I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Larva udang vannamei Litopenaeus vannamei di pembenihan mengalami perkembangan stadia mulai dari nauplii, zoea, mysis sampai pasca larva. Stadia
perkembangan larva udang yang paling kritis adalah pada stadia zoea dan mysis. Stadia zoea memiliki kelangsungan hidup yang lebih rendah dibandingkan dengan
stadia yang lain, bahkan kematian pada stadia zoea dapat mencapai 90 sebelum berkembang menjadi mysis Elovaara, 2001. Begitu pula pada stadia mysis, di
PT CentralPertiwi Bahari CPB kelangsungan hidup dapat mencapai kurang dari 40 sehingga sering dilakukan pembuangan larva. Hal tersebut karena terjadinya
gagal molting pada larva stadia zoea dan mysis sehingga larva mati sebelum mencapai stadia selanjutnya. Masalah tersebut merupakan masalah umum dalam
usaha pembenihan udang, dan hal ini terjadi juga pada pembenihan di PT. CPB. Upaya untuk meningkatkan kelangsungan hidup udang dapat dilakukan
dengan meningkatkan kualitas nutrien pakannya, yang salah satunya adalah lemak. Lemak mempunyai peranan penting untuk pertumbuhan dan
perkembangan udang, terutama asam lemak Eicosapentaenoic acid EPA dan Docosahexaenoic acid DHA yang merupakan salah satu pembangun jaringan
syaraf pada udang Penaeid Elovaara, 2001. Komponen lemak lainnya yakni pospholipid dan kolesterol merupakan komponen yang esensial dan dibutuhkan
untuk perkembangan, pertumbuhan, dan kelangsungan hidup larva udang. Kolesterol sangat penting bagi crustacea untuk pembentukan sel dan sebagai
prekursor dari hormon steroid diantaranya hormon untuk molting Teshima, 1997. Hal ini sangat penting bagi zoea dalam proses molting untuk dapat
berkembang menuju stadia selanjutnya. Kebutuhan kolesterol pada larva udang adalah sebesar 1 Jones et al, 1997. Phospholipid dibutuhkan oleh udang untuk
pertumbuhan dan kelangsungan hidup. Kekurangan phospholipid akan menyebabkan gagalnya larva untuk mengganti kulit tuanya selama larva molting
Teshima, 1997. Kebutuhan larva udang akan phospholipid adalah sebesar 3 Jones et al, 1997.
Pakan untuk stadia zoea dianjurkan adalah mikroalga sebagai pengganti kuning telur yang telah habis. Pemberian pakan untuk stadia zoea di PT. CPB
adalah menggunakan pakan buatan CP. Star 100, BP Eguchi, Lanzy ZM dan CP Spina. CP. Star 100 memiliki kandungan EPA dan DHA masing- masing sebesar
0,5 . Kandungan ini sudah cukup untuk larva udang, namun kemungkinan besar tidak tercerna semua dan banyak mengalami leaching di air pada waktu diberikan
ke larva. Sementara itu kebutuhan larva udang akan Highly Unsaturated Fatty Acid HUFA sebesar 1 Jones et al, 1997. Pakan alami yang diberikan untuk
stadia larva adalah Chaetoceros gracillis yang mengandung DHA kurang dari 1 dari total kandungan asam lemaknya Dhert, 1996. Karena kandungan nutrien
dari Chaetoceros gracillis yang sangat rendah maka perlu pakan alternatif yang dapat memenuhi kebutuhan nutrien larva.
Rotifera Brachionus sp. merupakan pakan alami yang sering diberikan untuk larva udang vannamei. Mulai awal stadia zoea, udang mulai memakan
mikroalga. Selama stadia ini larva membutuhkan banyak energi untuk berenang yang didapat dengan menyaringnya dari mikroalga. Pada akhir stadia zoea 3, larva
sudah dapat diberi nauplius Artemia Elovaara, 2001. Namun, menurut praktisi di hatchery udang stadia zoea dan mysis belum dapat memangsa Artemia. Nauplius
Artemia memiliki ukuran ±450 µ
m, sedangkan rotifera memiliki ukuran yang lebih kecil dari Artemia yaitu ±150
µ m Qin, 2000. Untuk itu perlu dicari alternatif
zooplankton lain sebagai pakan alami. Dilihat dari perbedaan ukuran tersebut diperkirakan rotifera dapat diberikan mulai pada stadia zoea 2. Pemilihan rotifera
sebagai pasok pakan alami karena salah satu sifatnya yang menguntungkan yaitu mudah dicerna dan mudah ditingkatkan gizinya karena rotifera bersifat nonselektif
filter feeder Watanabe, 1988. Untuk meningkatkan kandungan asam lemak rotifera dapat dilakukan pengkayaan dengan minyak ikan, minyak cumi atau DHA
Selco. Kandungan EPA dan DHA minyak ikan adalah 17,2 dan 13,2
Takeuchi, 1983, sedangkan minyak cumi memiliki kandungan EPA dan DHA 9 dan 31 Setiabudi 1993 dalam Herlijoso, 1994. DHA Selco memiliki
kandungan EPA dan DHA 16.9 mgg dan 26.7 mgg Dhert, 1996. Ke tiga bahan ini mengandung DHA dan EPA yang tinggi dan berbeda untuk setiap bahan
pengkaya. Ketiga bahan ini diharapkan dapat meningkatkan kandungan asam lemak, terutama DHA dan EPA, phospolipid dan kolesterol dari rotifera yang
akan diberikan ke larva udang. Pemberian rotifera yang telah diperkaya dengan minyak ikan, minyak cumi atau DHA Selco pada fase awal dari zoea diharapkan
dapat memenuhi kebutuhan nutrien larva dan dapat meningkatkan kelangsungan hidup dari larva udang vannamei.
1.2 Tujuan