Sumber Daya Manusia SDM
1600 1400
1200
207 257
259 264
342
1000 800
600
799 737
763 809
767
S-3 S-2
400 S-1
200
265 404
414 346
315
2004 2005
2006 2007
2008
Gambar 3.4. Perkembangan Jumlah Dosen Berdasarkan Gelar Akademik
Sayangnya peningkatan pendidikan dosen melalui pendidikan pascasarjana belum memberikan dampak pada peningkatan efisiensi proses belajar mengajar, karena angka AEE
belum mencapai optimum. Pada proses belajar mengajar yang dilaksanakan di S1 angka AEE yang dicapai adalah 17,42 angka ideal adalah 25. Hal ini disebabkan beberapa faktor,
pertama beban kerja dosen tidak menyebar dengan baik meskipun perkembangan jumlah dosen relatif stabil, sistem manajemen belum cukup efektif dalam melakukan fungsinya untuk
mendorong tercapainya AEE yang baik. Langkah perbaikan manajemen melalui kegiatan I MHERE institusi diharapkan dapat memberi kontribusi positif untuk peningkatan AEE.
Jumlah dosen yang mempunyai beban kerja kurang 12 sks per semester mencapai 56 27 dari sampel mempunyai beban berkisar 69 sks, 25 berkisar 26 sks dan 4 kurang 2
sks. Dosen yang mendapatkan beban kerja berlebihan didominasi oleh dosen yunior asisten ahli dengan 24 di antara mereka mendapatkan beban lebih dari 12 sks. Di sisi lain dosen
senior lektor kepala dan profesor yang mempunyai tanggung jawab dan kompetensi lebih, mendapatkan beban lebih sedikit Gambar L.4–L.6.. Mereka yang mempunyai beban lebih dari
12 sks hanya 10 sampai 15. Hasil analisis menunjukkan bahwa dosen senior tersebut mendapat tugas negara dan membantu masyarakat dalam pembangunan. Sementara itu,
dosen yunior yang semula kurang mempunyai kesempatan untuk mengembangkan kemampuannya, maka pada saat ini dosen tersebut mendapat kesempatan luas untuk tugas
belajar, pelatihan dan sandwich program dari Dikti maupun UB. Persepsi dosen ini merupakan suatu aspek positif untuk terus mendorong kemajuan relevansi pelayanan akademik. Selain itu,
hasil survai juga menunjukkan kecenderungan positif dalam perencanaan pendidikan pegawai. Tindak lanjut perbaikan yang telah dilakukan adalah pemetaan standar kompetensi SDM sesuai
tupoksi, berdasarkan pendidikan, pelatihan, pengalaman, motivasi dan kinerja. Peningkatan kapasitas SDM bidang akademik dan non akademik telah dirancang dan diujicobakan melalui
program IMHERE serta menjadi konsep kebijakan tentang pengembangan SDM Gambar L.7. Selanjutnya, kebijakan peningkatan kompetensi melalui pelatihan menjadi salah satu
investasi penting UB untuk menunjang ketersediaan SDM yang profesional, pelaksanaan tri dharma bermutu dan relevansi pelayanan saranaprasarana. Pra kondisi ini sangat dibutuhkan
untuk mencapai target manajerial dan akademik selama masa transisional. Upayaupaya positif dalam peningkatan kompetensi ini diapresiasi oleh staff yang memandang adanya kesesuaian
antara pelatihan dan kompetensi yang dimiliki Gambar L.8.. Terlepas dari ratarata lama studi yang lebih lama dari seharusnya 4,6 tahun, hasil
tracer study menunjukkan perkembangan kompetensi lulusan yang semakin meningkat. Dari hasil tracer study beberapa tahun terlihat adanya perubahan signifikan pada gaji pertama yang
diterima oleh lulusan. Jika pada 4 tahun yang lalu kebanyakan lulusan mendapatkan gaji
Akreditasi Institusi Perguruan Tinggi AIPT Universitas Brawijaya 2008 Evaluasi Diri
|
26
kurang dari 1 juta rupiah, hasil tracer study terakhir menunjukkan mayoritas lulusan 88 menerima gaji pertama lebih dari 1.5 juta rupiah Tabel L.8., Tabel L.9.. Hal ini menunjukkan
peningkatan daya saing dan penghargaan dari masyarakat pengguna lulusan terhadap alumni UB. Perlu dicatat bahwa kenaikan UMR selama 4 tahun tidak signifikan. Hal ini juga seiring
dengan peningkatan IPK lulusan. Salah satu faktor pendukung adalah peningkatan kapasitas akademik dari dosen yang merata di seluruh fakultas yang ada Tabel L.13. sampai dengan
Tabel L.17.. Persentase dosen yang bergelar S2 dan S3 alumni luar negeri saat ini masih 14.
Peningkatan jumlah dosen yang mendapatkan gelar dari luar negeri mulai dirasakan sejak periode 19811985. Salah satu dampak banyaknya staf yang belajar di luar negeri adalah UB
mulai melakukan kerjasamakerjasama dengan lembagalembaga internasional. Puncak dosen yang kembali dari belajar dari luar negeri pada sekitar tahun 19911995, setelah periode ini
terjadi penurunan lulusan yang berasal dari luar negeri dan pada saat yang bersamaan juga terjadi penurunan kerjasama dengan lembagalembaga internasional. Dengan banyaknya
dosen yang saat ini sedang dan akan menempuh pendidikan S3 di LN, maka jumlah dosen S3 lulusan LN diperkirakan akan meningkat tajam pada tahun 20112012.
Dari analisa keadaan ini menunjukkan bahwa faktor alumnus luar negeri ini dianggap faktor penting untuk meningkatkan kerjasama luar negeri di UB. Indikasi ini menunjukkan
bahwa pengembangan SDM sangat tergantung pada sumbangan luar negeri, karena sebagian besar mereka belajar ke luar negeri karena mendapat beasiswa dari lembaga donor di luar
negeri. Universitas senantiasa tetap melanjutkan beberapa usaha untuk meningkatkan kerjasama internasional melalui kunjungan kerjasama ke beberapa negara oleh pimpinan UB,
yang dilanjutkan dengan kunjungankunjungan pendek, non degree training, kontrak kerja, dan bekerjasama untuk melaksanakan kegiatan pendidikan bersama double degree dan linkage
program dan pertemuan ilmiah internasional. Namun, sayangnya masih ada penandatanganan MOU yang belum ditindaklanjuti. Di masa lalu, lemahnya tindak lanjut ini terkait dengan
lemahnya SDM di beberapa jurusan dan fakultas serta aspek kapasitas perencanaan. Untuk itu, maka Renstra 20062011 dan Program Kerja Rektor 20072011 telah memprioritaskan program
internasionalisasi dan mengangkat staf ahli bidang bidang kerjasama. Staf ahli tersebut membawahi lima staf untuk mendorong program khusus kerjasama luar negeri. Hal ini menjadi
prakondisi pada masa transisi untuk mencapai standar internasional dengan menyelesaikan masalah tersebut. Hal lain yang sangat penting adalah mendorong dosen agar mengubah
mindset jangka pendek untuk pengembangan institusi project base approach ke arah mindset menyeluruh dan jangka panjang out come base approach. Untuk itu penguatan aspek
leadership di semua lini pengambilan keputusan dan tingkat koordinasi telah ditingkatkan. Produktivitas penelitian, paten maupun pengabdian kepada masyarakat dari dosen
sangat baik. Selain terjadi peningkatan karya ilmiah yang telah dipatenkan, dalam kurun waktu 20052007, sebanyak 993 penelitian telah dilakukan oleh dosen UB. Penelitian tersebut didanai
baik oleh universitas, dana hibah kompetisi maupun dana luar negeri dengan melibatkan 965 orang dosen. Di samping itu, dalam kurun waktu yang sama 1609 dosen terlibat dalam
pengabdian kepada masyarakat. Prestasi dosen ini berdampak pada peningkatan suasana akademik dan mendorong prestasi penalaran mahasiswa. Informasi ini menunjukkan bahwa
kemampuan sivitas akademika di UB sangat baik. Meskipun hasilhasil penelitian sangat banyak, namun hasil penelitian masih kurang
dimanfaatkan untuk pengkayaan bahan ajar dan pembangunan masyarakat. Demikian pula dengan hasil penelitian yang telah dipublikasikan dan dipatenkan, sejauh mana konstribusinya
dalam membangun citra dan revenue generation bagi UB? Evaluasi dan penanganan secara khusus untuk hal ini sangat dibutuhkan di masa yang akan datang. Organisasi UB yang baru
terkait dengan pengembangan Pusat Inkubator Bisnis, adalah jawaban untuk menyelesaikan problematika ini.
Peraturan Pemerintah menyebutkan tentang syaratsyarat, prosedur pengajuan dan jenjang kedudukan fungsional bagi stafstaf akademik. Akan tetapi, hal ini tidak diikuti dengan
peraturan pelaksana yang tegas tentang penjabaran tugas bagi semua jenjang fungsional
Akreditasi Institusi Perguruan Tinggi AIPT Universitas Brawijaya 2008 Evaluasi Diri
|
27
secara rinci. Akibatnya, tercipta keadaan yang tidak fair, sehingga jenjang kedudukan fungsional yang lebih tinggi seperti Guru Besar diberi beban kerja lebih sedikit daripada staf
akademik yang jenjang kedudukan fungsionalnya lebih rendah. Keadaan yang demikian ini menunjukkan, bahwa muatan dari ketentuan pembagian tugas menciptakan iklim akademik
yang kurang kondusif. Sebagai PTN saat ini UB mengikuti ketentuan
kepegawaian negara sehingga prosedur pengajuan kenaikan jenjang
fungsional bagi staf sering terasa kaku dan kurang mendorong semangat
berkarya di bidang akademik. Hal ini misalnya, adanya persyaratan
kenaikan pangkat yang cenderung tidak menghargai prestasi, karena
hanya membatasi tulisan di majalah hanya dua tulisan yang diakui
ketentuan DIKTI, sementara ada dosen yang karya ilmiahnya dapat
mencapai lebih dari itu di jurnal
Gambar 3.5. Perkembangan jumlah dosen berdasar jabatan fungsional
internasional. Selain itu pengakuan terhadap karya dosen ketika sedang tugas belajar pun mestinya perlu dipertimbangkan mengingat pada jenjang pendidikan doktor kegiatan utamanya
adalah penelitian. Dilihat dari proporsi jumlah Lektor Kepala Gambar 3.5 yang cukup tinggi dan jumlah dosen bergelar S3 sejumlah 24,02 Tabel L.15, diperkirakan akan terjadi
peningkatan jumlah guru besar yang cukup signifikan pada 24 tahun ke depan. Upaya sistimatis dari universitas perlu dilakukan untuk mendorong tercapainya komposisi guru besar
yang memadai. Pada sisi lain dengan dorongan dan strategi pengembangan akademik yang tepat maka diperkirakan jumlah guru besar akan naik secara signifikan pada beberapa tahun
kedepan. Universitas juga perlu memberikan dukungan bagi karyakarya bermutu untuk dapat diakui untuk kenaikan pangkat, dengan argumentasi bahwa proses publikasi di jurnal
internasional bisa memakan waktu yang lama dan tidak bisa diperkirakan secara tepat periode penerbitannya, sehingga memungkinkan beberapa karya publikasi terbit pada tahun yang
sama. Promosi kenaikan pangkat dan jabatan fungsional seharusnya bisa dilakukan paling tidak
setiap 4 tahun sekali. Namun, masih sekitar 46 persen dosen dapat di promosikan kenaikan pangkatnya lebih dari 4 tahun Gambar L.9. Sistem kenaikan pangkat di lingkungan UB
mengikuti sistem nasional sebagai tenaga pengajar di lingkungan Ditjen Dikti, yaitu didasari oleh kemampuan mereka untuk mengumpulkan satuan kredit kenaikan pangkat tertentu
dengan dasar kegiatan yang disebut Tridharma Perguruan Tinggi dan kegiatan penunjang. Universitas hanya mendukung dan memfasilitasi mereka untuk dilanjutkan ke BAKN.
Universitas sebenarnya hanya membantu mempromosikan mereka untuk naik pangkat, akibatnya universitas tidak punya kewenangan sendiri untuk melakukan perencanaan
pengembangan sistem SDM sendiri secara otonom. Peningkatan profesionalisme sumberdaya kurang bisa dilaksanakan dengan baik melalui sistem semacam ini. Kenaikan pangkat hanya
didasari sekedar memenuhi sarat administratif kenaikan pangkat, bukan karena pertimbangan profesional.
Kebijakan zero growth untuk penerimaan sumberdaya manusia akan menyebabkan pola penyebaran umur tenaga akademik tidak ideal. Namun, beberapa tahun belakangan ini UB
mendapatkan tambahan dosen yang cukup signifikan. Tenaga akademik yang relatif muda di bawah 35 tahun sekitar 26 dari keseluruhan tenaga Tabel L.16.. Selama ini perekrutan
tenaga akademik berdasarkan alokasi anggaran dari Ditjen Dikti, sedangkan universitas hanya membantu pelaksanaan test pegawai negeri, sehingga perencanaan pengembangan
sumberdaya di lingkungan ini hanya menunggu kesempatan yang diberikan oleh Ditjen Dikti. Berdasarkan sebaran rentang usia dapat diperkirakan bahwa UB akan tetap mampu menjaga
kualitasnya secara berkesinambungan.
Akreditasi Institusi Perguruan Tinggi AIPT Universitas Brawijaya 2008 Evaluasi Diri
|
28
Dosen umumnya mendukung desentralisasi manajerial sebagai bagian dari implementasi paradigma baru perguruan tinggi. Sebagian besar diantara mereka setuju 69 Gambar L.10
bahwa otonomi kampus merupakan bagian dari pemecahan masalah untuk pelaksanaan “good governance” untuk meningkatkan pencapaian kualitas akademik dari lembaga pendidikan
tinggi. Hal ini nampaknya dipandang sebagai suatu solusi atas beberapa aspek
kekurangpuasan dari staf Gambar L.11L.12. Kebijakan “zero growth” untuk penerimaan pegawai negeri baru oleh pemerintah juga
memberikan dampak pada sistem regenerasi pada tenaga non akademis administrasi, teknisi, pustakawan. Sebagian besar pegawai tetap Pegawai Negeri Sipil berumur lebih dari 40
tahun. Akibatnya UB membuat kebijakan untuk menerima tenaga honorer untuk menunjang kegiatankegiatan akademik maupun non akademik. Tenaga honorer menerima gaji lebih
rendah dibanding PNS dan menggunakan anggaran universitas untuk membiayai mereka. Sebagian besar tenaga tetap non akademik terkonsentrasi di kantor Pusat Tabel L.19. Tenaga
tetap non akademik yang berada di kantor pusat sekitar 38 sedangkan sekitar 4 s.d. 11 pada setiap fakultas. Promosi karir tenaga tetap non akademis PNS juga relatif baik
dibandingkan tenaga honorer, mereka ratarata dapat dipromosikan kenaikan pangkatnya sekitar 89 kurang dari 4 tahun, keadaan ini sangat berbeda dangan tenaga honorer. Padahal
pada umumnya tenaga honorer mempunyai penampilan kerja yang cukup baik, mereka sebenarnya diperlakukan kurang adil dalam promosi karirnya.
Apabila universitas mempunyai komitmen untuk mengembangkan universitas ini menjadi research
university, maka pola penyebaran tenaga non akademik juga mempunyai pola yang kurang benar,
dan sebagian besar tenaga menyebar di tenaga administratif sedangkan tenaga teknisi dan
pustakawan kurang memadai Gambar 3.6. Seharusnya universitas menambah tenaga
pustakawan, teknisi dan laboran, tetapi pada kenyataannya penerimaan tenaga baru justru pada
tenaga administratif. Sebagian besar tenaga administratif merupakan lulusan SMA hanya sedikit
yang lulusan S2 Tabel L.20. Sebagian besar mereka
Gambar 3.6. Proporsi Jumlah tenaga kependidikan di UB
bekerja di bawah standar kerja pegawai negeri apalagi dibandingkan dengan tuntutan standar profesionalisme, sehingga banyak pekerjaan di mulai
tingkat jurusan, dekanat, maupun rektorat yang seharusnya dikerjakan tenaga non akademik terpaksa harus dikerjakan tenaga akademik.