digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
C. Pandangan ulama tentang jihad
Mengutip pendapat Yusuf Qard}awi, jihad adalah mencurahkan kemampuan untuk menghalau musuh. Adapun musuh yang dimaksud yaitu musuh
yang tampak, godaan setan dan hawa nafsu. Sedangkan qital yaitu berperang
menggunakan senjata untuk menghadapi musuh. Kedua istilah jihad dan qital ini
harus dipisahkan untuk menghindari kesalahpahaman. Qital merupakan bagian
terakhir dari jihad, jika peperangan tersebut tidak di jalan Allah, maka perang tersebut bukan dinamakan jihad. Sementara menurut Ibnu Taimiyah, jihad adalah
mencurahkan segenap kemampuan untuk mencapai apa yang dicintai Allah dan menolak semua yang dibenci Allah.
14
Kata jihad berasal dari bahasa „Arab al-Jihad.
15
Dalam Kamus Lisan al-
‘Arab disebutkan bahwa menurut satu pendapat, kata ini berakar pada kata jahd yang berarti
al-mashaqqah letihsukar. Kata jihad kemudian lebih banyak digunakan dalam arti peperangan
al-Qital untuk menolong agama dan membela kehormatan umat. Padahal dalam Alquran dan sunnah, kata jihad memiliki banyak
makna dan lebih luas daripada sekedar peperangan. Ada jihad hawa nafsu, jihad dakwah, jihad penjelasan, dan jihad sabar.
Dengan demikian tidak membatasi jihad hanya dalam bentuk peperangan terhadap orang-orang kafir. Karena pada dasarnya aktifitas hati berupa niat dan
14
Ibnu Taimiyyah,
Majmu ’ Fatawa
, jilid X, 192-193. Dikutip oleh Yazid bin Abd al-Qadir Jawaz dalam Kedudukan Jihad Dalam Syariat Islam. Bogor: Pustaka al-Taqwa, 2007, 17.
15
Muh}ammad Ibn Makram Ibn Manz}ur,
Lisan al ‘Arab
. Beirut: Dar al-Fikr, vol III, 1994, 133- 134.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
keteguhan, maupun aktifitas lisan berupa dakwah dan penjelasan, aktifitas akal berupa ide kreatif dan pemikiran, serta aktifitas tubuh berupa perang dan yang
lainnya, adalah bagian dari jihad. Di antara dalil yang menunjukkan bahwa jihad bukan hanya bermakna
perang yaitu kata jihad yang disebutkan dalam Qs. al-Ankabut [29]: 69.
“Orang-orang yang berjihad di jalan kami, pasti akan Kami tunjukkan pada mereka jalan-
jalan Kami” Firman-
Nya, “yang berjihad di jalan kami”, yang dimaksud jihad di sini adalah semua macam dan jenis jihad, baik berjihad melawan musuh yang lahiriah
nyata maupun yang batin tidak nampak.
16
Begitu universalnya makna jihad ini, Quraish Shihab berpendapat, bahwa tidak ada satu amalan keagamaan yang tidak
disertai jihad dan dengan demikian seorang mukmin pastilah seorang mujahid,
17
yaitu orang yang berjihad di jalan Allah untuk meninggikan kalimatnya. Adapun menurut pendapat Jumhur Ulama, bahwa hukum jihad adalah
fard} kifayah. Jihad seperti ini disebut juga dengan jihad t}alab atau jihad hujum, artinya
umat Islam dalam hal ini sebagai pihak yang memulai penyerangan ke tempat- tempat musuh. Dalam pelaksanaan jihad seperti di atas ada ketentuan-ketentuan
yang harus dipatuhi seperti: 1. Target penyerangan. Orang-orang kafir yang diserang adalah kafir h}arbi, atau
orang kafir yang memerangi umat Islam. Karena di dalam Islam orang-orang kafir terbagi menjadi empat golongan:
16
Al-Baid}awi,
Anwar al-Tanzil wa Asrar al- Ta’wil
, jilid I, 324.
17
Quraish Shihab, Wawasan Alquran, Cet. Ke-13. Bandung: Mizan, 1996, 495.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
a Kafir mu‘ahad, yaitu orang-orang kafir yang telah terjadi kesepakatan antara
mereka dan kaum muslimin untuk tidak berperang dalam kurun waktu tertentu. Kafir seperti ini tidak boleh dibunuh sepanjang mereka menjalankan
kesepakatan. Hal ini dilukiskan dalam Al- Qur’an, [9]: 4 sebagaimana berikut:
Kecuali orang-orang mushrikin yang kamu mengadakan perjanjian dengan mereka dan mereka tidak mengurangi sesuatupun dari isi perjanjianmu dan tidak
pula mereka membantu seseorang yang memusuhi kamu, maka terhadap mereka itu penuhilah janjinya sampai batas waktunya. Sesungguhnya Allah menyukai
orang-orang yang bertaqwa.
18
b Kafir musta’man, yaitu orang kafir yang mendapat jaminan keamanan dari
kaum muslimin atau sebagian kaum muslimin, seperti utusan-utusan negara, duta- duta dan kafilah dagang. Kafir jenis ini juga tidak boleh dibunuh sepanjang masih
dalam jaminan keamanan, sebagaimana ditegaskan Al- Qur’an, [9]: 6 berikut:
Dan jika seseorang dari orang-orang mushrikin itu meminta perlindungan kepadamu, maka lindungilah ia supaya ia sempat mendengar firman Allah,
kemudian antarkanlah ia yang aman baginya. Demikian itu disebabkan mereka kaum yang tidak mengetahui.
19
c Kafir dhimmi, yaitu orang kafir yang membayar jizyah upeti yang dipungut
tiap tahun sebagai imbalan bolehnya mereka tinggal di negeri kaum muslimin. Kafir seperti ini tidak boleh dibunuh selama ia masih menaati peraturan-peraturan
yang dikenakan kepada mereka. Hal ini disinggung Al- Qur’an, [9]: 29 sebagai
berikut:
18
Alquran dan Terjemah, 9: 4.
19
Ibid.,
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
Perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan tidak pula kepada hari kemudian dan mereka tidak mengharamkan apa yang telah diharamkan oleh
Allah dan Rasul-Nya dan tidak beragama dengan agama yang benar agama Allah, yaitu orang-orang yang diberikan Al-Kitab kepada mereka, sampai mereka
membayar jizyah dengan patuh sedang mereka dalam keadaan shagirun hina,
rendah, patuh
.
20
d Kafir h}arbi, yaitu orang-orang kafir yang memerangi kaum muslimin. Jenis
kafir ini merupakan kelompok yang dapat diperangi umat Islam. 2. Penyerangan ditentukan beberapa hal, antara lain adalah: 1 penyerangan
dipimpin oleh seorang kepala negara; 2 memiliki kekuatan yang memadai untuk mengadakan penyerangan; 3 memiliki wilayah kekuasaannegara.
21
3. Peserta yang turut ambil bagian adalah seorang yang memiliki izin dari orang tuanya bila ia masih memiliki orang tua.
4. Adab dan aturan dalam melancarkan penyerangan, yaitu negeri kafir yang telah menjadi target penyerangan tersebut tidak boleh diserang sebelum menolak ajakan
kepada Islam dan menolak menyerahkan jizyah upeti.
22
Adapun mengenai teori nasikh dan mansukh dalam ayat jihad, tampaknya
Qard}awi tidak sepenuhnya menyetujui adanya klaim nasikh dalam Alquran.
Bahkan ia menyatakan: “Kami cukup mengatakan bahwa ayat yang menjadi
sandaran orang-orang yang mengatakan adanya naskh bukanlah dilalah
qat}‘i
20
Ibid.,
21
Shaykh al-Islam bin Muh}ammad Ibrahim,
Tahrir al-Ahkam Fi Tadbir Ahl al-Islam
. Qatar: Dar al-Thaqafah, 1988,170.
22
‘Ali bin Nayif al-Shuhud,
Mausu ‘ah al-Rad ‘Ala al-Madhahib al-Fikriyah al-Mu‘asharah
. t.p: t.p, t.t, 89.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
berdasarkan perkataan mereka sendiri. Akibatnya Qard}awi tidak sependapat dengan pihak yang mengklaim bahwa ayat damai sudah di-
naskh dengan ayat saif pedang atau ayat perang. Beliau menulis:
Jika Anda menyebutkan firman Allah swt: „Tidak ada paksaan untuk memasuki agama Islam; sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang
sesat‟ Qs. al-Baqarah [2]: 256, mereka akan berkata kepada anda: „Ayat ini telah dihapus oleh ayat pedang.
’ Jika anda menyebutkan firman Allah swt: „Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu, tetapi janganlah
kamu melampaui batas‟ Qs. al-Baqarah [2]: 190, mereka akan berkata kepada anda
: „Ayat ini telah dihapus oleh ayat pedang.’ Jika anda juga menyebut ayat: „Serulah manusia kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang
baik‟ Qs. al-Nahl [16]: 125, mereka pun akan berkata kepada anda: „Ayat ini telah dihapus oleh ayat
pedang’.
Di kalangan umat Islam, ada dua pendapat mengenai status hukum dasar hubungan antara Muslim dengan non Muslim, sebagaimana dikemukakan oleh
penyusun Fiqh al-
‘Aqaliyyat , „Ali bin Nayif al-Shuhud menulis:
Di mata Shaykh Yusuf, dengan memperhatikan uraiannya pada Bab 15 dari bukunya,
Fiqih Jihad, kiranya tampak kalau beliau condong kepada pendapat yang menyatakan hukum asal dari hubungan Muslim dan non Muslim adalah damai.
Atau dengan bahasa lain, beliau lebih mendukung kepada model jihad difa’i
walaupun tidak menutup atau menolak sama sekali kemungkinan jihad t}alabi.
Ketika memberikan komentar terhadap fenomena penyeru jihad t}alabi,
Qard}awi menulis:
Namun sungguh disayangkan, bahwa yang tersebar di kalangan masyarakat adalah Islam yang menyuruh memerangi orang yang berbeda dengan mereka, baik
dari kalangan paganis atau mushrik, Ahli Kitab Yahudi dan Nas}rani, Atheis, atau orang yang tidak memikirkan agama secara positif dan negatif, tanpa
memperhitungkan apakah mereka masuk dalam kalangan yang berdamai atau yang berperang. Lalu mereka harus diperangi hingga masuk Islam atau membayar jizyah
meski mereka tergolong lemah.
23
23
Ali Trigiyatno, Penyelesaian Ayat-ayat „Damai‟ dan Ayat-ayat „Pedang‟ dalam Alquran
menurut Syaikh Yusuf al-Qardhawi dan Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz, Pekalongan: Jurnal Penelitian STAIN, Vol. 9, No. 2, November 2012.