10
3 implementasi manajemen terintegrasi dengan perlindungan lingkungan ; 4 kebutuhan sumberdaya manusia; 5 pengetahuan dasar; 6 ketidakpastian
hydro-meterological; 7 polusi; 8 pendanaan dan regulasi; 9 kebutuhan kegiatan pertanian, dan 10 kesadaran publik. Lebih lanjut Kirkman 2002
menyebutkan 7 tujuh tantangan yang dihadapi dalam pengembangan pulau kecil yaitu: 1 keterpencilan d an insularity pulau; 2 kepekaan terhadap
bencana alam; 3 keterbatasan kapasitas kelembagaan sektor publik; 4 keterbatasan diversifikasi produksi dan ekspor; 5 rentan dari guncangan
ekonomi dan lingkungan eksternal; 6 keterbatasan akse s terhadap modal eksternal; 7 kemiskinan.
Mencermati berbagai isu dan tantangan diatas maka pengelolaan PPK bersifat spesifik, dan dengan “keterbatasan” yang ada serta kompetisi pada
lahan untuk kegiatan sektor yang berbeda membutuhkan keterpaduan dalam perencanaannya Feick, 2000; Wilkie, 2002; http:www.unep.chislandsd96-
20a7.htm; Edsel and Mark 2005; Calado, Quintela and Porteiro, 2007. Salah satu pendekatan yang dapat digunakan adalah Pende katan Pengelolaan
Wilayah Pesisir Secara Terpadu PWPT yang diimplementasikan pada optimasi pola pemanfaatan ruang pulau kecil. Hal ini sejalan dengan kebijakan
Depertemen Perikanan dan Kelautan RI melalui Direktorat Jenderal Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Ditjen P3K, yaitu pengaturan pemanfaatan ruang PPK
dengan mengutamakan kepentingan konservasi, budidaya perikanan, kepariwisataan, perikanan tangkap dan industri perikanan lestari, serta pertanian
organik dan peternakan unggas Retraubun, 2001.
2.2 Penataan Ruang
Seiring dengan perjalanan reformasi, pemerintah membuat Undang- Undang nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah UUPD dan UU
nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah UUPK. Pada dasarnya esensi kedua undang -undang tersebut secara tegas
memberikan otonomi yang luas, nyata, dan bertanggungjawab, yang diwujudkan dengan pembagian dan pemanfaatan sumberdaya nasional serta adanya
perimbangan keuangan antara pusat dan daerah secara proporsional sesuai dengan prinsip-prinsip demokrasi, keadilan dan pemerataan. Pengaturan
mendasar yang dibuat dan untuk pertama kalinya dimuat dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia yang termuat dalam UUPD ini adalah
© Bogor Agricultural University http:www.ipb.ac.id
11
mengenai otonomi daerah dalam pengelolaan sumberdaya kelautan, yang mencakup kewenangan sampai dengan 12 mil laut dari garis pantai pasang
surut terendah untuk perairan dangkal, dan 12 mil laut dari garis pangkal ke laut lepas untuk daerah propinsi dan sepertiga dari batas propinsi untuk daerah
kabupatenkota. Kewenangan daerah terhadap sumberdaya kelautan meliputi kewenangan dalam: a eksplorasi, eksploitasi, konservasi dan pengelolaan
kekayaan laut; b pengaturan kepentingan administratif; c pengaturan tata ruang; d penegakan hukum terhadap peraturan yang dikeluarkan pemerintah
daerah atau yang dilimpahkan kewenangannya oleh pemerintah; dan
e bantuan penegakan keamanan dan kedaulatan negara khususnya di laut Dahuri, 2001
Dengan pemberlakuan UU 32 Tahun 2004 dan UU No. 33 Tahun 2004 maka sistem dan mekanisme pemerintahan di daerah dalam proses
pembangunan mengalami
perubahan dim ana
kewenangan daerah
kabupatenkota semakin besar dalam mengatur dan mengelola sumber daya alam di daerahnya. Perubahan ini tentunya akan memberikan suatu tantangan
dalam pengelolaan sumberdaya disetiap ruang wilayah yang ada melalui penataan ruang yang lebih efisien dan efektif untuk mencapai kondisi yang
diinginkan. Amanah tersebut secara jelas tertuang dalam pasal 14 ayat 1 huruf b UUPD yang menegaskan bahwa salah satu u rusan wajib dari 16
kewenangan yang menjadi kewenangan pe merintah daerah untuk
kabupatenkota adalah perencanaan, pemanfaatan, dan pengawasan tata ruang. Hal ini sejalan juga dengan pasal 11 UU 26 Tahun 2007 tentang
Penataan Ruang UUTR yang merincikan ke wenangan pemerintah daerah kabupatenkota dalam penyelenggaraan penataan ruang.
Ruang yang akan ditata menurut UUTR meliputi meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang didalam bumi sebagai satu
kesatuan wilayah Pasal 1 dan Pasal 6 U UTR. Sementara itu ruang laut dan ruang udara, pengelolaannya diatur dengan undang -undang tersendiri pasal 6
ayat 5 UUTR. Penataan ruang darat dapat disusun berdasarkan sistem, fungsi utama kawasan, wilayah administratif, kegiatan kawasan, dan nilai st rategis
kawasan Pasal 4 UUTR. Sementara itu, penataan ruang laut dapat disusun dengan mengacu dari UU No 27 tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah
Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil UU PWP-P2K khususnya pada Bab IV Bagian Tiga tentang rencana zonasi, yang selanjutnya secara teknis di atur dalam
© Bogor Agricultural University http:www.ipb.ac.id
12
Permen DKP No. 16Men2008 tentang perencanaan pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil dan SK Dirjen KP3K No. 31KP3KIX2008 tentang
strategi penataan ruang dan rencana zonasi pulau -pulau kecil. Definisi ruang yang dimaksud adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang
udara, termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk lain hidup, melakukan kegiatan, dan memelihara
kelangsungan hidupnya Pasal 1 angka 1 UUTR. Sedangkan zonasi adalah suatu bentuk rekayasa teknik pemanfaatan ruang melalui penetapan batas -
batas fungsional sesuai dengan potensi sumber daya dan daya dukung serta proses-proses ekologis yang berlangsung sebagai satu kesatuan dalam
Ekosistem pesisir pasal 1 angka 12 UU PWP-P2K. Penyusunan penataan ruang akan menghasilkan rencana umum tata
ruang dan rencana rinci tata ruang Pasal 14 UU TR, dengan muatannya mencakup 1 rencana struktural yang meliputi rencana sistem pusat
permukiman dan rencana sistem jaringan prasarana dan 2 rencana pola ruang meliputi peruntukan kawasan lindung dan kawasan budidaya Pasal 17 ayat 2
dan 3 UU TR. Penyusunan perencanaan zonasi menghasilkan pengalokasian ruang dalam kawasan pemanfaatan umum, kawasan konservasi, kawasan
strategis nasional tertentu, dan dan alur laut Pasal 10 dan Pasal 11 UU PWP - P3K. Penelitian ini lebih diarahkan pada optimasi pola pemanfaatan ruang,
yang didasarkan pada analisis kesesu aian dan daya dukung arahan pemanfaatan ruang di gugus pulau kecil.
Secara singkat prosedur penyusunan rencana tata ruang pulau -pulau kecil diawali dengan menyusun peta kesesuaian lahan land suitability,
didasarkan pada matriks kesesuaian peruntukkan lahan, yang mencakup lahan dan perairan pesisir yang me ngelilingi pulau tersebut. Selanjutnya peta
kesesuaian lahan tersebut dioverlay dengan peta penggunaan lahan land use. Hasil dari proses overlay inilah yang dijadikan sebagai bahan dasar analisis
untuk mengoptimasi pola pem anfaatan ruang dengan memasukkan nilai ekonomi sumberdaya atas pertimbangan faktor sosial budaya. Alat analisis
tools yang digunakan dalam penyusunan basis data dan analisis awal adalah Sistem Informasi Geografi SIG. Selanjutnya nilai ekonomi sumberdaya melalui
pertimbangan sosial akan dihitungdipertimbangkan dengan menggunakan Total Nilai Ekonomi.
© Bogor Agricultural University http:www.ipb.ac.id
13
2.3 Sistem Informasi Geografis