Kebutuhan Nutrien Asam Lemak

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Perkembangan Larva Udang Vannamei

Telur udang yang telah dibuahi menetas menjadi nauplii setelah 24 jam pada temperatur 28-30 C . Nauplii yang baru menetas tidak memerlukan pakan dan sudah terpenuhi oleh nutrisi kuning telur. Nauplii berkembang menjadi protozoea setelah lima sampai enam kali molting selama 48 jam. Pada stadia ini larva diberi pakan pertama kali dengan menggunakan plankton diatom seperti Skeletonema sp., Tetraselmis sp., dan Chaetoceros sp. Pakan buatan seperti tepung kuning telur dan ragi kadang-kadang diberikan sebagai tambahan pakan alami. Zoea tidak mempunyai reflek untuk mengejar makanan tetapi hanya menunggu, ketika makanan datang ditangkap dengan mulutnya. Jadi, sejumlah makanan yang cukup harus dijaga ketersediaannya di air pada bak kultur setiap waktu Lovell, 1989. Zoea molting sebanyak dua sampai tiga kali dalam waktu 4 sampai 5 hari sebelum berkembang menjadi mysis. Mysis mirip udang muda, tapi mereka berenang dengan posisi vertikal dengan kepala dan ekor terbalik. Mysis sebagian besar diberi pakan nauplii artemia atau zooplankton seperti Rotifera Brachionus sp. dengan tambahan phytoplakton Lovell, 1989. Mysis berkembang menjadi post larva setelah tiga kali molting dalam waktu 3 sampai 4 hari. Selama lima hari pertama stadia post larva, biasanya diberi pakan artemia. Pakan buatan seperti serbuk small dry diet practicles, microencapsulasi dan daging ikan cincang disubstitusi dengan pakan alami sebagai pemenuhan kebutuhan larva di habitat hidupnya sehingga larva memakan kedua jenis pakan tersebut. Larva tersebut ditransfer untuk memenuhi kebutuhan di tambak, larva harus tetap terjaga dengan pengelolaan di hatchery selama 15 sampai 20 hari Lavell, 1989.

2.2 Kebutuhan Nutrien Asam Lemak

Asam lemak dibutuhkan oleh larva untuk perkembangan dan pertumbuhan dari larva. Kegunaan minyak ikan yang berasal dari laut atau minyak cumi-cumi dapat meningkatkan n3-HUFA pada rotifera Watanabe, 1988. Lemak disamping berfungsi sebagai sumber energi 8-9 kalg, juga penting sebagai sumber asam lemak esensial. Menurut Walford dan Lana 1986 penelitian akhir-akhir ini di Jepang menunjukkan bahwa kandungan n3-HUFA 20:5n-3 dan 22: 6n-3 dalam pakan alami merupakan faktor paling menentukan nilai nutrisi pakan untuk pemeliharaan larva ikan yang berasal dari laut. Hal ini disebabkan oleh rendahnya kemampuan ikan yang berasal dari laut untuk melakukan biokonversi asam linoleat 18 : 2n-6 dan linolenat 18:3n-3 menjadi n3-HUFA. Sementara itu Kompyang dan Ilyas 1988 menyatakan bahwa kekurangan asam lemak esensial dalam pakan akan menyebabkan pertumbuhan yang rendah, menurunnya efisiensi pakan dan dapat meningkatkan angka kematian ikan. Phospholipid dan kolesterol merupakan komponen yang esensial bagi udang sehingga perlu ditambahkan melalui pakan agar terpenuhi kebutuhan nutriennya. Phospholipid dan kolesterol dibutuhkan untuk perkembangan, pertumbuhan, dan kelangsungan hidup larva udang. Kolesterol sangat penting bagi crustacea untuk pembentukan sel dan sebagai prekursor dari hormon steroid diantaranya hormon untuk molting Teshima, 1997. Hal ini sangat penting bagi zoea dalam proses molting untuk dapat berkembang menuju stadia selanjutnya. Kebutuhan kolesterol pada larva udang adalah sebesar 1 Jones et al, 1997. Phospholipid dibutuhkan oleh udang untuk pertumbuhan dan kelangsungan hidup. Kekurangan phospholipid akan menyebabkan gagalnya larva untuk mengganti kulit tuanya selama larva molting Teshima, 1997. Kebutuhan larva udang akan phospholipid adalah sebesar 3 Jones et al, 1997. Minyak ikan merupakan salah satu bahan yang dapat digunakan untuk memperkaya rotifera. Minyak ikan mengandung banyak jenis asam lemak baik asam lemak jenuh maupun asam lemak tidak jenuh. Kandungan utama minyak ikan adalah asam lemak yang memiliki ketidak jenuhan yang tinggi. Minyak ikan laut kaya akan asam lemak linolenat, EPA 20:5n-3 dan DHA Sargent, 1997. Berikut kandungan asam lemak dari minyak ikan Tabel 1. Tabel 1. Kandungan asam lemak minyak ikan 1 Asam Lemak Jumlah dari total asam lemak 8:0 10:0 12:0 14:0 16:0 18:0 16:1n-7 18:0 18:1n-9 18:2n-6 18:3n-3 20:3n-9 20:3n-6 20:4n-3 20:5n-3 22:5n-3 22:6n-3 - - - 15,1 17,0 - 9,4 3,2 16,8 2,5 3,1 0,2 0,8 2,0 17,2 2,9 13,20 1 Sumber : Stickney 1979,Takeuchi 1983 Minyak cumi memiliki kandungan asam lemak EPA 13,4-17,4 dan DHA 12,8-15,6 Watanabe, 1988. Sedangkan kandungan asam lemak cumi- cumi dan beberapa jenis ikan disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Persentase relatif asam lemak n-3 pada berbagai ikan Sumber lemak C 18:3 C20:5 C22:6 Cumi-cumi 1 9 31 Lemuru 3 5 29,5 Teri 2 9 25 Kembung 1,5 8 18 Selar 4 4 16 Tenggiri 1 3 17 Sumber : Setiabudi, 1993 dalam Herlijoso, 1994. Cumi-cumi mempunyai prosentase relatif kandungan asam lemak n-3 paling potensial, sebesar 41 Tabel 3. Ini disebabkan karena cumi-cumi berasal dari kelas moluska dengan kandungan lemak cukup tinggi dan kebanyakan dari lipidnya berupa phospholipid Setiabudi, 1993 dalam Herlijoso, 1994. Kandungan asam lemak tak jenuh jamak tersebut yang terdapat dalam daging cumi-cumi yang utama paling bermanfaat adalah asam lemak n-3 nya Sudjoko, 1988 dalam Marlina, 1998. Tabel 3. Kandungan asam lemak minyak cumi Jenis asam lemak Jumlah dari total asam lemak C14:0 3,21 1 - 2 C14:1 - - C16:0 27,79 13,4 -16,9 C16:1 1,51 5,0 - 6,6 C18:0 6,89 2,3 - 2,6 C18:1 6,51 15,5 - 16,4 C18:2 - 1,0 - 1,1 C18:3 - 0,8 - 0,9 C20:1 - 8,4 - 9,2 C20:4 5,98 3,0 - 3,4 C20:5 9,29 13,4 - 17,4 C22:0 - 0,9 - 1,4 C22:6 32,02 12,8 - 15,6 Sumber : 1 Sudjoko, 1988 dalam Marlina, 1998. 2 Watanabe, 1988 DHA Selco merupakan sumber pengkaya yang sangat baik untuk rotifera karena mempunyai kandungan HUFA yang tinggi. Kandungan lemak dari DHA Selco sebesar 18 dengan kandungan EPA dan DHA sebesar 16,9 mgg dan 26,7 mgg.

2.3 Rotifera Brachionus sp.