EFEKTIVITAS MODEL LEARNING CYCLE 6E DALAM MENINGKATKAN KETERAMPILAN INFERENSI DAN PENGUASAAN KONSEP KOLOID

Emaliya Safithri

ABSTRAK
EFEKTIVITAS MODEL LEARNING CYCLE 6E DALAM
MENINGKATKAN KETERAMPILAN INFERENSI
DAN PENGUASAAN KONSEP KOLOID

Oleh
RIKA JUSNELY

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan efektivitas model Learning Cycle
6E dalam meningkatkan keterampilan inferensi dan penguasaan konsep koloid.
Penelitian ini menggunakan metode kuasi eksperimen dengan Nonequivalent
Control Group Design. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas
XI IPA SMA YP Unila Bandar Lampung, dengan kelas XI IPA2 dan kelas XI
IPA4 sebagai sampel. Efektivitas model Learning Cycle 6E diukur berdasarkan
perbedaan N-gain yang signifikan antara kelas kontrol dan eksperimen dan uji t.
Hasil penelitian menunjukkan rata-rata N-gain penguasaan konsep untuk kelas
eksperimen yaitu 0,73 dan kelas kontrol yaitu 0,58; serta rata-rata N-gain
keterampilan inferensi untuk kelas eksperimen yaitu 0,75 dan kelas kontrol yaitu
0,56. Berdasarkan pengujian hipotesis menggunakan uji-t, didapat kesimpulan

bahwa model Learning Cycle 6E efektif dalam meningkatkan penguasaan konsep
dan keterampilan inferensi.

Kata kunci: Learning Cycle 6E, keterampilan inferensi, dan penguasaan konsep.

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL .....................................................................................

Halaman
xiii

DAFTAR GAMBAR................................................................................

xiv

I.

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang..............................................................................


1

B. Rumusan Masalah ........................................................................

4

C. Tujuan Penelitian ..........................................................................

4

D. Manfaat Penelitian ........................................................................

5

E. Ruang Lingkup Penelitian ............................................................

5

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Konstruktuvisme...........................................................................

7

B. Model Learning Cycle 6E ............................................................

8

C. Keterampilan Proses Sains ...........................................................

11

D. Penguasaan Konsep ......................................................................

13

E. Konsep ..........................................................................................

16


F. Kerangka Pemikiran .....................................................................

19

G. Anggapan Dasar ...........................................................................

20

H. Hipotesis Umum ...........................................................................

20

III. METODOLOGI PENELITIAN
A. Populasi dan Sampel Penelitian ....................................................

21

B. Jenis dan Sumber Data ..................................................................

21


C. Metode dan Desain Penelitian.......................................................

21

D. Variabel Penelitian ........................................................................

22

E. Instrumen Penelitian dan Validitas ...............................................

22

F. Prosedur Pelaksanaan Penelitian ...................................................

23

G. Analisis Data dan Pengujian Hipotesis .........................................

25


IV.HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian dan Analisis Data ...............................................

29

B. Pembahasan ..................................................................................

35

V. SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan .......................................................................................

50

B. Saran ..............................................................................................

50

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN
1.

Pemetaan SK-KD ...............................................................................

54

2.

Silabus Kelas Eksperimen..................................................................

59

3.

RPP Kelas Eksperimen ......................................................................

68

4.


Lembar Kerja Siswa Kelas Eksperimen.............................................

100

5.

Kisi-kisi Pretest .................................................................................

136

6.

Kisi-kisi Posttest ................................................................................

138

7.

Soal Pretest ........................................................................................


140

8.

Soal Posttest.......................................................................................

145

9.

Rubrik Penskoran Pretest..................................................................

152

10. Rubrik Penskoran Posttest .................................................................

157

11. Nilai Keterampilan inferensi ..............................................................


163

12. Nilai penguasaan konsep ....................................................................

165

13. Perhitungan ........................................................................................

167

14. Lembar Observasi Kinerja Guru Kelas Eksperimen ..........................

174

15. Lembar aktivitas siswa.......................................................................

182

1


I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kimia adalah ilmu yang mencari jawaban atas pertanyaan apa, mengapa, dan
bagaimana gejala-gejala alam yang berkaitan dengan komposisi, struktur dan sifat,
perubahan dan dinamika, serta energitika zat yang melibatkan keterampilan dan
penalaran (BSNP, 2006).

Ada dua hal yang berkaitan dengan ilmu kimia yang tidak terpisahkan, yaitu kimia
sebagai produk (pengetahuan kimia yang berupa fakta, konsep, prinsip, hukum,
dan teori) temuan ilmuwan dan kimia sebagai proses (BSNP, 2006). Pembelajaran kimia di SMA dan MA memiliki tujuan dan fungsi tertentu, diantaranya adalah
untuk memupuk sikap ilmiah yang mencakup sikap kritis terhadap pernyataan
ilmiah, yaitu tidak mudah percaya tanpa adanya dukungan hasil observasi, memahami konsep-konsep kimia dan penerapannya untuk menyelesaikan masalah
dalam kehidupan sehari-hari (Depdiknas, 2003). Oleh karena itu ilmu kimia yang
diperoleh siswa tidak sekedar untuk memenuhi tuntutan belajar siswa di sekolah
saja, tetapi juga dapat melatih cara berpikir siswa untuk memecahkan masalah
terutama yang berkaitan dengan ilmu kimia secara ilmiah. Ilmu kimia dibangun
melalui pengembangan keterampilan proses sains seperti mengamati (observasi),
inferensi, mengelompokkan, menafsirkan (interpretasi), meramalkan (prediksi),

2
dan mengkomunikasikan. Keterampilan proses sains (KPS) pada pembelajaran
sains lebih menekankan pembentukan keterampilan untuk memperoleh
pengetahuan dan mengkomunikasikan hasilnya. Melatihkan KPS bertujuan untuk
mengembangkan kemampuan siswa. Guru perlu melatihkan KPS kepada siswa,
karena dapat membekali siswa dengan suatu keterampilan berpikir dan bertindak
melalui sains untuk menyelesaikan masalah serta menjelaskan fenomena yang ada
dalam kehidupannya sehari-hari.

Fakta yang terdapat di lapangan, pembelajaran kimia yang diterapkan sebagian
besar guru di sekolah lebih mementingkan pada produk saja. Siswa kurang dilibatkan secara aktif dalam membangun konsep kimia, sehingga siswa lebih cenderung untuk menghapal materi, sedangkan di pembelajaran sains siswa dituntut
untuk bepikir secara ilmiah sehingga belajar lebih dari sekedar mengingat. Hal ini
didukung dengan hasil wawancara terhadap guru dan siswa yang dilakukan di
SMA YP Unila Bandar Lampung bahwa selama ini proses pembelajaran di kelas
cenderung menggunakan metode ceramah, diskusi, dan presentasi oleh siswa
(dengan menggunakan media pembelajaran power point) serta tidak dilakukan
praktikum. Contohnya pada materi koloid yang menggunakan metode diskusi
tanpa adanya praktikum. Siswa hanya memperoleh informasi dari berbagai
sumber tanpa dilibatkan langsung dalam menemukan konsep dari materi tersebut,
sehingga tidak tumbuh sikap ilmiah dalam diri siswa yang menyebabkan KPS
siswa kurang berkembang. Oleh karena itu, diperlukan suatu model pembelajaran
yang dapat membuat siswa aktif dan terlibat dalam menemukan konsep serta
dapat melatih KPS siswa.

3
Salah satu model pembelajaran yang dapat digunakan adalah learning cycle 6E
(LC 6E). LC 6E merupakan rangkaian tahap-tahap kegiatan (fase) yang diorganisasi sedemikian rupa sehingga siswa dapat berperan aktif dan menguasai kompetensi-kompetensi yang harus dicapai dalam pembelajaran serta dapat melatihkan
KPS siswa. LC 6E terdiri dari fase pendahuluan (engagement), fase eksplorasi
(exploration), fase penjelasan (explaination), fase penguatan (echo), fase penerapan konsep (extension) dan fase evaluasi (evaluation).

Berdasarkan hasil penelitian Hikmahwati (2010) yaitu Pengembangan LKS Kimia
Model Learning Cycle 6E Pada Materi Pokok Kelarutan dan Hasil Kali Kelarutan
(Kelas XI IPA SMA Negeri 3 Bandar Lampung) menunjukkan bahwa Penggunaan LKS kimia model learning cycle 6E memberikan pengaruh lebih tinggi terhadap penguasaan konsep dan keterampilan berpraktikum pada materi pokok
kelarutan dan hasil kali kelarutan pada kelas yang menggunakan LKS tersebut.
Salah satu materi yang dapat dibelajarkan melalui model LC 6E adalah materi
koloid. Berdasarkan KTSP siswa harus memiliki kompetensi dasar yang dijabarkan dalam bentuk indikator. Kompetensi dasar yang harus dimiliki oleh siswa
kelas XI semester genap pada materi koloid diantaranya mengelompokkan sifatsifat koloid dan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari, dan membuat berbagai sistem koloid dengan bahan-bahan yang ada di sekitar. Pada materi koloid
ini KPS yang dapat dilatihkan salah satunya adalah keterampilan inferensi.
Keterampilan inferensi adalah keterampilan siswa dalam menarik kesimpulan
berdasarkan fakta. Keterampilan inferensi ini dapat dilatihkan pada fase explanation. Pada fase ini siswa dilatih untuk menyimpulkan pengertian koloid

4
berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan pada fase exploration. Dengan
adanya tahap-tahap yang ada pada LC 6E, diharapkan keterampilan inferensi dan
penguasaan konsep siswa akan lebih baik.

Berdasarkan uraian dari latar belakang tersebut, maka dilakukan penelitian yang
berjudul “Efektivitas Model Learning Cycle 6E Dalam Meningkatkan
Keterampilan Inferensi dan Penguasaan Konsep Koloid”.
B. Rumusan Masalah

Dengan melihat latar belakang penelitian yang telah dikemukakan, rumusan
masalah penelitian ini sebagai berikut :
1. Apakah model LC 6E efektif dalam meningkatkan keterampilan inferensi pada
materi koloid siswa di SMA YP Unila Bandar Lampung ?
2. Apakah model LC 6E efektif dalam meningkatkan penguasaan konsep pada
materi koloid siswa di SMA YP Unila Bandar Lampung?

C. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah di atas, tujuan penelitian ini adalah untuk
mendeskripsikan efektivitas model LC 6E dalam meningkatkan keterampilan
inferensi dan penguasaan konsep pada materi koloid siswa kelas XI IPA di SMA
YP Unila Bandar Lampung.

5
D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi :
1. Siswa
Melalui model LC 6E dapat memberikan pengalaman belajar secara langsung
kepada siswa dan melatih keterampilan inferensi dan penguasaan konsep siswa
pada materi koloid.
2. Guru
Sebagai bahan pertimbangan dalam pemilihan dan penerapan model pembelajaran yang sesuai dengan materi pembelajaran kimia, terutama pada materi
koloid.

E. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini sebagai berikut :
1. Model pembelajaran yang diterapkan adalah LC 6E yang terdiri dari 6 fase
yaitu (1) fase pendahuluan (engagement); (2) fase eksplorasi (exploration); (3)
fase penjelasan (explaination); (4) fase penguatan (echo); (5) fase penerapan
konsep (extend); (6) fase evaluasi (evaluation) (Scheuermann dan Duran,
2009).
2. Indikator keterampilan inferensi yang diamati adalah siswa mampu membuat
kesimpulan tentang suatu benda atau fenomena setelah mengumpulkan,
menginterpretasi data dan informasi.
3. Penguasaan konsep merupakan nilai siswa yang diperoleh melalui pretest dan
posttest.

6
4. Materi pokok yang disajikan dalam penelitian ini adalah materi kimia
SMA/MA yaitu materi sistem koloid yang meliputi mengelompokkan sifatsifat koloid dan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari, dan membuat berbagai sistem koloid dengan bahan-bahan yang ada di sekitar..
5. Pembelajaran dikatakan efektif meningkatkan keterampilan inferensi dan
penguasaan konsep apabila secara statistik menunjukkan perbedaan N-gain
yang signifikan antara kelas kontrol dan kelas eksperimen. (Wicaksono, 2008).

7

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Konstruktivisme

Menurut Von Glasersfeld (Sardiman, 2007) konstruktivisme adalah salah satu
filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan kita adalah konstruksi
(bentukan) kita sendiri. Pengetahuan bukanlah suatu imitasi dari kenyataan (realitas). Von Glasersfeld menegaskan bahwa pengetahuan bukanlah suatu tiruan
dari kenyataan. Pengetahuan bukanlah gambaran dari dunia kenyataan yang ada.
Tetapi pengetahuan selalu merupakan akibat dari suatu konstruksi kognitif kenyataan melalui kegiatan seseorang. Secara sederhana konstruktivisme beranggapan
bahwa pengetahuan kita merupakan konstruksi dari kita yang mengetahui sesuatu.
Pengetahuan itu bukanlah suatu fakta yang tinggal ditemukan, melainkan suatu
perumusan yang diciptakan orang yang sedang mempelajarinya. Jadi seorang
yang belajar itu membentuk pengertian.
Piaget mengatakan bahwa struktur kognisi itu dapat berubah sesuai dengan kemampuan dan upaya individu sendiri. Menurut konstruktivisme, learner atau
orang yang sedang belajar akan membangun pengetahuannya sendiri berdasarkan
apa yang sudah diketahuinya. Siswa harus proaktif mencari dan menemukan
pengetahuan itu, dan mengalami sendiri proses belajar dengan mencari dan menemukan itu. Di sini diperlukan pemahaman guru tentang “apa yang sudah

8
diketahui pebelajar”, atau apa yang disebut pengetahuan awal (prior knowledge),
sehingga guru bisa tepat menyajikan bahan pengajaran yang sesuai (Alex, 2010).
Menurut Suparno (1997) prinsip-prinsip konstruktivisme, antara lain:
(1) pengetahuan dibangun oleh siswa secara aktif; (2) tekanan dalam proses
belajar terletak pada siswa; (3) mengajar adalah membantu siswa belajar; (4)
tekanan dalam proses belajar lebih pada proses bukan pada hasil akhir; (5)
kurikulum menekankan partisipasi siswa; dan (6) guru adalah fasilitator.
Menurut Suparno (1997) ciri atau prinsip dalam belajar sebagai berikut :
1. Belajar berarti mencari makna. Makna diciptakan oleh siswa dari apa yang
mereka lihat, dengar, rasakan dan alami.
2. Konstruksi makna adalah proses yang terus menerus.
3. Belajar bukanlah kegiatan mengumpulkan fakta, tetapi merupakan
pengembangan pemikiran dengan membuat pengertian baru. Belajar
bukanlah hasil perkembangan tetapi perkembangan itu sendiri.
4. Hasil belajar dipengaruhi oleh pengalaman subjek belajar dengan dunia
fisik dan lingkungannya.

B. Model Learning Cycle 6E

Menurut Fajaroh dan Dasna (2008) siklus belajar (learning cycle) adalah suatu
model pembelajaran yang berpusat pada siswa. Learning cycle (LC) merupakan
rangkaian tahap-tahap kegiatan (fase) yang diorganisasi sedemikian rupa sehingga
siswa dapat menguasai kompetensi-kompetensi yang harus dicapai dalam pembelajaran dengan jalan berperanan aktif. Renner dalam Fajaroh dan Dasna (2008)
LC pada mulanya terdiri dari fase-fase eksplorasi (exploration), pengenalan
konsep (concept introduction), dan aplikasi konsep (concept application).
LC tiga fase saat ini telah dikembangkan dan disempurnakan menjadi 5 dan 6
fase. Pada Learning Cycle 5 fase, ditambahkan tahap engagement sebelum
exploration dan ditambahkan pula tahap evaluation pada bagian akhir siklus.

9
Pada model ini, tahap concept introduction dan concept application masingmasing diistilahkan menjadi explaination dan elaboration. Oleh karena itu
Learning Cycle 5 fase sering disebut Learning Cycle 5E (Engagement,
Exploration, Explaination, Elaboration, dan Evaluation), Lorsbach (2002) dalam
Fajaroh dan Dasna (2008).
Adapun tahap-tahap dalam learning cycle adalah sebagai berikut:
1. Fase Pendahuluan (Engagement)
Tahap engagement bertujuan mempersiapkan diri siswa agar terkondisi
dalam menempuh fase berikutnya dengan jalan mengeksplorasi pengetahuan awal dan ide-ide mereka serta untuk mengetahui kemungkinan terjadinya miskonsepsi pada pembelajaran sebelumnya. Dalam fase engagement ini minat dan keingintahuan (curiosity) siswa tentang topik yang
akan diajarkan berusaha dibangkitkan. Pada fase ini pula siswa diajak
membuat prediksi-prediksi tentang fenomena yang akan dipelajari dan
dibuktikan dalam tahap eksplorasi.
2. Fase Eksplorasi (Exploration)
Pada fase exploration, siswa diberi kesempatan untuk bekerja sama dalam kelompok-kelompok kecil tanpa pengajaran langsung dari guru untuk menguji prediksi, melakukan dan mencatat pengamatan serta ide-ide
melalui kegiatan-kegiatan seperti praktikum dan telaah literatur.
3. Fase Penjelasan (Explanation)
Pada fase explanation, guru harus mendorong siswa untuk menjelaskan
konsep dengan kalimat mereka sendiri, meminta bukti dan klarifikasi dari
penjelasan mereka, dan mengarahkan kegiatan diskusi. Pada tahap ini
siswa menemukan istilah-istilah dari konsep yang dipelajari
4. Fase Penerapan Konsep (Extension)
Pada fase elaboration (extention), siswa menerapkan konsep dan keterampilan dalam situasi baru melalui kegiatan-kegiatan seperti praktikum
lanjutan dan problem solving
5. Fase Evaluasi (Evaluation)
Pada tahap akhir, evaluation, dilakukan evaluasi terhadap efektifitas fasefase sebelumnya dan juga evaluasi terhadap pengetahuan, pemahaman
konsep, atau kompetensi siswa melalui problem solving dalam konteks
baru yang kadang-kadang mendorong siswa melakukan investigasi lebih
lanjut.

10
Menurut Scheuermann and Duran (2009), Learning cycle 6E terdiri dari tahaptahap sebagai berikut:

Gambar 1. Fase-fase dalam Learning Cycle 6E

Pada LC 6E ditambahkan fase echo setelah fase explain. Pada fase echo, siswa
memperkuat konsep yang telah diperoleh pada fase exploration. Peran guru pada
fase echo mengkonfirmasi penguasaan konsep dan memberikan tambahan
dukungan atau informasi serta pengalaman tambahan jika diperlukan.
Model pembelajaran siklus belajar (learning cycle) merupakan model pembelajaran yang menyarankan agar proses pembelajaran dapat melibatkan siswa dalam
kegiatan belajar yang aktif. Bila terjadi proses konstruksi pengetahuan dengan
baik maka siswa akan dapat meningkatkan pemahamannya terhadap materi yang
dipelajari.
Kimia yang merupakan komponen dari mata pelajaran IPA di SMA akan sangat
sesuai bila dalam pembelajarannya menggunakan model LC 6E, mengingat kimia
merupakan ilmu yang mempelajari peristiwa-peristiwa alam secara molekuler.

11
Siswa diharapkan dapat membangun sendiri pengetahuan kognitif melalui indera
untuk melihat gejala-gejala yang ada di sekitarnya dan kedudukan guru sebagai
fasilitator yang mengelola berlangsungnya fase-fase tersebut mulai dari
perencanaan (terutama perangkat pembelajaran), pelaksanaan (terutama
pemberian pertanyaan-pertanyaan arahan dan proses pembimbingan) dan evaluasi
berfungsi mengetahui sejauh mana pengetahuan yang diperoleh.
C. Keterampilan Proses Sains

Keterampilan proses yaitu merupakan bagian dari studi sains yang harus dipelajari
oleh siswa. Jika mengajarkan bidang studi sains berupa produk dan fakta, konsep
dan teori saja belum lengkap, karena itu baru mengajarkan salah satu komponennya saja. Proses dapat didefinisikan sebagai perangkat keterampilan kompleks
yang digunakan ilmuwan dalam melakukan penyelidikan ilmiah, dapat juga diperinci menjadi sejumlah komponen yang harus dikuasaai seseorang apabila hendak melakukan penelitian dibidangnya. Saintis mengembangkan teori antara lain
melalui keterampilan proses, misalnya pengamatan, klasifikasi (mengelompokkan), inferensi (menyimpulkan), merumpuskan hipotesis, dan melakukan eksperimen. Jadi, proses belajar mengajar dengan keterampilan proses adalah proses
belajar yang dirancang sedemikian rupa sehingga siswa dapat menemukan faktafakta, konsep-konsep, dan teori-teori dengan keterampilan proses dan sikap ilmiah
siswa itu sendiri (Soetardjo, 1998).

Setiawan (Hariwibowo, 2008) mengemukakan empat alasan pendekatan keterampilan proses harus diwujudkan dalam proses belajar dan pembelajaran, yaitu:

12
a. Dengan kemajuan yang sangat pesat dalam ilmu pengetahuan dan teknologi,
guru tidak mungkin lagi mengajarkan semua fakta dan konsep dari sekian mata
pelajaran, karena waktunya tidak akan cukup.
b. Siswa-siswa, khususnya dalam usia perkembangan anak, secara psikologis lebih mudah memahami konsep, apalagi yang sulit, bila disertai dengan contohcontoh konkrit, dialami sendiri, sesuai dengan lingkungan yang dihadapi. J.
Piaget mengatakan bahwa intisari pengetahuan adalah kegiatan atau aktivitas,
baik fisik maupun mental.
c. Ilmu pengetahuan dapat dikatakan bersifat relatif, artinya suatu kebenaran teori
pada suatu saat berikutnya bukan kebenaran lagi, tidak sesuai lagi dengan situasi. Suatu teori bisa gugur bila ditemukan teori-teori yang lebih baru dan lebih
jitu. Jadi, suatu teori masih dapat dipertanyakan dan diperbaiki. Oleh karena
itu, perlu orang-orang yang kritis, mempunyai sikap ilmiah. Wajar kiranya kalau siswa sejak dini sudah ditanamkan dalam dirinya sikap ilmiah dan sikap
kritis ini. Untuk saat ini, dengan menggunakan keterampilan proses maka tujuan tersebut dapat tercapai.
d. Proses belajar dan pembelajaran bertujuan membentuk manusia yang utuh artinya cerdas, terampil dan memiliki sikap dan nilai yang diharapkan. Jadi, pengembangan pengetahuan dan sikap harus menyatu. Dengan keterampilan
memproses ilmu, diharapkan berlanjut kepemilikan sikap dan mental.

Menurut Esler & Esler (1996) keterampilan proses sains dikelompokkan seperti
pada Tabel 1 berikut:

13
Tabel 1. Keterampilan Proses Sains
Keterampilan Proses Dasar
Mengamati (observasi)
Inferensi
Mengelompokkan (klasifikasi)
Menafsirkan (interpretasi)
Meramalkan (prediksi)
Berkomunikasi

Keterampilan Proses Terpadu
Mengajukan pertanyaan
Berhipotesis
Penyelidikan
Menggunakan alat/bahan
Menerapkan Konsep
Melaksanakan percobaan

Funk dalam Nur (1996) keterampilan proses terdiri dari: keterampilan proses
tingkat dasar yang terdiri dari mengobservasi, mengklasifikasi, mengkomunikasikan, mengukur, memprediksi, menyimpulkan, dan keterampilan proses terpadu
yang terdiri dari menentukan variabel, menyusun tabel data, membuat grafik,
menghubungkan antar variabel, memproses data, menganalisis penyelidikan,
menyususn hipotesis, menentukan variabel, merencanakan penyelidikan, dan
bereksperimen.
Adapun salah satu keterampilan proses sains yang ingin ditingkatkan pada
penelitian ini adalah keterampilan menginferensi. Inferensi adalah sebuah pernyataan yang ditarik berdasarkan bukti (fakta) hasil serangkaian observasi.
Dengan demikian inferensi harus berdasarkan pada observasi langsung. Apabila
observasi adalah pengalaman yang diperoleh melalui satu atau lebih panca indera,
maka inferensi adalah penafsiran atau penjelasan terhadap hasil observasi tersebut
(Soetardjo dan Soejitno, 1998).

D. Penguasaan Konsep

Menurut Uno (2007), konsep merupakan simbol berfikir. Hal ini diperoleh dari
hasil tafsiran terhadap suatu fakta atau realita dan hubungan antara berbagai fakta.

14
Suatu konsep dapat diklasifikasikan berdasarkan ciri-ciri tertentu, misalnya pada
materi penelitian ini yaitu konsep tentang jenis-jenis koloid. Kompetensi dasar
materi pokok koloid yaitu mengelompokkan sifat-sifat koloid dan penerapannya
dalam kehidupan sehari-hari serta membuat berbagai sistem koloid dengan bahanbahan yang ada disekitarnya. Indikator kognitif produk pada materi koloid yaitu
mengidentifikasi pengertian koloid, memberikan contoh-contoh koloid yang ada
dalam kehidupan sehari-hari, menjelaskan hasil pengamatan berupa tabel ataupun
gambar tentang efek Tyndall, gerak Brown, dialisis, koagulasi, adsorpsi, dan elektroforesis serta memberikan contoh-contohnya dalam kehidupan sehari-hari, menjelaskan peristiwa terjadinya muatan listrik pada partikel koloid (elektroforesis),
mendefinisikan koloid liofil dan liofob serta perbedaan keduannya dengan contoh
yang ada di lingkungan, serta menjelaskan cara pembuatan koloid dengan cara
kondensasi dan dispersi.

Menurut Sagala (2003) definisi konsep adalah:
Konsep merupakan buah pemikiran seseorang atau sekelompok orang yang
dinyatakan dalam definisi sehingga menghasilkan produk pengetahuan yang
meliputi prinsip, hukum, dan teori. Konsep diperoleh dari fakta, peristiwa,
pengalaman, melalui generalisasi dan berpikir abstrak.
Konsep merupakan pokok utama yang mendasari keseluruhan sebagai hasil berpikir abstrak manusia terhadap benda, peristiwa, fakta yang menerangkan banyak
pengalaman. Pemahaman dan penguasaan konsep akan memberikan suatu aplikasi dari konsep tersebut, yaitu membebaskan suatu stimulus yang spesifik sehingga dapat digunakan dalam segala situasi dan stimulus yang mengandung konsep tersebut. Jika belajar tanpa konsep, proses belajar mengajar tidak akan ber-

15
hasil. Hanya dengan bantuan konsep, proses belajar mengajar dapat ditingkatkan
lebih maksimal.
Penguasaan konsep akan mempengaruhi ketercapaian hasil belajar siswa. Suatu
proses dikatakan berhasil apabila hasil belajar yang didapatkan meningkat atau
mengalami perubahan setelah siswa melakukan aktivitas belajar, pendapat ini didukung oleh Djamarah dan Zain (2002) yang mengatakan bahwa belajar pada
hakikatnya adalah perubahan yang terjadi di dalam diri seseorang setelah berakhirnya melakukan aktivitas belajar. Proses belajar seseorang sangat dipengaruhi oleh banyak faktor, salah satunya adalah pembelajaran yang digunakan guru
dalam kelas, dalam belajar juga dituntut adanya suatu aktivitas yang harus dilakukan siswa sebagai usaha untuk meningkatkan penguasaan materi. Penguasaan terhadap suatu konsep tidak mungkin baik jika siswa tidak melakukan belajar
karena siswa tidak akan tahu banyak tentang materi pelajaran. Sebagian besar
materi pelajaran. Sebagian besar materi pelajaran yang dipelajari di sekolah
terdiri dari konsep-konsep. Semakin banyak konsep yang dimiliki seseorang,
semakin banyak alternatif yang dapat dipilih dalam menyelesaikan masalah yang
dihadapinya.
Penguasaan terhadap suatu konsep akan lebih baik jika siswa terus belajar, sehingga siswa dapat mengetahui banyak materi pembelajaran. Sebagian besar
materi pembelajaran yang dipelajari di sekolah terdiri dari berbagai konsep. Semakin banyak konsep yang dimiliki siswa, maka alternatif yang dapat dipilih
dalam menyelesaikan masalah yang dihadapinya akan bertambah banyak.

16
E. Konsep

Herron et al. (1977) dalam Fadiawati (2011) berpendapat bahwa belum ada definisi tentang konsep yang diterima atau disepakati oleh para ahli, biasanya konsep
disamakan dengan ide. Markle dan Tieman dalam Fadiawati (2011) mendefinisikan konsep sebagai sesuatu yang sungguh-sungguh ada. Mungkin tidak ada satupun definisi yang dapat mengungkapkan arti dari konsep. Untuk itu diperlukan
suatu analisis konsep yang memungkinkan kita dapat mendefinisikan konsep,
sekaligus menghubungkan dengan konsep-konsep lain yang berhubungan.

Herron et al. (1977) mengemukakan bahwa analisis konsep merupakan suatu
prosedur yang dikembangkan untuk menolong guru dalam merencanakan urutanurutan pengajaran bagi pencapaian konsep. Analisis konsep dilakukan melalui
tujuh langkah, yaitu menentukan nama atau label konsep, definisi konsep, jenis
konsep, atribut kritis, atribut variabel, posisi konsep, contoh, dan non contoh.

17

Tabel 2. Analisis Konsep Koloid
No
(1)
1

Label
Konsep
(2)
Campuran

Definisi Konsep
(3)
Campuran merupakan
gabungan dari dua zat
atau lebih yang tidak
mempunyai komposisi
yang tetap dan dapat
dipisahkan secara fisika.

Jenis
Atribut Konsep
Konsep
Konsep
Kritis
Variabel Superordinat Koordinat
Subordinat
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)
Konsep  Campuran
 Partikel
 Materi
 Unsur,
 larutan
Konkret  Gabungan dari
 Zat
 Senyawa  koloid
dua zat atau lebih
 suspensi
zat.
 Campuran
homogen/
campuran
heterogen, dapat
berupa larutan,
koloid suspensi.
Konsep  Suspensi
 Partikel
 sistem
 larutan
konkret  Campuran heterogen  zat
dispersi
 koloid
 Zat terlarut dan zat
pelarut dapat
dibedakan

Suspensi

Suspensi merupakan
campuran heterogen
yang terdiri dari dua
fasa dan dapat
dibedakan antara zat
terlarut dengan zat
pelarut.

3.

Larutan

Campuran homogen
yang terdiri dari satu
fasa dan tidak dapat
dibedakan antara zat
terlarut dengan zat
pelarut.

Konsep
konkret

 larutan
 campuran homogen
 zat terlarut dan
pelarut tidak dapat
dibedakan

 partikel
 zat

 sistem
dispersi

 suspensi
 koloid

(1)
4.

(2)
Koloid

(3)
Koloid adalah suatu
bentuk campuran yang

(4)
Konsep
abstrak

(5)
 Koloid
 Campuran yang

(6)
 Partikel
 zat

(7)
 sistem
dispersi

(8)
 larutan
 suspensi

(10)
(11)
Campuran air  Pasir,gula
dengan pasir,
,garam , dll.
Campuran air
dengan garam,
Campuran air
dengan susu.

Campuran air
dengan pasir ,
campuran
minyak
dengan air,
Campuran
kopi dengan
air.
 Larutan
Larutan gula,
elektrolit dan larutan garam
non
elektrolit
 Larutan
asam basa
(9)
 sol
 emulsi

Non contoh

(10)
Susu, santan
,cat ,tinta,dll

Santan, susu

campuran air dan
pasir,campuran
minyak dan
air,Campuran
kopi dan air.

(11)
Campuran air
dengan minyak,

17

2.

Contoh

18

contoh
konkret

terletak antara
suspensi dan larutan

Konsep
abstrak
contoh
konkret

 aerosol
 koloid dari partikel
padat/cair yang
terdispersi dalam gas

 partikel
 zat

 jenis-jenis
koloid

 sol
 emulsi
 buih
 gel

 Sol
 jenis koloid dari
partikel padat
terdispersi dalam zat
cair
 Emulsi
 terdiri dari fase
terdispersi cair dan
medium pendispersi
cair
 buih
 Terdiri dari fase
terdispersi gas dan
medium pendispersi
padat/cair
 Gel
 koloid yang
setengah padat dan
cair

 partikel
 zat

 jenis-jenis
koloid






 partikel
 zat

 jenis-jenis
koloid

 Partikel
 zat

 partikel
 zat

5.

Aerosol

6.

sol

Sol merupakan sistem
koloid zat padat yang
terdispersi dalam zat
cair

Konsep
abstrak
contoh
konkret

Emulsi

Emulsi merupakan
sistem koloid zat cair
yang terdispersi dalam
zat cair( system koloid
cair-cair) .
Buih merupakan sistem
koloid yang terdiri dari
gas yang terdispersi
dalam zat cair

Konsep
abstrak
contoh
konkret

Gel merupakan system
koloid zat cair yang
Terdispersi dalam
medium padat.

Konsep
abstrak
contoh
konkret

7

8.

Buih

9.

Gel

 buih
 aerosol
 gel

keadaanya terletak
antara larutan dan
Suspensi (campuran
kasar)
Aerosol merupakan
sistem koloid zat padat
atau zat cair yang
terdispersi dalam gas.

Konsep
abstrak
contoh
konkret

campuran pasir
dengan air

 Aerosol
padat
 Aerosol
cair

Awan,kabut,
Asap, debu,
jelagadalam
udara

Air sungai, cat

 Sol cair
 Sol padat

Tinta,koloide
mas,paduan
logam.

Santan, susu,
mayonaise

 aerosol
 sol
 buih
 gel

 Emulsi
padat
 Emulsi
cair

Susu,santan,
jeli,mentega,
keju

Kabut, awan

 jenis-jenis
koloid

 aerosol
 sol
 emulsi
 gel

 Buih cair
 Buih padat

Buih sabun,
karet busa batu
apung

susu, santan, jeli

 jenis-jenis
koloid

 aerosol
 sol

Gel silika,

Sabun, karet busa,
awan

aerosol
emulsi
buih
gel

-

18

19

G. Kerangka Pemikiran
Pada pembelajaran LC 6E peserta didik dilibatkan secara aktif dalam proses
pembelajaran dalam artian siswa lebih mendominasi dibandingkan guru
sehingga siswa dapat mengembangkan ide-ide atau daya pikir yang mereka
miliki dalam memecahkan suatu masalah. Selain itu pembelajaran akan
lebih bermakna karena dilakukan secara bertahap.
Tahap awal yaitu engagement, tahap ini siswa diberi kesempatan untuk
menggali pengetahuan awalnya mengenai berbagai macam campuran.
Siswa memprediksi apakah contoh campuran tersebut termasuk kedalam
larutan, suspensi atau koloid. Tahap kedua yaitu exploration, pada tahap ini
siswa membuktikan atau menguji prediksi mereka pada tahap engagment
dengan cara melakukan percobaan dan mengamati data contoh-contoh
larutan, suspensi dan koloid pada kehidupan sehari-hari secara
berkelompok. Tahap ketiga yaitu explanation, berdasarkan data-data yang
mereka dapatkan pada tahap sebelumnya, siswa dilatihkan keterampilan
untuk menginferensi atau menyimpulkan pengertian dari larutan, suspensi
dan koloid. Tahap keempat yaitu extention, pada tahap ini siswa
menerapkan konsep yang telah mereka dapatkan pada tahap sebelumnya
melalui kegiatan seperti praktikum lanjutan dan pemecahan masalah. Pada
tahap akhir yaitu evaluation, siswa mengerjakan soal-soal evaluasi pada
LKS mengenai larutan, suspensi dan koloid. Berdasarkan tahapan- tahapan
di atas, diharapkan model pembelajaran LC 6E pada materi koloid dapat
meningkatkan keterampilan inferensi dan penguasaan konsep siswa.

20

H. Anggapan Dasar

Anggapan dasar dalam penelitian ini sebagai berikut:
1.

Perbedaan N-gain keterampilan inferensi dan penguasaan konsep siswa
semata-mata terjadi karena perubahan perlakuan dalam proses belajar.

2.

Faktor - faktor lain yang dapat mempengaruhi peningkatan
keterampilan inferensi dan penguasaan konsep materi koloid kelas XI
semester ganjil SMA YP Unila Bandar Lampung pada kedua kelas
dapat diabaikan.

I. Hipotesis Umum
Hipotesis dari penelitian ini adalah:
Model LC 6E efektif dalam meningkatkan keterampilan inferensi dan
penguasaan konsep pada materi koloid.

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah semua siswa kelas XI IPA SMA YP Unila
Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2012-2013 yang berjumlah 238 siswa dan tersebar
dalam enam kelas. Dari populasi tersebut diambil 2 kelas yang akan dijadikan
sampel penelitian yang ditentukan dengan menggunakan teknik purposive sampling
dan diperoleh sampel penelitian yaitu kelas XI IPA2 dan XI IPA4.

B. Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer yang bersifat
kuantitatif berupa data hasil tes keterampilan inferensi dan penguasaan konsep
sebelum penerapan pembelajaran (pretest) dan hasil tes keterampilan inferensi dan
penguasaan konsep setelah penerapan pembelajaran (posttest). Data ini bersumber
dari seluruh siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol.

C. Metode dan Desain Penelitian

Metode penelitian ini adalah kuasi eksperimen dengan menggunakan Non Eqiuvalent
(Pretest-Posttest) Control Group Design (Craswell, 1997) dengan urutan kegiatan
seperti yang terlihat pada tabel 2.

22
Tabel 2. Desain penelitian
Kelas
Kelas eksperimen
Kelas kontrol

Pretes
O1
O1

Perlakuan
X
-

Postes
O2
O2

Dengan keterangan O1 adalah pretest yang diberikan sebelum perlakuan. Kemudian
pada kelas eksperimen diterapkan perlakuan model LC 6E (X). Selanjutnya, kedua
kelompok sampel diberikan postest (O2).

D. Variabel Penelitian

Dalam penelitian ini terdiri dari variabel bebas dan variabel terikat. Sebagai variabel
bebas adalah pembelajaran yang menggunakan LC 6E dan pembelajaran konvensional. Sebagai variabel terikat keterampilan inferensi dan penguasaan konsep pada
materi koloid dari siswa SMA YP Unila Bandar Lampung Tahun ajaran 2012-2013.

E. Instrumen dan Validitas Penelitian

1. Instrumen

Instrumen yang digunakan pada penelitian ini berupa pemetaan, silabus, RPP, lembar
kerja siswa (LKS), kisi-kisi soal, soal pretes dan postes berisi 2 soal untuk
keterampilan inferensi dalam bentuk essay dan penguasaan konsep dalam bentuk
pilihan jamak, lembar lembar observasi aktifitas siswa dan kinerja guru.

2. Validitas
Data yang diperoleh dari hasil penelitian haruslah data yang sahih atau dapat dipercaya, oleh karena itu instrumen yang digunakan haruslah valid. Validitas adalah
suatu cara yang menunjukkan kesahihan suatu instrumen. Instrumen pada penelitian

23
ini menggunakan validitas isi. Adapun pengujian validitas isi ini dilakukan dengan
cara judgment yaitu dengan pertimbangan seorang ahli, dalam hal ini dilakukan oleh
pembimbing penelitian.

F. Prosedur Pelaksanaan Penelitian

Langkah-langkah yang digunakan penelitian ini adalah:
1. Observasi pendahuluan
a. Meminta izin kepada Kepala SMA YP Unila Bandar Lampung untuk
melaksanakan penelitian.
b. Menentukan pokok bahasan yang akan diteliti berdasarkan karakteristik materi
yang cocok untuk diterapkan pembelajaran LC 6E.
c. Menentukan populasi dan sampel penelitian.

2. Pelaksanaan penelitian
Prosedur pelaksanaan penelitian terdiri dari beberapa tahap, yaitu:
a. Tahap persiapan
Menyusun silabus, Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), dan instrumen
tes.
b. Validasi instrumen
c. Tahap pelaksanaan penelitian.
Adapun prosedur pelaksanaan penelitian adalah (1) melakukan pretes dengan
soal-soal yang sama pada kelas eksperimen dan kelas kontrol; (2) melaksanakan kegiatan pembelajaran pada materi koloid sesuai dengan pembelajaran
yang telah ditetapkan pada masing-masing kelas, pembelajaran LC 6E
diterapkan di kelas eksperimen serta pembelajaran konvensional diterapkan di

24
kelas kontrol; (3) melakukan postes dengan soal-soal yang sama pada kelas
eksperimen dan kelas kontrol; (4) melakukan tabulasi dan analisis data; dan
(5) penulisan pembahasan dan simpulan.

Adapun langkah-langkah dalam penelitian ini ditunjukkan pada alur penelitian
seperti berikut:
Observasi pendahuluan

Menentukan populasi dan sampel

Pembuatan instrumen dan perangkat pembelajaran

Validasi instrumen

Kelas kontrol

(Pretes)

Kelas eksperimen

Pembelajaran
konvensional

(Postes)

Pembelajaran
LC6E

Analisis data

Pembahasan

Kesimpulan

Gambar 2. Alur Penelitian

25
H. Teknik Analisis Data dan Pengujian Hipotesis

1. Analisis Data

Tujuan analisis data adalah untuk memberikan makna atau arti yang digunakan untuk
menarik suatu kesimpulan yang berkaitan dengan masalah, tujuan, dan hipotesis
yang telah dirumuskan sebelumnya.

a. Nilai Siswa

Nilai pretes dan postes pada penilaian keterampilan inferensi dan penguasaan konsep
siswa dirumuskan sebagai berikut:

Nilai siswa =

x 100

........................(1)

Data yang diperoleh kemudian dianalisis dengan menghitung N-gain.

b. Gain ternormalisasi

Untuk mengetahui efektivitas pembelajaran LC 6E dapat meningkatkan keterampilan
inferensi dan penguasaan konsep pada materi koloid, maka dilakukan analisis nilai
gain ternormalisasi. Perhitungan ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan nilai
pretes dan postes dari kedua kelas. Rumus N-gain (g) menurut Hake (1999) adalah
sebagai berikut:
N-gain =

........................(2)

26
2.Pengujian Hipotesis

Pengujian hipotesis dilakukan dengan menggunakan uji perbedaan dua rata-rata
dengan langkah-langkah sebagai berikut :
a. Uji normalitas

Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah dua kelompok sampel berasal
dari populasi berdistribusi normal atau tidak.
Hipotesis untuk uji normalitas :
H0 = data penelitian berdistribusi normal
H1 = data penelitian berdistribusi tidak normal
Untuk uji normalitas data, digunakan rumus yang terdapat dalam Sudjana (2005) :
........................(3)
Keterangan : χ2 = uji Chi- kuadrat
Oi = frekuensi observasi
Ei = frekuensi harapan
Kriteria : Terima H0 jika χ2hitung  χ2tabel

b. Uji homogenitas dua varian

Uji homogenitas dua varians dilakukan untuk memperoleh asumsi bahwa sampel
penelitian berawal dari kondisi yang sama atau homogen, yang selanjutnya untuk
menentukan statistik t yang akan digunakan dalam pengujian hipotesis. Uji
homogenitas dilakukan dengan menyelidiki apakah kedua sampel mempunyai
varians yang sama atau tidak. Hipotesis untuk uji Homogenitas :

27
Ho :  12   22 = data penelitian mempunyai varians yang homogen
H1 :  12   22 = data penelitian mempunyai varians yang tidak homogen.
Untuk uji homogenitas dua peubah terikat digunakan rumus yang terdapat dalam
Sudjana (2005) :
F=

.............................(4)

Keterangan : F = Kesamaan dua varians
Kriteria : Pada taraf 0,05, tolak Ho hanya jika F hitung  F ½ (1,2)

c. Uji perbedaan dua rata-rata

1. Hipotesis pertama ( keterampilan inferensi )
H0 : µ 1x≤ µ2x : Rata-rata N-gain keterampilan inferensi siswa pada materi koloid
yang diterapkan LC 6E lebih rendah atau sama dengan rata-rata Ngain keterampilan inferensi siswa dengan pembelajaran konvensional.
H1 : µ 1x> µ 2x

:

Rata-rata N-gain keterampilan inferensi siswa pada materi koloid
yang diterapkan LC 6E lebih tinggi dari pada rata-rata N-gain
keterampilan inferensi siswa dengan pembelajaran konvensional.

2. Hipotesis kedua (penguasaan konsep)
H0 : µ 1y≤ µ2y : Rata-rata N-gain penguasaan konsep siswa pada materi koloid yang
diterapkan LC 6E lebih rendah atau sama dengan rata-rata N-gain
penguasaan konsep siswa dengan pembelajaran konvensional.
H1 : µ 1y> µ 2y : Rata-rata N-gain penguasaan konsep siswa pada materi koloid yang
diterapkan LC 6E lebih tinggi dari pada rata-rata N-gain penguasaan
konsep siswa dengan pembelajaran konvensional.

28
Keterangan :
µ 1 = rata-rata N-gain keterampilan inferensi dan penguasaan konsep kelas
eksperimen
µ 2 = rata-rata N-gain keterampilan inferensi dan penguasaan konsep kelas kontrol
x = keterampilan inferensi
y = penguasaan konsep
Jika data yang diperoleh terdistribusi normal dan homogen, maka pengujian
menggunakan uji statistik parametrik, yaitu menggunakan uji-t (Sudjana, 2005):

thitung 

X1  X 2
1 1
s

n1 n2

.........................(5)

dan

s2 

(n1  1) s12  (n2  1) s 22
n1  n2  2

..........................(6)

Keterangan :
thitung = Koefisien t
X 1 = Gain rata-rata kelas eksperimen

X 2 = Gain rata-rata kelas kontrol
s2 = Varians
n1 = Jumlah siswa kelas eksperimen
n2 = Jumlah siswa kelas kontrol
s12 = Varians kelas eksperimen

s 22 = Varians kelas kontrol
Dengan kriteria pengujian: terima H0 jika t < t1-α dengan derajat kebebasan
d(k) = n1 + n2 – 2 dan tolak H0 untuk harga t lainnya. Dengan menentukan taraf
signifikan α = 5% peluang (1- α ).

56

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa:
1. Model LC 6E pada materi koloid efektif dalam meningkatkan keterampilan
inferensi. Karena keterampilan inferensi dilatihkan pada fase explanation.
2. Model LC 6E pada materi koloid efektif dalam meningkatkan penguasaan
konsep. Karena pada explanation phase mempermudah siswa membangun
konsep, pada fase extension dan fase evaluation mengukur penguasaan konsep
siswa.

B. Saran

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, disarankan:
1. Bagi calon peneliti lain yang tertarik melakukan penelitian agar lebih memperhatikan pengelolaan waktu dalam proses pembelajaran sehingga
pembelajaran lebih maksimal.
2. Agar penerapan model LC 6E berjalan maksimal, guru harus mempersiapkan
bahan-bahan dan alat-alat praktikum dengan maksimal, agar hasil pengamatan
yang diharapkan sama dengan apa yang ditemukan siswa pada fase eksplorasi.

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S. 1997. Penilaian Program Pendidikan. Bina Aksara. Jakarta.
BSNP. 2006. Panduan Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta: BSNP
Craswell, J.W. 1997. Research Design Qualitative & Quantitative Approaches.
Thousand Oaks-London-New. New Delhi. Sage Publications.
Depdiknas. 2003. Pedoman Khusus Pengembangan Silabus dan Penilaian
Kurikulum 2004. Direktorat Pendidikan Menengah Umum.
Djamarah, S.B dan Aswan Zain. 2002. Strategi Belajar Mengajar. Rineka Cipta.
Jakarta.
Dimyati, dan Mudjiono. 2002. Belajar dan Pembelajaran. Rineke Cipta. Jakarta.
Esler, W.K dan Esler, M.K. 1996. Teaching Elementary cience. California
Wadsworth.
Fadiawati, N. 2011. Perkembangan Konsepsi Pembelajaran Tentang Struktur
Atom Dari SMA Hingga Perguruan Tinggi. Disertasi. Perpustakaan
Universitas Pendidikan Indonesia. Bandung.
Fajaroh, Fauziatul dan Dasna, I Wayan. 6 Januari 2008. Pembelajaran dengan
Model Siklus Belajar (Learning Cycle). Diakses 2 Mei 2013 dari
http://massofa.wordpress.com/2008/01/06/pembelajaran-dengan-modelsiklus-belajar-learning-cycle/.
Hake, R. R. 1999. Analyzing Change / Gain Scores. [online]. Tersedia :
http://lists.asu.edu/cgi-bin/wa?A2=ind9903&L=area-d&&P=R6855.
Diakses pukul 04.05 pm tanggal 3 Mei 2013.
Hariwibowo, K., R. Febrianto, A. Rengganis, dan Hera. Makalah PembelajaranProses: Pendekatan Keterampilan Proses. [online] http://lubisgrafura.wordpress.com/2009/05/26/ makalah-pembelajaran-proses-pendekatanketerampilan-proses/. Diakses pukul 02.00pm tanggal 1 Mei 2013.

Hikmawati, N. 2010. Pengembangan LKS Kimia Model Learning Cycle 6-E Pada
Materi Pokok Kelarutan Dan Hasil Kali Kelarutan (Kelas Xi Ipa Sma
Negeri 3 Bandar Lampung). Skripsi. FKIP Universitas Lampung.
Nur, M. 1998. Proses Belajar Mengajar Dengan Metode Pendekatan
Keterampilan Proses. SIC. Surabaya.
Purba, M. 2006. KIMIA SMA Untuk Kelas XI Jilid 2B. Erlangga. Jakarta.Sagala,
S. 2010. Konsep dan Makna Pembelajaran. Alfabeta. Bandung
Sagala, S.2003.Konsep dan Makna Pembelajaran. Alfabeta. Bandung.
Sardiman. 2007. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Rajawali Pers. Jakarta.
Scheuermann, A dan Duran, L.B. 25 Juni 2009. A 6-E Learning Cycle Science for
All. Diakses 28 April 2013 dari http://cosmos.bgsu. edu/affiliated
projects/nwoTeams/Resources&Handouts/6E_Day1=2.pdf.
Soetardjo dan Soejitno P. O. 1998. Proses Belajar Mengajar dengan Metode
Pendekatan Keterampilan Proses. SIC. Surabaya.
Sudjana, N. 2005. Metode Statistika. PT. Tarsito. Bandung.
Suparno, P. 1997. Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan. Kanisius.
Yogyakarta.
Susanto, P. 2002. Keterampilan Dasar Mengajar IPA Berbasis Konstruktivisme.
Jurusan Pendidikan Biologi Universitas Negeri Malang. Malang
Tim Penyusun. (2006). Panduan Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah. Badan Standar
Nasional Pendidikan. Jakarta.
Trianto. 2010. Model-Model Pembelajaran Terpadu. Bumi Aksara. Jakarta.
Uno, H. B. 2007. Perencanaan Pembelajaran. Bumi Aksara.
Wicaksono, A. 2008. Efektivitas Pembelajaran. Agung (ed). 5 April 2008.
Diakses pukul 05.10 pm tanggal 23 Februari 2012.