Tabel 4. Penilaian mikroskopis.
Parameter dan Deskripsi Skor
Jumlah sel polimor fonuklear per lapangan pandang Terdapat 1-5 sel polimorfonuklear per lapang pandang
Terdapat 6-10 sel polimorfonuklear per lapang pandang Terdapat 11-15 sel polimorfonuklear per lapang pandang
3 2
1 Derajat terjadinya epitelisasi
Epitelisasi normal Epitelisasi sedikit
Tidak ada epitelisasi 3
2 1
Jumlah pembentukan pembuluh darah baru Lebih dari 2 pembuluh darah baru
1-2 pembuluh darah baru Tidak ada pembuluh darah baru
1 2
3
Derajat pembentukan kolagen Kepadatan kolagen lebih dari jaringan normal
Kepadatan kolagen sama dengan jaringan normal Kepadatan kolagen kurang dari jaringan normal
3 2
1
J.Pengolahan dan Analisis Data
Hasil penelitian lalu akan dianalisis apakah memiliki distribusi normal p0,05 atau tidak secara statistik dengan uji normalitas Shapiro-Wilk karena jumlah
sampel ≤50. Kemudian dilakukan uji Levene untuk mengetahui apakah dua atau lebih kelompok data memiliki varians yang sama p0,05 atau tidak. Jika
varians data berdistribusi normal dan homogen, akan dilanjutkan dengan metode uji parametrik Analize of Varian ANOVA. Apabila tidak memenuhi
syarat uji parametrik, akan dilakukan transformasi. Jika pada uji ANOVA menghasilkan nilai p0,05 maka akan dilanjutkan dengan melakukan analisis
post hoc LSD untuk melihat perbedaan antar kelompok perlakuan. Apabila hasil transformasi tidak memenuhi syarat digunakan uji Friedman dan
dilanjutkan dengan uji Wilcoxon Dahlan, 2011. Pengolahan data menggunakan perangkat lunak komputer.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat diambil simpulan sebagai berikut: 1. Tingkat kesembuhan luka bakar derajat II pada tikus putih Rattus norvegicus jantan
galur Sprague dawley yang dioles madu adalah 64,24 ± 1,47 secara makroskopik dan 9,83 ± 2,79 secara mikroskopik.
2. Tingkat kesembuhan luka bakar derajat II pada tikus putih Rattus norvegicus jantan galur Sprague dawley yang diberikan binahong adalah 69,96 ± 1,84 secara
makroskopik dan 5,67 ± 0,82 secara mikroskopik. 3. Tingkat kesembuhan luka bakar derajat II pemberian madu murni lebih baik
dibandingkan tumbukan daun binahong secara mikroskpoik namun tidak menunjukan perbedaan bermakna secara makroskopik.
B. Saran
Saran bagi peneliti lain antara lain:
1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui tingkat kesembuhan luka bakar dengan daun binahong yang diolah dengan cara selain ditumbuk.
2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut agar madu dapat diaplikasikan sebagai obat klinis untuk terapi luka bakar mengingat banyaknya literatur yang menyatakan madu
lebih efektif dibandingkan gold standard silver sulfadiazine.
DAFTAR PUSTAKA
Aljady A M, Kamarudin M Y and Yassim M. 2004. Biochemical study on the efficacy of malaysian honey on inflicted wounds: an animal model. Medical Journal of
Islamic Academiy Sciences. 133: 125-132. Al-Waili N S, Salom K, Al-Ghamdi A. 2011. Honey for wound healing, ulcers, and
burns; data supporting its use in clinical practice. The Scientific World Journal. 11; 766–78
Argamula G. 2008. Aktivitas sediaan salep ekstrak batang pohon pisang ambon musa paradisiaca var sapientum dalam proses persembuhan luka pada mencit mus
musculus albinus. Bogor: Institut Pertanian Bogor Berg V D A J, Worm H C, Ufford S B, Halkes, et al., 2008. An in vitro examination of
the antioxidant and anti- inflammatory properties of buckwheat honey. Journal of Wound Care
, 174. Hlm. 304
Brunicardi F C, Anderson D, Dunn DL. 2005. Schwartz’s Principles of surgery. 8 edition. New York: McGraw-Hill Medical Publishing.
Chan K
M. 2006. Botulism.
12 Desember
2012. Cordifoliatenore
steen terhadap candida albicans serta skrining fitokimianya”. Skripsi. Yogyakarta: hlm.
30-67. Cho M K, Sung M A,
Kin D S, Park H G, Jew S S, et al., 2003. 2- Oxo-3,23
isopropylidene-asiatate AS2006A, a wound-healing - asiatate derivative, exerts anti-inflammatory
effect by
apoptosis of
macrophages International
Immunopharmacology. 3: 1429-1437. Cuttle L M, Kempf G, Philips J, Mill MT, Hayes J F Fraser X Q, et al., 2006. A porcine
deep dermal partial thickness burn model with hypertrophic scarring. burns. 32: 806-820.