depan mereka. Mereka senang hidup berfoya-foya, tidak memikirkan untuk menabung.
Faktor lingkungan juga sangat berpengaruh terhadap perilaku anak-anak muda. Biasanya anak muda yang tidak mau ikut kumpul-kumpul itu dijauhi teman-
temannya, dianggap pelit. Padahal kalau mereka sudah kumpul, pasti berbuat yang kurang baik. Disini berlaku siapa yang pendapatan ikannya banyak, biasanya malam
harinya teman-temannya ke rumah untuk bersenang-senang, minta minum atau minta jajan.
2. Peran Istri Nelayan
Pada saat musim paceklik terang bulan mulai tanggal 10 sampai dengan 20 bulan qomariah, nelayan istirahat, nganggur total di rumah tidak mau mencari
alternatif pekerjaan lain, pikirannya sudah mati. Akhirnya istrinya yang mencari pendapatan untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga. Peran istri dalam
membantu mencari pendapatan suami sangat besar. Mereka membantu mengolah hasil tangkapan ikan suaminya. Usaha mereka mengeringkan ikan asin, membantu
memperbaiki jaring yang rusak, pemanggangan ikan, membuat krupuk ikan atau udang dan lain-lainnya.
Sebagai istri nelayan yang memiliki pendapatan yang tidak menentu, mereka berusaha mencari pendapatan tambahan. Usaha tersebut tergantung dengan
ramainya hasil tangkapan ikan. Jika musim panen datang, usaha tersebut turut ramai. Jika hasil tangkapan ikan nelayan sedikit, usahanya juga ikut sepi. Kalau
usahanya sedang sepi, mendapatkan uang juga sulit, sehingga untuk memenuhi kebutuhan makan juga sulit. Ketika perekonomian keluarga mengalami kesulitan,
istri nelayan yang akan mencari pinjaman atau berhutang di warung-warung untuk memenuhi kebutuhan keluarganya.
Istri nelayan sangat aktif mengikuti jamaah pengajian di kampungnya yang dilakukan secara bergiliran dari rumah warga yang satu ke rumah warga yang lain.
Terkadang dilakukan di masjid atau mushola setempat. Tidak heran, jika setiap hari di Desa Morodemak ada pengajian. Perkumpulan semacam PKK tidak berjalan
dengan baik. Banyak kelompok yang diikuti oleh istri-istri nelayan, ada kelompok wanita persatuan, wanita perjuangan, wanita kebangsaan, pengajian muslimatan
dan lain-lain. Anehnya, semua kegiatan kelompok itu berkisar pada pengajian dan keagamaan saja. Tidak ada yang memiliki program peningkatan ketrampilan atau
pengembangan ekonomi keluarga. Hal ini ada kemungkinan pengaruh norma yang berkembang di masyarakat yang hanya mementingkan urusan “akhirat” saja.
3. Kepala Keluarga
Nelayan serabutan, terkadang ikut kapal melaut atau ikut perahu jaring. Tiap hari pendapatannya tidak menentu. Suatu saat membawa pulang uang Rp 40 ribu,
lain hari Rp 30 ribu. Bahkan pernah sehari membawa Rp 10 ribu atau Rp 5 ribu, terkadang tidak mendapatkan hasil apa-apa.
Masyarakat nelayan di Desa Morodemak, kalau siang tidur, nanti sore berangkat ke laut pagi baru pulang. Untuk pertemuan dan rapat antar warga jarang
terjadi. Pertemuan hanya dilakukan kemungkinan pada hari Jumat, itu pun karena kewajiban shalat Jumat, sehingga semua nelayan tidak melaut. Orang tua pimpinan
keluarga itu sebagai teladan anak-anaknya. Kalau perilaku orang tua baik, akan dicontoh anaknya menjadi baik dan sebaliknya kalau jelek.
4. Kelembagaan Kemasyarakatan RT, RW dan Dukuh