PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH (PBM) BERDASARKAN GENDER TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR RASIONAL SISWA PADA MATERI KETERKAITAN KEGIATAN MANUSIA DENGAN MASALAH PERUSAKAN DAN PELESTARIAN LINGKUNGAN (Studi Eksperimen Pada Siswa Kelas X SMA Negeri

(1)

ABSTRAK

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH (PBM) BERDASARKAN GENDER TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR

RASIONAL SISWA PADA MATERI KETERKAITAN KEGIATAN MANUSIA DENGAN MASALAH PERUSAKAN DAN

PELESTARIAN LINGKUNGAN

(Studi Eksperimen Pada Siswa Kelas X SMA Negeri 1 BELALAU Tahun Pelajaran 2014/2015)

Oleh

HOTMAULI SITUMORANG

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui: (1) pengaruh model Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) berdasarkan gender terhadap berpikir rasional siswa dan (2) peningkatan kemampuan berpikir rasional siswa. Desain penelitian adalah pretest-postest non equivalen. Sampel dipilih dengan teknik cluster random sampling. Data kuantitatif berupa keterampilan berpikir rasional siswa

berdasarkan gender yang diperoleh dari nilai pretest dan posttest, dan di analisis menggunakan uji t dan U. Data kualitatif berupa data aktivitas belajar siswa yang diperoleh dengan menggunakan lembar observasi dianalisis secara deskriptif.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan model Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) dapat meningkatkan keterampilan berpikir rasional siswa

perempuan (N-gain 54,29) dan siswa laki-laki (N-gain 41,37). Kemampuan siswa perempuan dan siswa laki-laki dari tiap indikator kemampuan berpikir rasional


(2)

Hotmauli Situmorang

iii

untuk kemampuan memecahkan masalah sebagai indikator yang paling tinggi namun siswa perempuan memiliki rata-rata lebih tinggi dibandingkan siswa laki-laki.

Hasil rata-rata aktivitas belajar siswa memperlihatkan bahwa persentase aktivitas pada siswa perempuan (76,62%) lebih tinggi daripada siswa laki-laki (52,26%). Dengan demikian penerapan model Pembelajaran Berbasis Masalah berdasarkan gender berpengaruh signifikan dalam meningkatkan keterampilan berpikir rasional dan aktivitas belajar siswa.

Kata kunci : Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM), Gender, Keterampilan Berpikir Rasional, kegiatan manusia, perusakan dan pelestarian lingkungan


(3)

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH (PBM) BERDASARKAN GENDER TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR

RASIONAL SISWA PADA MATERI KETERKAITAN KEGIATAN MANUSIA DENGAN MASALAH PERUSAKAN DAN

PELESTARIAN LINGKUNGAN

(Studi Eksperimen pada Siswa Kelas X SMA Negeri 1 Belalau Tahun ajaran 2014/2015

Oleh

HOTMAULI SITUMORANG Skripsi

sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PENDIDIKAN

pada

Program Studi Pendidikan Biologi

Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDARLAMPUNG 2015


(4)

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH (PBM) BERDASARKAN GENDER TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR

RASIONAL SISWA PADA MATERI KETERKAITAN KEGIATAN MANUSIA DENGAN MASALAH PERUSAKAN DAN

PELESTARIAN LINGKUNGAN

(Studi Eksperimen Pada Siswa Kelas X SMA Negeri 1 Belalau Tahun Pelajaran 2014/2015)

(Skripsi)

Oleh

HOTMAULI SITUMORANG

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2015


(5)

xvii

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat ... 12 2. Desain Pretes-Postes kelompok non-equivalen ... 32 3. Persentase aktivitas belajar siswa laki-laki dan perempuan. ... 47 4. Guru menjelaskan tujuan pembelajaran dan memberikan motivasi

kepada siswa... 171 5. Menyampaikan materi... 171 6. Siswa mengerjakan pretes ... 171 7. Siswa dibimbing dalam mengumpulkan informasi untuk

memecahkan masalah pada saat diskusi kelompok ... 172 8. Siswa berdiskusi kelompok ... 172 9. Masing-masing kelompok siswa perempuan mempresentasikan hasil

diskusi kelompoknya ... 172 10.Masing-masing kelompok siswa laki-laki mempresentasikan hasil

diskusi kelompoknya ... 173 11.Siswa mengerjakan postes... 173


(6)

xiii DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... xvi

DAFTAR GAMBAR ... xviii

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 7

C. Tujuan Penelitian ... 8

D. Manfaat Penelitian ... 8

E. Ruang Lingkup Penelitian ... 9

F. Kerangka Pikir ... 10

G. Hipotesis ... 12

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) atau Problem-Based Learning (PBL) ... ... 13

B. Berpikir Rasional ... ... 21

C. Pengaruh gender terhadap pembelajaran... 25

III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ... 31

B. Populasi dan Sampel ... 31

C. Desain Penelitian ... 31

D. Prosedur penelitian ... 32

E. Jenis Data dan Teknik Pengambilan Data ... 35

F. Teknik Analisis Data ... 39

G. Pengelolahan Data Aktivitas Siswa ... 42

IV.HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 43

B. Pembahasan ... 47

V. SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan ... 59


(7)

xiv

DAFTAR PUSTAKA ... 61

LAMPIRAN 1. Silabus ... 66

2. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran ... 69

3. Soal Pretes dan Postes ... 79

4. Kunci Jawaban Pretes dan Postes ... 84

5. Kisi-kisi Soal Pretes dan postes ... 86

6. Rubrik penilaian Soal Pretees dan Postes ... 87

7. Lembar Kerja Kelompok ... 89

8. Kunci Jawaban Lkk I ... 119

9. Kunci Jawaban Lkk II ... 125

10. Rubrik Penilaian Lkk I ... 131

11. Rubrik Penilaian Lkk II ... 137

12. Lembar Observasi Aktivitas Siswa ... 143

13. Data-Data Hasil Penelitian ... 146

14. Analisis Uji Statistik Data Hasil Peneliitian ... 161


(8)

xv

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Sintaks model PBM ………... ... 16

2. Perbedaan Gender dalam Struktur Otak ... ... 25

3. Lembar Observasi Aktivitas Siswa Berdasarkan Gender ... 36

4. Klasifikasi Aktivitas Siswa... ... 38

5. Hubungan antara variabel, instrumen, jenis data dan analisis data... ... 39

6. Kriteria N-gain yang diperoleh dari siswa ... 39

7. Hasil analisis statistik nilai pretes, postes dan N-gain kemampuan berpikir rasional siswa berdasarkan gender ... 43

8. Hasil analisis rata-rata N-gain setiap indikator KBR oleh siswa... .. 45

9. Aktivitas belajar siswa .. ... 46

10. Data nilai pretes, postes, dan N-gain siswa laki-laki . ... 146

11. Data nilai pretes, postes dan N-gain siswa perempuan ... 147

12. Analisis butir soal pretes dan postes siswa Laki-laki ... 149

13. Analisis butir soal pretes dan postes siswa perempuan ... 151

14. Analisis perindikator keterampilan berpikir rasional siswa pada soal pretes dan postes siswa laki-laki ... 153

15. Analisis perindikator keterampilan berpikir rasional siswa pada soal pretes dan postes siswa perempuan... ... 155


(9)

xvi

16. Analisis data aktivitas belajar siswa pada siswa laki-laki ... 157 17. Analisis data aktivitas belajar siswa pada siswa perempuan ... 159 18. Hasil uji normalitas pretes siswa laki-laki dan perempuan... ... 161 19. Hasil uji kesamaan dua varians dan kesamaan dua rata-rata pretest.. 161 20. Hasil uji normalitas postes siswa laki-laki dan perempuan... 163 21. Hasil uji Mann-Whitney U Postes siswa laki-laki dan perempuan.... 163 22. Hasil uji normalitas N-gain siswa laki-laki dan perempuan... 164 23. Hasil uji Mann-Whitney U N-gain siswa laki-laki dan perempuan... 160 24. Hasil uji normalitas indikator menggali informasi siswa laki-laki

dan perempuan... 165 25. Hasil uji Mann-Whitney U indikator menggali informasi siswa

laki-laki dan perempuan... . 161 26. Hasil uji normalitas indikator mengolah informasi siswa laki-laki

dan perempuan... 166 27. Hasil uji kesamaan dua varians dan kesamaan dua rata-rata

indikator mengolah informasi... 167 28. Hasil uji normalitas indikator mengambil keputusan siswa laki-laki

dan perempuan... 167 29. Hasil uji Mann-Whitney U indikator mengambil keputusan siswa

laki-laki dan perempuan... .. 165 30. Hasil uji normalitas indikator memecahkan masalah siswa laki-laki

dan perempuan... 166 31. Hasil uji Mann-Whitney U indikator memecahkan masalah siswa


(10)

MOTO

“Karena Masa Depan Sungguh Ada dan Harapanmu Tidak Akan Hilang”

(Amsal 23 : 18)

“Apapun Juga Yang Kamu Perbuat, Perbuatlah Dengan Segenap Hatimu Seperti

Untuk Tuhan Dan Bukan Untuk Manusia”

(Kolose 3 : 23)

“Binuat Hau Toras Bahen Tiang Ni Sopo Di Balian, Halak Naburju Marnatoras

Sai Dapotan Parsaulian”

(Umpama)

“Kuolah kata, kubaca makna, kuikat dalam alinea, ku bingkai dalam bab sejumlah

lima, jadilah mahakarya, sarjana kuterima, orang tua dan keluarga pun bahagia”

“Saya datang, saya bimbingan, saya revisi, saya Ujian dan Saya lulus”

(Penulis)


(11)

(12)

(13)

PERSEMBAHAN

Skripsi ini kupersembahkan kepada :

Tuhan Yesus Kristus, Juruselamatku yang memberiku kesempatan,

kemampuan, dan kemenangan.

Bapak dan Mama terkasih yang selalu setia

memberi doa serta dukungan yang telah mendidik dan

membesarkan ku dengan penuh kesabaran dan limpahan kasih

sayang, selalu menjaga dan menguatkanku, serta mendukung

segala langkah ku menuju kesuksesan dan kebahagian.

Adek-adekku terkasih: Karolina Situmorang, Yusuf Alberto Situmorang, Rut

Novianty Situmorang dan Pudan Keke Atika Situmorang yang selalu

memberiku semangat, dukungan, dan doa.

Sahabat

sahabat terbaikku yang setia

mendukungku suka maupun duka.

Serta


(14)

(15)

vi

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Liwa, Lampung Barat pada10 Maret 1992, yang merupakan anak pertama dari lima bersaudara pasangan Bapak Frengki Situmorang dengan Ibu Serta Marbun. Penulis beralamat di Jalan Lintas Sumatra, Simpang Luas, Kecamatan Batu Ketulis, Kabupaten Lampung Barat.HP/email: 085658960438/hotmaulisitumorang @yahoo.com. Pendidikan yang penulis tempuh adalah TK Dharma Wanita (1997-1998), SD Negeri 2 Bakhu (1998-2004), SMP Xaverius Kotabumi (2004-2007) dan SMA Negeri 1 Belalau (2007-2010). Pada Agustus 2010, penulis terdaftar sebagai mahasiswa Pendidikan Biologi FKIP Unila melalui jalur Penerimaan (PKAB).

Selama menjadi mahasiswa, penulis pernah menjadi Pengurus Divisi 1 UKMK (Unit Kegiatan Mahasiswa Kristen) pada tahun 2012. Sedangkan dari tahun 2012-2014 Menjadi Ketua Umum Persekutuan Mahasiswa Kristen FKIP, Pengurus Ikatan Mahasiswa Batak Toba menjadi Sekertaris Divisi 2 pada tahun 2014, Pengurus PND Distrik II Lampung Bidang Marturia pada tahun 2015. Penulis melaksanakan kegiatan Program Pengalaman Lapangan (PPL) di SMA Negeri 1 Sukau Kab. Lampung Barat dan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Desa Pagar Dewa, Kecamatan Sukau, Lampung Barat (2013), serta penelitian pendidikan di SMA Negeri 1 Belalau untuk memperoleh gelar (S.Pd) pada tahun 2015.


(16)

SANWACANA

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan sebagai salah satu syarat dalam meraih gelar Sarjana Pendidikan pada Program Studi Pendidikan Biologi Jurusan Pendidikan MIPA, FKIP Unila. Skripsi ini berjudul “Penerapan model pembelajaran Berbasis Masalah Berdasarkan Gender Terhadap Kemampuan Berpikir Rasional SiswaPada Materi Keterkaitan Kegiatan Manusia Dengan Masalah Perusakan Dan Pelestarian Lingkungan (Studi Eksperimen pada Siswa Kelas X SMA Negeri 1 Belalau Tahun Pelajaran 2014/2015)”

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari peranan dan bantuan berbagai pihak. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Dr. Bujang Rahman, M. Si., selaku Dekan FKIP Universitas Lampung;

2. Dr. Caswita, M. Si., selaku Ketua Jurusan PMIPA FKIP Universitas Lampung; 3. Dr. Tri Jalmo, M. Si., selaku Pembimbing I sekaligus Pembimbing Akademik yang

telah memberikan bimbingan, motivasi dan arahan kepada penulis hingga skripsi ini dapat selesai dengan baik;

4. Rini Rita T Marpaung, S. Pd, M. Pd., selaku Pembimbing II yang telah memberikan bimbingan, saran, dan motivasinya hingga skripsi ini dapat selesai dengan baik; 5. Drs. Arwin Achmad, M. Si., selaku pembahas atas saran-saran perbaikan yang


(17)

6. Berti Yolida, S, Pd., M. Pd., selaku Ketua Program Studi Pendidikan Biologi, yang telah memberikan motivasi;

7. Drs. Selamat Riadi, selaku Kepala SMA Negeri 1 Pringsewu dan Renita Sari, S.Pd., selaku guru mitra, yang telah memberikan izin dan bantuan selama penelitian serta kerjasamanya;

8. Sahabat-sahabat seperjuangan Hesti Yudhiastuti S.Pd, Ika Rahmawati S.Pd, Kartika Ayu W S.Pd, Ni Wayan Nila S. L S.Pd, Cincin Betra Sari S.Pd, Veronica Br Hutagaol, Erni Oftika S.Pd, Herni, Betari Solihati, Ani Aminah, Maretha ania, Nanang Harun Rasyid, Wasilatul Hikmah atas suka duka yang dilewati bersama sampai saat ini; 9. Rekan-rekan Mahasiswa Pendidikan Biologi 2010, kakak dan adik tingkat

Pendidikan Biologi FKIP UNILA atas persahabatan yang telah diberikan; 10. Sahabat-sahabatku Ana Mardiana Juwita Pasaribu S.Pd, Bou Kristin Situmorang

S.Sos, Elsye Sitanggang S.Pd, Betty Sirait S.Sos, Hixkia Marpaung S.P dan seluruh kawan-kawan Ikatan Mahasiswa Batak Toba atas persahabatan yang telah di berikan 11. Sahabat-sahabatku di UKM-K atas kekeluargaannya dan partisipasi yang baik

dalam pendewasaanku.

12. Sahabat-sahabatku di Pengurus Naposo Distrik Sumatra Bagian Selatan, terimakasih buat kekeluargaannya yang telah diberikan

Terimakasih atas semua saran yang sangat membangun bagi penulis demi perbaikan di masa mendatang. Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi dunia pendidikan dan sumbangsih yang berharga bagi dunia ilmu pengetahuan.

Bandar Lampung, Oktober 2015 Penulis,


(18)

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kemampuan memecahkan masalah merupakan satu aspek yang sangat penting dalam pembelajaran. Behrman, Kliegman, dan Arvin (2000: 130) mengatakan bahwa pentingnya kemampuan pemecahan masalah itu dilihat dari kegunaannya dalam memecahkan dan mencari solusi atas masalah di kehidupan sehari-hari. Widjajanti (2009: 3) menyatakan, pembelajaran yang mengunggulkan kemampuan memecahkan masalah akan menciptakan generasi yang berdaya analitis tinggi sehingga mampu menempatkan diri dalam bermacam-macam situasi.

Cara berpikir yang analitis, kritis, cermat, dan kreatif yang diasah melalui pemecahan masalah dalam pembelajaran mampu mendorong siswa menjadi calon-calon masyarakat yang akan memiliki produktivitas tinggi di kemudian hari (Widjajanti, 2009: 3). Implikasi penerapan pemecahan masalah dalam pembelajaran secara intensif dapat membantu menuntaskan masalah banyaknya sarjana dan diploma yang pengangguran akibat kurangnya

keterampilan dalam memecahkan masalah. Hasil statistik pada Februari 2014 menunjukkan bahwa tingginya tingkat pengangguran pada lulusan universitas di Indonesia yang perlu ditanggulangi yaitu sebanyak 4,31% (BPS, 2014: 3).


(19)

2

Berpikir rasional erat kaitannya dengan pemecahan masalah. Menurut

Syafruddin dan Anzizhan (dalam Fitriyanti, 2009: 41) berpikir rasional adalah seperangkat kemampuan yang digunakan untuk melihat apa yang kita peroleh untuk menemukan permasalahan dan tindakan yang akan mengarahkan kita pada pencapaian tujuan. Behrman (2000: 130) berpendapat bahwa bukan hanya perhitungan matematis saja yang membutuhkan pemecahan masalah, namun banyak subjek lain termasuk subjek sosial dan sains.

Dalam penelitian White (2009 : 17–37) menghasilkan bahwa siswa sukses dalam menyelesaikan permasalahan matematika yang disajikan dengan bentuk yang unik seperti disajikan dalam cerita/novel di komputer (a novel computer-based learning environment) daripada yang hanya disajikan dengan bentuk yang sederhana. Prestasi yang diukur melalui tes kemampuan

pemecahan masalah matematika pada studi Trends in International

Mathematics and Science Study (TIMSS) tahun 2007, menunjukkan bahwa Indonesia berada di urutan ke-36 dari 49 negara yang mengikuti studi tersebut. Secara umum, hasil studi TIMSS 2007 menunjukkan bahwa siswa Indonesia memiliki pengetahuan dasar matematika namun tidak cukup digunakan untuk memecahkan masalah kehidupan rutin seperti memilih strategi dan memanipulasi bentuk. Sedangkan prestasi sains yang diukur melalui Assessment internasional PISA 2006 menampilkan sebanyak 41,3% siswa Indonesia berada pada level satu. Level satu didefinisikan bahwa siswa Indonesia memiliki pengetahuan ilmiah yang terbatas dan hanya dapat digunakan untuk memecahkan masalah yang familiar (Tjalla, 2009: 7-13).


(20)

3

Prestasi yang dimiliki siswa Indonesia ini belum memuaskan dan perlu adanya perbaikan dalam proses belajar. Hasil penilaian internasional tersebut seharusnya menjadi motivasi untuk mengembangkan kemampuan

memecahkan masalah, karena faktanya banyak permasalahan kompleks di kehidupan nyata yang akan dihadapi siswa yang membutuhkan keterampilan dalam memecahkannya. Oleh karena itu pembelajaran berbasis masalah merupakan sebuah pendekatan pembelajaran yang menyajikan masalah kontekstual sehingga merangsang peserta didik untuk belajar. Dalam kelas yang menerapkan pembelajaran berbasis masalah, peserta didik bekerja dalam tim untuk memecahkan masalah dunia nyata (real world) (Kemendikbud, 2013: 54).

Masalah gender tidak dipungkiri pada kenyataannya bahwa secara umum terdapat sosial biologis antara perempuan dan laki-laki, dan perbedaan tersebut mempengaruhi pembelajaran (Rahmadhani, 2013:4). Hal tersebut dapat berpengaruh juga terhadap kemampuan berpikir rasional siswa yang digunakan untuk menjawab pertanyaan tentang kebenaran yang meringankan suatu masalah siswa laki-laki dan perempuan. Bila dikaitkan dengan

perspektif gender, Bastable (2002: 194) menyatakan bahwa dalam pemecahan masalah siswa laki-laki memiliki rasa ingin tahu dan ketertarikan yang lebih besar. Siswa laki-laki memiliki skor tujuh poin lebih tinggi dibandingkan siswa perempuan dalam pemecahan masalah. Bahkan dalam variasi pemecahan masalahnya pun siswa laki-laki memiliki poin yang lebih besar (OECD, 2014: 188).


(21)

4

Dalam penelitiannya terhadap perbedaan umur dan gender, D’Zurilla (1998: 250-251) mengemukakan bahwa perbedaan yang menonjol antara laki-laki dan perempuan terletak pada arah pengenalan masalahnya. Laki-laki lebih positif dan dikenal lebih cepat dan tanggap dalam mengenali masalah ketika mulai memasuki masa dewasa dibandingkan dengan perempuan. Berdasarkan penelitiannya, sejak masa kanak-kanak laki-laki memang lebih mudah dalam mengenali masalah, hanya saja kepedulian laki-laki dalam menyelesaikan masalah tersebut ketika masa kanak-kanak lebih rendah dibandingkan dengan perempuan. Oleh sebab itu, sering ditemukan kurangnya antusiasme siswa laki-laki dalam belajar di kelas sehingga ia terlihat bermalas-malasan dan kurang berkontribusi dalam menyelesaikan permasalahan. Sedangkan pada siswa perempuan, antusiasme dalam belajar dan usaha menyelesaikan masalah yang diberikan oleh guru terlihat lebih tinggi meskipun kurang tanggap dalam mengenali masalah tersebut. Bassey, Joshua dan Alice (2008 : 56-60) menemukan bahwa dalam mata pelajaran matematika, laki-laki lebih unggul jika dibandingkan dengan perempuan.

Selain fakta tersebut juga ada penelitian yang menyebutkan bahwa jenis kelamin ternyata memiliki keterkaitan dengan prestasi belajar. Wanita cenderung lebih berprestasi daripada laki-laki dalam nilai mata pelajaran (Bassey, Joshua dan Alice 2008 : 56-60). Hasil kajiannya menunjukkan bahwa terdapat konsistensi yang lebih tinggi antara umur dan tingkat pendidikan bagi wanita dibanding dengan laki-laki. Secara implisit dapat diartikan bahwa wanita lebih berhasil di sekolah daripada laki-laki. Namun penelitian Fraine, Damme dan Onghena (2007 : 132-150) menunjukkan


(22)

5

korelasi yang lemah antara jenis kelamin dan prestasi akademik. Sehingga faktor jenis kelamin ini tidak dapat secara utuh atau menjadi satu-satunya aspek pembandingan prestasi belajar siswa. Perbedaan fungsi dan peran laki-laki dan perempuan ditentukan karena antara keduanya terdapat perbedaan kedudukan, fungsi, dan peranan masing-masing dalam berbagai bidang kehidupan dan pendidikan. Perbedaan jenis kelamin dalam pendidikan dapat terjadi dalam perolehan prestasi belajar. Perempuan dalam proses

pembelajaran di kelas, pada dasarnya memiliki hak dan kesempatan yang sama untuk aktif dalam proses pembelajarannya (Santrock 2009 : 217 ).

Hasil wawancara dengan guru biologi di SMA Negeri 1 Belalau, menyatakan bahwa kemampuan berpikir rasional siswa belum dikembangkan secara optimal. Hal ini dikarenakan pada proses pembelajaran guru masih

menggunakan metode ceramah, hapalan, dan tanya jawab. Guru juga belum pernah melakukan pengamatan terhadap kemampuan berpikir rasional siswa berdasarkan gender, siswa jarang dilibatkan dalam penemuan konsep lewat pengamatan. Keadaan tersebut diduga berpengaruh terhadap kemampuan berpikir rasional siswa yang tercermin pada hasil belajar tepatnya pada aspek kognitif siswa, maka perlu dilakukan penelitian yang berfokus pada pengaruh penerapan model PBM terhadap kemampuan berpikir rasional siswa pada materi keterkaitan kegiatan manusia dengan masalah perusakan dan pelestarian lingkungan. Siswa dapat mempelajari materi tersebut dengan melakukan penyelidikan dengan mengkaji permasalahan tentang kegiatan manusia dengan masalah perusakan dan pelestarian lingkungan. Hal ini ditunjukkan dari hasil wawancara dengan guru Biologi SMA Negeri 1


(23)

6

Belalau, menyatakan masih rendahnya pencapaian penguasaan materi biologi, diketahui bahwa pada tahun ajaran 2013/2014 nilai rata-rata hasil ulangan harian pada materi keterkaitan kegiatan manusia dengan masalah perusakan dan pelestarian lingkungan yang diperoleh siswa laki-laki yaitu 60 dan siswa perempuan yaitu 65 masih di bawah Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang telah ditetapkan yaitu 75.

Salah satu alternatif pembelajaran yang diduga mampu mengoptimalkan pengembangan kemampuan berpikir siswa ialah menggunakan model (PBM). Trianto (2009 : 94) menyatakan pembelajaran berdasarkan masalah memiliki tujuan membantu siswa mengembangkan keterampilan berpikir dan

keterampilan pemecahan masalah. PBL akan memberikan dorongan kepada siswa untuk memiliki keterampilan berpikir tingkat tinggi. Kemampuan berpikir rasional (KBR) siswa laki-laki dan perempuan memiliki keterkaitan yang menekankan pada proses pencarian pengetahuan dengan menerapkan beberapa keterampilan proses dasar yang meliputi mengamati, mengukur, berkomunikasi, menjelaskan atau menguraikan, meramalkan, mengumpulkan, mencatat, dan menafsirkan data diharapkan mampu menggali keterampilan berpikir rasional siswa. Aspek aktivitas siswa yang diamati meliputi: (1) menemukan masalah berdasaran gambar atau waacana yang diberikan, (2) menemukan alternatif solusi dari permasalahan, (3) menentukan alternatif solusi yang dianggap paling baik dari permasalahan, (4) mengkomunikasikan informasi baik kedalam tulisan dan lisan, maupun tabel, (5) kualitas hasil pemecahan masalah.


(24)

7

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Suwandi (2012: 47), model pembelajaran PBL yang menggunakan masalah open-ended dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam melakukan pemecahan masalah, sehingga diduga model PBL ini juga dapat menjadi mediator yang tepat digunakan untuk meneliti hubungan antara gender siswa dengan kemampuan memecahkan masalah. Melalui PBL, siswa dilatih untuk mengidentifikasi masalah, merumuskan masalah, menemukan alternatif-alternatif solusi, memilih solusi terbaik, lancar dalam memecahkan masalah, dan memiliki kualitas dalam pemecahan masalah, sehingga dapat menggiring tingkat berpikir siswa dari pemahaman menuju aplikasi, analisis, evalusi, dan menciptakan suatu solusi (Paidi, 2010: 9).

Berdasarkan uraian diatas, perlu dilakukan penelitian mengenai “Penerapan

Model Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) berdasarkan Gender terhadap kemampuan berpikir Rasional siswa Pada Materi Keterkaitan Kegiatan Manusia Dengan Masalah Perusakan Dan Pelestarian Lingkungan (Studi Eksperimen pada Siswa Kelas X SMA Negeri 1 Belalau Tahun Pelajaran 2015/2016)”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :

1. Apakah ada pengaruh yang signifikan pada penerapan model Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) berdasarkan gender terhadap kemampuan


(25)

8

2. Apakah penenerapan model Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) berdasarkan gender dapat meningkatkan kemampuan berpikir rasional siswa?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarakan rumusan masalah, maka tujuan penelitian ini adalah untuk : 1. Mengetahui adanya pengaruh model Pembelajaran Berbasis Masalah

(PBM) terhadap berpikir rasional siswa

2. Mengetahui adanya peningkatan kemampuan berpikir rasional siswa melalui penerapan model pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) berdasarkan gender

D. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah :

1. Bagi siswa, (1) dapat mempermudah siswa memahami materi keterkaitan kegiatan manusia dengan masalah perusakan dan pelestarian lingkungan, (2) memberikan pengalaman belajar yang berbeda dalam mempelajari materi keterkaitan kegiatan manusia dengan masalah perusakan dan pelestarian lingkungan, (3) membiasakan siswa untuk aktif dalam proses pembelajaran, dan mendorong siswa untuk berpikir secara rasional. 2. Bagi Guru, dengan Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) berdasarkan

gender, diharapkan dapat menjadi salah satu alternatif bagi guru dalam memilih model pembelajaran sebagai upaya meningkatkan penguasaan materi khususnya materi keterkaitan kegiatan manusia dengan masalah perusakan dan pelestarian lingkungan.


(26)

9

3. Bagi sekolah, yaitu memberikan sumbangan pemikiran untuk

meningkatkan mutu pembelajaran biologi di sekolah dengan menggunakan model Pembelajar Berbasis Masalah dalam proses pembelajaran di

sekolah.

4. Bagi Peneliti, sebagai pengalaman baru untuk meningkatkan pemahaman tentang sistem pembelajaran di kelas.

E. Ruang Lingkup Penelitian

Agar tidak terjadi salah penafsiran terhadap masalah yang akan dikemukakan, maka perlu adanya batasan ruang lingkup penelitian yaitu:

1. Penelitian ini dilakukan pada siswa kelas X SMA Negeri 1 Belalau T.P 2015/2016, dengan kelas X1, kelas X2 dan X3 dan X4 sebagai kelas eksperimen

2. Gender merupakan suatu konsep yang digunakan untuk mengidentifikasi perbedaan antara laki-laki dan perempuan. Secara alamiah telah diketahui bahwa laki-laki dan perempuan memiliki struktur otak yang berbeda (Wood, dalam Rahmadhani, 2013: 38).

3. Kecakapan berpikir rasional yang diukur antara lain: (1) kecakapan menggali dan menemukan informasi, (2) kecakapan mengolah informasi dan mengambil keputusan, serta (3) kecakapan memecahkan masalah secara rasional. Pengambilan data diperoleh dari hasil pretes dan postes serta lembar observasi aktivitas siswa (Tim BBE dalam Belina, 2008 :18). 4. Materi pokok pada penelitian ini adalah perusakan dan pelestarian


(27)

10

kegiatan manusia dengan masalah perusakan/pencemaran lingkungan dan

pelestarian lingkungan”.

5. Sintak model PBM / PBL antara lain : (1) mengorientasikan siswa pada masalah, (2) mengorganisasi siswa untuk belajar, (3) membimbing penyelidikan individu maupun kelompok, (4) mengembangkan dan menyajikan hasil karya, (5) menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah (Arends dalam Dasna dan Sutrisna, 2010 : 5-8). 6. Aspek aktivitas siswa yang diamati meliputi: (1) menemukan masalah

berdasaran gambar atau wacana yang diberikan, (2) menemukan alternatif solusi dari permasalahan, (3) menentukan alternatif solusi yang dianggap paling baik dari permasalahan, (4) mengkomunikasikan informasi baik kedalam tulisan dan lisan, maupun tabel, (5) kualitas hasil pemecahan masalah (Dimyati dan Mudjiono, 2006 : 141).

F. Kerangka Pikir

Dalam kehidupan bermasyarakat berpikir rasional sangat penting agar seseorang mampu bersaing untuk maju. Dengan belajar berpikir rasional siswa diharapkan memiliki kemampuan untuk memecahkan masalah dengan menggunakan pertimbangan strategi akal sehat, logis, dan sistematis. Pada dasarnya, siswa laki-laki maupun siswa perempuan memiliki kompetensi dalam penalaran dan pemecahkan masalah. Berdasarkan hasil wawancara guru biologi kelas X SMA Negeri 1 Belalau, kompetensi tersebut terlihat dari antusiasme dan rasa ingin tahu siswa dalam menanggapi


(28)

11

pemecahan masalah. Perbedaannya terletak pada tingkat antusiasme antara siswa laki-laki dan perempuan. Siswa laki-laki lebih antusias dibandingkan siswa perempuan yang cenderung pendiam. Perbedaan antusiasme dan rasa ingin tahu antara laki-laki dan perempuan ini dapat menggambarkan

perbedaan kemampuan mereka dalam memecahkan masalah. Perbedaan kognitif dan sikap sosial ini juga didukung oleh adanya perbedaan dalam struktur otak laki-laki dan perempuan. Perbedaan ini terletak pada lobus inferior parietal milik laki-laki yang lebih besar. Bagian otak ini bekerja pada tugas-tugas kognitif yang berhubungan dengan persepsi dan proses

visuospasial. Dengan keadaan demikian, maka akan terjadi perbedaan antara kedua gender dalam kemampuan memecahkan masalah. Oleh karena itu, perlu adanya penelitian untuk membuktikan hal tersebut.

Berdasarkan macam-macam keterampilan yang dikembangkan dalam pendekatan keterampilan proses dan pembelajaran berbasis masalah diatas akan memberikan dorongan kepada siswa untuk memiliki keterampilan berpikir tingkat tinggi dan diperkirakan mampu membantu pengembangan kemampuan berpikir rasional. Penelitian ini mengenai penerapan model pembelajaran berbasis masalah berdasarkan gender terhadap kemampuan berpikir rasional siswa. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini yaitu variabel bebas dan variabel terikat. Variabel bebas pada penelitian ini yaitu penerapan model pembelajaran berbasis masalah (PBM) berdasarkan gender, sedangkan variabel terikatnya adalah kemampuan berpikir rasional siswa kelas X.


(29)

12

Hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat ditunjukan pada gambar dibawah ini:

Keterangan:

X : Variabel bebas ( penggunaan model PBL berdasarkan gender ).

Y : Variabel terikat ( kemampuan berpikir rasional siswa ) Gambar 1. Hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat

G.Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian ini adalah :

Penerapan model pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) berdasarkan gender berpengaruh terhadap berpikir rasional siswa pada materi keterkaitan kegiatan manusia dengan masalah perusakan dan pelestarian lingkungan


(30)

13

11.TINJAUAN PUSTAKA

A. Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) atau Problem-Based Learning (PBL)

Model Problem Based Learning atau pembelajaran berdasarkan masalah merupakan model pembelajaran yang didesain menyelesaikan masalah yang disajikan. Menurut Arends (2008:41), PBL merupakan model pembelajaran yang menyuguhkan berbagai situasi bermasalah yang autentik dan bermakna kepada peserta didik, yang dapat berfungsi sebagai batu loncatan untuk investigasi dan penyelidikan. PBL membantu peserta didik untuk

mengembangkan keterampilan berpikir kritis dan keterampilan menyelesaikan masalah. Menurut Suci Ni Made (2008:76), penerapan model pembelajaran berbasis masalah dimaksudkan untuk meningkatkan partisipasi dan prestasi belajar peserta didik karena melalui pembelajaran ini peserta didik belajar bagaimana menggunakan konsep dan proses interaksi untuk menilai apa yang mereka ketahui, mengidentifikasi apa yang ingin diketahui, mengumpulkan informasi dan secara kolaborasi mengevaluasi hipotesisnya berdasarkan data yang telah dikumpulkan.

Menurut Trianto (2010:90), model pembelajaran berdasarkan masalah merupakan suatu model pembelajaran yang didasarkan pada banyaknya permasalahan yang membutuhkan penyelidikan autentik yakni penyelidikan


(31)

14

yang membutuhkan penyelesaian nyata dari permasalahan yang nyata. Sama halnya menurut Riyanto (2009:288), model Problem Based Learning (PBL) merupakan model pembelajaran yang dapat membantu peserta didik untuk aktif dan mandiri dalam mengembangkan kemampuan berpikir memecahkan masalah melalui pencarian data sehingga diperoleh solusi dengan rasional dan autentik. Model PBL merupakan model pembelajaran yang membantu peserta didik untuk mengembangkan keaktifan dalam kegiatan penyelidikan. Selain itu Model PBL dapat mengembangkan kemampuan berpikir dalam upaya

menyelesaikan masalah.

Sementara itu, Arends dan Kilcher (2010 : 330) menyatakan bahwa PBM mempunyai 2 (dua) tujuan utama berupa :

content goals dan process goals. Content goals mencakup: curriculum standars, specific content concept, dan relationships among ideas in the problem situation. Sedangkan process goals mencakup: inquiry and problem-solving skills, self-directed learning skills, collaboration skills, dan project management skills.

Model pembelajaran PBL ini memiliki keunggulan tersendiri dari model pembelajaran lain. Kekuatan model PBL menurut Pannen, Mustafa, dan Sekarwinahayu (2005 : 99) adalah:

1. Fokus pada kebermaknaan, bukan fakta (deep versus surface learning) Dalam pembelajaran tradisional, siswa diharuskan mengingat banyak sekali informasi dan kemudian mengeluarkan ingatannya dalam ujian. Informasi yang sedemikian banyak yang harus diingat siswa dalam proses belajar setelah proses pembelajaran selesai. Pembelajaran berdasarkan masalah semata-mata tidak menyajikan informasi untuk diingat siswa. Jika pembelajaran berdasarkan masalah menyajikan informasi, maka


(32)

15

informasi tersebut harus digunakan dalam pemecahan masalah, sehingga terjadi proses kebermaknaan terhadap informasi.

2. Meningkatkan kemampuan siswa untuk berinisiatif

Penerapan pembelajaran berdasarkan masalah membiasakan siswa untuk berinisiatif, sehingga pada akhirnya kemampuan tersebut akan meningkat. 3. Pengembangan keterampilan dan pengetahuan

Pembelajaran berdasarkan masalah memberikan makna yang lebih, contoh nyata penerapan, dan manfaat yang jelas dari materi pembelajaran (fakta, konsep, prinsip, produser). Semakin tinggi tingkat kompleksitas

permasalahan, semakin tinggi keterampilan dan pengetahuan siswa yang dituntut untuk mampu memecahkan masalah.

4. Pengembangan keterampilan interpersonal dan dinamika kelompok Keterampilan interaksi sosial merupakan keterampilan yang amat

diperlukan siswa di dalam proses pembelajaran maupun dalam kehidupan sehari-hari.

5. Pengembangan sikap “Self-Motivated

Pembelajaran berdasarkan masalah yang memberikan kebebasan untuk siswa bereksplorasi bersama siswa lain dalam bimbingan guru merupakan proses pembelajaran yang disenangi siswa. Dengan situasi belajar yang menyenangkan, siswa dengan sendirinya termotivasi untuk belajar terus. 6. Tumbuhnya hubungan siswa-fasilitator

Hubungan siswa-fasilitator yang terjadi dalam pembelajaran berdasarkan masalah pada akhirnya dapat menjadi lebih menyenangkan bagi guru maupun siswa.


(33)

16

7. Jenjang pencapaian pembelajaran dapat ditingkatkan

Proses pembelajaran menggunakan pembelajaran berdasarkan masalah dapat menghasilkan pencapaian siswa dalam penguasaan materi yang sama luas dan sama dalamnya dengan pembelajaran tradisional. Belum lagi, keragaman keterampilan dan kebermaknaan yang dapat dicapai oleh siswa merupakan nilai tambah pemanfaatan pembelajaran berdasarkan masalah.

Sintak pembelajaran berdasarkan masalah terdiri dari lima langkah utama yang dimulai dengan suatu situasi masalah dan diakhiri dengan penyajian dan analisis hasil kerja siswa. (Arends dalam Dasna dan Sutrisna, 2010 : 5-8) mengemukakan ada 5 fase yang perlu dilakukan untuk mengimplementasikan PBM. Fase-fase tersebut merujuk pada tahapan-tahapan praktis yang

dilakukan dalam kegiatan pembelajaran dengan PBM sebagaimana disajikan pada Tabel berikut ini.

Tabel 1. Sintaks model PBM

Fase Aktivitas Guru

1. Mengorientasikan siswa pada masalah

Menjelaskan tujuan pembelajaran, logistik yang diperlukan, memotivasi siswa

terlibat aktif pada aktivitas pemecahan masalah yang dipilih.

2. Mengorganisasi siswa untuk belajar

Membantu siswa membatasi dan mengorganisasi tugas belajar yang berhubungan dengan masalah yang dihadapi.

3. Membimbing penyelidikan individu maupun kelompok

Mendorong siswa mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen, dan mencari untuk penjelasan dan pemecahan.

4. Mengembangkan dan menyajikan hasil karya

Membantu siswa merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan, video, dan model, dan membantu


(34)

17

mereka untuk berbagi tugas dengan temannya.

5. Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah

Membantu siswa melakukan refleksi terhadap penyelidikan dan proses-proses yang digunakan selama berlangusungnya pemecahan masalah.

Sumber : Arends (dalam Dasna dan Sutrisna, 2010 : 5 - 8)

Fase 1: Mengorientasikan Siswa pada Masalah

Pembelajaran dimulai dengan menjelaskan tujuan pembelajaran dan aktivitas-aktivitas yang akan dilakukan. Dalam penggunaan PBM, tahapan ini sangat penting dimana guru harus menjelaskan dengan rinci apa yang harus

dilakukan oleh siswa. Di samping proses yang akan berlangsung, sangat penting juga dijelaskan bagaimana guru akan mengevaluasi proses

pembelajaran. Hal ini sangat penting untuk memberikan motivasi agar siswa dapat engage dalam pembelajaran yang akan dilakukan.

Empat hal penting pada proses ini, yaitu:

(1) Tujuan utama pembelajaran ini tidak untuk mempelajari sejumlah besar informasi baru, tetapi lebih kepada belajar bagaimana menyelidiki masalah-masalah penting dan bagaimana menjadi siswa yang mandiri. (2) Permasalahan dan pertanyaan yang diselidiki tidak mempunyai jawaban

mutlak “benar”, sebuah masalah yang rumit atau kompleks mempunyai

banyak penyelesaian dan seringkali bertentangan.

(3) Selama tahap penyelidikan (dalam pembelajaran ini), siswa didorong untuk mengajukan pertanyaan dan mencari informasi, guru akan bertindak sebagai pembimbing yang siap membantu, tetapi siswa harus berusaha untuk bekerja mandiri atau dengan temannya.


(35)

18

(4) Selama tahap analisis dan penjelasan, siswa didorong untuk menyatakan ide-idenya secara terbuka dan penuh kebebasan, tidak ada ide yang akan ditertawakan oleh guru atau teman sekelas, semua siswa diberi peluang untuk menyumbang kepada penyelidikan dan menyampaikan ide-ide mereka.

Fase 2: Mengorganisasikan Siswa untuk Belajar

Selain mengembangkan keterampilan memecahkan masalah, PBM juga mendorong siswa untuk berkolaborasi. Pemecahan suatu masalah sangat membutuhkan kerjasama dan sharing antaranggota. Oleh sebab itu, guru dapat memulai kegiatan pembelajaran dengan membentuk kelompok-kelompok siswa dimana masing-masing kelompok-kelompok akan memilih dan memecahkan masalah yang berbeda. Prinsip-prinsip pengelompokan siswa dalam pembelajaran kooperatif dapat digunakan dalam konteks ini seperti: kelompok harus heterogen, pentingnya interaksi antaranggota, komunikasi yang efektif, adanya tutor sebaya, dan sebagainya. Guru sangat penting memonitor dan mengevaluasi kerja masing-masing kelompok untuk menjaga kinerja dan dinamika kelompok selama pembelajaran. Setelah siswa

diorientasikan pada suatu masalah dan telah membentuk kelompok belajar selanjutnya guru dan siswa menetapkan subtopik-subtopik yang spesifik, tugas-tugas penyelidikan, dan jadwal. Tantangan utama bagi guru pada tahap ini adalah mengupayakan agar semua siswa aktif terlibat dalam sejumlah kegiatan penyelidikan dan hasil-hasil penyelidikan ini dapat menghasilkan penyelesaian terhadap permasalahan tersebut.


(36)

19

Fase 3: Membantu Penyelidikan Mandiri dan Kelompok

Meskipun setiap situasi permasalahan memerlukan teknik penyelidikan yang berbeda, tetapi pada umumnya tentu melibatkan karakter yang identik, yakni pengumpulan data dan eksperimen, berhipotesis dan penjelasan, dan

memberikan pemecahan. Pengumpulan data dan eksperimentasi merupakan aspek yang sangat penting. Pada tahap ini, guru harus mendorong siswa untuk mengumpulkan data dan melaksanakan eksperimen (mental maupun aktual) sampai mereka betul-betul memahami dimensi situasi permasalahan. Tujuannya adalah agar siswa mengumpulkan cukup informasi untuk menciptakan dan membangun ide mereka sendiri.

Pada fase ini seharusnya lebih dari sekedar membaca tentang masalah-masalah dalam buku-buku. Guru membantu siswa untuk mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya dari berbagai sumber, dan ia seharusnya mengajukan pertanyaan pada siswa untuk beripikir tentang masalah dan ragam informasi yang dibutuhkan untuk sampai pada pemecahan masalah yang dapat

dipertahankan. Setelah siswa mengumpulkan cukup data dan memberikan permasalahan tentang fenomena yang mereka selidiki, selanjutnya mereka mulai menawarkan penjelasan dalam bentuk hipotesis, penjelasan, dan pemecahan. Selama pengajaran pada fase ini, guru mendorong siswa untuk menyampaikan semua ide-idenya dan menerima secara penuh ide tersebut. Guru juga harus mengajukan pertanyaan yang membuat siswa berfikir tentang kelayakan hipotesis dan solusi yang mereka buat serta tentang kualitas

informasi yang dikumpulkan. Pertanyaan-pertanyaan berikut kiranya cukup


(37)

20

yang Anda butuhkan agar Anda yakin bahwa pemecahan dengan cara Anda

adalah yang terbaik?” atau ”apa yang dapat Anda lakukan untuk menguji kelayakan pemecahanmu?” atau ”apakah ada solusi lain yang dapat Anda

usulkan?”. Oleh karena itu, selama fase ini, guru harus menyediakan bantuan

yang dibutuhkan tanpa mengganggu aktivitas siswa dalam kegaitan penyelidikan.

Fase 4 : Mengembangkan dan Menyajikan Artefak (Hasil Karya) dan Memamerkannya

Tahap penyelidikan diikuti dengan menciptakan artefak (hasil karya) dan pameran. Artefak lebih dari sekedar laporan tertulis, tetapi bisa suatu videotape (menunjukkan situasi masalah dan pemecahan yang diusulkan), model (perwujudan secara fisik dari situasi masalah dan pemecahannya), program komputer, dan sajian multimedia. Tentunya kecanggihan artefak sangat dipengaruhi tingkat berfikir siswa. Langkah selanjutnya adalah memamerkan hasil karyanya dan guru berperan sebagai organisator pameran. Akan lebih baik jika dalam pemeran ini melibatkan siswa-siswa lainnya,

guru-guru, orangtua, dan lainnya yang dapat menjadi “penilai” atau memberikan

umpan balik.

Fase 5: Analisis dan Evaluasi Proses Pemecahan Masalah

Fase ini merupakan tahap akhir dalam PBM. Fase ini dimaksudkan untuk membantu siswa menganalisis dan mengevaluasi proses mereka sendiri dan keterampilan penyelidikan dan intelektual yang mereka gunakan. Selama fase ini guru meminta siswa untuk merekonstruksi pemikiran dan aktivitas yang telah dilakukan selama proses kegiatan belajarnya. Kapan mereka pertama kali


(38)

21

memperoleh pemahaman yang jelas tentang situasi masalah? Kapan mereka yakin dalam pemecahan tertentu? Mengapa mereka dapat menerima

penjelasan lebih siap dibanding yang lain? Mengapa mereka menolak beberapa penjelasan? Mengapa mereka mengadopsi pemecahan akhir dari mereka? Apakah mereka berubah pikiran tentang situasi masalah ketika penyelidikan berlangsung? Apa penyebab perubahan itu? Apakah mereka akan melakukan secara berbeda di waktu yang akan datang? Tentunya masih banyak lagi pertanyaan yang dapat diajukan untuk memberikan umpan balik dan menginvestigasi kelemahan dan kekuatan PBM untuk pengajaran.

B. Berpikir Rasional

Berpikir rasional erat kaitannya dengan pemecahan masalah. Menurut

Syafruddin dan Anzizhan (dalam Fitriyanti, 2009: 41) berpikir rasional adalah seperangkat kemampuan yang digunakan untuk melihat apa yang kita peroleh untuk menemukan permasalahan dan tindakan yang akan mengarahkan kiat pada pencapaian tujuan. Berpikir rasional membantu siswa membuat suatu kesimpulan untuk bisa melakukan suatu tindakan, sebagaimana yang

diungkapkan Richetti dan Treogoe (dalam Fitriyanti, 2009:41) “Rational

thinking helps us arrive at a conclusion to be able to do somethin”. Sejalan dengan pendapat tersebut, Syah (2008:55) menyatakan bahwa berpikir rasional merupakan perwujudan prilaku belajar terutama yang berkaitan dengan pemecahan masalah.

Pada umumnya siswa yang berpikir rasional akan menggunakan prinsip-prinsip dan dasar-dasar pengertian dalam menjawab pertanyaan bagaimana


(39)

22

(how) dan mengapa (why). Berpikir rasional menuntut siswa menggunakan logika untuk menentukan sebab akibat, menganalisis, menarik kesimpulan dan menciptakan hukum-hukum (kaidah teoritis) dan ramalan-ramalan

(Yuliandari, 2005 : 11). Sementara itu Tim BBE (dalam Belina, 2008 :18) memaparkan setiap kecakapan berpikir rasional adalah sebagai berikut : 1. Kecakapan menggali informasi

Menurut( Budiyani dalam Belina, 2008:18), kecakapan menggali dan menemukan informasi memerlukan kecakapan dasar, yaitu membaca, menghitung dan melakukan observasi. Oleh karena itu, anak belajar

membaca bukan sekedar “membunyikan huruf dan kalimat”, tetapi

mengerti maknanya, sehingga yang bersangkutan dapat mengerti informasi apa yang terkandung dalam bacaan tersebut. Siswa yang belajar berhitung, hendaknya bukan sekedar belajar secara mekanistik menerapkan kalkulasi angka dan bangun, tetapi mengartikan apa informasi yang diperoleh dari kalkulasi itu. Observasi dapat dilakukan melalui pengamatan fenomena alam lingkungan, melalui berbagai kejadian sehari-hari, peristiwa yang teramati langsung maupun dari berbagai media cetak dan elektronik, termasuk internet Tim BBE (dalam Belina 2008 :18).

2. Kecakapan mengolah informasi

Agar informasi yang telah tergali lebih bermakna maka informasi harus diolah. Hasil olahan itulah yang sebenarnya dibutuhkan oleh manusia. Oleh karena itu, kecakapan berpikir tahap berikutnya adalah kecakapan mengolah informasi. Mengolah informasi artinya memproses informasi tersebut menjadi simpulan. Untuk dapat mengolah suatu informasi


(40)

23

diperlukan kemampuan membandingkan, membuat perhitungan tertentu, membuat analogi, sampai membuat analisis sesuai dengan informasi yang diolah maupun tingkatan simpulan yang diharapkan Tim BBE (dalam Belina 2008 : 20).

3. Kecakapan mengambil keputusan

Keputusan (decision) berarti pilihan, yakni pilihan dari dua atau lebih kemungkinan. Siagian (Belina, 2008:20), berpendapat bahwa keputusan pada dasarnya merupakan pilihan yang secara sadar dijatuhkan atas satu alternatif dari berbagai alternatif yang tersedia. Sedangkan Suryadi dan Ramdhani (dalam Belina, 2008:20), berpendapat bahwa pengambilan keputusan pada dasarnya adalah bentuk pemilihan dari berbagai alternatif tindakan yang mungkin dipilih yang prosesnya melalui mekanisme tertentu, dengan harapan akan menghasilkan sebuah keputusan yang terbaik. Dalam penelitian ini, keputusan diartikan sebagai pilihan terhadap segala alternatif yang tersedia setelah dilakukan pertimbangan. Sedangkan pengambilan keputusan adalah suatu kegiatan atau pemilihan salah satu alternatif yang ada untuk menghasilkan solusi pemecahan yang paling baik.

4. Kecakapan memecahkan masalah secara kreatif

Tim BBE (dalam Belina, 2008:21), menyatakan bahwa pemecahan masalah yang baik tentu berdasarkan informasi yang cukup dan telah diolah dan dipadukan dengan hal-hal lain yang terkait. Pemecahan masalah memerlukan kreativitas dan kearifan. Kreativitas untuk menemukan pemecahkan yang efektif dan efisien, sedangkan kearifan


(41)

24

diperlukan karena pemecahkan harus selalu memperhatikan kepentingan berbagai pihak dan lingkungan sekitarnya. Jadi, yang dimaksud dengan pemecahan masalah secara kreatif dalam penelitian ini adalah kemampuan siswa dalam mencari berbagai alternatif pemecahan masalah yang

mungkin dilakukan dan kecakapan siswa dalam menghasilkan solusi yang efektif dan efisien.

Berpikir rasional adalah perwujudan perilaku belajar terutama yang berkaitan dengan pemecahan masalah. Umumnya siswa yang berpikir rasional akan menggunakan prinsip-prinsip dan dasar- dasar pengertian dalam menjawab

pertanyaan “apa”, “ mengapa” dan “bagaimana” menurut Syah (dalam Rahayu

, 2007:8). Berpikir rasional menuntut siswa untuk menggunakan logika dalam menentukan sebab akibat, menarik kesimpulan menciptakan hukum (kaidah teoritis) dan bahkan menciptakan ramalan- ramalan. Sejalan dengan itu, Sama halnya dengan Hutabarat (dalam Saprudin, 2010 : 415) yang juga berpendapat bahwa berpikir rasional merupakan jenis berpikir yang mampu memahami dan membentuk pendapat, mengambil keputusan sesuai dengan fakta dan premis, serta memecahkan masalah secara logis. Sementara itu, menurut Anwar (2006:29) kecakapan berpikir rasional mencakup antara lain: kecakapan menggali dan menemukan informasi, kecakapan mengolah

informasi dan mengambil keputusan serta kecakapan memecahkan masalah secara kreatif.


(42)

25

C. Pengaruh gender terhadap pembelajaran

Jenis kelamin seorang siswa merupakan ciri yang terlihat jelas dan abadi. Riset lintas budaya menunjukkan bahwa peran gender berada di antara hal pertama yang dipelajari individu dan bahwa semua masyarakat memperlakukan laki-laki berbeda dari perempuan. Persoalan perbedaan gender dalam kecerdasan atau pencapaian akademis juga telah diperdebatkan selama berabad-abad dan masalah itu menjadi sangat penting (Slavin, 2008 : 159). Perbedaan anatomis otak laki-laki dan perempuan terdapat di lobus parietal bawah, hipotalamus, dan lokasi bicara. Pada laki-laki umumnya belahan otak kirinya lebih berkembang. Hal tersebut berpengaruh pada kemampuan berpikir logis, abstrak dan analisis. Sedangkan pada perempuan, belahan otak kanannya yang lebih berkembang sehingga menyebabkan perempuan cenderung lebih berbakat untuk aktivitas artistik dan imaginatif, holistik, berpikir intuitif dan beberapa kemampuan visual dan spasial (Rahmadhani, 2013: 38).

Perbedaan gender dalam struktur otak laki-laki dan perempuan dapat dilihat dalam tabel berikut (Rahmadhani, 2013: 71)

Tabel 2. Perbedaan Gender dalam Struktur Otak

Bagian Otak Laki-laki Perempuan

Lobus temporal

Daerah korteks serebral membantu

mengendalikan pendengaran, ingatan, dan kesadaran seseorang akan diri dan waktu.

Pada laki-laki yang secara kognitif normal, sebagian kecil daerah pada lobus temporal memiliki neuron sekitar 10% lebih kecil

dibandingkan neuron yang dimiliki otak perempuan.

Neuron yang terletak dibagian temporal, di tempat dimana bahasa, melodi, dan nada bicara dimengerti, lebih banyak.

Korpus kalosum Jembatan utama antara otak kiri dan otak kanan

Volume bagian otak ini pada laki-laki lebih kecil dari volumenya

Bagian belakang kalosum dalam otak perempuan lebih besar


(43)

26

berisi seberkas neuron yang membawa pesan antara kedua hemisfer otak

pada otak perempuan, artinya komunikasi yang terjadi antara kedua hemisfer otak lebih sedikit.

dari yang ada pada otak laki-laki. Ini

menerangkan mengapa perempuan memakai kedua sisi otaknya untuk bahasa. Komisura anterior

Kumpulan sel saraf ini, lebih kecil dari korpus kalosum, juga

menghubungkan kedua hemisfer otak.

Komisura milik laki-laki lebig kecil dari komisura perempuan, meskipun ukuran otak laki-laki rata-rata lebih besar dibandingkan otak perempuan.

Komisura perempuan lebih besar dari

komisura laki-laki, yang mungkin menyebabkan hemisfer serebral mereka terlihat seperti bekerja sama untuk menjalankan tugas yang berkenaan dengan bahasa sampai respon emosional.

Hemisfer otak Sisi kiri otak

mengendalikan bahasa, dan sisi kanan otak adalah tempat emosi.

Hemisfer kanan otak laki-laki cenderung lebih dominan.

Perempuan cenderung menggunakan otak secara lebih holistik, sehingga menggunakan kedua hemisfernya secara serentak. Ukuran otak

Berat total otak kira-kira 1,35 kg

Otak laki-laki, rata-rata lebih besar dari otak perempuan.

Otak perempuan rata-rata lebih kecil dari otak laki-laki karena struktur anatomi seluruh tubuh mereka lebih kecil. Akan tetapi, neuron mereka lebih banyak daripada neuron laki-laki (seluruhnya 11%) yang berjejalan di korteks serebral. Perempuan dikenal dengan mudah merasakan kondisi emosional orang lain dibandingkan dengan laki-laki. Tapi bagaimanakah dengan pemahaman, apakah perempuan memahami pikiran dan perasaan orang lain secara lebih baik dibandingkan dengan laki-laki?. Pertanyaan tersebut dijawab oleh Ickes, Gesn, dan Graham(dalam Taufik, 2012:119-110) dalam temuan peneliitian mereka tentang hubungan gender dan akurasi empati. Hasil penelitian


(44)

27

menunjukan bahwa akurasi empati perempuan lebih baik daripada laki-laki, tetapi ini hanya dalam kondisi-kondisi tertentu. Klein dan Hodges (dalam Taufik, 2012:119-110) menggali temuan-temuan penelitian Ickes dan kolagennya di atas dengan melakukan penelitiannya mengenai perbedaan gender ,motivasi, dan akurasi empati. Mereka membandingkan akurasi empati antara laki-laki dan perempuan namun perbandingan tersebut disertai dengan penawaran(bahasa jawa:iming-iming) insentif uang. Hasil penelitian

menemukan bahwa meningkatnya motivasi bukanlah semata dipengaruhi oleh perbedaan gender, tetapi bisa dimungkinkan berbagai upaya lain untuk

meningkatkannya (Taufik, 2012:119-110).

Dengan demikian, secara keseluruhan tidak ada perbedaan yang mencolok antara intelegensi umum anak laki-laki dan perempuan. Kemampuan verbal: anak perempuan belajar berbicara, memakai kalimat, dan memakai lebih banyak macam kata lebih dini dibandingkan anak laki-laki. Selain itu, cara berbicara anak perempuan lebih jelas, dapat membaca lebih dini, dan lebih konsisten dalam mengerjakan tes ejaan dan tata bahasa. Pemecahan masalah: laki-laki cenderung mencoba menerapkan pendekatan baru dalam memecahkan masalah, tidak terlalu terpengaruh oleh tanda-tanda yang tidak relevan dan lebih berfokus pada hal-hal umum di dalam tugas belajar tertentu. Laki-laki juga memiliki rasa ingin tahu yang lebih besar dibandingkan perempuan. Namun, dalam hal hubungan antarmanusia, perempuan lebih baik di dalam menyelesaikan suatu masalah dibandingkan laki-laki. Prestasi di sekolah: tanpa pengecualian, anak perempuan memperoleh nilai rata-rata yang lebih tinggi dari anak laki-laki, terutama di tingkat sekolah dasar. Kinerja skolastik


(45)

28

anak perempuan lebih stabil, kurang berfluktuasi, daripada kinerja anak laki-laki (Bastable, 2002 : 193).

Gender diprediksi memoderisasi pengaruh ekpekstansi kinerja (performance expectancy), ekpekstansi usaha (expectancy effort) dan pengaruh sosial (Social influence) terhadap minat keperilakuan (behavioral intention). Penelitian di perbedaan gender menunjukan bahwa pria cendrung lebih tinggi ke orientasi tugas (Minton dan Schneider 1980), sehingga ekspentasi kinerja

(performanceexpectancy) yang berfokus pada penyelesaian tugas akan cendrung kuat pada pria (Jogiyanto, 328-329).

Dalam nilai sekolah, perempuan lebih unggul daripada laki-laki dan

mempertahankan keunggulan ini hingga sekolah menengah. Bahkan dalam matematika dan ilmu pengetahuan alam, dimana perempuan memperoleh nilai yang agak lebih rendah dalam ujian, perempuan masih memperoleh nilai yang lebih baik di kelas (Maher dan Ward dalam Slavin, 2008:159). Di sekolah dasar, laki-laki mempunyai kemungkinan yang jauh lebih tinggi daripada perempuan dalam hal masalah membaca, dan jauh lebih mungkin mempunyai masalah ketidakmampuan belajar atau gangguan emosional (Smith dalam Slavin, 2008:160).

Tak ada perdebatan yang terlalu besar di kalangan para guru dan pihak-pihak lainnya tentang apakah laki-laki dan perempuan memandang berbagai hal secara berbeda, dan apakah mereka memilih untuk mengekspresikan gagasan-gagasan mereka dengan cara yang berbeda. Anak-anak jelas dipengaruhi oleh model-model peran yang diperkenalkan kepada mereka. Ketika


(46)

29

mempertimbangkan tentang pengaruh artistik terhadap budaya saat ini, dominasi laki-laki masih sangat jelas terlihat. Dalam hal status, karya dari seniman laki-laki sering kali dipandang lebih prestisius daripada hasil karya perempuan. Para pemikir dan penemu besar yang diperkenalkan kepada anak-anak sebagian besar adalah laki-laki. Beberapa seniman perempuan telah mengukir karir dari ketertarikan mereka, sebagai konsekuensinya ada ketiadaan penerimaan sosial terhadap karya mereka, yang dipandang hanya sebagai hobi (Beetlestone, 2011: 61).

Hal ini tidak sesuai dengan persepsi yang menyebar pada anak-anak mengenai

seni sebagai sosok „’perempuan’’ ketika mereka membahas tentang mata

pelajaran untuk studi lebih lanjut. Persepsi semacam itu dapat mengarah

kepada memandang rendah performansi anak perempuan dalam subyek „laki

-laki’ seperti matematika dan sains (French dalam Beetlestone, 2011), dan

memandang rendah performansi anak laki-laki dalam bidang literasi, yang secara tradisional dipandang sebagai subyek „seni/ perempuan’ (Hanna dalam Beetlestone, 2011: 61). Pencapaian yang kurang dapat dilawan dengan pendekatan-pendekatan yang positif seperti proyek GIST (Girls into Science and Technology) yang dirancang untuk mendukung minat anak perempuan terhadap sains, dan para pihak yang berkecimpung dalam kegiatan mendukung anak-anak perempuan untuk menggunakan konstruksi dan teknologi.

Demikian juga, ketiadaan ketertarikan yang menyolok pada anak perempuan terhadap matematika semakin menguatkan kesadaran akan performansi yang kurang telah menyebabkan para guru mengambil langkah positif untuk


(47)

30

memberikan kesempatan kepada anak perempuan dalam bidang matematika, yang seringkali diwujudkan dengan membagi kelompok dengan jenis kelamin yang sama. Apabila anak-anak diberi kesempatan untuk melakukan berbagai macam kegiatan dan pendekatan kreatif terhadap pembelajaran, dan setiap saat didorong untuk memikirkan gagasan secara menyeluruh, mendiskusikan kemudian, mengambil resiko, dan mencoba melakukan metode-metode baru, banyak ketidakseimbangan gender seperti ini yang tidak akan muncul ke permukaan. Anak-anak yang diberi kesempatan dan pengalaman yang sama akan lebih merespon berdasarkan basis individual ketimbang gender


(48)

31

III. METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SMA Negeri 1 Belalau pada semester genap tahun pelajaran 2014/2015.

B. Populasi dan Sampel

Populasi penelitian ini yaitu seluruh siswa kelas X SMA Negeri 1 Belalau. Adapun sampel yang diambil yaitu 36 orang siswa laki-laki dan 36 orang siswa perempuan dengan menggunakan teknik cluster random sampling (Sugiyono, 2013: 124).

C. Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen dengan desain pretes-postes non- equivalen. (Riyanto 2001:43) Pada desain penelitian ini kelompok laki-laki dan kelompok perempuan diberi perlakuan penggunaan model

pembelajaran berbasis masalah dan dikelompokkan sesuai dengan gender dengan rencana KBM guru mata pelajaran biologi kelas X pada materi Keterkaitan Kegiatan Manusia Dengan Masalah Perusakan Dan Pelestarian


(49)

32

Lingkungan. Kelompok laki-laki dan kelompok perempuan mendapat tes awal dan tes akhir struktur desainnya sebagai berikut:

Kelompok tes awal perlakuan tes akhir

I O1 X1 O2

II O1 X2 O2

Gambar 2. Desain pretes-postes non-equivalen.

D. Prosedur Penelitian

Penelitian ini terdiri dari dua tahap, yaitu pra penelitian dan pelaksanaan penelitian. Adapun langkah-langkah dari tahap tersebut sebagai berikut:

1.Pra penelitian

Kegiatan yang dilakukan pada pra penelitian sebagai berikut :

a. Membuat surat izin penelitian pendahuluan ke fakultas untuk observasi ke sekolah.

b.Melakukan observasi pendahuluan di sekolah untuk menetapkan waktu pembelajaran materi pencemaran lingkungan, jumlah siswa di kelas yang dijadikan sampel penelitian, dan perbandingan antara jumlah siswa laki-laki dan perempuan di kelas yang dijadikan sampel penelitian.

c. Menetapkan sampel penelitian untuk kelas yang di teliti

d.Membuat perangkat pembelajaran yang terdiri atas Silabus, Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), Lembar Kerja Siswa (LKS), soal pretes dan postes.

Keterangan = I: Kelompok laki-laki1; II: Kelompok perempuan; O1: Pretes; O2: Postes; X1, X2, : Perlakuan Model Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM)


(50)

33

e. Membuat lembar observasi aktivitas belajar siswa.

f. Pretes dan Postes untuk menguji kemampuan Berpikir Rasional Siswa g.Membentuk 6 kelompok, setiap kelompok terdiri dari 6 siswa

berdasarkan gender dengan kemampuan yang berbeda-beda baik tingkat kemampuan (tinggi, sedang, dan rendah). Jika mungkin anggota

kelompok berasal dari ras, budaya, suku yang berbeda.

2. Pelaksanaan Penelitian

Mengadakan kegiatan pembelajaran dengan menggunakan model (PBM) dan penelitian ini dilaksanakan sebanyak dua kali pertemuan.

Kelas eksperimen I, II, III dengan menggunakan Model Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM)dan dikelompokan sesuai gender

a.Pendahuluan

1.Guru memberikan pretes (pertemuan 1).

2.Guru menggali pengetahuan awal siswa (apersepsi):

 Pertemuan I : “Pernahkah kalian melihat seorang petani

menyemprotkan pestisida di sawah? Menurut kalian adakah dampak yang ditimbulkan dari pestisida tersebut ?”

 Pertemuan II: ”Apa yang akan terjadi jika sungai kita tercemar?

Bagaimana cara yang dapat dilakukan untuk mengatasi pencemaran sungai?”

 Siswa diberi motivasi:

Pertemuan I : ”Dengan mempelajari materi ini kita dapat


(51)

34

menimbulkan masalah kerusakan dan pencemaran lingkungan serta cara mengatasinya..”

Pertemuan II: “Memberikan motivasi: Dengan mempelajari materi ini kita akan mengetahui upaya apa saja yang dapat dilakukan dalam upaya pelestarian lingkungan sehingga kita dapat ikut membantu menjaga keseimbangan lingkungan kita”.

b. Kegiatan inti

1.Pengelompokkan model pembelajaran berbasis masalah berdasarkan gender, guru menempatkan siswa ke dalam kelompok, masing-masing kelompok sesuai dengan gender yang sama.

2.Guru membagikan LKK berbasis KPS kepada setiap kelompok. Setiap siswa mendapat 1 LKK, memberikan pengarahan kepada siswa untuk mengerjakan LKK secara berkelompok. Guru membimbing siswa dalam menggali informasi dari sumber buku Biologi kelas X

membimbing siswa berdiskusi. Selanjutnya meminta masing-masing kelompok berdasarkan gender untuk mempresentasikan hasil

diskusinya dan meminta siswa mengumpulkan LKK yang sudah dikerjakan

c. Penutup

Pertemuan I : Guru membimbing siswa membuat kesimpulan dan Guru menyampaikan sub materi pada pertemuan selanjutnya. Pertemuan II: Membimbing siswa membuat kesimpulan/rangkuman


(52)

35

tes akhir (postes). Setelah itu guru menyampaikan sub bab yang akan dipelajari pada pertemuan selanjutnya

E. Jenis dan Teknik Pengambilan Data

Jenis dan teknik pengambilan data pada penelitian ini adalah : 1. Jenis Data

Data penelitian ini berupa data kuantitatif dan kualitatif. Data kuantitatif, yaitu kemampuan berpikir rasional siswa yang diperoleh dari nilai pretest dan postes berdasarkan perbandingan nilai gain yang dinormalisasi (N-gain), antara kelas eksperimen, yang dihitung menggunakan formula Hake (Loranz, 2008:2). Sedangkan data kualitatif yaitu diperoleh dari lembar observasi aktivitas siswa yang dianalisis dengan menggunakan indeks aktivitas siswa. Aspek aktivitas siswa yang diamati meliputi: (1)

menemukan masalah berdasaran gambar atau waacana yang diberikan, (2) menemukan alternatif solusi dari permasalahan, (3) menentukan alternatif solusi yang dianggap paling baik dari permasalahan, (4)

mengkomunikasikan informasi baik kedalam tulisan dan lisan, maupun tabel, (5) kualitas hasil pemecahan masalah.

2. Teknik Pengambilan Data a. Pretest dan post test

Data berupa nilai pretest yang diambil pada pertemuan awal dan nilai postest pada pertemuan kedua. Nilai pretest diambil sebelum

pembelajaran, sedangkan nilai postest diambil setelah pembelajaran, baik pada siswa laki-laki dan siswa perempuan. Bentuk soal yang


(53)

36

diberikan adalah berupa soal essay. Bobot masing-masing jawaban disesuaikan dengan point kriteria penilaian yang telah ditentukan. Soal disusun sedemikian rupa sehingga tiap point soalnya dapat mengukur kemampuan berpikir rasional siswa. Teknik penskoran nilai pretes dan postes yaitu:

S = R x 100 N

Keterangan :

S = Nilai yang diharapkan (dicari)

R = jumlah skor dari item atau soal yang dijawab benar N = jumlah skor maksimum dari tes tersebut

(dikutip dari Purwanto dan Sulistiyastuti, 2007 : 112) b. Lembar Observasi Aktivitas Siswa

Lembar observasi aktivitas siswa berisi semua aspek kegiatan yang diamati pada saat proses pembelajaran. Setiap siswa diamati point kegiatan yang dilakukan dengan cara memberi tanda (√ ) pada lembar observasi sesuai dengan aspek yang telah ditentukan. Berikut ini merupakan tabel dari lembar observasi aktivitas siswa beserta keterangan dari kriteria penilaian aktivitas siswa yang diamati.

Tabel 3. Lembar Observasi Aktivitas Siswa Berdasarkan Gender

No Siswa Aktivitas Belajar Siswa Laki-Laki Perempuan A B C D E A B C D E 1

2 3 4 dst

Jumlah skor Skor maksimum

Rata-rata Standar


(54)

37

deviasi Skor (%)

Kategori

Keterangan kriteria aspek aktivitas siswa:

A.Menemukan masalah berdasarkan pada gambar atau wacana yang diberikan

Skor Indikator

0 Tidak menemukan

1 menuliskan satu masalah meskipun kurang relevan 2 menuliskan satu masalah yang relevan

3 menuliskan lebih dari satu masalah dan relevan B.Menemukan alternatif solusi dari permasalahan

Skor Indikator

0 Tidak mampu menuliskan alternatif solusi

1 Mampu menuliskan hanya dua alternatif solusi atau cara pemecahan masalah namun tidak semua relevan dengan tiap masalah yang akan dipecahkan.

2 Mampu menuliskan hanya dua alternatif solusi atau cara pemecahan masalah dan kesemua relevan dengan tiap masalah yang akan dipecahkan.

3 Mampu menuliskan dua atau lebih alternatif solusi atau cara pemecahan masalah dan kesemua relevan dengan tiap masalah yang akan dipecahkan.

C.Menentukan alternatif solusi yang dianggap paling baik dari permasalahan

Skor Indikator

0 Tidak mampu memilih atau menentukan satupun dari alternatif solusi

1 Mampu memilih atau menentukan satu dari alternatif solusi yang terbaik namun tidak dengan alasan yang rasional. 2 Mampu memilih atau menentukan satu dari alternatif

solusi, yang terbaik, dengan alasan yang rasional.

D.Mengkomunikasikan informasi baik kedalam tulisan, lisan, maupun tabel

Skor Indikator

0 Tidak mampu mengkomunikasikan informasi yang diperoleh

1 Mampu mengkomunikasikan informasi melalui tulisan 2 Mampu mengkomunikasikan informasi melalui tulisan dan


(55)

38

lisan

3 Mampu mengkomunikasikan informasi melalui tulisan dan lisan serta dilengkapi dengan tabel

E. Kualitas hasil pemecahan masalah

Skor Indikator

0 Hasil pemecahannya tidak tepat, tidak rasional, dan tidak dapat dibenarkan secara ilmiah.

1 Hasil pemecahannya rasional, tepat, tetapi sulit dibenarkan secara ilmiah

2 Hasil pemecahannya tepat, rasional, dan dapat dibenarkan secara ilmiah

Penilaian aktivitas siswa dilakukan pada saat proses pembelajaran berlangsung. Aspek yang diamati sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan pada lembar observasi aktivitas siswa. Kemudian menghitung rata–rata skor aktivitas dengan menggunakan rumus:

100

x n

Xi X

Keterangan : X = Rata-rata skor aktivitas siswa ∑Xi = Jumlah skor yang diperoleh

n = Jumlah skor maksimum (Sudjana, 2002 : 67)

Kriteria hasil menggunakan skala persentase sebagai berikut: Tabel 4. Klasifikasi Aktivitas Siswa

Interval (%) Kategori 0 – 20 Sangat Rendah

21 – 40 Rendah

41 – 60 Sedang

61 – 80 Tinggi 81 – 100 Tinggi Sekali Sumber: Arikunto, (2007: 214)


(56)

39

Rubrik variabel, sub variabel, indikator, jenis data dan alat ukur data secara rinci dapat dilihat pada tabel 5 berikut ini.

Tabel 5. Hubungan antara variabel, instrumen, jenis data dan analisis data

F. TE K N I K A N A L I S I S D A T A

Data nilai pretes, postes dan Gain yang dinormalisasi (N-gain) dihitung dengan formula Hake (Loranz, 2008 : 2) sebagai berikut:

� − � ��= −

− × 100

Keterangan :

X= nilai postes, Y= nilai pretes, Z= skor maksimum

Selanjutnya, maka N-gain berpikir kritis siswa dapat dilihat dari kriteria pada Tabel 6.

Tabel 6. Kriteria N-gain yang diperoleh oleh siswa Nilai rata-rata N-gain (g) Kriteria

g>70 30<g ≤70 g<30 Tinggi Sedang Rendah

Sumber: dimodifikasi dari Hake (dalam Loranz, 2008: 3) No Variabel Instrumen Jenis data dan

Alat ukur

Analisis Data 1 Kemampuan

berpikir rasional Tes kemampuan berpikir rasional siswa

Nominal dan tes

tertulis Uji t Uji µ 2 Aktivitas

siswa selama proses

pembelajaran

Lembar observasi aktivitas siswa


(57)

40

Data yang berupa nilai pretest, postest, dan gain score pada kelompok siswa laki-laki dan siswa perempuan dianalisis dengan uji t dengan bantuan

program SPSS versi 17 sebelumnya dilakukan uji prasyarat berupa :

1. Uji Normalitas Data

Uji normalitas data digunakan uji Lilliefors dilakukan dengan bantuan program SPSS versi 17.

a. Hipotesis

Ho : Sampel berdistribusi normal H1 : Sampel tidak berdistribusi normal b. Kriteria Pengujian

Terima Ho jika p-value > 0,05, tolak Ho untuk harga yang lainnya (Prastisto, 2004: 10).

2. Kesamaan Dua Varians

Apabila masing masing data berdistribusi normal, maka dilanjutkan dengan uji kesamaan dua varians dengan menggunakan program SPSS versi 17.

1) Hipotesis

H0 = Kedua sampel mempunyai varians sama H1 = Kedua sampel mempunyai varians berbeda 2) Kriteria Pengujian

Dengan kriteria uji yaitu jika F hitung < Ftabel atau probabilitasnya > 0,05 maka H0 diterima, jika Fhitung > F tabel atau probabilitasnya < 0,05 maka H0 ditolak (Pratisto, 2004: 71).

3. Pengujian Hipotesis

Untuk menguji hipotesis digunakan uji kesamaan dua rata-rata dan uji perbedaan dua rata-rata dengan bantuan program SPSS 17.0.


(58)

41

A.Uji hipotesis dengan uji t (Uji Beda)

Uji t digunakan untuk mengetahui adanya perbedaan nilai rata-rata antara dua sampel, yaitu siswa laki-laki dan perempuan jika data berdistribusi normal.

a) Uji Kesamaan Dua Rata-rata 1. Hipotesis

H0 = Rata-rata N-gain score kedua sampel sama H1 = Rata-rata N-gain score kedua sampel tidak sama 2. Kriteria Uji

- Jika –t tabel < t hitung < t tabel, maka Ho diterima

- Jika t hitung < -t tabel atau t hitung > t tabel maka Ho ditolak (Pratisto, 2004 : 13)

b) Uji Perbedaan Dua Rata-rata 1. Hipotesis

H0 = rata-rata N-gain pada siswa perempuan sama dengan siswa laki-laki

H1 = rata-rata N-gain pada siswa perempuan lebih tinggi dari siswa laki-laki.

2. Kriteria Uji :

- Jika –t tabel < t hitung < t tabel, maka Ho diterima

- Jika t hitung < -t tabel atau t hitung > t tabel, maka Ho ditolak (Pratisto, 2004 : 20).

B. Uji hipotesis dengan Uji Mann-Whitney U

Untuk data hasil postes dan N-Gain (Tabel 7) dan Indikator KBR (Tabel 8) karena tidak berdistribusi normal maka uji hipotesisnya dengan Uji U atau Uji Mann Whitney


(59)

42

a. Hipotesis

H0 : Tidak terdapat perbedaan nilai rata-rata antara siswa laki-laki dan siswa perempuan.

H1 : Terdapat perbedaan nilai rata-rata antara siswa laki-laki dan siswa perempuan.

b. Kriteria pengujiannya yaitu :

- Jika -ztabel < zhitung < ztabel atau probabilitasnya > 0,05 maka H0 diterima

- Jika zhitung > ztabel atau zhitung < -ztabel atau probabilitasnya < 0,05 maka H0 ditolak (Formulasi, 2012: 1).

G. Pengolahan Data Aktivitas Siswa

Data mengenai aktivitas berpikir rasional siswa selama proses pembelajaran berlangsung merupakan data yang diambil melalui observasi selama kegiatan pembelajaran. Data tersebut dianalisis dengan menggunakan indeks aktivitas siswa. Langkah–langkah yang dilakukan yaitu menilai aktivitas siswa sesuai dengan aspek yang diamati pada lembar observasi aktivitas siswa. Kemudian menghitung rata–rata skor aktivitas dengan menggunakan rumus:

100

x n

Xi X

Keterangan X = Rata-rata skor aktivitas siswa ∑Xi = Jumlah skor yang diperoleh


(60)

59

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan, maka dapat disimpulkan sebagai berikut.

1. Penerapan model pembelajaran berbasis masalah berdasarkan gender dalam kegiatan pembelajaran dapat meningkatkan keterampilan berpikir rasional siswa pada materi pokok keterkaitan kegiatan manusia dengan masalah perusakan dan pelestarian lingkungan.

2. Penerapan model pembelajaran berbasis masalah berdasarkan gender dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa pada materi pokok keterkaitan kegiatan manusia dengan masalah perusakan dan pelestarian lingkungan.

B. Saran

Untuk kepentingan penelitian, maka penulis menyarankan sebagai berikut. 1. Pembelajaran menggunakan model pembelajaran berbasis masalah

berdasarkan gender dapat digunakan oleh guru biologi sebagai salah satu alternatif pendekatan yang dapat meningkatkan KBR oleh siswa pada materi pokok keterkaitan kegiatan manusia dengan masalah perusakan dan pelestarian lingkungan.


(61)

60

2. Guru hendaknya memberikan penghargaan berupa hadiah kepada kelompok yang dapat menyelesaikan LKK tepat waktu, sehingga siswa akan termotivasi untuk mengerjakan LKK dengan serius dan bekerja sama dengan baik.

3. Dalam menentukan waktu pengerjaan soal hendaknya mempertimbangkan kemampuan siswa dalam menjawab soal tersebut, sehingga alokasi waktu pada kegiatan pembelajaran tidak melebihi waktu yang dari Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang sudah dirancang.


(62)

61

DAFTAR PUSTAKA

Anwar. 2006. Pendidikan Kecakapan Hidup. Bandung: Alfabeta

Arends, R. 2008. Learning to Teach. Penerjemah: Helly Prajitno dan Sri Mulyani. New York: McGraw Hill Company.

Arends, R.I. dan A. Kilcher. 2010. Teaching for Student Learning: Becoming an Accomplished Teacher. Rotledge Taylor dan Francis Group. New York and London.

Arikunto, Suharsimi. 2007. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT. Bumi Aksara.

Bassey, S.W., Joshua, M. T., dan E. A Alice. 2008. Gender differences and mathematics achievement of rural senior secondary students in cross river state, Nigeria. Proceedings of Episteme, 3, 56-60. Retrieved from:

http://cvs.gnowledge.org/episteme3/pro_pdfs/09- bassyjoshua-asim.pdf Beetlestone, F. 2011. Creative Learning. Bandung: Nusa Media.

Behrman, .R.E., R. E. Kliegman., dan A M. Arvin. 2000. Ilmu Kesehatan Anak Volume 1 Edisi 15. Penerbit Buku Kedokteran. Jakarta: EGC.

Belina,W. W. 2008. Peningkatan Kecakapan Berpikir Rasional Siswa Dalam Pembelajaran Fisika di SMP Pada Pokok Bahasan Pemantulan Cahaya Melalui Model Pembelajaran PBI (Penelitian eksperimen pada siswa kelas VIII di salah satu SMP Swasta di kota Bandung). Skripsi Jurusan Pendidikan Fisika UPI Bandung. Tidak diterbitkan.

Bestable, S. 2002. Perawat sebagai Pendidik. Jakarta: EGC. BPS. 2014. Keadaan Ketenagakerjaan Februari 2014. (Online).

(http://www.bps.go.id/brs_file/naker_05mei14.pdf, diakses pada 19 Desember 2014; 21.59 WIB).

Dasna, I.W. dan Sutrisna. 2010. Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem-Based Learning). Malang: Universitas Negeri Malang.


(1)

2. Guru hendaknya memberikan penghargaan berupa hadiah kepada kelompok yang dapat menyelesaikan LKK tepat waktu, sehingga siswa akan termotivasi untuk mengerjakan LKK dengan serius dan bekerja sama dengan baik.

3. Dalam menentukan waktu pengerjaan soal hendaknya mempertimbangkan kemampuan siswa dalam menjawab soal tersebut, sehingga alokasi waktu pada kegiatan pembelajaran tidak melebihi waktu yang dari Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang sudah dirancang.


(2)

DAFTAR PUSTAKA

Anwar. 2006. Pendidikan Kecakapan Hidup. Bandung: Alfabeta

Arends, R. 2008. Learning to Teach. Penerjemah: Helly Prajitno dan Sri Mulyani. New York: McGraw Hill Company.

Arends, R.I. dan A. Kilcher. 2010. Teaching for Student Learning: Becoming an Accomplished Teacher. Rotledge Taylor dan Francis Group. New York and London.

Arikunto, Suharsimi. 2007. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT. Bumi Aksara.

Bassey, S.W., Joshua, M. T., dan E. A Alice. 2008. Gender differences and mathematics achievement of rural senior secondary students in cross river state, Nigeria. Proceedings of Episteme, 3, 56-60. Retrieved from:

http://cvs.gnowledge.org/episteme3/pro_pdfs/09- bassyjoshua-asim.pdf Beetlestone, F. 2011. Creative Learning. Bandung: Nusa Media.

Behrman, .R.E., R. E. Kliegman., dan A M. Arvin. 2000. Ilmu Kesehatan Anak Volume 1 Edisi 15. Penerbit Buku Kedokteran. Jakarta: EGC.

Belina,W. W. 2008. Peningkatan Kecakapan Berpikir Rasional Siswa Dalam Pembelajaran Fisika di SMP Pada Pokok Bahasan Pemantulan Cahaya Melalui Model Pembelajaran PBI (Penelitian eksperimen pada siswa kelas VIII di salah satu SMP Swasta di kota Bandung). Skripsi Jurusan Pendidikan Fisika UPI Bandung. Tidak diterbitkan.

Bestable, S. 2002. Perawat sebagai Pendidik. Jakarta: EGC. BPS. 2014. Keadaan Ketenagakerjaan Februari 2014. (Online).

(http://www.bps.go.id/brs_file/naker_05mei14.pdf, diakses pada 19 Desember 2014; 21.59 WIB).

Dasna, I.W. dan Sutrisna. 2010. Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem-Based Learning). Malang: Universitas Negeri Malang.


(3)

Dimyati dan Mudjiono. 2006. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.

D’Zurilla, J., A. Maydeu-Olivares, dan G. L. Kant. 1998. Age and Gender

Differences In Social Problem-Solving Ability. Journal Personality and Individual Differences. (Online). (www.ub.edu/gdne/age_and_gender.pdf, diakses pada 12 November 2014; 01.30 WIB).

Fitriyanti. 2009.Pengaruh Penggunaan Metode Example Non Example Terhadap Kemampuan Berpikir Rasional Siswa. Palembang: Jurnal Pendidikan, Volume 10, Nomor 1, Maret 2009, 38-47, FKIP Universitas Sriwijaya, Fitriyanti_fkipunsri@yahoo.com.

Formulasi. 2012. Uji Mann-Whitney U. (Online). (http://www.formulasi.or.id/ 2013/07/uji-mann-whitney-u.html, diakses pada 15 Mei 2015; 09.39 WIB).

Fraine, B. D., J. V. Damme, dan P. Onghena. 2007. A longitudinal analysis of gender differences in academic self concept and language achievement: A multi variate multilevel latent growth approach. Contemporary

Educational Psychology, 32, 132-150.

Glasbergen, R. 2010. Close The Gender Gap! Problem Solving Improves When More Women Are On The Team. Artikel. (Online).

(http://www.hbdi.com/, diakses pada 21 Desember 2014; 13.50 WIB). Hensley, Amber. (2009).10 Big Differences Between Men’s and Women’s Brain.

(Online). Tersedia:http://www.mastersofhealthcare.com/blog/2009/10-big-differences-between-mens-and-womens-brains/(7 Maret 2013)

Ibrahim dan N. 2005. Pengajaran Berdasarkan Masalah. Surabaya: Universitas press.

Jogiyanto. 2007. Sistem Informasi Keperilakuan. Yogyakarta: Andi Offset. Kemendikbud. 2013. Materi Pelatihan Guru Implementasi Kurikulum 2013

SMP/MTs Matematika. Jakarta: BPSDMP dan PMP Kemdikbud. Loranz, D. 2008. Gain Score. Google. http://www.tmcc.edu/vp/acstu/

assessment/downloads/documents/reports/archives/discipline/0708/SLOA PHYSDisciplineRep0708.pdf.

Mabie, R dan M Baker. 1996. A Comparison Of Experiential Insturctional Strategies Upon The Science Process Skills Of Urban Elementary Students. Diakses dari http://pubs.aged.tamu.edu/jae/pdf/vol37/37-02-01.pdf?origin=publication_detail.pdf.. Pada hari selasa, 16 Januari 2014. 08:15 WIB.Margono, S. 2005. Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.


(4)

Muhammad, As’adi. 2011. Rahasia Perbedaan Otak Pria dan Wanita. Yogyakarta: Flash Book.

OECD. 2014. Results: Creative Problem Solving: Students’ Skills in Tackling Real-Life Problems. (Online).(http://dx.doi.org/10.1787/9789264208070-en, diakses pada 18 November 2014; 19.36 WIB).

Paidi. 2010. Model pemecahan masalah dalam pembelajaran biologi di SMA.artikel semnas FMIPA 2010 UNY.(online).(http://staff.uny.ac.id) Pannen. P., D. Mustafa, dan M. Sekarwinahayu. 2005. Konstruktivisme dalam

Pembelajaran. PAU. PPAI. Direktorat Jendaral Pendidikan Tinggi. Jakarta: DEPDIKNAS.

Pratisto, A. 2004. Cara Mudah Mengatasi Masalah Statistik dan Rancangan Percobaan dengan SPSS 12. Jakarta: Gramedia.

Purwanto dan Sulistyastuti. 2007. Metode Penelitian Kuantitatif. Yogyakarta: Gava Media

Purwanto. 2008. Metodologi Penelitian Kuantitatif untuk Psikologi dan Pendidikan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Rahmadhani, Y. 2013. Analisis Pertanyaan Siswa SMP Berdasarkan Tingkat Perkembangan Intelektual dan Gender pada Konsep Sistem Reproduksi. Jurnal Ilmiah. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.

Richetti, T. dan B. Tregoe. 2001. Analytic Processes for School Leaders. Diakses dari http://www.ascd.org/publications/books/101017/ chapters/Rational- Thinking-as-a-Process.aspx. pada hari Selasa, 6 Januari 2015, 23:16 WIB. Riyanto, Y. 2001. Metodologi Pendidikan. Jakarta: SIC.

Riyanto, Y. 2009. Paradigma Baru Pembelajaran. Jakarta : Raja Grafika Santrock, W. 2009.Psikologi Pendidikan (Education Psychology). Jakarta :

Penerbit Salemba Humanika

Saprudin. 2010. Pengembangan Model Pemecahan Masalah Untuk Mengembangkan Kecakapan Berpikir Rasional Siswa Dalam

Pembelajaran Fisika Siswa di SMP. Prosiding Seminar Nasional Fisika 2010. Tidak diterbitkan.

Sasser, L. 2010. Brain Differences between Genders. Gender Differences in Learning, Genesis 5:1‐2, (Online), (http://www.faccs.org/assets/ Conventions/Convention-10/Workshops/Sasser-Gender-Differences-in-Learning.pdf), diakses tanggal 27 April 2013.


(5)

Semiawan, C. 2002. Pendekatan Keterampilan Proses. Jakarta: PT.Grasindo. Slavin, R.E. 2008. Cooperatif Learning : Teori, Riset dan Praktek. Bandung:

Nusa Media.

Suci, N. M. 2008. Penerapan Model Problem Base Learning untuk Meningkatkan Partisipasi Belajar dan Hasil Belajar Teori Akuntansi Mahasiswa Jurusan Ekonomi Undiksha. Laporan Penelitian. Hlm. 74-84.

Sudjana. 2002. Metode Penelitian. Bandung: Tarsito.

Sugiyono. 2013. Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta. Hlm. 212.

Suwandi, T. 2012. Pengaruh Pembelajaran Berbasis Masalah Open-Ended Terhadap Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Oleh Siswa. Skripsi. Bandar Lampung: Universitas Lampung.

Syah, M. 2008. Psikologi Pendidikan Suatu Pendekatan Baru. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Taufik. 2012. Empati pendekatan psikologi sosial. Jakarta: Raja Grafindo persada. Tim BBE. 2002. Pendidikan Berorientasi Pada Kecakapan Hidup (Life Skill)

Melalui Pendekatan Pendidikan Berbasis Luas Broad Best Education (BBE). Surabaya: SIC.

Tjalla, A. 2009. Potret Mutu Pendidikan Indonesia Ditinjau dari Hasil-Hasil Studi Internasional. Artikel. (Online). (http://pustaka.ut.ac.id/pdfartikel

/TIG601.pdf, diakses pada 06 Januari 2015; 22.01 WIB).

Trianto. 2009. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Trianto. 2010. Model Pembelajaran Terpadu. Jakarta: Bumi Aksara

White, T. 2009. Encrypted Objects and Decryption Processes: Problem-Solving with Functions in A Learning Environment Based on Cryptography. Educ Stud Math. Vol. 72. Number 1. Pages 17–37.

Widjajanti, D. B. 2009. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Mahasiswa Calon Guru Matematika: Apa dan Bagaimana Mengembangkannya. Artikel Semnas Matematika dan Pendidikan Matematika. (Online). (http://eprints.uny.ac.id/7042/1/P25-Djamilah_Bondan_Widjajanti.pdf, diakses pada 19 Desember 2014; 21.32 WIB).


(6)

Witelson, S. F., Glezer, I.I., & Kigar, D.L. 1995. Women Have Greater Density of Neurons in Posterior Temporal Cortex. The Journal of Neuroscience, 15(5): 3418-3428, (Online), (www.jneurosci.org/content/15/5/3418.full. pdf), diakses 20 April 2013.

Zhu, Zheng. 2007. Gender Differences in Mathematical Problem Solving Patterns: A Review of Literature. International Education Journal. (Online).

(http://files.eric.ed.gov/fulltext/EJ834219.pdf, diakses pada 02 April 2015; 10.50 WIB).


Dokumen yang terkait

EFEKTIVITAS PENGGUNAAN LKS BERBASIS MASALAH TERHADAP BERPIKIR KRITIS SISWA PADA MATERI POKOK EKOSISTEM (Studi Eksperimen pada Siswa Kelas X SMA Persada Bandar Lampung Semester Genap T.P. 2011/2012)

1 15 80

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN GENERATIF (GENERATIVE LEARNING) TERHADAP KETERAMPILAN MEMECAHKAN MASALAH OLEH SISWA PADA MATERI PEMCEMARAN DAN PELESTARIAN LINGKUNGAN (Studi Eksperimen Pada Siswa kelas X Semester Genap SMA Gajah Mada Bandar Lampung T.P 2011/2

1 14 57

PENGARUH MODEL PROBLEM BASED LEARNING (PBL) TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR RASIONAL SISWA PADA SUB MATERI POKOK KERUSAKAN/ PENCEMARAN LINGKUNGAN DAN PELESTARIAN LINGKUNGAN (Studi Eksperimen pada Siswa Kelas X Semester Genap SMA Arjuna Bandar Lampung Tahun Pe

10 38 59

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN BERDASARKAN MASALAH (PBM) TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA (Kuasi Eksperimen pada Siswa Kelas VIII Semester Ganjil SMP Negeri 22 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2012/2013)

0 11 79

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN BERDASARKAN MASALAH (PBM) TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA (Kuasi Eksperimen pada Siswa Kelas VIII Semester Ganjil SMP Negeri 22 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2012/2013)

0 11 68

PENGARUH PENDEKATAN KETERAMPILAN PROSES SAINS TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR RASIONAL SISWA PADA MATERI KETERKAITAN KEGIATAN MANUSIA DENGAN MASALAH PERUSAKAN DAN PELESTARIAN LINGKUNGAN

2 11 61

PENGARUH PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH (PROBLEM BASED LEARNING) TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA PADA MATERI POKOK PENGELOLAAN LINGKUNGAN

0 7 63

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH (PBM) BERDASARKAN GENDER TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR RASIONAL SISWA PADA MATERI KETERKAITAN KEGIATAN MANUSIA DENGAN MASALAH PERUSAKAN DAN PELESTARIAN LINGKUNGAN (Studi Eksperimen Pada Siswa Kelas X SMA Negeri

3 21 66

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH UNTUK MENUMBUHKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA

0 1 10

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH UNTUK MENINGKATKAN PENGUASAAN KONSEP DAN KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF SISWA PADA MATERI DUNIA TUMBUHAN

0 1 7