Masyarakat desa ini masih menghargai tokoh agama dan tokoh masyarakat. Sebetulnya masyarakat disini tergantung dengan yang mengarahkan dan tokoh
tersebut bisa memberi contoh nyata. Masyarakat nelayan disini itu bimbingannya mudah, kalau mereka sudah terpegang hatinya, mereka akan dengan mudah
memberikan yang mereka miliki. Namun kalau sudah terbentur tidak dipercaya oleh masyarakat, walaupun kata-katanya manis semanis apapun tidak akan diperhatikan
oleh masyarakat. Contohnya untuk sambatan kapal untuk kebutuhan masjid dan disepakati semua hasil akan diserahkan masjid, mereka akan melihat siapa yang
bicara, kalau yang bicara bisa mereka percaya, mereka akan dengan suka rela untuk sambatan. Mereka merasa memiliki masjid, sehingga berusaha untuk
membantu semampu mereka.
Masyarakat nelayan Morodemak itu sebetulnya mudah, asalkan bisa mengambil hatinya, mereka akan memberikan apa yang dibutuhkan dengan suka
rela. Buktinya adalah ketika dimintai dana dan tenaga untuk pembangunan masjid dan madrasah, mereka bersemangat dan suka rela. Memang perlu waktu yang
panjang dan pembinaan yang terus menerus untuk merubah pola pikir mereka yang keliru dan itu juga membutuhkan keteladanan tokoh dan pemimpin, bahwa
pembangunan sarana dan prasarana umum desa juga merupakan bagian dari ibadah.
Banyak program pembangunan berupa dana bantuan dari pemerintah yang kurang berjalan dengan baik di Desa Morodemak. Hal ini disebabkan oleh perilaku
masyarakat yang kurang mendukung. Masyarakat yang kurang mendukung program pembangunan, karena mereka cenderung melihat ketokohan yang mereka teladani.
Sebetulnya perilaku mereka dapat sedikit demi sedikit berubah, kalau ada keteladanan dari tokoh dan pemimpin. Hal ini membutuhkan proses waktu yang
sangat panjang. Diawali dari para tokoh masyarakat, khususnya aparat desa.
4. Memiliki Kemampuan SDM Cukup Baik dan Kemauan
Pemerintah desa itu sebagai ujung tombak bagi terlaksananya program pembangunan. Hal ini diperparah dengan kondisi SDM yang relatif masih rendah.
Dalam proses pemilihan Kades, masyarakat tidak mau memilih calon Lurah atau Kades yang memiliki kemampuan SDM tinggi. Mereka memilih calon yang
berpengaruh di desa, namun tidak memiliki SDM yang cukup untuk menjalankan tugas-tugas sebagai Kades, calon yang demikian justru yang mendapatkan
dukungan kuat di mata masyarakat. Apalagi sekarang diperparah dengan adanya money politic yang semarak antar calon, sehingga yang terpilih sebagai Kades
kualitas SDM-nya kurang bagus. Padahal seorang pemimpin salah satunya harus ditunjang dengan kualitas SDM yang bagus, karena dia adalah sebagai seorang
pemimpin. Kalau seandainya semua desa didukung dengan Kades yang memiliki kualitas SDM bagus, desa akan berkembang dengan baik.
LEMAHNYA PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM SISTEM KELEMBAGAAN
Gambaran lemahnya partisipasi masyarakat Desa Morodemak, jika mereka diundang untuk mengadakan rapat atau diskusi, mereka biasanya pasti
menanyakan:apakah ada uang transportnya? Itu sudah berlangsung sejak lama. Mereka berfikiran, setiap hari kalau mereka bekerja paling tidak minimum
mendapatkan uang Rp 20.000,- maka kalau dia diundang rapat atau pertemuan dan otomatis tidak bekerja, harusnya yang mengundang rapat itu memberi gantinya.
Kalau didatangi untuk diwawancarai, mereka pasti menanyakan:saya mau dikasih
apa, kok ditanya-tanyai? Mereka kalau diundang rapat atau musyawarah untuk sosialisasi atau penjelasan, mereka beralasan kalau datang ke balai desa untuk
rapat atau musyawarah dan tidak ada apa-apanya uang, lebih baik kerja akan dapat uang sehingga kalau tidak dikasih uang mereka tidak mau datang. Tetapi
anehnya, kalau mereka diajak untuk acara pengajian atau pengumuman kerja bakti pembangunan masjid lewat pengeras suara, mereka banyak yang datang.
Pada umumnya masyarakat nelayan Desa Morodemak mempunyai tingkat pendidikan dan sumberdaya manusianya yang relatif rendah. Tingkat pendidikan
dan SDM yang rendah membuat mereka tidak dapat berfikir dan kurang memiliki wawasan yang luas. Keterbatasan waktu, karena sehari-harinya waktu dihabiskan di
laut untuk mencukupi kebutuhan ekonomi keluarga. Akhirnya ketika diajak untuk berpartisipasi, mereka hanya memikirkan kehidupannya sendiri. Contohnya ketika
mereka diajak untuk pertemuan tidak mau menghadiri kalau tidak ada uang sakunya. Alasannya, kalau ada uang saku, mereka tidak bekerja sudah cukup untuk
makan sekeluarga. Tetapi kalau tidak ada uang sakunya, sementara mereka tidak bekerja, keluarga mereka yang memberi makan siapa? Perilaku ini berawal dari
ketergantungan mereka dengan pendapatan yang sifatnya harian dan kemalasan mereka untuk menabung, sehingga ketika satu hari tidak memiliki penghasilan,
mereka bingung. SDM yang rendah sangat mempengaruhi sekali pola pikir seseorang, sehingga mengakibatkan kurangnya seseorang untuk berpertisipasi
dalam program pembangunan, seperti musyawarah-musyawarah di desa tidak berjalan dengan baik. Mereka kalau diundang musyawarah enggan datang.
Pada program pengentasan kemiskinan, pernah melakukan pendekatan dengan para kyai untuk melakukan penyadaran kepada masyarakat masalah
tunggakan pinjaman. Namun ketika mereka diundang untuk pertemuan, yang datang hanya sebagian kecil saja, yang lainnya tidak datang. Dalam pertemuan tersebut
sudah dijelaskan oleh kyai tentang kewajiban orang pinjam itu harus mengembalikan dalam hukum agama Islam. Sebetulnya sudah tidak bosan-bosannya para kyai
mengingatkan pada masyarakat masalah ini, bahkan diacara-acara ketika ada orang meninggal dunia selalu disinggung, namun kesadaran masyarakat masih kurang.
Partisipasi masyarakat untuk pembangunan sarana dan prasarana desa seperti jalan, jembatan, selokan, tempat sampah dan air bersih, mereka tidak mau
memberika sumbangan dana. Alasan mereka, lebih baik uang disedekahkan ke masjid daripada untuk pembangunan desa. Pembangunan desa menurut mereka itu
adalah tanggung jawab pemerintah untuk membangunannya dengan bantuan tiap tahun yang ada. Untuk program-program pembangunan pemerintah, masyarakat
desa Morodemak tidak mau membantu baik dana maupun tenaga untuk gotong royong. Pernah kejadian, sewaktu pembangunan gedung MI yang sebagian
dananya disubsidi pemerintah, masyarakat tidak mau membantu dana maupun tenaga. Alasan mereka itu adalah tanggung jawab pemerintah. Padahal MI itu
swasta.
Namun kalau untuk urusan keagamaan, mereka bersemangat untuk membantu dana maupun tenaga untuk gotong royong. Sebagai bukti, untuk
pembangunan masjid jami Baitul Atiq itu murni swadaya masyarakat desa dari dananya sampai tenaganya Padahal Desa Morodemak ini termasuk desa miskin.
Kalau dihitung-hitung masjid tersebut sudah memakan biaya hampir Rp 1 milyar, dana tersebut murni dari masyarakat Desa Morodemak, tidak ada bantuan dana dari
pemerintah ataupun bantuan dari dari luar desa Morodemak. Dana pembangunan masjid diambil dari hasil penangkapan kapal-kapal nelayan Desa Morodemak yang
dipotong 5. Nelayan kalau tidak melaut diminta kerja bakti membangun masjid, mereka semangat.