Upaya Peningkatan Partisipasi Perempuan Dalam Program Pengembangan Masyarakat Nelayan (Studi Kasus di Desa Meskom, Kecamatan Bengkalis, Kabupaten Bengkalis, Riau)

(1)

UPAYA PENINGKATAN PARTISIPASI PEREMPUAN

DALAM PROGRAM PENGEMBANGAN MASYARAKAT NELAYAN

(Studi Kasus di Desa Meskom, Kecamatan Bengkalis, Kabupaten Bengkalis, Riau)

T. NAZLAH KHAIRATI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2005


(2)

ABSTRAK

T. NAZLAH KHAIRATI. Upaya Peningkatan Partisipasi Perempuan Dalam Program Pengembangan Masyarakat Nelayan (Studi Kasus di Desa Meskom, Kecamatan Bengkalis, Kabupaten Bengkalis, Riau). Dibimbing oleh TITIK SUMARTI dan DJUARA P. LUBIS.

Rencana Aksi Pembangunan Berkelanjutan Sumberdaya Pesisir dan Lautan Indonesia (1998) dinyatakan bahwa perempuan memainkan peranan penting dalam pembangunan pesisir dan lautan. Kegiatan-kegiatan mereka meliputi urusan yang berkaitan dengan sandang dan pangan keluarga, serta menambah pendapatan keluarga melalui kegiatan-kegiatan antara lain (1) penangkapan di daerah intertidal dan perairan dangkal; (2) pembuatan dan perbaikan jaring penangkapan ikan; (3) budidaya ikan; (4) pengolahan ikan; (5) penjualan dan (6) kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan pemasaran hasil tangkapan. Di daerah pedesaan Indonesia, perempuan pada keluarga miskin, terbiasa melakukan kerja produktif dan tetap bertanggungjawab pada kerja reproduktif serta kegiatan sosial (antara lain PKK dan Posyandu), sedangkan pria bergerak dikegiatan atau bidang ekonomi (KUD dan Kelompok Nelayan). Hal ini mengesankan bahwa intervensi instansi sektoral yang bermuatan ekonomi tampaknya lebih memilih pria sebagai golongan sasaran, sementara perempuan hanya akses terhadap lembaga-lembaga ekonomi informal seperti kegiatan arisan. Hal ini terlihat dari banyaknya aktivitas perempuan yang melakukan kegiatan-kegiatan sosial yang tidak berorientasi ekonomi.

Masalah utama dalam kajian ini adalah bagaimanakah partisipasi perempuan dalam program pengembangan masyarakat nelayan di Desa Meskom Kecamatan Bengkalis Kabupaten Bengkalis, Riau yang merupakan salah satu desa pantai potensial dengan keberagaman etnik dan pola penguasaan asset dengan tingkat ketergantungan yang tinggi pada tauke serta pola pemukiman yang erat kaitannya dengan faktor ekologi,sosial, budaya maupun ekonomi.

Tujuan spesifik dari kajian ini adalah : a) Untuk memberi gambaran komprehensif situasi sosial Desa Meskom Kabupaten Bengkalis (peta sosial Desa Meskom); b) Untuk dapat memberikan gambaran yang bersifat evaluatif terhadap berbagai kegiatan dalam program pengembangan masyarakat yang sudah pernah diintrodusir di Desa Meskom; c) Untuk dapat mengetahui bagaimana partisipasi perempuan dalam program pengembangan masyarakat nelayan Desa Meskom, Bengkalis Riau; d) Untuk menyusun program partisipasi perempuan dalam pengembangan masyarakat nelayan Desa Meskom.

Partisipasi sosial formal dan informal bagi perempuan di Desa Meskom, Kecamatan Bengkalis, Kabupaten Bengkalis, Riau cukup baik karena kaum perempuan banyak yang masuk menjadi pengurus pada lembaga informal dan formal seperti organisasi kemasyarakatan dan pemerintahan, hal ini juga berlaku dalam kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh desa baik merupakan kegiatan yang dilakukan oleh lembaga maupun sosial kemasyarakatan dan perkumpulan-perkumpulan. Solidaritas golongan perempuan dalam program pengembangan masyarakat nelayan di Desa Meskom, Kecamatan Bengkalis, Kabupaten Bengkalis, Riau memiliki ciri-ciri khusus karena adanya perbedaan tujuan dan


(3)

kepentingan. Bagi golongan perempuan muda dan remaja memiliki norma-norma maupun nilai-nilai yang mengutamakan kepentingan aspek ekonomi dari aspek-aspek lainnya sehingga melahirkan rasa solidaritas yang memperhitungkan untung atau rugi.

Secara umum, perempuan dalam masyarakat nelayan memiliki karakteristik yang secara eksplisit menunjukkan suatu ketimpangan gender. Hal ini tampak dari beberapa aspek meliputi pekerjaan, tingkat pendidikan, akses kelembagaan dan kepemilikan aset produksi dan kegiatan pemasaran hasil. Kondisi tersebut terkait dengan kultu sosial budaya setempat dimana kultur Budaya Melayu menempatkan posisi laki-laki diatas perempuan, sehingga golongan laki-laki tampak mendominasi berbagai pengambilan keputusan baik dalam sektor domestik maupun publik.

Pada dasarnya, program pengembangan masyarakat di Desa Meskom yang telah dilaksanakan tidak berperspektif gender, sama sekali tidak secara spesifik ditujukan untuk mengembangkan potensi golongan perempuan di Desa Meskom. Peserta program secara dominan adalah para laki-laki nelayan dalam posisi mereka sebagai kepala rumah tangga (sebagai suami), sehingga istri-istri mereka tidak dilibatkan secara aktif dalam program. Golongan perempuan cukup diharapkan dalam membantu suaminya dalam melaksanakan program. Hal ini dikarenakan program pengembangan masyarakat nelayan di Desa Meskom secara dominan ditujukan untuk para laki-laki sebagai pencari nafkah utama yang bekerja melaut.

Untuk meningkatkan partisipasi perempuan dalam program pengembangan masyarakat di Desa Meskom, Kecamatan Bengkalis, Kabupaten Bengkalis, Riau harus dilakukan pola pendekatan dari arus bawah bottom-up atau inisiatif yang berasal dari masyarakat sendiri ditambah dengan input dari pemerintah atau swasta melalui bantuan teknis. Perbaikan terhadap pola pengembangan masyarakat nelayan juga dapat dilakukan melalui partisipasi Perempuan dengan melakukan perbaikan melalui peningkatan peran stakeholder baik di sektor publik maupun privat serta sektor komunitas.

Secara operasional, upaya peningkatan perempuan dalam pengembangan masyarakat nelayan di Desa Meskom di tempuh dengan cara (1) Program pengembangan masyarakat nelayan di Desa Meskom meliputi penyelenggaraaan pertemuan rutin dan pembentukan kelompok usaha mikro; (2) Program peningkatan partisipasi Perempuan meliputi pendampingan dan pelatihan keterampilan pengelolaan hasil laut dan pendampingan peningkatan partisipasi sosial perempuan. Penyelenggaraan program pengembangan masyarakat tersebut diharapkan lebih berorientasi gender dan dapat mewadahi partisipasi aktif dari perempuan di Desa Meskom. Adanya titik berat orientasi gender dalam program-program tersebut merupakan suatu langkah strategis untuk meningkatkan potensi lokal dan potensi sumber daya manusia di Desa Meskom khususnya golongan perempuan.


(4)

© Hak cipta milik T.Nazlah Khairati, tahun 2005 Hak cipta dilindungi

Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak, fotocopi, mikrofilm dan sebagainya


(5)

UPAYA PENINGKATAN PARTISIPASI PEREMPUAN

DALAM PROGRAM PENGEMBANGAN MASYARAKAT NELAYAN

(Studi Kasus di Desa Meskom, Kecamatan Bengkalis, Kabupaten Bengkalis, Riau)

T. NAZLAH KHAIRATI

Tugas Akhir

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Magister Profesional

pada Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2005


(6)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Tugas Akhir : Upaya Peningkatan Partisipasi Perempuan Dalam Program Pengembangan Masyarakat Nelayan

(Studi Kasus di Desa Meskom, Kecamatan Bengkalis, Kabupaten Bengkalis, Riau)

Nama : T. Nazlah Khairati

NIM : A 015010305 Program Studi : Pengembangan Masyarakat

Disetujui, Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Titik Sumarti, MC, MS Dr. Ir. Djuara P. Lubis, MS Ketua Anggota

Diketahui,

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Pengembangan Masyarakat

Dr. Ir. Djuara P. Lubis, MS Prof. Dr. I r. Syafrida Manuwoto, M.Sc


(7)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Selatpanjang, salah satu kota kecamatan yang terdapat di Kabupaten Bengkalis, Propinsi Riau, pada tanggal 5 Mei 1964. Merupakan anak keempat dari lima bersaudara. Ebah bernama T. A. Rahman (almarhum) dan Emak bernama T. Fakhriah yang juga telah berpulang kerahmatullah.

Pendidikan dasar diselesaikan di SDN 002 Selatpanjang tahun 1977. Begitu juga dengan pendidikan menengah pertama ditamatkan pada tahun 1980 di MTsN Selatpanjang. Sedangkan untuk pendidikan menengah atas, penulis memasuki Lembaga Formal Pendidikan Islam (MAN Selatpanjang) tahun 1980 hingga berakhir tahun 1983.

Dari tahun 1983 sampai dengan tahun 1988, penulis kuliah di Universitas Riau, pada jurusan Ilmu Administrasi Pendidikan di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP UNRI) Pekanbaru Riau tersebut. Setelah tamat, alhamdulillah, pada tahun 1988-1989 penulis diterima sebagai tenaga guru honor di SMEA Negeri Selatpanjang, kemudian mengabdi di tanah kelahiran sendiri sebagai guru Aliyah Selatpanjang (1990-1997), Wakil Kepala Aliyah Selatpanjang (1997-1998) hingga dapat menduduki jabatan Kepala Sekolah Aliyah Selatpanjang dari tahun 1998 sampai dengan tahun 1999.

Sedangkan pengalaman dalam berorganisasi berturut-turut menduduki jabatan sebagai : Wakil Ketua Aisyah Selatpanjang tahun 1980-1985, Ketua Nasyiatul Aisyah Selatpanjang (1988-1990), Wakil Ketua IMM Riau (1985-1988), Wakil Bendahara DPW PPP Riau (1985-1990), Wakil Ketua WPP Riau (1990-1995), Bendahara DPC PPP Bengkalis (1995-1998), Wakil Ketua DPC PPP Bengkalis (1999-2003), Ketua IKBD DPRD Bengkalis (1999-2003), Ketua PD Parmusi Kabupaten Bengkalis (2003-sekarang) dan terakhir sebagai Ketua DPC PPP Kabupaten Bengkalis mulai tahun 2003 hingga tahun 2006.

Pada hari Sabtu, tanggal 10 Syawal 1411 H, bertepatan dengan tanggal 5 Mei 1990 M, penulis menikah dengan H. T. Effendi, BA bin T. Syarif (Mak Mertua bernama T. Thalha-almarhum) di Selatpanjang. Baru pada tanggal 13 Februari 1991 di Selatpanjang, penulis dianugerahi oleh Allah SWT seorang putri yang diberi nama dengan T. Natasya Ilma. Sedangkan anak yang kedua seorang


(8)

dengan T. Fariqul Haq. Sekarang penulis berdomisili Jalan Gatot Subroto Gang Budiman Kelurahan Rimba Sekampung, Bengkalis, Riau. Demikian riwayat hidup singkat ini dibuat yang sesungguhnya.


(9)

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan kekuatan, rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulisan kajian pengembangan masyarakat dengan judul : Upaya Peningkatan Perempuan dalam Pengembangan Masyarakat Nelayan (Studi Kasus di Desa Meskom, Kecamatan Bengkalis, Kabupaten Bengkalis, Riau) dapat dirampungkan dengan sebaik-baiknya.

Kajian pengembangan masyarakat ini merupakan kelanjutan dan sari dari Praktek Lapang I (Peta Sosial Desa Meskom) dan Praktek Lapang II (dua) yang lebih memfokuskan kegiatan ilmiah ke arah interpretasi, analisis dan evaluasi program pengembangan masyarakat di Desa Meskom tersebut, yang dilakukan pada tanggal 14 September sampai dengan 29 Oktober 2002 yang lalu.

Sebenarnya amat berat bagi penulis dalam menyelesaikan kajian ilmiah ini, karena berhubungan dengan waktu, keadaan dan pekerjaan penulis sebagai Wakil Ketua DPRD Bengkalis yang sangat menyita waktu panjang dan harus rutinitas melakukan pekerjaan. Akan tetapi berkat dorongan, bantuan dan bimbingan yang luar biasa yang diberikan oleh ketua dan anggota komisi pembimbing yang memang telah ditunjuk untuk itu, partisipasi keluarga dan teman-teman pada penulis, maka kajian ini dapat terealisasi sebagaimana mestinya.

Untuk itu penulis ingin menyampaikan penghargaan dan ucapan terimakasih kepada :

1. Dr. Ir. Titik Sumarti, MC, MS selaku ketua komisi pembimbing. 2. Dr. Ir. Djuara P. Lubis MS selaku anggota komisi pembimbing.

Ucapan terimakasih juga penulis ukirkan setulus-tulusnya dan rasa hormat setinggi-tingginya, pada kesempatan yang paling bergengsi dan penuh bersejarah ini, kepada :

1. Ibunda tercinta T. Fakhriah (almarhumah) dan Ayahanda tersayang T. A. Rahman (almarhum) yang telah rela, ikhlas dan bersusah payah membesarkan anakmu ini. Bersama ini juga iringan do’a penulis anugerahkan kepada Ibunda dan Ayahanda berdua yang telah kembali


(10)

kepangkuan Allah SWT, semoga Allah menerima mereka berdua disisi-Nya, amin.

2. Suamiku H. T. Effendi, BA, anakku T. Natasya Ilma dan T. Fariqul Haq, Ayah dan Mak Mertuaku T. Syarif dan T. Thalha (almarhumah) yang tak dapat ku lupakan kebaikan dan perhatiannya. Semuanya sebagai motivasi dan memberi inpirasi kuat pada penulis dalam menyelesaikan kajian agung ini.

3. Teramat khusus penulis sampaikan buat sahabat/teman seperjuangan dan para dosen yang telah sudi menitip, menanam dan menstransferkan ilmu pengetahuannya kepada penulis, yang tak dapat penulis sebutkan namanya satu persatu pada kesempatan ini, semoga kebajikan ilmiah ini berbuah, berguna dan dapat penulis terapkan untuk pengembangan dan kemasylahatan masyarakat.

Akhirnya, penulis sangat menyadari bahwa meskipun diupayakan semaksimal mungkin, kajian ilmiah ini masih jauh dari harapan banyak orang dan kalangan. Disana-sini masih kelihatan kelemahan dan kekurangannya, olehkarena itu, kritik dan saran sangat diharapkan.

Bengkalis, Desember 2005

T. Nazlah Khairati P e n u l i s


(11)

UPAYA PENINGKATAN PARTISIPASI PEREMPUAN

DALAM PROGRAM PENGEMBANGAN MASYARAKAT NELAYAN

(Studi Kasus di Desa Meskom, Kecamatan Bengkalis, Kabupaten Bengkalis, Riau)

T. NAZLAH KHAIRATI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2005


(12)

ABSTRAK

T. NAZLAH KHAIRATI. Upaya Peningkatan Partisipasi Perempuan Dalam Program Pengembangan Masyarakat Nelayan (Studi Kasus di Desa Meskom, Kecamatan Bengkalis, Kabupaten Bengkalis, Riau). Dibimbing oleh TITIK SUMARTI dan DJUARA P. LUBIS.

Rencana Aksi Pembangunan Berkelanjutan Sumberdaya Pesisir dan Lautan Indonesia (1998) dinyatakan bahwa perempuan memainkan peranan penting dalam pembangunan pesisir dan lautan. Kegiatan-kegiatan mereka meliputi urusan yang berkaitan dengan sandang dan pangan keluarga, serta menambah pendapatan keluarga melalui kegiatan-kegiatan antara lain (1) penangkapan di daerah intertidal dan perairan dangkal; (2) pembuatan dan perbaikan jaring penangkapan ikan; (3) budidaya ikan; (4) pengolahan ikan; (5) penjualan dan (6) kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan pemasaran hasil tangkapan. Di daerah pedesaan Indonesia, perempuan pada keluarga miskin, terbiasa melakukan kerja produktif dan tetap bertanggungjawab pada kerja reproduktif serta kegiatan sosial (antara lain PKK dan Posyandu), sedangkan pria bergerak dikegiatan atau bidang ekonomi (KUD dan Kelompok Nelayan). Hal ini mengesankan bahwa intervensi instansi sektoral yang bermuatan ekonomi tampaknya lebih memilih pria sebagai golongan sasaran, sementara perempuan hanya akses terhadap lembaga-lembaga ekonomi informal seperti kegiatan arisan. Hal ini terlihat dari banyaknya aktivitas perempuan yang melakukan kegiatan-kegiatan sosial yang tidak berorientasi ekonomi.

Masalah utama dalam kajian ini adalah bagaimanakah partisipasi perempuan dalam program pengembangan masyarakat nelayan di Desa Meskom Kecamatan Bengkalis Kabupaten Bengkalis, Riau yang merupakan salah satu desa pantai potensial dengan keberagaman etnik dan pola penguasaan asset dengan tingkat ketergantungan yang tinggi pada tauke serta pola pemukiman yang erat kaitannya dengan faktor ekologi,sosial, budaya maupun ekonomi.

Tujuan spesifik dari kajian ini adalah : a) Untuk memberi gambaran komprehensif situasi sosial Desa Meskom Kabupaten Bengkalis (peta sosial Desa Meskom); b) Untuk dapat memberikan gambaran yang bersifat evaluatif terhadap berbagai kegiatan dalam program pengembangan masyarakat yang sudah pernah diintrodusir di Desa Meskom; c) Untuk dapat mengetahui bagaimana partisipasi perempuan dalam program pengembangan masyarakat nelayan Desa Meskom, Bengkalis Riau; d) Untuk menyusun program partisipasi perempuan dalam pengembangan masyarakat nelayan Desa Meskom.

Partisipasi sosial formal dan informal bagi perempuan di Desa Meskom, Kecamatan Bengkalis, Kabupaten Bengkalis, Riau cukup baik karena kaum perempuan banyak yang masuk menjadi pengurus pada lembaga informal dan formal seperti organisasi kemasyarakatan dan pemerintahan, hal ini juga berlaku dalam kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh desa baik merupakan kegiatan yang dilakukan oleh lembaga maupun sosial kemasyarakatan dan perkumpulan-perkumpulan. Solidaritas golongan perempuan dalam program pengembangan masyarakat nelayan di Desa Meskom, Kecamatan Bengkalis, Kabupaten Bengkalis, Riau memiliki ciri-ciri khusus karena adanya perbedaan tujuan dan


(13)

kepentingan. Bagi golongan perempuan muda dan remaja memiliki norma-norma maupun nilai-nilai yang mengutamakan kepentingan aspek ekonomi dari aspek-aspek lainnya sehingga melahirkan rasa solidaritas yang memperhitungkan untung atau rugi.

Secara umum, perempuan dalam masyarakat nelayan memiliki karakteristik yang secara eksplisit menunjukkan suatu ketimpangan gender. Hal ini tampak dari beberapa aspek meliputi pekerjaan, tingkat pendidikan, akses kelembagaan dan kepemilikan aset produksi dan kegiatan pemasaran hasil. Kondisi tersebut terkait dengan kultu sosial budaya setempat dimana kultur Budaya Melayu menempatkan posisi laki-laki diatas perempuan, sehingga golongan laki-laki tampak mendominasi berbagai pengambilan keputusan baik dalam sektor domestik maupun publik.

Pada dasarnya, program pengembangan masyarakat di Desa Meskom yang telah dilaksanakan tidak berperspektif gender, sama sekali tidak secara spesifik ditujukan untuk mengembangkan potensi golongan perempuan di Desa Meskom. Peserta program secara dominan adalah para laki-laki nelayan dalam posisi mereka sebagai kepala rumah tangga (sebagai suami), sehingga istri-istri mereka tidak dilibatkan secara aktif dalam program. Golongan perempuan cukup diharapkan dalam membantu suaminya dalam melaksanakan program. Hal ini dikarenakan program pengembangan masyarakat nelayan di Desa Meskom secara dominan ditujukan untuk para laki-laki sebagai pencari nafkah utama yang bekerja melaut.

Untuk meningkatkan partisipasi perempuan dalam program pengembangan masyarakat di Desa Meskom, Kecamatan Bengkalis, Kabupaten Bengkalis, Riau harus dilakukan pola pendekatan dari arus bawah bottom-up atau inisiatif yang berasal dari masyarakat sendiri ditambah dengan input dari pemerintah atau swasta melalui bantuan teknis. Perbaikan terhadap pola pengembangan masyarakat nelayan juga dapat dilakukan melalui partisipasi Perempuan dengan melakukan perbaikan melalui peningkatan peran stakeholder baik di sektor publik maupun privat serta sektor komunitas.

Secara operasional, upaya peningkatan perempuan dalam pengembangan masyarakat nelayan di Desa Meskom di tempuh dengan cara (1) Program pengembangan masyarakat nelayan di Desa Meskom meliputi penyelenggaraaan pertemuan rutin dan pembentukan kelompok usaha mikro; (2) Program peningkatan partisipasi Perempuan meliputi pendampingan dan pelatihan keterampilan pengelolaan hasil laut dan pendampingan peningkatan partisipasi sosial perempuan. Penyelenggaraan program pengembangan masyarakat tersebut diharapkan lebih berorientasi gender dan dapat mewadahi partisipasi aktif dari perempuan di Desa Meskom. Adanya titik berat orientasi gender dalam program-program tersebut merupakan suatu langkah strategis untuk meningkatkan potensi lokal dan potensi sumber daya manusia di Desa Meskom khususnya golongan perempuan.


(14)

© Hak cipta milik T.Nazlah Khairati, tahun 2005 Hak cipta dilindungi

Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak, fotocopi, mikrofilm dan sebagainya


(15)

UPAYA PENINGKATAN PARTISIPASI PEREMPUAN

DALAM PROGRAM PENGEMBANGAN MASYARAKAT NELAYAN

(Studi Kasus di Desa Meskom, Kecamatan Bengkalis, Kabupaten Bengkalis, Riau)

T. NAZLAH KHAIRATI

Tugas Akhir

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Magister Profesional

pada Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2005


(16)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Tugas Akhir : Upaya Peningkatan Partisipasi Perempuan Dalam Program Pengembangan Masyarakat Nelayan

(Studi Kasus di Desa Meskom, Kecamatan Bengkalis, Kabupaten Bengkalis, Riau)

Nama : T. Nazlah Khairati

NIM : A 015010305 Program Studi : Pengembangan Masyarakat

Disetujui, Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Titik Sumarti, MC, MS Dr. Ir. Djuara P. Lubis, MS Ketua Anggota

Diketahui,

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Pengembangan Masyarakat

Dr. Ir. Djuara P. Lubis, MS Prof. Dr. I r. Syafrida Manuwoto, M.Sc


(17)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Selatpanjang, salah satu kota kecamatan yang terdapat di Kabupaten Bengkalis, Propinsi Riau, pada tanggal 5 Mei 1964. Merupakan anak keempat dari lima bersaudara. Ebah bernama T. A. Rahman (almarhum) dan Emak bernama T. Fakhriah yang juga telah berpulang kerahmatullah.

Pendidikan dasar diselesaikan di SDN 002 Selatpanjang tahun 1977. Begitu juga dengan pendidikan menengah pertama ditamatkan pada tahun 1980 di MTsN Selatpanjang. Sedangkan untuk pendidikan menengah atas, penulis memasuki Lembaga Formal Pendidikan Islam (MAN Selatpanjang) tahun 1980 hingga berakhir tahun 1983.

Dari tahun 1983 sampai dengan tahun 1988, penulis kuliah di Universitas Riau, pada jurusan Ilmu Administrasi Pendidikan di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP UNRI) Pekanbaru Riau tersebut. Setelah tamat, alhamdulillah, pada tahun 1988-1989 penulis diterima sebagai tenaga guru honor di SMEA Negeri Selatpanjang, kemudian mengabdi di tanah kelahiran sendiri sebagai guru Aliyah Selatpanjang (1990-1997), Wakil Kepala Aliyah Selatpanjang (1997-1998) hingga dapat menduduki jabatan Kepala Sekolah Aliyah Selatpanjang dari tahun 1998 sampai dengan tahun 1999.

Sedangkan pengalaman dalam berorganisasi berturut-turut menduduki jabatan sebagai : Wakil Ketua Aisyah Selatpanjang tahun 1980-1985, Ketua Nasyiatul Aisyah Selatpanjang (1988-1990), Wakil Ketua IMM Riau (1985-1988), Wakil Bendahara DPW PPP Riau (1985-1990), Wakil Ketua WPP Riau (1990-1995), Bendahara DPC PPP Bengkalis (1995-1998), Wakil Ketua DPC PPP Bengkalis (1999-2003), Ketua IKBD DPRD Bengkalis (1999-2003), Ketua PD Parmusi Kabupaten Bengkalis (2003-sekarang) dan terakhir sebagai Ketua DPC PPP Kabupaten Bengkalis mulai tahun 2003 hingga tahun 2006.

Pada hari Sabtu, tanggal 10 Syawal 1411 H, bertepatan dengan tanggal 5 Mei 1990 M, penulis menikah dengan H. T. Effendi, BA bin T. Syarif (Mak Mertua bernama T. Thalha-almarhum) di Selatpanjang. Baru pada tanggal 13 Februari 1991 di Selatpanjang, penulis dianugerahi oleh Allah SWT seorang putri yang diberi nama dengan T. Natasya Ilma. Sedangkan anak yang kedua seorang


(18)

dengan T. Fariqul Haq. Sekarang penulis berdomisili Jalan Gatot Subroto Gang Budiman Kelurahan Rimba Sekampung, Bengkalis, Riau. Demikian riwayat hidup singkat ini dibuat yang sesungguhnya.


(19)

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan kekuatan, rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulisan kajian pengembangan masyarakat dengan judul : Upaya Peningkatan Perempuan dalam Pengembangan Masyarakat Nelayan (Studi Kasus di Desa Meskom, Kecamatan Bengkalis, Kabupaten Bengkalis, Riau) dapat dirampungkan dengan sebaik-baiknya.

Kajian pengembangan masyarakat ini merupakan kelanjutan dan sari dari Praktek Lapang I (Peta Sosial Desa Meskom) dan Praktek Lapang II (dua) yang lebih memfokuskan kegiatan ilmiah ke arah interpretasi, analisis dan evaluasi program pengembangan masyarakat di Desa Meskom tersebut, yang dilakukan pada tanggal 14 September sampai dengan 29 Oktober 2002 yang lalu.

Sebenarnya amat berat bagi penulis dalam menyelesaikan kajian ilmiah ini, karena berhubungan dengan waktu, keadaan dan pekerjaan penulis sebagai Wakil Ketua DPRD Bengkalis yang sangat menyita waktu panjang dan harus rutinitas melakukan pekerjaan. Akan tetapi berkat dorongan, bantuan dan bimbingan yang luar biasa yang diberikan oleh ketua dan anggota komisi pembimbing yang memang telah ditunjuk untuk itu, partisipasi keluarga dan teman-teman pada penulis, maka kajian ini dapat terealisasi sebagaimana mestinya.

Untuk itu penulis ingin menyampaikan penghargaan dan ucapan terimakasih kepada :

1. Dr. Ir. Titik Sumarti, MC, MS selaku ketua komisi pembimbing. 2. Dr. Ir. Djuara P. Lubis MS selaku anggota komisi pembimbing.

Ucapan terimakasih juga penulis ukirkan setulus-tulusnya dan rasa hormat setinggi-tingginya, pada kesempatan yang paling bergengsi dan penuh bersejarah ini, kepada :

1. Ibunda tercinta T. Fakhriah (almarhumah) dan Ayahanda tersayang T. A. Rahman (almarhum) yang telah rela, ikhlas dan bersusah payah membesarkan anakmu ini. Bersama ini juga iringan do’a penulis anugerahkan kepada Ibunda dan Ayahanda berdua yang telah kembali


(20)

kepangkuan Allah SWT, semoga Allah menerima mereka berdua disisi-Nya, amin.

2. Suamiku H. T. Effendi, BA, anakku T. Natasya Ilma dan T. Fariqul Haq, Ayah dan Mak Mertuaku T. Syarif dan T. Thalha (almarhumah) yang tak dapat ku lupakan kebaikan dan perhatiannya. Semuanya sebagai motivasi dan memberi inpirasi kuat pada penulis dalam menyelesaikan kajian agung ini.

3. Teramat khusus penulis sampaikan buat sahabat/teman seperjuangan dan para dosen yang telah sudi menitip, menanam dan menstransferkan ilmu pengetahuannya kepada penulis, yang tak dapat penulis sebutkan namanya satu persatu pada kesempatan ini, semoga kebajikan ilmiah ini berbuah, berguna dan dapat penulis terapkan untuk pengembangan dan kemasylahatan masyarakat.

Akhirnya, penulis sangat menyadari bahwa meskipun diupayakan semaksimal mungkin, kajian ilmiah ini masih jauh dari harapan banyak orang dan kalangan. Disana-sini masih kelihatan kelemahan dan kekurangannya, olehkarena itu, kritik dan saran sangat diharapkan.

Bengkalis, Desember 2005

T. Nazlah Khairati P e n u l i s


(21)

DAFTAR ISI

Halaman

PRAKATA ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 4

1.3 Tujuan Kajian ... 5

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1 Konsep Partisipasi ... 6

2.2 Konsep Partisipasi Perempuan dalam Pembangunan Pedesaan ... 7

2.3 Konsep Masyarakat Nelayan ... 11

2.4 Stratifikasi Masyarakat Nelayan ... 12

2.5 Program Pengembangan Masyarakat ... 15

2.6 Kerangka Pemikiran ... 28

BAB III. METODOLOGI KAJIAN ... 30

3.1 Waktu dan Lokasi ... 30

3.2 Teknik Pengumpulan Data ... 31

3.3 Pengolahan Data ... 32

3.4 Penyusunan Program ... 32

BAB IV. PETA SOSIAL DESA MESKOM ... 35

4.1 Lokasi ... 35

4.2 Pendidikan ... 35

4.3 Kependudukan ... 37


(22)

4.5 Struktur Komunitas ... 47 4.6 Organisasi dan Kelembagaan ... 48 4.7 Pengelolaan Sumber Daya Lokal ... 50 4.8 Kedudukan Perempuan di Desa Meskom ... 52 4.9 Ikhtisar ... 53

BAB V. TINJAUAN PROGRAM PENGEMBANGAN MASYARAKAT DESA MESKOM ... 55

5.1 Program Bantuan Jaring ... 55 5.2 Bantuan Peningkatan dan Pengembangan Tambak Udang ... 60 5.3 Ikhtisar ... 65

BAB VI. ANALISIS PARTISIPASI PEREMPUAN DALAM

PROGRAM PENGEMBANGAN MASYARAKAT ... 67

Karakteristik Perempuan dalam Masyarakat Nelayan

Desa Meskom ... 68 Potensi Partisipasi Komunitas Perempuan dalam Pengembangan

Masyarakat ... 70 Partisipasi dalam Kelembagaan Sosial Informal... 72

6.4 Penyesuaian Diri Perempuan Nelayan ... 73 6.5 Keikutsertaan dalam Perkumpulan Sukarela ... 74 6.6 Kontak Informal dan Pertemuan ... 77 6.7 Solidaritas Komunitas ... 78 6.8 Kepuasan Komunitas ... 79 6.9 Ikhtisar ... 80

BAB VII. PROGRAM PENINGKATAN PARTISIPASI PEREMPUAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT NELAYAN ... 82

7.1 Identifikasi Potensi, Permasalahan dan Kebutuhan Pengembangan Partisipasi Perempuan ... 83 7.2 Program Pengembangan Masyarakat Nelayan Desa Meskom ... 86


(23)

7.3 Program Peningkatan Partisipasi Perempuan dalam Pengembangan Masyarakat Nelayan Desa Meskom ... 88 7.4 Ikhtisar ... 90

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ... 93 DAFTAR PUSTAKA ... 99


(24)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

1 Distribusi Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan

Desa Meskom Tahun 2002... 36 2 Jumlah Penduduk Desa Meskom menurut kelompok Umur dan

Jenis Kelamin Tahun 2002. ... 37 3 Jumlah Penduduk Berumur 15 Tahun Ke atas menurut jenis

Kelamin Tahun 2002. ... 39 4 Jumlah Penduduk Desa Meskom menurut Mata Pencaharian

Kelamin Tahun 2002. ... 39 5 Luas Areal Perkebunan dan Jumlah Petani serta Produksi

Desa Meskom Tahun 2002... 41 6 Jumlah Rumahtangga Menurut Status Pekerjaan Nelayan

di Desa Meskom Kelamin Tahun 2002. ... 41 7 Jenis dan Alat Tangkap Yang Dimiliki oleh Nelayan Desa

Meskom Tahun 2002. ... 42 8 Jumlah Dan Jenis Armada Penangkap Ikan Desa Meskom

Menurut Perahu ... 43 9 Produksi Perikanan Kecamatan Bengkalis Tahun 1998-2004 ... 43 10 Jumlah Pendapatan Rumah Tangga Nelayan Desa Meskom

per Tingkat Pendapatan ... 46 11 Organisasi dan Kelembagaan yang ada di Desa Meskom ... 49 12 Sistem Pembagian Kerja Pada Aktivitas Masyarakat

Nelayan Desa Meskom ... 52 13 Identifikasi Masalah Kaum Perempuan di Desa Meskom ... 85 14 Penyusunan Program Upaya Peningkatan Partisipasi Perempuan

dalam Program Pengembangan Masyarakat Nelayan ... 91 15 Stakeholder pada Program Upaya Peningkatan Partisipasi


(25)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Teks Halaman

1 Alur Kerja Analisis Gender (Gender Analysis Pathway) ... 10 2 Kerangka Pemikiran Kajian Mengenai Upaya Peningkatan

Partisipasi Perempuan dalam Program Pengembangan

Masyarakat Nelayan ... 29 3 Alur Kerja Analisis Gender (Gender Analysis Pathway) dalam

Kajian Upaya Peningkatan Partisipasi Perempuan dalam


(26)

BAB I

P E N D A H U L U A N

1.1 Latar Belakang

Crawford (1998) mengemukakan bahwa program perencanaan, pengelolaan dan pengembangan masyarakat pesisir (nelayan) secara sistematis dan terpadu masih merupakan hal baru dalam pembangunan di Indonesia, mengingat program pengembangan masyarakat nelayan ini baru tercantum dalam GBHN 1993. Seiring dengan program pengembangan masyarakat nelayan, dirasakan perlu adanya desentralisasi dan partisipasi masyarakat. Diharapkan program perencanaan lebih dititikberatkan pada bottom up planning atau proses dari bawah yang dikombinasikan dengan top down planning atau program perencanaan dari atas kebawah, dan disesuaikan kepentingan masyarakat khususnya perempuan.

Dalam Rencana Aksi Pembangunan Berkelanjutan Sumberdaya Pesisir dan Kelautan Indonesia (1998), dinyatakan bahwa perempuan memainkan peranan penting dalam sektor pesisir dan lautan. Kegiatan-kegiatan mereka meliputi urusan yang berkaitan dengan sandang dan pangan keluarga dan menambah pendapatan keluarga melalui kegiatan-kegiatan antara lain : pengolahan ikan, penjualan, budidaya ikan, penangkapan di daerah intertidal dan perairan dangkal, pembuatan dan perbaikan jaring penangkapan ikan dan kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan pemasaran hasil tangkapan.

Di daerah pedesaan Indonesia, perempuan pada keluarga miskin, terbiasa melakukan kerja produktif dan tetap bertanggungjawab pada kerja reproduktif serta kegiatan sosial (antara lain PKK dan Posyandu), sedangkan pria bergerak


(27)

dikegiatan atau bidang ekonomi (KUD dan Kelompok Nelayan). Hal ini mengesankan bahwa intervensi instansi sektoral yang bermuatan ekonomi tampaknya lebih memilih pria sebagai golongan sasaran, sementara perempuan hanya akses terhadap lembaga-lembaga ekonomi informal seperti kegiatan arisan. Hal ini terlihat dari banyaknya aktivitas perempuan yang melakukan kegiatan-kegiatan sosial yang tidak berorientasi ekonomi. Dari berbagai analisis dan penelitian yang dilakukan oleh para ahli menunjukkan peranan dan partisipasi perempuan pada program pengembangan masyarakat nelayan dan pertanian lahan kering sangat mendominasi. Sondakh (1985), yang mempelajari peranan dan partisipasi perempuan dari beragam lapisan masyarakat dengan menggunakan analisis struktural fungsional, juga menunjukkan data yang mendukung peran strategis perempuan dalam meningkatkan taraf ekonomi keluarga.

Wohongan-Kosakoy (1986) dalam penelitian di beberapa kawasan pesisir menelaah peranan perempuan dalam pembangunan masyarakat nelayan pada beragam lapisan sosial dengan menggunakan analisis keikutsertaan perempuan dalam kelembagaan. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa peranan perempuan pada lembaga lokal sosial ekonomi pesisir cukup berarti.

Penelitian yang dilakukan pada masyarakat nelayan oleh Manginsela (1990) di Pulau Tagulandang Kabupaten, Kepulauan Sangihe, Sulawesi Utara mempelajari bagaimana gejala matriofokal mempengaruhi status sosial perempuan nelayan dengan menggunakan analisis struktural fungsional. Hasil penelitiannya menunjukkan peran perempuan dalam membantu pekerjaan suami sebelum melaut seperti menjahit jaring dan mengatur administrasi lembaga perikanan yang ada dapat meningkatkan hasil kerja suami nelayan.


(28)

Selanjutnya, berdasarkan hasil wawancara dengan salah seorang responden, Sayogjo (1985) dalam “Women and industrialization Examming the Female Marginalitation Thesis” terdapat variabel ketidakadilan jender, baik dalam hal konsep pembagian kerja, proses produktif dan reproduktif, akses dan kontrol terhadap berbagai macam keputusan serta partisipasi perempuan terhadap berbagai macam kelembagaan.

Dari beberapa hasil studi tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa keberhasilan program pengembangan masyarakat nelayan sebenarnya tidak dapat lepas dari adanya nilai-nilai jender dan partisipasi perempuan yang terkandung di dalamnya. Hanya saja terdapat kendala yang dihadapi bagi perempuan nelayan yaitu alat bantu dalam mengolah bahan mentah (ikan, udang, dst). Selama ini perempuan nelayan menggunakan tangan (manual) dalam mengolah hasil tangkapan, sehingga hasil yang diharapkan kurang memuaskan dan menghabiskan waktu yang lama.

Desa Meskom merupakan desa nelayan yang potensial dan terpenting di Kabupaten Bengkalis serta telah pernah diintrodusir program-program pengembangan masyarakat nelayan di sana. Kenyataan tersebut penulis dapatkan setelah melakukan Praktek Lapangan I dan II pada tahun 2002 yang lalu. Di desa tersebut ditemukan kerjasama yang menguntungkan antara pihak suami nelayan dan istri nelayan dalam usaha perikanan. Jenis usaha perikanan yang dilakukan ialah perikanan tangkap yang telah dilakukan turun temurun dari generasi ke generasi. Sifat usahanya berskala kecil, dengan alat tangkap yang sederhana. Oleh karena itu, peran perempuan dalam membantu menaikkan skala usaha sangat menguntungkan. Tugas perempuan nelayan terbatas dalam penyiapan sarana


(29)

sebelum melaut, kemudian turut mengolah ikan hasil tangkapan suami nelayan baik untuk pengasinan udang, dan pengolahan lainnya.

Introduksi program pengembangan masyarakat dalam usaha nelayan di Desa Meskom bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat nelayan secara keseluruhan. Langkah penyusunan program dimulai dari menginventarisasi kebutuhan-kebutuhan masyarakat nelayan, mendata jenis sarana angkut untuk melaut dan selanjutnya menyediakan sarana dan prasarana tersebut. Merujuk pada hasil inventarisasi tersebut lebih lanjut para stakeholder yang terkait dalam program pengembangan masyarakat nelayan duduk bersama untuk merumuskan langkah-langkah strategis perumusan pelaksanaan dan evaluasi program yang akan diselenggarakan.

1.2 Perumusan Masalah

Dengan berdasarkan pada latarbelakang masalah di atas, praktek lapangan I dan II yang telah dilakukan beberapa bulan yang lalu yang terkonsentrasi pada program pengembangan masyarakat, maka permasalahan utama yang menjadi sentral pertanyaan dalam kajian ini adalah sejauhmana program-program pengembangan masyarakat nelayan Desa Meskom melibatkan partisipasi perempuan dalam penerapannya, dan bagaimana langkah strategis peningkatan partisipasi perempuan dalam program pengembangan masyarakat. Kedua pertanyaan tersebut lebih lanjut diuraikan dalam beberapa poin sebagai berikut


(30)

1. Bagaimana peta sosial Desa Meskom ?

2. Bagaimana partisipasi perempuan dalam program pengembangan masyarakat nelayan Desa Meskom, Kabupaten Bengkalis, Riau ?

3. Bagaimana penyusunan program peningkatan partisipasi perempuan dalam program pengembangan masyarakat nelayan Desa Meskom ?

1.3Tujuan Kajian

Tujuan kajian pengembangan masyarakat, yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesional Pengembangan Masyarakat pada Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor (IPB), ini adalah :

1. Untuk memberi gambaran komprehensif situasi sosial Desa Meskom, Kabupaten Bengkalis (peta sosial Desa Meskom).

2. Untuk dapat memberikan gambaran evaluatif terhadap berbagai kegiatan dalam program pengembangan masyarakat yang sudah pernah diintrodusir di Desa Meskom.

3. Untuk dapat mengetahui bagaimana partisipasi perempuan dalam program pengembangan masyarakat nelayan Desa Meskom, Bengkalis, Riau.

4. Untuk menyusun program partisipasi perempuan dalam pengembangan masyarakat nelayan Desa Meskom, Bengkalis, Riau.


(31)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Partisipasi

Partisipasi mempunyai pengertian yang luas yang dapat dipandang sebagai suatu proses yang dinamis dan berdimensi jamak. Partisipasi berarti peranserta seorang atau kelompok masyarakat dalam suatu kegiatan dalam bentuk pernyataan maupun kegiatan dengan memberikan masukan berupa fikiran, tenaga, waktu, keahlian, modal atau materi, serta ikut memanfaatkan dan menikmatinya (Anwar, 1986; Sastropoetro, 1988; Slamet, 1992 dan Wardoyo, 1992).

Menurut Oppenheim (1973), partisipasi merupakan bentuk perilaku yang didukung oleh dua hal : 1) ada unsur yang mendukung untuk berperilaku tertentu pada diri seseorang (person inner determinant), dan 2) terdapat iklim atau lingkungan (environmental factors) yang memungkinkan terjadinya perilaku tertentu.

Menurut Bertrand (1958), tipe-tipe partisipasi sosial dalam masyarakat pedesan adalah : 1) partisipasi sosial formal, yaitu partisipasi sebagai anggota dalam institusi formal; 2) partisipasi semi formal, yaitu partisipasi dalam institusi sosial yang tidak terorganisir seperti mendatangi perlombaan yang diadakan di desa, saat pemasaran hasil tangkapan dan lain-lain, dan 3) partisipasi sosial informal, yaitu partisipasi dalam hubungan sosial informal atau kelompok yang tidak terorganisir.

Dalam proses partisipasi dikenal pula tahapan-tahapan, dimana tidak semua individu atau kelompok mengikuti semua tahapan. Stephen (1988) serta


(32)

Chen dan Uphoff (1977) membedakan tahapan partisipasi atas : 1) partisipasi pada tahap perencanaan, 2) partisipasi pada tahap pelaksanaan, 3) partisipasi pada tahap pemanfaatan, dan 4) partisipasi pada tahap penilaian.

Pentingnya partisipasi dalam masyarakat dan perencanaan pengambilan keputusan, yaitu : 1) sebagai langkah awal mempersiapkan masyarakat untuk berpartisipasi dan merupakan salah satu cara untuk menumbuhkembangkan rasa memiliki dan rasa tanggungjawab masyarakat setempat terhadap setiap kegiatan yang dilakukan, 2) sebagai alat untuk memperoleh informasi mengenai kebutuhan, kondisi, dan sikap masyarakat setempat dan, 3) masyarakat mempunyai hak untuk urunrembung dalam menentukan program yang ada di tengah kehidupan mereka (Suharjo, 1986; Conyers, 1991; Uphoff, 1998).

Menurut Goldsmith dan Blustain dalam jahi (1988), apabila dengan berpartisipasi memberikan manfaat dan dapat memenuhi keperluan-keperluan masyarakat setempat, maka hal itu akan menjadi pendorong timbulnya kemauan masyarakat untuk berpartisipasi. Berkaitan dengan hal ini Mc Clelland (1987), menyebutkan bahwa motivasi merupakan motor pengerak perilaku manusia dan olehkarenanya peningkatan motivasi akan mendorong peningkatan partisipasi masyarakat, dan “n Ach” (need for achievement) merupakan kunci perubahan dari tradisional menjadi modern.

2.2 Konsep Partisipasi Perempuan dalam Pembangunan Desa

Menurut Ester Bosterup (1970) mengemukakan bahwa seringkali perempuan dilupakan dalam pembangunan, sejak awal (tahun 1950-an) proyek-proyek pembangunan telah memberikan perhatian pada perempuan (dengan


(33)

pendekatan kesejahteraan). Pendekatan ini didasarkan atas tiga asumsi, yaitu : 1) perempuan sebagai penerima pasif pembangunan, (2) peran keibuan yang merupakan peranan penting bagi perempuan dalam masyarakat, (3) mengasuh anak yang merupakan peranan perempuan yang paling efektif dalam semua aspek pembangunan ekonomi.

Sedangkan pendekatan kedua yaitu Pendekatan Kesamaan (Equity Approach). Pendekatan ini mengakui bahwa perempuan merupakan partisipasi aktif dalam proses pembangunan yang mempunyai sumbangan terhadap pertumbuhan ekonomi melalui kerja produktif dan reproduktif mereka walaupun sumbangan tersebut seringkali tidak diakui.

Melihat dari dua pendekatan teori diatas, perempuan nelayan Desa Meskom menganut kedua-duanya. Beberapa istri nelayan ada yang diizinkan membantu suami dalam mengelola usaha perikanan (Equity Approach) tetapi ada pula kelompok nelayan yang melarang istri turut bekerja di luar rumah. Dari sini dapat dilihat ketidakadilan jender yang berlaku. Pendekatan tersebut seluruhnya dititikberatkan pada peran reproduktif perempuan dan menempatkan perempuan di arena pribadi, sementara lelaki dipandang sebagai kelompok masyarakat yang aktif dalam arena publik. Keadaan ini menempatkan perempuan nelayan hanya sebatas mengurusi anak dan urusan rumah tangga, sehingga hak perempuan untuk mengembangkan bakat dan keahlian yang dimilikinya hilang.

Merujuk pada kedua pendekatan di atas, secara eksplisit tampak bahwa terdapat adanya suatu ketimpangan gender dimana perempuan dengan peran keibuannya memainkan peranan utama dalam mewujudkan kesejahteraan keluarga dan masyarakat. Padahal laki-laki pun dengan segenap kewajibannya


(34)

tidak kalah pentingnya menyokong kesejahteraan keluarga dan masyarakat. Sehubungan dengan itu, pendekatan kesamaan tampak lebih menempatkan adanya kesetaraan perempuan dan laki-laki dalam pembangunan melalui partisipasi aktif dalam kerja produktif dan reproduktif.

Lebih lanjut, untuk menganalisis masalah gender dapat dipergunakan alur kerja analisis gender (Gender Analysis Pathway -GAP-). Analisis tersebut ditujukan untuk melihat komponen faktor kesenjangan yang dianalisis baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Alur kerja analisis gender tersebut diawali dengan : (1) Merumuskan sasaran umum tujuan analisis yang dilakukan; (2) pengumpulan data pembuka wawasan diperlukan baik berupa data kualitatif maupun kuantitatif dengan menguraikan indikator menurut jenis kelamin; (3) menguraikan faktor-faktor kesenjangan meliputi kewenangan akses, peran serta, penguasaan dan pemanfaatan. Merujuk pada data dan faktor tersebut maka (4) masalah gender dapat ditelaah lebih lanjut. Setelah masalah gender tersebut dirumuskan, maka (5) sasaran kebijakan gender dapat disusun melalui rancangan penyelenggaraan program-program pengembangan masyarakat setempat. Kebijakan yang dirumuskan merupakan sasaran terpilih yang menjadi prioritas utama yang harus mencakup semua faktor kesenjangan yang telah diuraikan.

Adapun untuk mengukur tingkat keberhasilan dari rumusan sasaran kebijakan gender tersebut maka (7) diperlukan adanya rumusan indikator gender secara kualitatif dan kuantitatif. Analisis gender tersebut lebih tepat ditujukan untuk mengkaji, menggali, memahami dan meningkatkan partisipasi perempuan dalam pembangunan meliputi akses dan kontrol perempuan dalam berbagai aspek pembangunan. Alur kerja analisis gender tersebut tampak dalam Gambar 1.


(35)

Gambar 1. Alur Kerja Analisis Gender (Gender Analysis Pathway (GAP))

1. Sasaran Umum

2. Data “pembuka

wawasan” Indikator menurut Jenis Kelamin 3. Faktor-faktor Kesenjangan • Kewenangan Akses

• Peran Serta

• Penguasaan

• Pemanfaatan

4. Masalah Gender Kesenjangan apa ?

Mengapa terjadi kesenjangan ?

5.

Sasaran Kebijakan Gender

Apa yang harus dilakukan untuk mengurangi kesenjangan ? Kuantitatif dan Kualitatif

Periksa kembali : Apakah semua faktor kesenjangan telah tercakup ?

7.

Indikator Gender

Pengurangan kesenjangan ditunjukkan dengan apa ? Memilih sasaran-sasaran


(36)

2.3 Konsep Masyarakat Nelayan

Dalam ilmu-ilmu sosial, masyarakat nelayan termasuk dalam konsep

peasant. Memang ada juga peneliti yang mengartikan peasant terbatas dalam mata pencaharian yang khas. Misalnya, Wolf mendefenisikan peasant sebagai petani yang hidup dari mengolah tanah dan tinggal di pedesaan (Wolf, 1982 ). Kalau defenisi ini dijadikan acuan maka nelayan, buruh, pengrajin tidak masuk dalam konsep peasant.

Agar masyarakat nelayan mencakup dalam konsep peasant, konteks pengertiannya lebih cocok dikaitkan dengan kelompok orang desa dengan ciri-ciri sosial kultural, ekonomi yang khas. Firth mengartikan peasant mengacu kepada seluruh masyarakat pedesaan beserta sistem ekonominya. Meskipun mata pencaharian hidup utama petani peasant menggarap tanah, namun kategori pekerjaan petani tersebut, hanya dipisahkan secara teoritis.

Di Kampung Perupak Kelantan Malaysia, Firth melihat bahwa penduduk desa yang bekerja sebagai petani sawah juga bekerja sebagai nelayan. Mereka semua hidup dalam sebuah desa dimana anggotanya tidak hanya saling terlibat dalam hubungan kerabat dan keagamaan tapi juga dalam bidang ekonomi. Kehidupan pedesaan dimana berbagai kegiatan penduduk saling terkait dan khas disebut peasantry. Seorang penduduk desa apakah petani, perajin, nelayan akan disebut sebagai peasant (Firth dalam Marjali 1993).

Dari keterangan diatas terlihat perbedaan titik pandang antara Wolf dan Firth. Berbicara tentang peasant, bagi Firth adalah sistem ekonomi yang khas. sedangkan bagi Wolf mengacu kepada jenis mata pencaharian.


(37)

2.4 Stratifikasi Masyarakat Nelayan

Masyarakat nelayan yang hidup dari hasil menangkap ikan dan bermukim di sepanjang pantai mempunyai dinamika sosial yang khas sesuai dengan lingkungannya (local specific). Tidak berbeda dengan masyarakat desa agraris, masyarakat nelayan juga sudah mengenal sistem pelapisan sosial. Karenanya program–program pengembangan masyarakat pedesaan akan lebih mencapai sasaran dengan pemahaman bentuk-bentuk stratifikasi sosial pada masyarakat nelayan. Dengan demikian, manfaat program dapat merata ke seluruh lapisan bukan hanya bermanfaat pada lapisan atas tapi dilain pihak lapisan bawah mengalami pemiskinan.

Istilah stratifikasi berkaitan dengan penilaian-penilaian sosial dalam arti sepanjang dalam masyarakat ada sesuatu yang dihargai apakah nilai-nilai, kekayaan, kekuasaan maka dalam masyarakat terbentuk stratifikasi. Dimana-mana ada sistem pelapisan sosial dan ukuran yang digunakan juga bermacam-macam antara lain berupa kekuasaan, kehormatan, kekayaan, ilmu pengetahuan.

Menurut teori surplus, timbulnya stratifikasi dalam masyarakat karena adanya surplus ekonomi. Orang berlomba-lomba menguasai surplus tersebut sehingga muncul pemenang. Teori kelangkaan menjelaskan bahwa timbulnya stratifikasi karena adanya kelangkaan sumberdaya alam dan individu (Lenski dan Harner dalam Sanderson, 1993).

Individu yang sama kedudukannya menurut penilaian sosial akan berada dalam suatu lapisan. Masuknya program-program pengembangan masyarakat nelayan yang membawa nilai-nilai dapat menimbulkan perubahan stratifikasi sosial. Artinya dasar pelapisan sosial mengalami pergeseran sehingga bentuk


(38)

stratifikasi yang ada dalam masyarakat berbeda dengan keadaan sebelumnya, bahkan tidak jarang program pengembangan masyarakat nelayan mempertajam jarak antara lapisan atas dan lapisan bawah. Misalnya program motorisasi membuat posisi lapisan atas ditempati pemilik kekayaan bukan kekuasaan. Ponsioen (1969) menyebutkan terjadinya perubahan lapisan sosial merupakan salah satu prime mover terhadap perubahan sosial.

Sebagai suatu community, masyarakat desa membentuk suatu sistem pelapisan sosial yang kompleksitasnya tergantung kepada taraf perkembangan kebudayaan apakah tahap gathering, huntering and herdering, masyarakat agraris atau masyarakat industri. Artinya dalam masyarakat yang masih berada dalam tahap meramu dan berburu, dasar pelapisan masih sederhana misalnya berdasarkan usia dan jenis kelamin. Sedangkan masyarakat industri sudah mengalami stratifikasi yang lebih kompleks.

Beberapa hasil penelitian melaporkan bahwa pola pelapisan dalam masyarakat nelayan mengalami perubahan dalam arti terjadi perubahan nilai-nilai yang mendasari siapa yang menjadi lapisan atas. Di Desa Nenasi Malaysia, sistem pelapisan sosial masyarakat nelayan menempatkan orang berkuasa sebagai lapisan atas. Lapisan sosial tersusun mulai dari : Penghulu-Ketua Kampung, Towkay-Guru-Nelayan atau petani berpendapatan di atas 100 dollar-nelayan atau petani berpendapatan di bawah 100 dollar (Hoch, 1982).

Di Riau, masyarakat nelayan terbagi atas lapisan sosial yakni : ™ Nelayan non tradisionil yang memiliki perahu motor dan modal.

™ Nelayan non tradisionil yang memiliki perahu motor dan modal karena kredit yang diberikan pemerintah.


(39)

™ Nelayan tradisionil yang memiliki perahu tanpa motor dan modal.

™ Nelayan tradisionil yang mempunyai status sebagai buruh nelayan dan bekerja pada nelayan non tradisional.

Nelayan tradisionil yang mempunyai status sebagai buruh nelayan dan bekerja pada nelayan tradisionil pemilik perahu (juragan) (P3K UGM-Bapeda Riau, 1988). Tampaknya sistem pelapisan sosial masyarakat dominan atas dasar penguasaan faktor produksi. Ada kalanya dasar pelapisan tersebut mengalami perubahan seiring masuknya program-program pengembangan masyarakat di desa pantai dan berkembangnya usaha-usaha non perikanan.

Lapisan sosial dapat merefleksikan hak dan kewajiban dalam pola-pola hubungan sosial. Biasanya, lapisan atas yang terdiri dari rumah tangga yang memiliki alat produksi dan modal berfungsi sebagai patron dan lapisan bawah (terdiri dari rumahtangga nelayan buruh dan nelayan pemilik perahu tidak bermotor sebagai klien). Hubungan yang terjadi seiring berlangsung tidak seimbang karena pinjaman yang diberikan patron kepada klien baik untuk modal, biaya turun ke laut atau keperluan rumah tangga harus diimbangi dengan penjualan hasil tangkap kepada patron dengan harga di bawah pasar.

Terbaginya masyarakat nelayan ke dalam lapisan sosial membuat program pengembangan masyarakat nelayan tidak merata menjangkau lapisan sosial yang ada. Perbedaan jangkauan program dapat disebabkan adanya perbedaan kemampuan antara lapisan atas dan lapisan bawah dalam memanfaatkan program-program pengambangan masyarakat nelayan tersebut. Karena lapisan kurang mampu bersaing dengan lapisan atas dalam memanfaatkan fasilitas kredit usaha motorisasi alat penangkap ikan, maka dalam rumahtangga


(40)

masyarakat nelayan timbul kesenjangan. Beberapa hasil penelitian mengungkapkan bahwa kesenjangan ekonomi yang timbul dalam masyarakat nelayan yang disebabkan program-program pengembangan masyarakat nelayan, tidak dengan sendirinya menimbulkan kesejahteraan sosial. Keadaan ini terjadi karena dalam masyarakat masih berfungsi hubungan sosial yang bersifat ketetanggaan, hubungan kerabat dan hubungan kepercayaan (Amaluddin, 1987)

2.5 Program Pengembangan Masyarakat Nelayan

Konsep pengembangan masyarakat nelayan adalah suatu proses yang menyatukan pemerintah dan masyarakat, ilmu pengetahuan dan manajemen, kepentingan sektor dan kepentingan publik dalam menyiapkan dan melaksanakan suatu rencana terpadu untuk perlindungan dan pembangunan ekosistem dan sumberdaya pesisir serta potensi sosial ekonomi budaya masyarakat nelayan.

Proses penyatuan antara pemerintah dengan program perberdayaan dan pengembangannya tidaklah dapat berlangsung dengan mudah. Hal demikian disebabkan sosialisasi dari pemerintah ke masyarakat bawah (nelayan) memerlukan penyesuaian dengan situasi dan sosiologi masyarakat tempatan. Keinginan modernisasi terhadap masyarakat hendaklah dilakukan dengan pendekatan yang tepat guna, tepat sasaran dan dapat dicerna dengan baik.

Modernisasi pertama kali muncul di Inggris tatkala berlangsung revolusi industri yang ditandai dengan pergantian cara berproduksi tradisionil ke modern dan selanjutnya merembes ke seluruh penjuru dunia. Karena itu dalam perspektif sejarah modernisasi sering ditafsirkan sebagai suatu proses perubahan sosial


(41)

ekonomi dan politik yang berlangsung di negara pendahulu dan diikuti oleh Negara pengikut (Belling dan Totten, 1982).

Schoorl (1984) menegaskan bahwa modernisasi sebagai proses perubahan sosial dapat diamati dari beberapa fenomena perubahan masyarakat seperti di bidang ekonomi, politik dan struktur sosial. Dalam bidang ekomomi terlihat berkembangnya industri dengan produk mesin, di bidang politik terlihat tumbuhnya birokrasi dengan ciri-ciri rasionalisasi organisasi. Sementara dalam struktur sosial terjadi pergeseran konsentrasi penduduk dari desa ke kota, pergeseran kelas-kelas sosial dalam arti kelas petani penyewa tanah, buruh tani miskin berkurang dan muncul kelas buruh industri, kelas intelektual dan manajer. Dalam konteks modernisasi sebagai suatu bentuk perubahan sosial maka Ponsioen (1969) menyebutkan suatu masyarakat dikatakan mengalami perubahan sosial apabila dalam kelompok masyarakat sudah terjadi perubahan nilai-nilai, sikap dan perilaku.

Program pengembangan masyarakat juga pada dasarnya adalah perubahan sosial berencana yang menyangkut perubahan pola-pola hubungan masyarakat. Menurut Siagian (1982), program pengembangan masyarakat adalah rangkaian usaha pertumbuhan dan perubahan yang berencana yang dilakukan Negara suatu bangsa menuju modernitas di dalam rangka pembinaan bangsa. Dari penjelasan di atas pernyataan sulit membedakan pengertian antara konsep modernisasi dan program pengembangan masyarakat, karena kedua konsep tersebut berkembang dari ilmu-ilmu perilaku. Perbedaannya hanya sering ditekankan kepada aspek ruang lingkupnya saja yakni program pengembangan adalah arti yang lebih luas dari modernisasi.


(42)

Program pengembangan masyarakat bertujuan untuk meningkatkan tingkat hidup dan kesejahteraan masyarakat atau menaikkan mutu hidup rakyat dimana mutu hidup mempunyai arti derajat terpenuhinya kebutuhan dasar yang menjadi kebutuhan esensial bagi kehidupan manusia. Kebutuhan tersebut meliputi pangan, air bersih, pendidikan, perumahan (Soermarwoto, 1991).

Dalam melaksanakan program pengembangan masyarakat, masing-masing Negara mempunyai strategi. Misalnya Philipina mengembangkan konsep kebutuhan dasar dalam perencanaan program pengembangan masyarakat sehingga lapisan miskin dapat memperoleh akses terhadap sandang, pangan, perumahan, kesehatan dan lain-lain. Sedangkan India melaksanakan strategi pengembangan lapangan kerja dengan asumsi peningkatan pendapatan dengan sendirinya meningkatkan kemampuan masyarakat memenuhi kebutuhan dasarnya (Mirsa dan Paratilla, 1980). Indonesia mengembangkan prinsip yang sama dengan India. Walaupun pemerintah membuat kebijaksanaan selalu berorientasi dengan pemenuhan kebutuhan dasar, tapi yang ditekankan adalah meningkatkan kemandirian masyarakat dalam memenuhi kebutuhan dasarnya.

Sehubungan dengan modernisasi, di Indonesia sangat popular dengan istilah program-program pengembangan masyarakat khususnya dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Menurut Randabough dalam Frutchei (1973), program secara sederhana mencakup dua komponen utama yakni komponen perencanaan program dan komponen pelaksanaan program. Setiap program bertujuan merubah seperangkat sumberdaya untuk mencapai suatu hasil yang diinginkan melalui suatu rangkaian kegiatan (proses).


(43)

Mengingat sasaran program adalah manusia, maka berkembang konsep program pengembangan masyarakat yang diartikan sebagai suatu proses dimana semua usaha swadaya masyarakat digabungkan dengan usaha-usaha pemerintah atau swasta guna meningkatkan kondisi masyarakat di bidang ekonomi, sosial dan kultural dan mengintegrasikan masyarakat yang ada ke dalam kehidupan bangsa. Program pengembangan masyarakat yang idealnya adalah bersifat bottom up, atau inisiatif berasal dari masyarakat sendiri, namun diperlukan juga input dari pemerintah atau swasta. Masukan yang bersifat top down, diupayakan agar merangsang inisiatif dan usaha lokal melalui bantuan teknis, keuangan dan bantuan lainnya. Artinya kalaupun input program bersifat top down, namun dalam pelaksanaannya diupayakan agar tidak menimbulkan ketergantungan masyarakat sasaran terhadap pihak luar (Bunc, 1991).

Secara sosiologis, respon terhadap program pengembangan masyarakat dapat diartikan sebagai suatu bentuk perubahan sosial, karena bagaimana anggota masyarakat menanggapi ide-ide yang terkandung dalam program pengembangan merupakan suatu proses adaptasi. Dalam masyarakat sendiri terdapat perbedaan kemampuan menanggapi ide-ide program pengembangan sehingga bermanfaat untuk perbaikan tingkat kehidupan.

Berbicara tentang respon dalam konteks program pengembangan masyarakat, maka pembahasannya tidak terlepas dari konsep sikap. Dikatakan demikian karena dalam program pengembangan masyarakat biasanya terkandung ide-ide baru, cara-cara baru atau sarana-sarana baru yang disebarkan ke dalam suatu masyarakat dengan harapan dapat mengubah cara berpikir dan cara bertindak masyarakat yang bersangkutan. Perubahan-perubahan tersebut


(44)

berlangsung dalam proses dan dapat diamati dalam perubahan sikap yaitu keadaan mental yang mendahului terjadinya tindakan-tindakan atau tanggapan (respon). Perubahan sikap dapat menggambarkan bagaimana respon seseorang terhadap obyek-obyek tertentu seperti pesan atau situasi-situasi lain (Gerungan, 1987). Dengan kata lain, bagaimana respon seseorang terhadap sesuatu dapat terobservasi dalam sikapnya. Sikap seseorang merujuk pada tingkat partisipasinya dalam suatu situasi, dalam hal ini yakni program pengembangan masyarakat. Sikap positif mengarahkan seseorang pada partisipasi aktifnya dalam program tersebut, sedangkan sikap negatif cenderung mengarahkan seseorang untuk berpartisipasi pasif atau tidak berkeinginan untuk berpartisipasi dalam program yang diselenggarakan. Sikap-sikap tersebut mencerminkan perbedaan tingkat partisipasi seseorang dalam suatu program. Lebih lanjut, diperlukan suatu pemberdayaan untuk menindaklanjuti adanya tingkat partisipasi yang berbeda dari seseorang.

Demikian juga bagaimana respon masyarakat nelayan terhadap program-program pengembangan baik yang datang dari pemerintah maupun swasta akan terlihat dalam perubahan sikap. Biasanya suatu program yang berorientasi kepada aspirasi masyarakat akan menghasilkan respon positif yang terwujud dalam perubahan sikap yakni meninggalkan cara-cara lama dan menggunakan cara-cara baru. Individu yang memiliki respon positif dapat dikategorikan sebagai individu yang mampu memanfaatkan program pengembangan sehingga pada gilirannya berpengaruh terhadap kehidupan.

Sebagian besar masyarakat nelayan di Indonesia masih menggunakan teknologi tradisional dalam hal menangkap ikan sehingga tingkat pendapatan dan


(45)

mutu kehidupan mereka masih rendah. Karena itu, Sejak Pelita I pemerintah sudah berusaha mengintrodusir program-program pengembangan masyarakat nelayan. Secara umum program-program pengembangan terbagi atas program ekonomi dan program kesejahteraan rakyat (Kesra). Program bidang ekonomi

terkait kepada upaya peningkatan pendapatan masyarakat seperti pemberian kredit, penyuluhan pengembangan usaha, pengadaan fasilitas pemasaran produksi. Sedangkan program Kesra antara lain program kependudukan, pendidikan, kesehatan dan lingkungan. Kedua program diarahkan kepada peningkatan kualitas masyarakat semua lapisan bukan hanya lapisan atas.

Demikian pula masyarakat nelayan yang relatif masih miskin dan terbelakang, sudah diperkenalkan program-program dari pemerintah maupun swasta. Misalnya di bidang ekonomi, antara lain program pemberian kredit usaha penangkapan ikan (motorisasi), Pembangunan Pusat Pendaratan Ikan (PPI), Tempat Pelelangan Ikan (TPI), pengembangan organisasi koperasi (KUD Mina). Di bidang Kesra, pemerintah berusaha meningkatkan mutu kehidupan masyarakat dengan program perumahan nelayan, fasilitas pendidikan, kesehatan dan KB. Memang program tersebut bersifat top down, namun potensi dan aspirasi masyarakat lokal diharapkan dapat berkembang dengan program yang pada mulanya berasal dari atas. Dalam kenyataan, tidak jarang program-program tersebut masih hanya meningkatkan pendapatan dan mutu hidup hidup lapisan atas.

Jangkauan program pembangunan yang belum ke seluruh lapisan masyarakat antara lain dapat disebabkan karena dalam pelaksanaan modernisasi di negara-negara berkembang, aspek teknis selalu lebih ditonjolkan sehingga tidak


(46)

jarang nilai-nilai baru yang terkandung dalam teknologi kurang sesuai dengan kondisi sosial budaya masyarakat dan anggapan masyarakat desa adalah homogen. Demikian juga kebiasaan-kebiasaan dan pola berpikir yang diharapkan dari masyarakat sebagai faktor pendukung modernisasi, tidak jarang diabaikan begitu saja. Sajogyo (1974) menyebutkan modernisasi teknologi pertanian dengan program Bismas ke pedesaan akan berhadapan dengan masalah perkembangan lembaga-lembaga sosial dan struktur pemilikan lahan yang timpang. Demikian juga program KB tidak mampu mengurangi rata-rata jumlah anak jika dalam memasyarakatkan norma-norma keluarga berencana kurang memperhatikan nilai-nilai sosial budaya masyarakat (Ginting, 1986).

Berlangsungnya modernisasi melalui program pembangunan pedesaan, tidak terlepas dengan struktur sosial ekonomi masyarakat. Dalam beberapa kasus di negara berkembang, modernisasi terlalu menekankan aspek fisik, sedangkan aspek mental masih terabaikan (Dube, 1985) sehingga kalaupun program modernisasi berhasil meningkatkan pendapatan, namun yang paling menikmati adalah lapisan atas desa.

Karena terlalu menekankan aspek teknis dalam pelaksanaan modernisasi, banyak proyek-proyek pembangunan di negara-negara berkembang tidak mencapai sasaran kepentingan lapisan miskin. Hal ini disebabkan, program-program yang dilaksanakan kurang memperhitungkan partisipasi masyarakat baik dalam tingkat perencanaan maupun pelaksanaan (Chambers, 1988). Hal yang sama terjadi pada pengalaman pelaksanaan program pembangunan di Negara berkembang dimana kondisi sosial budaya masyarakat miskin luput dari program (Cernea, 1988).


(47)

Fakta-fakta di negara berkembang menunjukkan kurangnya pemahaman terhadap struktur sosial yang mendalam akibat strategi pembangunan yang mengejar pertumbuhan maka pembangunan desa kurang berhasil menyentuh kepentingan lapisan miskin pedesaan. Dalam perkembangan selanjutnya, pengertian pembangunan desa makin diperluas bukan terbatas pada arti sempit yakni proses penyebaran teknologi pertanian saja atau memodernkan struktur sosial tradisionil menjadi struktur sosial modern melalui hubungannya dengan unsur-unsur dari luar sehingga silkap-sikapbaru dan keterampilan-keterampilan baru dapat disebarkan.

Di samping itu, pengembangan pedesaan harus ditinjau pada cakupan yang lebih luas bukan hanya aspek teknis, sosial dan kultural, tapi juga aspek politik dan kebijaksanaan lainnya. Karenanya ia mengartikan dinamika pedesaan merupakan proses yang membawa peningkatan kemampuan penduduk pedesaan untuk menguasai lingkungan sosialnya disertai peningkatan taraf hidup sebagai akibat penguasaan lingkungan sosial tersebut. Dinamika pedesaan dapat dilihat dari indikator proses pengembangan kemandirian masyarakat dan peningkatan pendapatan bukan hanya terbatas pada kelompok kuat, tapi merata diantara penduduk.

Dalam hubungannya dengan program modernisasi alat penangkap ikan nelayan, dimensi sosial budaya sangat besar peranannya. Artinya masyarakat sebagai kelompok intervensi harus ditempatkan sebagai sumber informasi penyusunan rencana program dan pelaksana program. Dengan keterlibatan masyarakat dari tahap awal perencanaan, akan mendorong partisipasi dan tanggung jawab terhadap program (Conyer, 1990).


(48)

Richard B. Polnac dalam Cernea, 1988 melaporkan, pola tempat tinggal, keterasingan sosial, tingkat pendidikan, pembagian tenaga kerja merupakan aspek sosial budaya yang harus diperhitungkan dalam merancang suatu program pada masyarakat nelayan. Dengan demikian rekayasa sosial dan perubahan-perubahan yang diharapkan dari suatu program, sesuai dengan kondisi sosial budaya nelayan

Beberapa faktor sosial budaya yang berkaitan erat dengan program perbaikan sosial ekonomi lapisan miskin antara lain ;

1. Pola budaya yakni bagaimana sistem kekerabatan masyarakat yang menjadi sasaran program seperti garis keturunan apakah patrilinial, matrilineal atau bilinial. Pola ini memberikan gambaran siapa yang mengambil keputusan dalam tingkat rumah tangga dan bagaimana keterlibatan perempuan dalam ekonomi rumah tangga. Dalam tanggapan terhadap buku Penny, Kemiskinan dan Sistem Pasar, Mangkuprawira (1986) menyebutkan, kaum Perempuan paling menderita dalam situasi keluarga yang miskin.

2. Kebutuhan masyarakat berdasarkan prioritas masyarakat itu sendiri karena suatu program akan lebih berhasil pelaksanaannya jika mampu menangkap kebutuhan masyarakat yang paling mendesak dan pelaksanaannya diadaptasikan dengan kebiasaan-kebiasaan lokal. Misalnya, sikap terhadap terhadap teknologi penangkap ikan yang baru sangat ditentukan pola hubungan kerja antara awak perahu. Karena teknologi baru menghilangkan kesempatan kerja kaum kerabat, maka nelayan enggan mengikuti program motorisasi (Polnac dalam Cernea, 1988). Penyaluran kredit yang hanya mempertimbangkan kelayakan ekonomis mengakibatkan fasilitas kredit


(49)

pedesaan hanya menjangkau rumahtangga pedagang, sedangkan rumah tangga miskin sulit dijangkau oleh lembaga perkreditan formal, semi formal dan non formal (Tim Program Kredit Pedesaan Yayasan Indonesia Sejahtera, 1988 dan Mubiarto (ed), 1990).

3. Pandangan masyarakat tentang kehidupan yakni apakah dalam masyarakat terdapat sifat fatalistik, kurang kerja keras, sifat hemat dan tradisi-tradisi lain yang menghambat atau mendukung program yang direncanakan.

4. Organisasi sosial seperti koperasi dikelola dengan kondisi sosial budaya lokal. Masyarakat nelayan tidak terbiasa menyisihkan pendapatan dalam ukuran setiap bulan (Polnac dalam Cernea, 1988).

Faktor-faktor tersebut di atas akan mempengaruhi integrasi suatu program kepada masyarakat nelayan. Suatu program dikatakan telah terintegrasi ke dalam masyarakat jika perubahan-perubahan yang direncanakan dalam kenyataan dapat berhasil dan tidak menimbulkan masalah baru (Niehoff, 1976). Artinya program tersebut dapat dinikmati seluruh lapisan masyarakat yang terkena program dan bukan menimbulkan proses kemiskinan pada sebagian lapisan masyarakat.

Dari beberapa hasil penelitian yang diuraikan dalam tinjauan teoritis di atas, terungkap bahwa masuknya program pembangunan di bidang ekonomi dan Kesra, ternyata mendapat respon (kemampuan memanfaatkan) yang berbeda antara rumahtangga nelayan lapisan atas (SEE Tinggi) dan lapisan bahwa (SEE rendah). Hal ini berhubungan dengan beberapa faktor yakni pelaksanaan program penyaluran kredit dan motorisasi alat penangkapan ikan belum merata, serta perbedaan kemampuan meningkatkan pendidikan anak dan kemauan


(50)

mengendalian jumlah anggota keluarga. Berbagai faktor tersebut terkait erat dengan aspek sosial budaya yang terdapat dalam setiap rumah tangga. Misalnya kredit dari pemerintah dianggap bantuan cuma-cuma, anak dianggap sebagai jaminan hari tua, kegiatan seremonial dengan mengkonsumsi barang dan makanan yang menjurus kepada pola hidup konsumtif.

Faktor sosial budaya tersebut juga mempengaruhui respon terhadap rumah tangga nelayan terhadap program-program yang ada sehingga pada gilirannya rumah tangga yang memiliki faktor sosial budaya yang mendukung, akan mampu meningkatkan pendapatan sehingga tidak tergolong ke dalam rumah tangga miskin yang diukur secara absolut. Namun ukuran kemiskinan menurut perspektif lokal juga akan dilakukan sebagai pembandingan ukuran absolut tersebut.

Kemiskinan absolut maupun relatif dapat disebabkan berbagai macam faktor, namun dalam penelitian ini dibatasi pada faktor struktur kegiatan produksi dan pemasaran serta faktor mental atau budaya lokal. Struktur kegiatan produksi dan pemasaran yang menyebabkan kemiskinan tampak dari munculnya pola hubungan patron klien yang bersifat eksploitatif. Misalnya pinjaman yang diberikan tauke kepada nelayan. Hanya sebatas keperluan melaut, sedangkan proteksi tauke terhadap kebutuhan rumahtangga yang mendesak semakin berkurang sehingga nelayan terpaksa berhubungan dengan rentenir. Aspek sosial budaya yang menyebabkan kemiskinan, tampak pada pola-pola hidup rumah tangga yang konsumtif pada musim ikan, belum menggunakan waktu luang untuk kegiatan produktif dan terbatasnya sumber pendapatan di luar perikanan.


(51)

Untuk mengoperasionalisasikan faktor-faktor yang ingin dilihat hubungannya secara kualitatif maka perlu dibuat ukuran operasional sebagai berikut :

Status Sosial Ekonomi adalah kedudukan yang membedakan nelayan

atas pemilikan alat produksi, sawah, warung, rumah (permanen, semi permanen, darurat), status isteri (bekerja atau tidak bekerja) kedudukan dalam kegiatan menangkap ikan (juragan, pelempar jaring). Berdasarkan ukuran itu dapat ditentukan mana rumah tangga nelayan yang dikategorikan memiliki status sosial ekonomi (SSE) rendah dan rumahtangga nelayan yang mempunyai SSE tinggi.

Ukuran SSE itu adalah : memiliki perahu motor dengan usaha sendiri, memiliki perahu motor karena kredit, memiliki perahu dayung, mengoperasikan perahu milik tauke, tidak memiliki perahu, memiliki sawah di luar dusun, memiliki warung, tidak memiliki warung, rumah permanen, rumah semi permanen, rumah darurat, isteri bekerja menambah nafkah keluarga, isteri tidak bekerja, juragan, pelempar jaring.

Sedangkan Program-Program Pembangunan adalah program di bidang ekonomi dan Kesra yang ada di lokasi penelitian. Program di bidang ekonomi adalah program yang berupaya meningkatkan pendapatan rumah tangga masyarakat nelayan. Dalam hal ini, program yang dimaksud adalah : kredit usaha dari KUD dan BRI . Program di bidang Kesra adalah program pemerintah yang berhubungan dengan peningkatan mutu kehidupan masyarakat nelayan yakni pembangunan fasilitas pendidikan, kesehatan dan Keluarga Berencana (KB).

Tingkat respon terhadap program pembangunan bidang ekonomi dan


(52)

manfaat dari program pembangunan. Ukuran yang digunakan untuk mengukur respon terhadap program pembangunan bidang ekonomi dan Kesra adalah pemanfaatan Puskesmas (berobat ke Puskesmas, berobat di luar Puskesmas), pemanfaatan fasilitas Sekolah Dasar yang di bangun pemerintah (menyekolahkan anak di SD desa, tidak menyekolahkan anak), pengetahuan dan sikap terhadap program KB (pernah mendengar program KB, setuju dan menggunakan alat kontrasepsi, pernah mendengar program KB, tidak setuju, frekuensi mendapat kredit (pernah mendapat kredit dan tidak pernah mendapat kredit). Ukurannya adalah : berobat ke Puskesmas, berobat di luar Puskesmas, menyekolahkan anak di SD Desa, tidak menyekolahkan anak, pernah dengar KB, setuju dan menggunakan alat kontrasepsi, pernah dengar KB, setuju, tidak menggunakan alat Kontrasepsi, pernah dengar KB, tidak setuju, tidak pernah dengar KB, pernah mendapat kredit, tidak pernah mendapatkan kredit, pernah mohon kredit dan berhasil, pernah memohon kredit dan tidak berhasil, tidak pernah memohon kredit.

Tingkat Kesenjangan Sosial adalah perbedaan sosial antara nelayan lapisan atas dan nelayan lapisan bawah berdasarkan jarak sosial (sikap tolong-menolong dan sikap bermusuhan dengan tetangga). Ukuran yang digunakan untuk menentukan sikap tolong-menolong adalah sikap yang dilakukan pada saat tetangga mengalami kesusahan (membantu dalam bentuk : uang, tenaga, kesempatan kerja atau tidak menolong). Ukuran sikap bermusuhan adalah pengalaman bertengkar dengan tetangga (bertengkar karena pinjaman tidak dikembalikan atau tidak mengembalikan pinjaman dan tidak pernah bertengkar).


(53)

2.6 Kerangka Pemikiran

Partisipasi perempuan dalam pembangunan diwujudkan dengan adanya pemberian kesempatan kepada perempuan untuk terlibat secara aktif (akses) dan memiliki kesempatan juga untuk mengemukakan sekaligus mengambil keputusan atau kebijakan (kontrol) yang cukup prioritas menjadi program pembangunan. Pada dasarnya, perempuan selama ini sudah berpartisipasi dalam program-program pembangunan yang sebelumnya diselenggarakan. Akan tetapi, berdasarkan hasil analisis masalah gender menunjukkan adanya berbagai kesenjangan. Hal ini diketahui melalui uraian hasil identifikasi kondisi akses dan kontrol perempuan khususnya pada program pembangunan terdahulu. Lebih lanjut, untuk mendukung hasil identifikasi tersebut, maka diperlukan adanya suatu evaluasi terhadap program yang telah diselenggarakan dan pengkajian kembali karakteristik perempuan pada masyarakat setempat. Merujuk pada ketiga hasil analisis di atas, maka program yang akan diselenggarakan dapat disusun dengan lebih prosedural dan tepat sasaran melalui berbagai tahapan metode. Dengan serangkaian proses penyusunan program tersebut lebih lanjut dapat dirumuskan suatu penyelenggaraan program yang ditujukan dalam upaya peningkatan partisipasi perempuan dalam pemberdayaan masyarakat nelayan. Kerangka pemikiran tersebut tertuang dalam Gambar 2 dibawah ini.


(54)

G

Gaammbbaarr22.. KKeerraannggkkaaPPeemmiikkiirraannKKaajjiiaannMMeennggeennaaii Upaya Peningkatan Partisipasi Perempuan Dalam Program Pengembangan Masyarakat Nelayan

Evaluasi Program (bantuan jaring dan tambak udang)

™ Top down

™ Kurang memperhatikan potensi lokal

™ Kurang melibatkan partisipasi Perempuan

Identifikasi kondisi akses dan kontrol perempuan

™ Peran sebagai pendukung suami

™ Suami sebagai pengambil kebijakan

™ Kurang produktif pada waktu luang

Karakteristik perempuan dalam masyarakat nelayan

™ Jenis pekerjaan

™ Tingkat pendidikan

™ Akses kelembagaan

™ Pengsuasaan aset produksi

™ Pemasaran hasil

Proses penyusunan Program

™ Metode analisis stakeholder

™ Identifikasi potensi, permasalahan dan kebutuhan perempuan

™ Penyusunan program kerja

™ Evaluasi dan pelaporan

Penyusunan Program upaya peningkatan partisipasi perempuan dalam pemberdayaan masyarakat nelayan


(55)

BAB III

METODOLOGI KAJIAN

3.1 Waktu dan Lokasi

Kajian pengembangan masyarakat melalui Praktek Kerja Lapangan I maupun II ini berlangsung sejak bulan Mei-Oktober 2002 di Desa Meskom Kecamatan Bengkalis, Kabupaten Bengkalis, Propinsi Riau. Pengumpulan data dilakukan terutama dengan cara observasi, wawancara mendalam dan dilengkapi dengan studi kasus. Alasan Desa Meskom yang dipilih sebagai lokasi kajian adalah :

1. Desa Meskom tersebut merupakan desa nelayan yang potensial dan terpenting di Kecamatan Bengkalis, Kabupaten Bengkalis, Propinsi Riau, yang letaknya tidak berapa jauh dari ibukota Kabupaten dan Kecamatan, sehingga berdasarkan pertimbangan dana dan waktu, kajian ini dapat dilaksanakan. Disamping itu memang pernah dilakukan praktek kerja lapangan I dan II penulis di sana beberapa bulan yang lalu, secara berulang-ulang, sehingga menambah akuratnya data kajian.

2. Desa Meskom yang merupakan desa pantai sudah pernah mendapat program pengembangan masyarakat nelayan dari Pemerintah Daerah Kabupaten Bengkalis.

3. Walaupun dekat dengan pusat pemerintahan Kabupaten, perekonomian masyarakat nelayan desa Meskom masih dapat dikategorikan relatif rendah atau miskin, terutama dilihat dari kondisi perumahan, pendidikan anak, tingkat gizi masyarakatnya dan teknologi alat tangkap yang masih sederhana.


(56)

3.2 Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data primer dilakukan melalui teknik-teknik sebagai berikut :

1. Partisipasi observasi yaitu bertempat tinggal di lokasi kajian selama beberapa hari dari target waktu lima (5) bulan yang telah ditetapkan sehingga dapat memperoleh data-data mengenai : peta sosial Desa Meskom, program-program pengembangan masyarakat nelayan yang telah diintrodusir ke Desa Meskom dan partisipasi perempuan dalam program pengembangan masyarakat nelayan Desa Meskom, sebanyak-banyaknya.

2. Melakukan wawancara mendalam terhadap masyarakat dan ibu rumah tangga nelayan Desa Meskom yang telah ditetapkan sebagai kasus. Masyarakat dan ibu rumah tangga nelayan yang dijadikan kasus dipilih berdasarkan pertimbangan umur dan pengalaman terhadap program pengembangan masyarakat nelayan di Desa Meskom, misalnya program motorisasi dan pengorganisasian penerimaan bantuan. Selain itu, perempuan nelayan yang dipilih berdasarkan kemampuan berkomunikasi dengan peneliti sehingga dapat menyampaikan informasi yang relevan. Informasi yang digali sebagai penguat dan tambahan dari ketiga unsur pokok kajian di atas, yaitu : peta sosial, program pengembangan masyarakat dan partisipasi perempuan dalam program pengembangan masyarakat nelayan Desa Meskom.

3. Instrumen yaitu melakukan kajian dengan memakai alat-alat yang berhubungan erat dengan masalah yang akan diteliti dan untuk sebagai


(57)

pembuktian secara fisik, misalnya dengan memakai kamera dan alat rekaman yang memadai.

Sedangkan data sekunder dikumpulkan dengan cara :

1. Studi Kepustakaan yaitu membaca literatur, laporan penelitian atau jurnal ilmiah yang relevan dengan masalah yang akan dikaji.

2. Dokumentasi yaitu mempelajari data-data sekunder di kantor instansi pemerintah yang terkait seperti : PMD, KUD, Dinas Perikanan, TPI dan lain-lain sebagainya.

3.3 Pengolahan Data

Data yang telah dikumpulkan, baik yang berasal dari data primer maupun data sekunder, dipilah-pilah, dikategorikan dan dikelompokkan sesuai dengan keterkaitan masing-masing data yang dibutuhkan, selanjutnya dilakukan analisis secara deskriptif. Dalam analisis data-data tersebut dihubungkan dengan landasan teoritis yang telah dikemukakan, kemudian dihubungkan pula dengan pokok permasalahan yang akan dianalisis. Selanjutnya dilakukan analisis secara mendalam terhadap hal menjadi pokok permasalahan.

3.4 Metode Penyusunan Program

Metode penyusunan program dalam kajian ini dilakukan dengan cara sebagai berikut:

a. Metode menggali aspirasi berbagai pihak berkepentingan, untuk menggali informasi dan aspirasi dari berbagai pihak berkepentingan, digunakan metode


(58)

pemerintah lokal, instansi terkait dan pengusaha tambak udang. Analisis

stakeholder tersebut dilakukan sebagai tahap awal pengenalan terhadap lokasi kajian serta untuk memahami keadaan sosial masyarakat Desa Meskom. Diharapkan dengan informasi awal dari beragam stakeholder ini mampu memberikan kemudahan dalam melakukan kajian berikutnya sehingga dapat melakukan check and recheck dengan masyarakat langsung.

b. Terdapat 3 tahapan penting dalam penyusunan program yaitu :

(1) Identifikasi potensi, permasalahan dan kebutuhan pembangunan masyarakat.

Identifikasi potensi, permasalahan dan kebutuhan pembangunan masyarakat meliputi kuantitas dan kualitas potensi sosial, permasalahan sosial dalam pembangunan masyarakat, kondisi-kondisi yang menyebabkan terjadinya permasalahan sosial, tingkat kebutuhan dasar masyarakat.

(2) Penyusunan Program Kerja.

Penyusunan program dilakukan dengan menerapkan Participatory Rural Appraisal (PRA) yang berbasiskan pada potensi, permasalahan dan kebutuhan masyarakat yang memuat hal-hal seperti masalah, tujuan, kegiatan, pelaksana, penanggung jawab, pendukung, waktu, bahan, sarana dan peralatan, perkiraan biaya, serta keterangan.

Penyusunan program ini dilaksanakan dengan melibatkan semua pihak. Tahap pertama setelah identifikasi permasalahan dan mengenali potensi daerah Desa Meskom dilakukan brainstorming dengan seluruh lapisan masyarakat mulai dari tokoh-toko masyarakat dari pemerintahan desa ataupun tokoh non-formal, pihak lain yaitu masyarakat sendiri yang berkepentingan termasuk para pengusaha tambak udang. Pada pertemuan


(59)

ini dikumpulkan sebanyak mungkin ide-ide dan keinginan masyarakat kemudian dilakukan penyaringan tentang keinginan-keinginan dari masyarakat tersebut dengan skala prioritas. Setelah mempertimbangkan beberapa hal barulah diputuskan program-program yang akan dilaksanakan di Desa Meskom, diharapkan dengan partisipasi aktif masyarakat seperti ini maka kebutuhan-kebutuhan masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraan dapat terwujud.

(3) Evaluasi dan pelaporan

Evaluasi dapat mencakup 2 aspek yaitu evaluasi penerapan rencana kegiatan bersama masyarakat dan evaluasi penerapan kegiatan antara fasilitator dengan lembaga pengembang.


(1)

8.2 Rekomendasi

Merujuk pada simpulan di atas, maka penulis memaparkan beberapa rekomendasi yang ditujukan kepada pihak-pihak atau stakeholder terkait sebagai berikut :

1. Masyarakat nelayan di Desa Meskom, baik kaum laki-laki maupun perempuan diharapkan dapat menyadari pentingnya kesetaraan gender dalam melaksanakan peran dan fungsinya baik dalam sektor domestik maupun publik. Di samping itu, khususnya para perempuan nelayan, di harapkan memiliki kesadaran gender dalam keterlibatannya pada program-program pengembangan masyarakat di Desa Meskom.

2. Para pihak yang terkait seyogyanya dapat melakukan suatu pendekatan individu kepada kelompok-kelompok sosial yang beranggotakan perempuan seperti kelompok PKK. Selain itu juga dapat memanfaatkan wadah-wadah aktivitas social yang sudah berjalan di Desa Meskom seperti majlis taklim dan pengajian untuk memfasilitasi pertemuan-pertemuan guna penyadaran gender, pelatihan, serta kegiatan-kegiatan pendampingan.

3. Dinas Perikanan dan Kelautan diharapkan dapat menyusun dan menyelenggarakan program-program pengembangan masyarakat yang lebih berperspektif gender. Adanya pelibatan perempuan nelayan secara aktif dengan disesuaikan pada aspek kultural dan struktural Desa Meskom.


(2)

4. Bagian pemberdayaan perempuan sekretariat daerah Kabupaten Bengkalis diharapkan dapat melakukan suatu proses pendampingan dalam upaya peningkatan partisipasi aktif perempuan nelayan di Desa Meskom.

5. Dinas Koperasi dan Usaha Kecil Menengah diharapkan dapat menjadi mitra usaha kelompok usaha mikro yang dibentuk oleh para nelayan Desa Meskom. Disamping itu, Dinas tersebut juga diharapkan dapat melakukan suatu pendampingan melalui metode-metode yang sesuai untuk diterapkan di Desa Mekom.

6. Dinas Perdagangan diharapkan dapat memberikan bantuan dengan mengupayakan berbagai peluang agarproduk hasil olahan tangkapan ikan, khususnya yang diusahakan oleh perempuan nelayan dapat masuk perdagangan lintas batas.

7. Pemerintah Daerah Kabupaten Bengkalis bersama DPRD diharapkan dapat melakukan suatu pengawasan meliputi evaluasi dan monitoring terhadap penyusunan dan pelaksanaan program pengembangan masyarakat yang diselenggarakan di Desa Meskom. Pengawasan tersebut dapat dilakukan dengan melibatkan Anggota Dewan pada Komisi II yakni bahagian Keterkaitan Perekonomian, Koperasidan Perindustrian. Selain itu, juga dengan melibatkan Anggota Dewan pada Komisi IV diantaranya membidangi pemberdayaan perempuan. Kedua komisi tersebut diharapkan secara intensif dapat berperan aktif dalam program-program peningkatan upaya partisipasi perempuan dalam program pengembangan masyarakat Desa Meskom.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Amaluddin. Moh. 1987. Kemiskinan dan Polarisasi Sosial. Studi Kasus di Desa Bulu Gede. Kabupaten Kendal. Jawa Tengah. Tesis S-2 IPB. Penerbit UI Press : Jakarta.

Anker dan Hein. Catherine. 1996. Sex Inequalities in Urban Employment in the Third Word London. Macmillan Press.

Anonymous. 1998. Rencana Aksi Pembangunan Berkelanjutan Sumberdaya Pesisir dan Lautan Indonesia. PKSPL : Bogor.

1993. Peranan Sosial-Ekonomi Wanita dalam Rumahtangga Nelayan Miskin (Hasil Penelitian di Desa Nelayan di Jawa Barat. Jawa Tengah dan NTT). Pusat Studi Wanita-IPB Bogor bekerjasama dengan Badan Penelitian dan Pengembangan Social Departemen Sosial Republik Indonesia. Bogor.

Anwar. S. 1986. Prinsip-prinsip Penyuluhan dan Pembinaan Partisipasi Masyarakat. dalam Mahasiswa Pembangunan : Materi Pembekalan KKN. Diedit oleh Margono Slamet. UNILA Lampung (tidak diterbitkan).

Asrid. S.S. 1985. Pengantar Sosiologi dan Perubahan Sosial. Bina Cipta : Jakarta. Bertrand. A.L 1958. Rural Sociology : An Analysis of Contemprorary Rural Life.

Mc Graw-Hill Book Company Inc. New York.

Bunch. Roland. 1991.Dua Tongkol Jagung : Pedoman Pengembangan Pertanian Berpangkal Pada Rakyat. Yayasan Obor : Jakarta.

Brinkerhoff and Lynn K. White. 1990. Sociology (second edition). West USA. Chapin. FS (1947). Exprimental Design In Sociology Research. Harvey and Row.

New York.

Cohen. J.M dan Norman T. Uphoff. 1977. Rural Development Participation : Concepts an Measures for Project Design. Implementation and Evaluation. Rural Development Monograph No. 2. Dipublikasi oleh Rural Development Committee Center for International Studies. Cornell University.

Conyers. D. 1991. Perencanaan Sosial di Dunia Ke Tiga : Suatu Pengantar. Gajah Mada University Press : Yongyakarta.


(4)

Crawford R. 1998. Aspek Sosial Ekonomi untuk Pemanfaatan Sumberdaya Pesisir di Desa Blongko Propinsi Sulawesi Utara. Proyek Pesisir Sulut-Coastal Resources Center. University of Rhode Island. Narragansett. Rhode Island USA.

Eko. W Supriono. 1999. Laporan Mariculture Specialist dalam Pengkajian Budidaya Ikan di Bengkalis. Project Management Consultant. Proyek Pembangunan Masyarakat Pantai dan Pengelolaan Sumberdaya Perikanan. Kerjasama ADB dan Dirjen Perikanan Indonesia. Local Project : Bengkalis (tidak diterbitkan).

Elsje Maginsela. 1991.Gejala Matrifokal dan Status Sosial Wanita dalam Masyarakat Nelayan di Pulau Tagulandang Kabupaten Dati II Kepulauan Sangihe Talaud Propinsi Sulawesi Utara. Pascasarjana IPB-Bogor.

Gerungan. 1981. Psychologi Sosial. Eresco : Bandung

Hock. Lim. Lee. 1982. A Fishing Village. Dalam Abraham ed Microcosm of Indigenous Development. Case Study Pahang Tenggara Region.

Jahi. A. 1988. Komunikasi dan Pembangunan. Dalam Komunikasi Massa dan Pembangunan Pedesaan di Negara-negara Dunia Ke tiga : Suatu Pengantar. Disunting oleh Amri Jahi. Gramedia : Jakarta.

Lewis. G.J. 1979. Rural Communities. David and Charles : London.

Misa R.P. Parantilla. 1980. Basic Needs and Development Planing Focus in India and Philipines.

Mc Clelland. D.C. 1987. Memacu Masyarakat Berprestasi. Intermedia : Jakarta. Oppenheim. A.N.1973. Questionnare Design and Attitude Measurement.

Heinemann : London.

Ponsioen. 1969. The Analisys of Social Change Reconsidered. Mouton Hague : Paris.

P3K UGM-Bapeda Riau. 1988. Ringkasan Eksekutif Study Pengembangan Desa Pantai di Provinsi Riau.

Sajogyo. A Mc Ewn. 1985. Women and Industrialisation Exammining the Female Marginalitation Thesis : The Journal of Development Studies 22 (U).p. 649-640.


(5)

Sastropoetro. RA. S. 1988. Partisipasi. Komunikasi. Persuasi dan Disiplin dalam Pembangunan Nasional. Alumni : Bandung.

Schoorl. 1980. . Modernisasi : Pengantar Sosiologi Pembangunan Negara-Negara Berkembang. Gramedia : Jakarta.

Siagian. S.P. 1983. Administrasi Pembangunan. Gunung Agung : Jakarta.

Slamet. M. 1992. Perspektif Ilmu Penyuluhan Pembangunan Menyongsong Era Tinggal landas. dalam Penyuluhan Pembangunan di Indonesia : Menyongsong Abad XXI. Diedit oleh Aida Viatalaya Syafri Hubeis. Prabowo Tjitropranoto dan Wahyudi Ruwiyanto. PT. Pustaka Pembangunan Swadaya Nusantara : Jakarta.

Soemarwoto. Otto. 1991. Ekologi. Lingkungan Hidup dan Pembangunan. Penerbit Djambatan : Jakarta.

Wolf. Eric. 1983. Petani Suatu Tinjauan Antroplogis. Rajawali : Jakarta.

Tim Peneliti BPE-PDU Universitas Riau. 1999. Studi Indentifikasi Keperluan Usaha Ekonomi dalam Rangka Penghapusan Kemiskinan di Kabupaten Bengkalis. Proyek Pembangunan Masyarakat Pantai dan Pengelolaan Sumberdaya Perikanan. Kerjasama ADB dan Dirjen Perikanan Indonesia : Pekanbaru (tidakditerbitkan).

Uphoff. N. 1988. Menyesuaikan Proyek pada Manusia. dalam Mengutamakan Manusia di dalam Pembangunan : Variabel-variabel sosiologi dalam Pembangunan Pedesaan. Diedit oleh Michael M. Cerne. UI-Press : Jakarta.

1992. Learning From Gal Oya : Possibilities for Participatory Development and Post-Newtonian Social Science. Cornell University press : Ithaca and London.

Wardoyo. 1992. Penyuluhan Pertanian di Indonesia. dalam Penyuluhan Pembangunan di Indonesia : Menyongsong Abad XXI. Diedit oleh Aida Vitalaya Syafri Hubeis. Prabowo Tjitropranoto dan Wahyudi Ruwiyanto. PT. Pustaka Pembangunan Swadaya Nusantara : Jakarta.


(6)

Lampiran 2

PETA KABUPATEN BENGKALIS

LOKASI PENELITIAN Desa Meskom Kecamatan Bengkalis Kabupaten Bengkalis, Propinsi Riau