ini juga mengurangi biaya dan tenaga kerja untuk pengolahan tanah dan mengurangi biaya tenaga kerja untuk penyiangan secara mekanik. Pengolahan tanah minimum
cukup efektif dalam mengendalikan erosi. Pengolahan tanah minimum hanya dapat dilakukan pada dilakukan pada tanah yang gembur. Penerapan teknik pengolahan
tanah minimum selalu perlu disertai pemberian mulsa Tan, 2007. Keuntungan pengolahan tanah minimum yaitu menghindari kerusakan
struktur tanah, mengurangi aliran permukaan dan erosi, memperlambat proses mineralisasi, sehingga penggunaan zat – zat hara dalam bahan – bahan organik lebih
berkelanjutan, tenaga kerja yang lebih sedikit daripada pengelolaan penuh, sehingga mengurangi biaya produksi, dapat diterapkan pada lahan – lahan marginal yang jika
tidak dengan cara ini mungkin tidak dapat diolah Utomo, 2000.
3. Olah Tanah Maksimum OTM
Pengolahan tanah sempurna memerlukan biaya yang tinggi, disamping mempercepat kerusakan sumberdaya tanah. Pada umumnya saat dilakukan
pengolahan tanah, lahan dalam keadaan terbuka, tanah dihancurkan oleh alat pengolah, sehingga agregat tanah mempunyai kemantapan rendah. Jika pada saat
tersebut terjadi hujan, tanah dengan mudah dihancurkan dan terangkut bersama air permukaan erosi.
Untuk jangka panjang, pengolahan tanah yang terus menerus mengakibatkan pemadatan pada lapisan tanah bagian bawah lapisan olah, hal demikian menghambat
pertumbuhan akar. Untuk mengatasi kerusakan karena pengolahan tanah, akhir – akhir ini diperkenalkan sistem pengolahan tanah minimum Minimum Tillage yang
Universitas Sumatera Utara
diikuti oleh pemberian mulsa dapat meningkatkan produksi pertanian Suryanta, 2006.
Peranan Pengolahan Tanah Terhadap Pertumbuhan Tanaman Jagung
Peranan pengolahan tanah terhadap tanaman jagung untuk menyuburkan tanah supaya akar tanaman mudah menyerap unsur hara dalam tanah dan udara juga
bisa masuk kedalam tanah. Pada tanah bertekstur ringan pengolahan tanah secara minimum Minimum Tillage dapat dilakukan untuk menghemat tenaga, waktu dan
memanfaatkan ketersediaan air tanah. Setelah tanaman jagung tmbh kira – kira 4 – 5 minggu, segera dilakukan pembubunan. Pembubunan, disamping untuk memperbaiki
drainase dan aerasi tanah, juga dimaksudkan untuk mengurangi gulma serta untuk menjaga agar tanaman jagung tidak mudah rebah. Pembubunan ini dapat
meningkatkan produksi +50, dibanding pada pertanaman jagung yang semula hanya diolah pada bagian yang ditanami saja Djauhari, 2008.
Pada waktu pengolahan tanah terhadap tanaman jagung, keadaan tanah hendaknya tidak terlampau basah tetapi harus cukup lembab sehingga mudah
dikerjakan, dan tidak lengket, sampai tanah menjadi cukup gembur. Pada tanah – tanah berpasir atau tanah ringan tidak banyak diperlukan pengerjaan tanah. Pada
tanah – tanah berat dengan kelebihan air, perlu dibuat saluran penuntas air. Pembuatan saluran dan pembubunan yang tepat dapat menghindarkan terjadinya
genangan air yang sangat merugikan bagi pertumbuhan tanaman jagung Effendi, 2006.
Adapun peran pengolahan tanah memperbaiki struktur tanah, pada tanah berat pengolahan tanah hendaknya dilakukan dengan olah tanah yang mampu merobah
Universitas Sumatera Utara
tanah tersebut menjadi gembur, pengolahan tanah dapat juga mendorong pertumbuhan mikro dan hara tanaman, mencegah hama dalam tanah yang dapat
mengganggu pertumbuhan tanaman. C. Konservasi Tanah dan Rehabilitasi Lahan
Erosi merupakan salah satu penyebab menurunnya produktivitas lahan kering, terutama yang dimanfaatkan untuk usaha tani tanaman semusim seperti tanaman
pangan Abdurachman dan Sutono 2005; Kurnia et al, 2005. Hasil penelitian menunjukkan budi daya tanaman pangan semusim tanpa disertai konservasi tanah
menyebabkan erosi berkisar antara 46 −351 thatahun Sukmana, 1994; 1995.
Erosi bukan hanya mengangkut material tanah, tetapi juga hara dan bahan organik, baik yang terkandung di dalam tanah maupun yang berupa input pertanian.
Erosi juga merusak sifat fisik tanah. Oleh karena itu, penerapan teknik konservasi merupakan salah satu prasyarat keberlanjutan usaha tani pada lahan kering. Target
yang harus dicapai adalah menekan erosi sampai di bawah batas toleransi, dengan kisaran antara 1,10
−13,50 thatahun, bergantung pada sifat tanah dan substratanya Thompson dalam Arsyad, 2000. Untuk menekan erosi sampai di bawah ambang
batas toleransinya, beberapa jenis teknik konservasi dapat diterapkan dengan memperhatikan persyaratan teknis Agus et al, 1999.
Pengaturan pola tanam dengan mengusahakan permukaan lahan selalu tertutup oleh vegetasi danatau sisa-sisa tanaman atau serasah, juga berperan penting
dalam konservasi tanah. Pengaturan proporsi tanaman semusim dan tahunan pada lahan kering juga penting; makin curam lereng sebaiknya makin tinggi proporsi
Universitas Sumatera Utara
tanaman tahunan. Pengaturan jalur penanaman atau bedengan yang searah kontur juga berkontribusi dalam mencegah erosi.
Pengolahan tanah secara intensif merupakan penyebab penurunan produktivitas lahan kering. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengolahan tanah
yang berlebihan dapat merusak struktur tanah Larson dan Osborne, 1982; Suwardjo et al, 1989 dan menyebabkan kekahatan bahan organik tanah Rachman et al, 2004.
Olah tanah konservasi OTK merupakan alternatif penyiapan lahan yang dapat mempertahankan produktivitas lahan tetap tinggi Brown et al, 1991; Wagger dan
Denton, 1991. OTK dicirikan oleh berkurangnya pembongkaran atau pembalikan tanah, mengintensifkan penggunaan sisa tanaman atau bahan lainnya sebagai mulsa,
kadang-kadang namun tidak dianjurkan disertai penggunaan herbisida untuk menekan pertumbuhan gulma atau tanaman pengganggu lainnya. Rehabilitasi lahan-
lahan terdegradasi dapat mendukung optimalisasi lahan kering, antara lain dengan menanam legume penutup tanah atau tanaman penghasil bahan organik lainnya,
khususnya yang bersifat in situ seperti alley cropping dan strip cropping. Penggunaan bahan pembenah tanah baik organik maupun mineral juga dapat merehabilitasi lahan
terdegradasi.
Penggunaan Kapur
Beberapa jenis kapur telah diproduksi dan digunakan untuk berbagai kepentingan, diantaranya untuk perkebunan rakyat, pertanian dan perikanan darat.
Jenis – jenis kapur yang ada dipasaran antara lain adalah dolomite dan kaptan. Kedua jenis kapur ini memiliki kandungan kalsium Ca yang cukup tinggi, hanya saja
Universitas Sumatera Utara
dolomit yang mengandung unsur yang lebih lengkap yaitu CaMgO, sedangkan kaptan hanya mengandung unsur Ca dalam bentuk CaCO
3
. Dolomit merupakan batuan sedimen laut yang terangkat ke permukaan,
sedang dikenal dengan sebutan batu gamping. Batu gamping umumnya berwarna putih, tetapi ada juga yang berwarna merah jambu dan abu – abu. Untuk keperluan
pertanian, batu gamping dihaluskan serta memiliki unsur campuran antara CaCO
3
, MgO
3
, dimana kadar CaCO
3
lebih banyak. Dolomit yang dikeluarkan oleh Puskud Sumatera Barat, misalnya mempunyai komposisi MgO 18 dan CaO 30 dan
apabila dicelupkan kedalam air maka air tersebut akan memiliki pH 7.5 – 8.0 Kapur dan dolomit sering digunakan sebagai bahan ameliorasi lahan karena :
1 merupakan sumber Ca dan Mg, 2 merupakan salah satu tindakan dalam pemupukan berimbang, dengan perbandingan Ca, Mg, K adalah 75 : 18 : 7 didalam
komplek jerapan tanah, dan 3 dapat meningkatkan pH tanah atau menetralkan Al
3+
melalui proses sebagai berikut : CaCO3
Ca
2+
+ CO MgCO
3
Mg
2+
+ CO Ion karbonat CO
═
bereaksi dengan air sebagai berikut : CO
3
= + H
2
O H
2
CO
3
+ 2OH
-
Ion OH
-
ini akan bereaksi dengan Al
3+
sehingga membentuk senyawa AlOH
3
dan mengendap. Menurut Sudarsono 1996, untuk keperluan menetralkan Al
3+
dalam kompleks jerapan tanah, maka jumlah dolomit yang diperlukan adalah 1 ton ha untuk setiap me Al
3+
yang akan dihasilkan.
Universitas Sumatera Utara
Pendugaan kebutuhan kapur pada tanah masam dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu : 1 pemberian kapur secara bertingkat untuk mendapatkan
takaran kapur yang menghasilkan hasil optimum, 2 inkubasi tanah dengan pemberian kapur bertingkat ntuk mencari takaran kapur yang dapat memberikan pH tanah yang
diinginkan, 3 titrasi tanah menggunakan larutan basa atau larutan sangga, 4 menggunakan Al dapat tukar sebagai indeks kebutuhan kapur Sulaeman, 1990.
Menurut Kamprat 1970, Didi Ardi dan Widjaja – Adhi, 1986, takaran kapur yang diberikan kedalam tanah lebih baik didasarkan pada Al dapat tukar, tetapi cara yang
paling mudah dan praktis dilakukan dilapangan untuk mengetahui jumlah kapur yang dibutuhkan tiap satuan luas adalah cara inkubasi dan analisis tanah.
Universitas Sumatera Utara
III. METODE PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian