendak dari pemilik dana, sehingga dapat dicegah terjadinya kekeliruan dalam pelaksanaannya dan tidak ada kehendak dari
Terdakwa untuk menyebabkan tidak dilakukannya pencatatan dalam pembukuan ;
15. Terdakwa tidak membuat bilyet Deposito terhadap dana Dapensri dengan nominal masing-masing Rp.25 Milyar dana Rp.6 Milyar
disebabkan karena pengiriman dan tersebut tidak disertai aplikasi permohonan deposito yang menurut ketentuan BII merupakan syarat
utama dapat dibuatnya bilyet deposito, oleh karena itu perbuatan yang dilakukan Terdakwa tesebut bukan merupakan perbuatan melawan
hukum ; 16. Bahwa kemudian tersebut 2 bilyet deposito dengan No.DB DC 821585
dengan nominal Rp.25 Milyar bukti PK-5 dan No.DB DC 821586 dengan monimal Rp.6 Milyar bukti PK-6 merupakan bilyet deposito
palsu sebagaimana terbukti dari hasil pemeriksaan Puslabfor Mabes Polri No.Lab.4053 DTF 2004 tanggal 14 September 2004 bukti PK-
7 yang menyatakan bahwa tanda tangan Terdakwa dan tanda tangan Adiastuti tidak identik dan Blanko bilyet Deposito yang digunakan juga
tidak identik, dan sampai saat ini pemalsuan Bilyet Deposito tersebut belum terungkap pelakunya, membuktikan bahwa Terdakwa telah
melaksanakan tugasnya sesuai dengan ketentuan yang berlaku dalam Bank BII ;
17. Palaksanaan dari isi surat tersebut dilakukan secara fungsional oleh saksi Adiastuti sebagai Kuasa Kas bukan Terdakwa selaku Pimpinan
Dokumen ini diunduh dari situs http:putusan.mahkamahagung.go.id, sesuai dengan Pasal 33 SK Ketua Mahkamah Agung RI nomor 144 SKKMAVII2007 mengenai Keterbukaan Informasi Pengadilan SK 144 bukan merupakan salinan otentik dari putusan pengadilan, oleh karenanya tidak dapat sebagai alat bukti atau dasar untuk melakukan suatu upaya hukum.
Sesuai dengan Pasal 24 SK 144, salinan otentik silakan hubungi pengadilan tingkat pertama yang memutus perkara.
Halaman 38
Mahkamah Agung Republik Indonesia
Mahkamah Agung Republik Indonesia
Mahkamah Agung Republik Indonesia
Mahkamah Agung Republik Indonesia
Mahkamah Agung Republik Indonesia
putusan.mahkamahagung.go.id
Hal. 39 dari 63 Put.No.2105 KPid2006 Capem BII KCP Senan. Karena dalam pelaksanaan operasional selaku
kuasa kas bertanggungjawab kepada pimpinan cabang BII Juanda. Sesuai dengan kewenangannya, maka saksi Adyastuti sebagai kuasa
kas mengajukan memo permohonan ijin kepada Wakil Pimpinan Cabang Operasional BII Juanda Selvi Adam Oei, memo disetujui tanpa
tangan Terdakwa selaku Pincapem untuk dapat menaikan limit password dan dimilikinya dari Rp.1. Milyar menjadi Rp.25 Milyar, dan
setelah saksi Adyastuti mendapat persetujuan dari BII cabang Juanda yang terbukti dari dibukanya ekses komputer maka saksi Adyastuti
melaksanakan transfer dana dari Dapensri tersebut ke PT. Kharisma International Hotel ;
18. Oleh karena pelaksanaan selanjutnya sepenuhnya dilakukan oleh saksi Adiastuti tanpa sepengetahuan an persetujuan dan tidak melaporkan
hasilnya kepada Terdakwa, maka secara yuridis tindakan yang dilakukan oleh saksi Adyastuti selaku Kuasa Kas beserta akibatnya
“tidak dilakukan
pencatatan dalam
pembukuan” merupakan
tanggungjawab saksi Adiastuti, bukan tanggungjawab Terdakwa selaku Pimpinan Capem BII KCP Senen ;
19. Berdasarkan uraian tersebut diatas Tim Pansehat Hukum berpendapat unsur mengetahui dan menghendaki sebagaimana yang dimaksud
dalam pengertian “Opzet Als Oogmerk”, tidak dapat dibuktikan, oleh karena itu unsur dengan sengaja sebagian unsur delik dalam dakwaan
kesatu Subsidair harus dinyatakan tidak terbukti secara sah dan meyakinkan ;
V. Judex Facti telah salah dalam menerapkan hukum pembuktian ;