penanganan awal dan bahkan dilakukan pengambilan data dilokasi kejadian oleh para tenaga pre hospital team management Davis dan Cunningham, 1984.
Berdasarkan keterangan diatas peneliti berasusmsi bahwa hal-hal tersebut mengakibatkan adanya perbedaan dalam kesimpulan akhir tentang hubungan nilai
GCS dengan hasil outcome yang didapat pada penelitian ini.
4.2.4. Tekanan darah sistolik awal
Nilai tekanan darah sistolik awal pada pasien cedera kepala, menurut berbagai karya tulis dianggap sebagai faktor prediktor kuat terhadap prognosis
outcome cedera kepala. Terdapatnya cedera sistemik ganda terutama yang berhubungan dengan hipoksia sistemik dan hipotensi tekanan sistolik 90
mmHg, memperburuk prognosis penyembuhan Bowers,1980. Hipotensi yang ditemukan mulai dari awal cedera sampai selama perawatan penderita merupakan
faktor utama yang menentukan outcome penderita penderita cedera kepala berat oleh karenanya koreksi terhadap hipotensi terbukti akan menurunkan morbiditas
dan mortalitas Rovlias,2004; Sastrodiningrat,2006. Pernyataan ini sesuai dengan hasil yang di dapat dari penelitian ini bahwa dijumpai adanya hubungan antara
nilai tekanan darah dengan skor Indeks Barthel Asymp.Sig. = 0,000; p0,05.
4.2.5. Reflek cahaya pupil
Abnormalitas fungsi pupil, gangguan gerakan ekstraokular, pola-pola respons motorik yang abnormal seperti postur fleksor dan postur ekstensor,
Universitas Sumatera Utara
semuanya memprediksikan outcome yang buruk setelah cedera kepala berat Andrews,1989; Rovlias,2004. Diantara penderita dengan anisokor pada waktu
masuk dirawat dengan batang otak yang tidak cedera, 27 mencapai penyembuhan yang baik.
Penelitian yang dilakukan oleh peneliti ini menjumpai adanya hubungan yang signifikan antara reflek cahaya pupil dengan skor Barthel sebagai prediktor
outcome cedera kepala Asymp.Sig. = 0,268; p0,05.
4.2.6. CT Scan kepala
Variabel terakhir yang diteliti dalam penelitian ini adalah hasil CT Scan kepala yang dilihat peranannya dengan prediktor outcome cedera kepala.
Penemuan awal pada CT Scan penting dalam memperkirakan prognosis cedera kepala berat. Suatu CT scan yang normal pada waktu masuk dirawat pada
penderita-penderita cedera kepala berat berhubungan dengan mortalitas yang lebih rendah dan penyembuhan fungsional yang lebih baik bila dibandingkan dengan
penderita-penderita yang mempunyai CT Scan abnormal, walaupun pada penderita-penderita dengan GCS awal 3 atau 4 Ono J dkk,2001; Davis,1984.
Havil dkk 2001 menyebutkan bahwa pada tahun 1991, klasifikasi baru dari cedera kepala dibuat berdasarkan hasil CT Scan. Para peneliti memperhatikan
gambaran sisterna, derajat midline shift dan ada tidaknya gambaran massa pada gambaran awal CT Scan. Gambaran CT Scan tersebut telah di deskripsikan oleh
Marshal dan kawan-kawan seperti yang peneliti sebutkan pada tinjauan pustaka
Universitas Sumatera Utara
penelitian ini. Dalam tulisannya tersebut di dapat sebuah tabel yang memperlihatkan hampir tidak dijumpai perbedaan dalam kesalahan dalam
pembacaan hasil CT Scan, yang pada penelitian tersebut dibandingkan hasil bacaan CT Scan yang dilakukan oleh dua orang radiologis. Tabel 4.11
memperlihatkan perbedaan tersebut. Tabel.4.11. Inter-observer error between two radiologist while grading
CT Scan. Non-evacuated mass categories Number of Assessments
Percentage Same grading
78 39 pairs
53 Different grading
70 45 pairs
47 Total
148 74 airs
100 Where at least one radiologist scored a non-evacuated lesion
Where only one radiologist scored a non-evacuated mass, the alternative scores included: Diffuse Injury II, Diffuse Injury III, Diffuse Injury IV
Dari penelitian ini di dapat hasil yang tidak signifikan dalam hal hubungannya dengan prediktor outcome cedera kepala Asymp. Sig. = 0,051;
p0,05. Berdasarkan yang dibuat oleh Havill dkk 2001 diatas, peneliti berkesimpulan bahwa penentuanpembatasan personil yang membaca hasil bacaan
CT Scan sangat menentukan dalam pengambilan keputusan hasil bacaan yang nantinya akan dijadikan data pada variabel ini.
Perbedaan mesin CT Scan juga dianggap berperan terhadap akurasi hasil yang diinterpretasikan oleh pembaca hasil CT Scan. Mesin Xvision-GX dengan
Universitas Sumatera Utara
konfigurasi single slice helical disertai kemampuan cetak 16 slice tentunya memberikan hasil yang berbeda dibandingkan mesin CT Scan berkemampuan
cetak 64 slice atau bahkan diluar negeri sudah dipakai CT Scan 128 slice dengan konfigurasi tiga dimensi.
Berdasarkan keadaan ini peneliti berasumsi bahwa hal tersebutlah yang menjadikan adanya perbedaan hasil penelitian ini dengan penelitian sebelumnya.
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
JKJ
5 KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan