Latar Belakang EVALUASI PENCAPAIAN PROGRAM SANITASI TOTAL BERBASIS MASYARAKAT (STBM) PILAR PERTAMA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KAWANGU KABUPATEN SUMBA TIMUR (STUDY KASUS DI DESA KAMBATA TANA).
32 , pengolahan air minum tingkat rumah tangga menurunkan resiko 39 , dan cuci tangan pakai sabun menurunkan resiko 45 . Dari hasil studi tersebut sehingga
diformulasikan program Sanitasi Total Berbasis Masyarakat Sebagai Program Nasional. Target dari STBM adalah pencapaian Millenium Development Goals
MDGs 7c , Renstra Kemenkes 2010 – 2014 , RPJMN 2010 – 2014 di mana persentase penduduk yang menggunakan jamban sehat sebanyak 75 sementara itu
capaian pada tahun 2012 adalah 56,24 dari target yang ditetapkan yaitu 69. Kemenkes,2013
STBM merupakan program pemerintah dalam rangka memperkuat upaya membudayakan hidup bersih dan sehat, mencegah penyebaran penyakit berbasis
lingkungan, meningkatkan kemampuan masyarakat, serta mengimplementasikan komitmen pemerintah untuk meningkatkan akses air minum dan sanitasi dasar yang
berkesinambungan. Upaya sanitasi berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 852 Menkes SK IX 2008 yang disebut Sanitasi Total Berbasis Masyarakat
STBM, meliputi 5 Pilar yaitu: Stop Buang Air Besar Sembarangan Stop BABS, Cuci tangan pakai sabun CTPS , Pengelolaan Air Minum Rumah Tangga dan
Makanan Sehat PAM-RT, Pengelolaan Sampah Rumah Tangga PSRT, Pengelolaan Air Limbah Rumah Tangga PALRT. Ditjen PP dan PL, 2011
Program STBM tergolong program yang baru dilaksanakan dan tidak adanya subsidi pada program ini merupakan tantangan bagi tenaga kesehatan.
Pelaksanaan program STBM dimulai dari pilar pertama yaitu Stop Buang Air Besar Sembarangan Stop BABS. Fokus pertama dilakukan pada Stop BABS karena pilar
tersebut berfungsi sebagai pintu masuk menuju sanitasi total serta merupakan upaya untuk memutus rantai kontaminasi kotoran manusia terhadap air baku minum,
makanan, dan lainnya. Program ini lebih menekankan pada perubahan perilaku kelompok masyarakat dengan metode pemicuan. Pemicuan dilaksanakan dengan cara
fasilitasi kepada masyarakat dalam upaya memperbaiki keadaan sanitasi di lingkungan mereka hingga mencapai kondisi Open Defecation Free ODF. Kondisi
ODF ditandai dengan 100 masyarakat telah mempunyai akses BAB di jamban sendiri, tidak adanya kotoran di lingkungan mereka, serta mereka mampu menjaga
kebersihan jamban. Masyarakat di Provinsi NTT masyarakat masih memiliki perilaku buang
air besar ke sungai, sawah, kolam, kebun, dan tempat terbuka lainya . Hasil riset kesehatan dasar Propinsi NTT pada tahun 2013 menunjukkan bahwa rumah tangga
yang memiliki akses terhadap sanitasi Improved adalah yang terendah yaitu 30,5 . Seluruh Kabupaten di Provinsi Nusa Tenggara Timur masih terdapat 21,3 rumah
tangga yang belum memiliki fasilitas buang air besar dengan kisaran antara 0,2 di Kupang, hingga 57,2 di Sumba Timur. Sebanyak 2 rumah tangga di provinsi
itu memiliki fasilitas buang air besar umum, 6,5 fasilitas buang air besar milik bersama dan hanya 70,2
yang merupakan milik sendiri. Persentase terbesar masyarakat yang memiliki fasilitas buang air besar milik sendiri adalah di Timor
Tengah Selatan 91,3 dan Timor Tengah Utara 91,4 . Serta rumah tangga yang tidak mempunyai fasilitas tempat buang air yang persentasenya lebih besar
terdapat di pedesaan dibandingkan dengan daerah perkotaan. Kemenkes, 2013 Dalam Laporan kemajuan STBM Propinsi NTT menunjukkan bahwa masih
terjadi perilaku buang air besar sembarangan di Kabupaten Sumba Timur. Dari 22 Kecamatan dan 156 Desa yang ada dengan jumlah Kepala Keluarga KK 54.940
yang masih BABS pada saat ini adalah sebanyak 34.706 atau 72, 62 STBM
Indonesia, “Laporan kemajuan STBM di Kabupaten Sumba Timur”, Available :http:www.stbm-indonesia.org accesed : 2016 Maret 5.
Hal ini tentu menunjukan layanan sanitasi dasar yang masih rendah di Kabupaten Sumba Timur
serta implikasi dari kondisi seperti ini adalah pada kasus diare. Hasil Rikesdas tahun 2013 menunjukan insiden diare di Provinsi Nusa Tenggara Timur adalah 4,3 dan
periode prevalence sebesar 10,9 . Khusus pada balita, insiden diare tahun 2013 adalah 6,7. Diare balita tertinggi pada kelompok 12-23 bulan yaitu 9,5 , sedikit
lebih banyak pada laki-laki dibandingkan dengan perempuan dan mendominasi di perdesaan.
Program STBM merupakan program nasional yang telah diterapkan pada 22 Kecamatan di Kabupaten Sumba Timur dan
bertujuan mengubah perilaku masyarakat setempat. Pada saat ini fokus utama program STBM di kabupaten ini
masih tertuju pada pilar pertama yaitu Stop Buang Air Besar Sembarangan Stop BABS. Indikator keberhasilan pilar pertama adalah tercapainya desa SBS Stop
Buang Air Besar Sembarangan yaitu 100 masyarakat desa setempat buang air besar di jamban yang sehat. Hingga saat ini satu Kecamatan telah berhasil
mendeklarasikan sebagai kecamatan yang ODF. Kecamatan tersebut adalah Kecamatan Katala Hamu Lingu yang memiliki lima desa sebagai pelaksana program
STBM pilar pertama. STBM Indonesia,“Laporan kemajuan STBM di Kabupaten Sumba Timur”, Available :http: www.stbm-indonesia.org accesed : 2016 Maret5.
Upaya peningkatan akses jamban keluarga di 21 kecamatan lainnya terus dilakukan dengan pelaksanaan program STBM pilar pertama. Salah satu kecamatan
yang melaksanakan adalah kecamatan Pandawai. Akses terhadap jamban di Kecamatan Pandawai adalah sebesar 32,04 serta KK yang BABS sebanyak 2.484
KK yang berasal dari 7 desa. Bila dilihat berdasarkan masing- masing desa menunjukan 65 di Kadumbul, 51,42 di Watumbaka, 35,61 di Kawangu,
33,03 di KambataTana, 18,46 di Laindeha, 17,80 di Palakahembi, dan 2,22 di Maubokul. Dengan demikian Kecamatan Pandawai belum memiliki desa yang
ODF Open Defecation Free . Oleh karena itu, untuk mengetahui hasil program STBM di Kecamatan Pandawai yang lebih detail perlu dilakukan evaluasi dengan
tujuan sebagai alat untuk memperbaiki kebijaksanaan pelaksanaan program dan perencanaan program yang akan datang untuk mewujudkan kecamatan pandawai
yang SBS dan terciptanya masyarakat yang sehat dengan akses layanan sanitasi yang layak.
Pelaksanaan program STBM di kecamatan Pandawai berada dalam binaan Puskesmas Kawangu, Sehingga untuk mengetahui tingkat keberhasilan program
STBM pilar satu maka dilakukan evaluasi pada wilayah kerja Puskesmas Kawangu. Desa KambataTana adalah salah satu desa yang merupakan wilayah kerja puskesmas
kawangu. Sebagai langkah awal pelaksanaan evaluasi kompherensif, maka dilakukan evaluasi di desa KambataTana sebagai studi kasus pelaksanaan evaluasi program
STBM pilar satu. Evaluasi Program STBM yang dimaksud adalah evaluasi proses yang meliputi persiapan pemicuan, pemicuan , dan paska pemicuan, serta evaluasi
output pada masyarakat yang telah mengikuti pemicuan STBM pilar satu. Sehingga dapat mengetahui capaian program yang telah dilaksanakan di desa KambataTana.