Otonomi daerah dan desentralisasi

17 Produk domestik bruto atas dasar harga berlaku: merujuk pada produk domestik bruto berdasarkan nilai uang yang berlaku pada tahun tertentu. Produk domestik bruto atas dasar harga konstan: merujuk pada produk domestik bruto berdasarkan nilai uang pada tahun yang dipergunakan sebagai tahun dasar. Produk domestik bruto per kapita: nilai produk domestik bruto dibagi dengan penduduk pada tengah tahun.

2.6. Otonomi daerah dan desentralisasi

Meskipun telah berlangsung hampir tiga tahun sejak 2001 yang lalu, proses otonomi daerah berikut desentralisasi fiskalnya kenyataan di lapang belum menunjukkan hasil yang maksimal. Bahkan Undang-Undang yang mendasari otonomi daerah dan desentralisasi fiskal itu dirasakan masih banyak kekurangan dan kelemahannya.. Misalnya yang berkaitan dengan formulasi dan penghitungan dana perimbangan, pinjaman daerah dan penyusunan struktur anggaran daerah. Dengan Undang-Undang yang belum sempurna itu mustahil terwujud otonomi daerah dan desentralisasi fiskal yang ideal. Sebagaimana diketahui, pengelolaan keuangan daerah yang diatur dalam Undang-Undang No.25 1999 disesuaikan dengan Undang-Undang No.172003 tentang keuangan negara, Undang-Undang No.1 2004 tentang perbendaharaan negara serta Tap MPR No.IVMPR2000 tentang rekomendasi kebijakan. Berdasarkan beberapa hal di atas maka pemerintah saaat ini sedang menyusun usulan perubahan Undang-Undang No.251999 yang bertujuan untuk meningkatkan akuntabilitas publik dan pelayanan publik di tingkat local dan sesuai dengan asas demokrasi. Salah satu perubahan penting dalam revisi Undang-Undang No.251999 adalah mengenai dana perimbangan, yang meliputi Dana Bagi Hasil DBH dan Dana Alokiasi Umum DAU. Menurut Anwar 2001, semua keputusan kebijakan yang menyangkut desentralisasi fiskal harus berhubungan dengan empat isu yaitu: 1. efisiensi ekonomi, 2. ketidakmerataan antar wilayah, 3. ketidakstabilan makro ekonomi akibat pelaksanaan desentralisasi fiskal, dan 4. kompetisi regional. 18 Efisiensi ekonomi yang didefinisikan sebagai peningkatan nilai dalam ukuran uang dari penegluaran pemerintah untuk diterima oleh pembayar pajak, sedangkan nilai outputnya menjadi bertambah besar dari pemanfaatan sejumlah sumber daya tertentu. Kedua aspek dari efisiensi ekonomi tersebut dikenal sebagai “Consumer efficiency dan producer efficiency”. Dalam definisi yang terakhir ini peningkatan output dapat berarti juga dalam memperbaiki kualitas dari output. Perbaikan atau peningkatan efisiensi pada gilirannya tergantung dari perencanaan yang baik dari enam faktor yaitu: 1. penentuan belanja pengeluaran, 2. penentuan sumber-sumber pendapatan, 3. transfer fiskal, 4.manajemen fiscal dan penentuan anggaran, 5. struktur hokum, 6. lembaga serta peran masyarakat. Ketidakmerataan antar wilayah-wilayah kemungkinan akan dapat memberikan dampak yang baik dengan dilakukannya desentralisasi fiskal dengan syarat apabila pada tindakan pengamanannya dapat dilakukan sehingga akan mencegah terjadinya kesenjangan yang semakin melebar. Dalam hubungan ini sebenarnya beberapa kewenangan juridiksi daerah dan local akan mampu menjaga dari tindakan tidak fair dari pihak lain. Jika kesenjangan regional menjadi bertambah tajam dengan terjadinya desentralisasi fiskal yang menuju ke arah keadaan yang tidak dapat ditolerir atau ke tingkat disparitas yang tidak diinginkan, maka hal ini merupakan satu hasil dengan konsekuensi yang negatif dari akibat desentralisasi. Stabilitas makro ekonomi dapat terancam oleh desentralisasi fiscal bila dalam pelaksanaannya menjadi terdesak serta di rancang secara gegabah dan terburu-buru, sehingga dapat mengarah pada timbulnya konsekuensi yang negatif. Oleh karena itu adanya pemantauan dan anlisis yang berkelanjutan dapat memberikan umpan balik yang diperlukan. Kompetisi regional merupakan akibat dari terjadinya proses alamiah yang menyangkut batas juridiksi yang berkait erat dengan perbaikan ke arah peningkatan banyak hal dengan daya tarik yang tercipta untuk menarik lebih banyak sumber daya swasta dan investasi serta proyek-proyek pemerintah dalam rangka alokasi sumber daya publik. Oleh karena itu kompetisi regional dapat mengarah kepada hasil positif, dengan berjalannya waktu yang memaksa pemerintah local untuk bekerja lebih efisien. 19

2.7. Kewenangan wajib dan standar pelayanan minimal