Visi dan Misi Katalog: Database SIG dari Atlas Minahasa, Manado dan Bintung plus 2 CD Edisi

B. Strategi Pengelolaan Terpadu

Strategi pengelolaan ini disusun atas dasar isu untuk mengantisipasi isu yang sedang berlangsung dan diharapkan masih relevan untuk diterapkan sesuai dengan perkembangan teluk di masa yang akan datang. Isu-isu tersebut adalah penanggulangan erosi dan sedimentasi, pengelolaan hutan mangrove, penang anan pe nc emaran air, pers ediaan air bersih,pengembangan wisata pesisir, penataan ruang dan penggunaan lahan, pendidikan dan keterlibatan masyarakat serta pengelolaan Hutan Lindung Sungai Wain HLSW. Pada setiap isu diberikan uraian latar belakang, sasaran dan tujuan yang akan dicapai, strategi yang diterapkan, dan langkah upaya yang diperlukan. Latar Belakang Penerapan tata guna lahan dan praktek pengelolaan DAS yang tidak benar dan tidak berwawasan lingkungan dapat menimbulkan erosi dan sedimentasi. Erosi dapat mempengaruhi produktivitas lahan yang biasanya mendominasi DAS bagian hulu dan dapat memberikan dampak negatif berupa endapansedimen pada DAS bagian hilir sekitar muara sungai. Erosi dan sedimentasi juga terjadi di kawasan Teluk Balikpapan, salah satu akibatnya berupa pendangkalan di pes is ir dan perairan t eluk . Pe ndang k alan mengganggu aktivitas ekonomi dan lingkungan hidup sekitarnya, seperti yang terjadi di beberapa muara sub DAS Teluk Balikpapan. Proses terjadinya erosi dan sedimentasi sangat kompleks karena tidak hanya mencakup hal-hal yang bersifat alami tetapi juga terkait dengan beberapa kegiatan manusia. Namun permasalahan erosi dan sedimentasi dapat dipahami dan bisa dicegah atau dikurangi dengan tindakan yang relatif sederhana. Secara visual seseorang dapat dengan mudah mengenal akibat-akibat yang ditimbulkan erosi dan s ediment as i. Menipis ny a pe rmuk aan ta nah , munculnya selokan atau parit-parit, perubahan vegetasi, terjadinya kekeruhan dan sedimentasi pada sungai, danau, kawasan penampungan air maupun muara sungai di tepian laut. Beberapa sungai yang bermuara di Teluk Balikpapan kondisi air sungainya sangat keruh dengan tingkat sedimentasinya yang s emak in tinggi Hop ley, 199 9. Se lanjut ny a dikemukakan 5 lima faktor utama yang berpengaruh terhadap masalah erosi di kawasan Teluk Balikpapan: 1. Hilangnya vegetasi akibat penebangan hutan termasuk mangrove, persiapan lahan untuk

I. P

ENANGGULANGAN E ROSI DAN S EDIMENTASI pertanian, perkebunan, pertambakan, permukiman dan kebakaran hutan. 2. Lereng yang curam dan puncak yang sempit, terutama di bagian barat teluk, bersifat sangat peka terhadap erosi. 3. Kondisi tanah DAS teluk yang buruk akibat proses pencucian yang melemahkan ikatan strukturnya. Apabila lahan ini terbuka karena pembukaan dan kebakaran hutan, maka dapat tererosi menjadi sedimen berbutiran halus. Sedangkan lapisan di bawahnya peka erosi terutama bila jenuh terisi air hujan. Di bagian selatan teluk, jenis tanahnya acrosols bersifat rentan erosi dan mudah longsor. Di bagian utara tanah arenosols mudah tercuci dan rentan erosi permukaan. 4. Curah hujan yang tinggi. Total curah hujan tahunan menc apai 3.000 milimeter minimum 1.180 milimeter pada bulan Oktober. Limpasan air run off rata-rata pada permukaan tanah bisa mencapai 55 melebihi rataan normal sebesar 30. Pembabatan atau pembersihan vegetasi akan meningk atk an limpas an air dan berpotens i meningkatkan erosi. 5. Pembangunan infrastruktur, terutama jalan dan bangunan dapat meningkatkan limpasan air dan konsentrasinya dalam masa yang singkat. Sebagai ilustrasi, penelitian Hardwinarto 2000 menunjukkan terjadi peningkatan total sedimen di Waduk Wain tahun 1998 sebesar kurang lebih 8.926 ton per tahun berasal dari erosi pada sub DAS Wain yang diperkirakan sebesar kurang lebih 68.669 ton. Peningkatan erosi dan sedimentasi diduga kuat karena meluasnya lahan terbuka akibat perambahan hutan dan kebakaran hutan tahun 19971998. Selain itu kondisi biogeofisik DAS Wain, curah hujan yang relatif tinggi sepanjang tahunnya, dan sifat tanahnya yang relatif peka erosi, mempercepat laju limpasan air, erosi, dan sedimentasi di Waduk Wain. Hasil observasi Kelompok Kerja Erosi dan Sedimentasi pada akhir 2001 sampai awal 2002 di empat sub DAS utama Sub-DAS Semoi, Riko, Sepaku dan Wain menunjukkan keempat sub-DAS itu berisiko tinggi tererosi. Hasil prediksi laju erosi tanah di keempat sub DAS itu berkisar antara 0,05-52 tonhatahun, dengan nilai kehilangan tanah yang masih bisa ditoleransi Tol- erable Soil Loss sebesar 9,6 tonhatahun. Sedangkan has il pengu k uran da n perhit ung an te rhada p konsentrasi dan debit sedimen melayang pada keempat patusan outlet sungai utama yang mengalir dan bermuara ke Teluk Balikpapan disajikan pada Tabel 1. Selain persoalan teknis, ada persoalan lain yang berkaitan dengan aspek hukum, antara lain adalah pemanfaatan kawasan dan penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan peraturan. Misalnya, ada tumpang tindih penggunaan dan pemanfaatan lahan yang tidak sesuai dengan prioritas peruntukannya. Selain itu perambahan lahan hutan dan bencana kebakaran hutan meningkatkan jumlah tanah yang tererosi dan hasil sedimennya. Menteri Pertanian RI tahun 1980 dan 1981 telah mengeluarkan Keputusan Menteri No 638KptsUm 81981 tentang Kriteria dan Tata Cara Penetapan Hutan Produksi dan Kepmen No 837KptsUm81980 tentang Kriteria dan Tata Cara Penetapan Hutan Lindun g. K awas an hut an lindu ng dit ent uk an berdasarkan faktor penciri fis ik lingkungan yang berkaitan erat dengan permasalahan erosi dan sedimentasi. Faktor penciri itu antara lain kemiringan lereng, jenis tanah menurut kepekaannya pada erosi, dan intensitas curah hujan harian. Penilaian dilakukan menggunakan sistem skor. Sementara itu kenyataan di lapangan masih saja ada pemanfaatan kawasan hutan yang tidak sesuai dengan peruntukan dan fungsinya. Kemudian beberapa peraturan mengenai penataan ruang telah dibuat termasuk penggunaan lahan, di antaranya Undang-undang No 24 Tahun 1992 mengenai Perencanaan Tata Ruang, Peraturan Pemerintah No 10 Tahun 2000 tentang Ketelitian Peta untuk Penataan Ruang Wilayah, dan Keputusan Presiden RI No 62 Tahun 2000 tentang Koordinasi Penataan Ruang Nasional. Namun dalam prakteknya masih saja ada permasalahan tumpang tindih penggunaan lahan. Tumpang tindih itu mengakibatkan bertambahnya lahan terbuka yang akan meningkatkan erosi dan degradasi lahan. Peraturan lain mengenai izin usaha pemanfaatan kawasan hutan tercantum dalam Undang-undang No 41 tahun 1999 mengenai Kehutanan Pasal 23 sampai 39. Meskipun ada peraturan yang jelas, realisasinya masih saja ada pemanfaatan hutan tanpa izin usaha. Perambahan hutan tidak hanya terjadi di kawasan hutan produksi, tetapi juga di kawasan Hutan Lindung Sung ai Wain dan k awas an lindung lainn y a. Perambahan hutan dengan sistem tebang habis dan bakar mengakibatkan meluasnya lahan yang terbuka. Kegiatan tersebut selain mengganggu fungsi kawasan juga menyebabkan terjadinya erosi. Pembuat an jalan hut an terma s uk salah s atu penyumbang utama terjadinya erosi dan sedimentasi. Dalam kenyataannya di lapangan sering terjadi pembukaan jalan hutan yang tidak sesuai dengan Petunjuk Teknis Pembukaan Wilayah Hutan dan Pembuatan Jalan Hutan sebagaimana diatur dalam Surat Keputusan Direktur Jenderal Pengusahaan Hutan No 151KPTSIV-BPHH1993 tentang Pedoman Tebang Pilih Tanam Indonesia. Berdasarkan aturan ters ebu t pe mbuat an ja lan hu tan harus mempertimbangkan kelerengan, membuat gorong- gorong dan saluran pembuanganpengaliran air di kanan danatau kiri badan jalan, permukaan badan Tabel 1. Konsentrasi sedimen melayang di empat patusan muara sungai No. Lokasi sampling Konsentrasi Sedimen Melayang Debit Sedimen Melayang Rataan Cs mgliter Qs tonhari 1. Patusan Sungai Semoi 312,0 kategori jelek 2.250,785 2. Patusan Sungai Riko 273,0 kategori jelek 391,123 3. Patusan Sungai Sepaku 103,4 kategori sedang 376,906 4. Patusan Sungai Wain 31,6 kategori baik 6,763 Sumber: Kelompok Kerja Erosi dan Sedimentasi 2002 Lokasi pengukuran pada Patusan Sungai Wain di sebelah hilir dari waduk Hutan Lindung Sungai Wain