dengan dilatasi pupil bilateral yang mencapai penyembuhan fungsional. Dengan demikian, gangguam gerakan ekstraokular dan refleks pupil yang negatif juga
berhubungan dengan prognosis buruk. Diameter pupil dan reaksi pupil terhadap cahaya adalah dua parameter
yang banyak diselidiki dan dapat menentukan prognosis. Di dalam mengevaluasi pupil, trauma orbita langsung harus disingkirkan dan hipotensi telah diatasi
sebelum mengevaluasi pupil, dan pemeriksaan ulang harus sering dilakukan setelah evakuasi hematoma intraserebral Pascual,2008; Moulton,2005; Volmerr;
1991.
2.2.5. Pemeriksaan imejing CT scan
Penemuan awal pada CT Scan penting dalam memperkirakan prognosis cedera kepala berat. Suatu CT scan yang normal pada waktu masuk dirawat pada
penderita-penderita cedera kepala berat berhubungan dengan mortalitas yang lebih rendah dan penyembuhan fungsional yang lebih baik bila dibandingkan dengan
penderita-penderita yang mempunyai CT Scan abnormal, walaupun pada penderita-penderita dengan skor GCS awal 3 atau 4 Ono J dkk,2001;
Davis,1984. Sastrodiningrat 2006 bersumber dari hasil penelitian Robertson dkk, melaporkan diantara 95 penderita cedera kepala berat, 39 mempunyai CT
scan normal ; 79 dari penderita-penderita ini mencapai penyembuhan yang baik, hanya 7 yang mengalami cacat berat.
Universitas Sumatera Utara
Lobato dkk 1983, mengelompokkan hasil CT scan berdasarkan bentuk anatomi menjadi delapan kelompok. Pengelompokan ini memperlihatkan hasil
prediksi yang lebih kuat.
Tabel 2.1 Classification of CT Lesions and Outcome Lobato, 1983
CT Findings
No Lesions Extracerebral Hematoma
Extracerebral Hematoma and Swelling Bilateral Swelling
Single Brain Contusion Multiple Unilateral Contusion
Multiple Bilateral Contusion Diffuse Axonal Injury
Terdapatnya hematoma intraserebral yang harus dioperasi berhubungan dengan prognosis yang lebih buruk sama halnya bila sisterna basal tidak tampak
atau adanya kompresi terhadap sisterna basal. Lesi massa terutama hematoma subdural dan hematoma intraserebral berhubungan dengan meningkatnya
mortalitas dan menurunnya kemungkinan penyembuhan fungsional. Demikian juga halnya didapat 26 - 53 tSAH pada penderita dengan cedera kepala berat
dan kebanyakan berlokasi pada konveksitas otak. Dengan adanya tSAH , angka mortalitas akan meningkat dua kali lipat ; tSAH di dalam sisterna basal
menyebabkan unfavorable outcome pada 70 dari penderita. tSAH adalah faktor independen yang bermakna didalam menentukan prognosis Sastrodiningrat,
2006.
Universitas Sumatera Utara
Marshall dkk 1991, dalam publikasinya di Traumatic Coma Data Bank, memperkenalkan klasifikasi baru yang mengelompokkan DAI lebih dalam lagi,
yang menggambarkan munculnya tanda-tanda peningkatan contoh, sisterna basalis yang menyempit ataupun tidak terlihat, midline shift, dan dijumpainya lesi
massa Table 2.2.
Tabel.2.2 Klasifikasi CT Scan Marshall dkk,1991
e g
o r
i e
fenisi
Diffuse Injury I no visible pathology
No visible intracranial pathology seen on CT scan. Diffuse Injury II
Cisterns are present with midline shift 0-5 mm andor lesions densities present, no high or mixed density
lesion 25 cc, may include bone fragments and foreign bodies
Diffuse Injury III swelling Cisterns compressed or absent with midline shift 0-5
mm, no high or mixed density lesion 25 cc. Diffuse Injury IV shift
Midline shift 5 mm, no high or mixed density lesion 25 cc.
Evacuated Mass Lesion Any lesion surgically evacuated.
Non-Evacuated Mass Lesion High or mixed density lesion 25 cc, not surgically
evacuated.
2.3. Outcome Paska Cedera Kepala