Perkembangan Kognitif Pola Pengasuhan Ayah Berdasar Aspek Perkembangan Anak

12 kasar, nampak bahwa sebagian besar ayah dapat memahami bahwa anak adalah individu yang mengalami pertumbuhan pesat terutama di masa bayi dan kanak- kanak awal. Dalam mengasuh anak terutama berkaitan dengan pertumbuhan fisik, ayah berusaha memahami anak dengan memberi dorongan dan dukungan agar anak berani untuk bertumbuh seperti melakukan kegiatan yang melibatkan kemampuan fisik baik motorik halus maupun kasar. Jika anak mulai senang melempar-lempar, ayah berusaha melibatkan diri tetapi ketika mulai membahayakan, cenderung akan diarahkan dengan kegiatan yang lain sebagai pengganti. Demikian pula ketika anak mulai suka menggunting maka ayah akan berusaha untuk mengawasi dan mengarahkan. Ketika melakukan sesuatu yang dianggap berbahaya, seperti bermain api maka ayah cenderung melarang dan mengajak anak untuk bermain sesuatu yang lain yang dianggap tidak mengandung resiko membahayakan. Dari ke duapuluh subjek penelitian, mereka berusaha untuk melibatkan diri terutama dalam kegiatan yang melibatkan permainan-permainan fisik karena bagi sebagian besar ayah, hal itulah yang dapat dilakukan dibandingkan jika melakukan kegiatan yang lebih bersifat merawat seperti menyuapi, menggendong, memandikan dimana hal ini lebih banyak dilakukan oleh kaum ibu. Hal ini senada dengan pendapat dari Santrock 2002 yang mengatakan bahwa ayah lebih sering melibatkan diri dengan anak dalam kegiatan yang bersifat fisik seperti berguling-guling, bermain bola. Ada kecenderungan para Subjek masih membedakan antara hal yang umumnya dilakukan ibu dan umumnya dilakukan ayah dalam mengasuh anak karena mereka beranggapan bahwa ayah lebih banyak berperan sebagai pencari nafkah utama dalam keluarga.

2. Perkembangan Kognitif

Keingintahuan yang besar di masa kanak-kanak menunjukkan perkembangan kognitif yang terus berkembang pesat di masa ini. Anak belajar melalui dunia disekitarnya dan hal ini juga dapat dipahami oleh para ayah meski mereka lebih banyak hanya sekedar memberikan nasihat karena keterbatasan waktu dan pengetahuan sehingga kurang dapat memberikan pendampingan dalam belajar. Kadang ayah hanya menemani tetapi mengalami kesulitan jika anak bertanya terutama tentang pelajaran matematika. 13 Pada umumnya, para ayah memberikan motivasi berupa “iming-iming” hadiah jika anaknya naik kelas atau memiliki prestasi belajar yang baik. Ada juga ayah yang menakut-nakuti anak dengan mengatakan bahwa ia akan segera disusul adiknya jika tidak naik kelas. Umumnya ayah tidak terlalu mempermasalahkan nilai yang diperoleh asal mereka dapat naik kelas. Kesulitan yang dialami adalah adanya kendala anak kurang memiliki motivasi belajar dan lebih senang menonton televisi. Para ayah mengalami kesulitan untuk mendorong anaknya belajar karena mereka sendiri juga kurang memahami bagaimana cara membuat anak dapat tekun belajar. Mereka juga jarang membacakan cerita atau mendongeng sehingga anak kurang memiliki kebiasaan membaca. Ada beberapa ayah yang berusaha memanfaatkan kesenangan anak menonton televisi dengan mendampingi mereka dan memberikan penjelasan maupun belajar bersama melalui acara televisi yang mereka tonton. Berdasar hasil diskusi diketahui bahwa anak lebih sering dibelikan mainan daripada buku bacaan, hanya sedikit ayah yang membelikan buku bacaan untuk anak. Adapun mainan yang diberikan juga terbatas pada mainan yang disukai anak tetapi ada juga ayah yang berusaha memanfaatkan alat-alat sederhana untuk belajar seperti misalnya karet gelang atau kelereng untuk belajar berhitung. Inisiatif dari ayah untuk mengembangkan kemampuan kognitif anak terlihat masih kurang karena mereka merasa kurang memiliki kemampuan dalam hal itu dan motivasi untuk membuat anak bisa mencapa prestasi yang optimal juga rendah.

3. Perkembangan Emosi