7 mampu menggunakan penalaran dan semakin fleksibel dan memegang komitmen
dan tata nilai yang dipilihnya secara bebas. Menurut Lamanna dan Riedmann 1994 orang tua dengan status sosial
rendah memperoleh pendapatan dan jaminan kehidupan yang tergantung pada pemberi kerja. Pada orang tua status social rendah, masalah ekonomi dan
penggunaan waktu lebih banyak dihadapi sekalipun suami dan istri keduanya bekerja. LeMaster dan DeFrain dalam Lamanna dan Riedmann, 1994
menyatakan bahwa masalah pada orang tua ini bahwa lebih buruk oleh keinginan untuk memenuhi standard hidup yang lebih tinggi. Jika dikaitkan dengan uraian
sebelumnya, pendidikan rendah memberi peluang lebih besar bagi orang tua untuk menerapkan pengasuhan yang keliru terkait keterbatasan wawasan dan akses
informasi. Selanjutnya orang tua dengan status social rendah memiliki ambisi untuk
mengupayakan pendidikan anak yang lebih tinggi dari mereka. Hal ini membuat anak mengadopsi nilai dan perilaku yang berbeda: masa kecil orang tua semula
memiliki banyak waktu luang, sedangkan saat ini anak dituntut memenuhi tujuan orang tua. Perubahan ini juga mampu menjadi potensi masalah antar generasi
dalam keluarga. Fungsi keluarga untuk bereproduksi, memberi dukungan ekonomi, dan
memberikan keamanan emosi bagi anggotanya memang lebih dimungkinkan pada keluarga dengan status ekonomi menengah ke bawah di mana umumnya memiliki
orang tua dengan pendidikan yang memadai paling tidak melewati syarat pendidikan dasar. Oleh karena itu diperlukan adanya dukungan bagi orang tua
berpendidikan rendah untuk memiliki wawasan yang lebih baik dari sebelumnya khususnya terkait bagaimana mendidik anak yang efektif.
.
B. Roadmap Penelitian
Tema parenting atau ketrampilan sebagai orang tua telah disadari memiliki urgensi yang tinggi pada beberapa elemen masyarakat. Selama ini peneliti sebagai
pribadi maupun di bawah koordinasi Fakultas Psikologi UKSW telah melakukan upaya sosialisasi dengan tema-tema serupa, baik bagi orang tua dalam lingkup
gereja maupun PPA pusat pengembangan anak, pengasuh di panti asuhan; baik di kota Salatiga, Semarang, juga luar Jawa. Selama ini kegiatan-kegiatan tersebut
8 dilakukan sebagai bentuk pengabdian masyarakat dengan pengembangan materi
yang disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat pengguna jasa, tanpa dilakukan evaluasi yang berkesinambungan.
Kami melihat bahwa kebutuhan masyarakat tentang bagaimana memberi pengasuhan yang sesuai dengan tumbuh kembang anak di era globalisasi ini
semakin diperlukan khususnya pada kelompok masyarakat desa dengan pendidikan yang rendah. Hal ini merupakan bentuk pemberdayaan orang tua, masyarakat dalam
rangka mempersiapkan masa depan anak. Materi parenting class ini disusun berdasar kajian teoritik, pelatihan dan pengalaman penanganan kasus anak, serta
pertemuan-pertemuan bersama orang tua. Jika dapat diperoleh data empiris tentang efektivitas materi dan metode pelatihan parenting pada kelompok sasaran ini, maka
replikasi sosialisasi parenting pada kelompok orang tua pendidikan rendah sebagai kelompok berisiko akan semakin terfokus dan tepat sasaran.
Disain tersebut memberi kesempatan orang tua berpartisipasi dalam parenting class sehingga akan terbuka wawasan orang tua dalam pengasuhan anak
di rumah dan mengopimalkan keberfungsian keluarga. Dengan mengikuti parenting class, orang tua memiliki kesempatan mengevaluasi pola pengasuhannya selama ini,
mengembangkan pola baru yang lebih positif, sehingga mampu mengantisipasi munculnya permasalahan dalam keluarga.
Kami yakin usaha ini berdampak pada deteksi dini gangguan perkembangan pada anak dan meningkatnya komunikasi antara guru dan orang tua
untuk mengantisipasi kesulitan belajar pada anak. Dengan demikian potensi terjadinya masalah dalam perkembangan anak dapat diminimalisir. Anak yang
tumbuh dalam keluarga yang memperoleh bekal dari parenting class memiliki kualitas hidup yang lebih baik sehingga secara ekonomi maupun sosial ia lebih
mampu menjadi individu yang bertanggung jawab.. Berbagai masalah remaja narkoba, hubungan seksual pra dan ekstra marital, konsumsi minuman keras dan
gangguan perkembangan dapat diatisipasi dan dideteksi lebih dini. Keadaan ini akan mendorong terciptanya masyarakat yang lebih baik;
dengan demikian keluarga-keluarga dalam masyarakat mampu memfungsikan diri sebagai support group system, Budaya kolektivisme masyarakat desa dapat
dioptimalkan fungsinya dalam kontrol sosial. Merekapun kemudian dapat menjadi
9 model orang tua yang menerapkan pengasuhan yang relatif lebih sehat dalam
komunitasnya.
BAB III. METODE PENELITIAN A.
Ruang lingkup
Desa Kopeng adalah sebuah desa yang termasuk dalam wilayah Kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang dengan luas wilayah 136,20 ha. Desa Kopeng bukan
sebuah desa yang terisolasi di mana jarak desa dengan ibukota kecamatan adalah 3 kilometer dengan waktu tempuh sekitar 15 menit. Beberapa pusat fasilitasi umum
puskesmas, bidan, sekolah dasar dan sekolah menengah dapat dijangkau masyarakat dengan cukup cepat. Berikut lokasi desa Kopeng dalam peta Jawa
Tengah:
Sebagian besar penduduk di desa Kopeng mengandalkan pertanian dan peternakan sebagai mata pencarian utama. Menurut data Profil Desa Kopeng tahun
2008, terdapat 6.186 jiwa penduduk desa kopeng dengan + 40 diantaranya bekerja di sektor pertanian tanaman pangan dan +21 bekerja di sektor peternakan.
Berdasar sumber data yang sama diketahui bahwa kualitas penduduk berdasar tingkat pendidikan masih sangat rendah. Penduduk usia dewasa di desa
Kopeng didominasi oleh lulusan Sekolah Dasar 80,7 dan diikuti tamatan Sekolah Menengah Pertama 10,7. Sebagian lainnya tersebar dengan tingkat pendidikan
Kopeng