Pelaksanaan Pengembalian Barang Bukti Oleh Jaksa Dalam Perkara Pidana

berita acara pelaksanaan penetapa hakim BA –6 dan membuat berita acara pengambilan – Orang yang dijelaskan dalam isi petikan putusan RUPBASAN a Melakukan pengadministrasian benda sitaan dan barang rampasan Negara; b Melakukan pemeliharaan dan mutasi benda sitaan dan barang rampasan Negara; c Melakukan pengamanan dan pengelolaan RUPBASAN

4.1 Pelaksanaan Pengembalian Barang Bukti Oleh Jaksa Dalam Perkara Pidana

Dari hasil penelitian yang dilakukan di Kejaksaan Negeri Semarang, bahwa pelaksanaan pengembalian barang bukti oleh jaksa dalam perkara pidana adalah sebagai berikut: HAKIM Surat Petikan Jaksa Putusan inkracht putusan yang sudah mendapatkan kekuatan hukum tetap Bagan.1 .Mekanisme pengembalian barang bukti oleh jaksa dalam perkara pidana Dari keterangan yang diberikan oleh Bapak Hardi selaku jaksa bagian barang bukti yang menjelaskan tentang pelaksanaan pengembalian barang bukti oleh jaksa dalam perkara pidana adalah seperti bagan mekanisme pengembalian barang bukti oleh jaksa dalam perkara pidana tersebut dan penjelasan dari bagan mekanisme pengembalian barang bukti oleh jaksa dalam perkara pidana adalah: “Perkara yang sudah mendapatkan putusan inkracht putusan yang sudah mendapatkan kekuatan hukum tetap lalu hakim menbuat surat petikan putusan, petikan putusan keluar 1 satu minggu setelah putusan inkracht putusan yang sudah mendapatkan kekuatan hukum tetap. Petikan putusan tersebut lalu diberikan kepada jaksa agar jaksa langsung membuat berita acara pelaksanaan penetapan hakim BA - 6 dan membuat berita acara pengambilan barang bukti BA - 20 . Setelah itu berita acara pelaksanaan penetapan hakim BA - 6 dan membuat berita acara pengambilan barang bukti BA - 20 diberikan kepada orang yang sudah disebutkan atau dijelaskan dalam isi petikan putusan yang ditetapkan oleh hakim. Karena berita acara pelaksanaan penetapa hakim BA - 6 dan membuat berita acara pengambilan barang bukti BA - 20 untuk mengambil barang bukti yang di sebutkan dalam isi petikan putusan di Kejaksaan atau di RUPBASAN rumah penyimpanan benda sitaan negara. Wawancara dengan Hardi, SH sebagai jaksa bagian barang bukti, 26 November 2012, Pukul 13.00 wib. Jadi yang diterangkan oleh Bapak Hardi selaku jaksa bagian barang bukti sudah sesuai dengan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana Pasal 46 ayat 2 KUHAP yaitu apabila perkara sudah diputus maka benda yang dikenakan penyitaan dikembalikan kepada orang atau kepada mereka yang disebut dalam putusan tersebut, kecuali jika menurut putusan hakim benda itu dirampas untuk negara, untuk dimusnahkan atau untuk dirusakkan sampai tidak dapat dipergunakan lagi atau jika benda tersebut masih diperlukan sebagai barang bukti dalam perkara lain. Mengenai pengembalian barang bukti yang diatur dalam Pasal 46 KUHAP yaitu menyatakan bahwa : 1 Benda yang dikenakan penyitaan dikembalikan kepada orang atau kepada mereka dari siapa benda itu disita, atau kepada orang atau kepada mereka yang paling berhak apabila: a. Kepentingan penyidikan dan penuntutan tidak memerlukan lagi; b. Perkara tersebut tidak jadi dituntut karena tidak cukup bukti atau ternyata tidak merupakan tindak pidana; c. Perkara tersebut dikesampingkan untuk kepentingan umum atau perkara tersebut ditutup demi hukum, kecuali apabila benda diperoleh dari suatu tindak pidana atau yang dipergunakan untuk melakukan suatu tindak pidana. 2 Apabila perkara sudah diputus, maka benda yang dikenakan penyitaan dikembalikan kepada orang atau kepada mereka yang disebut dalam putusan tersebut, kecuali jika menurut putusan hakim benda itu dirampas untuk negara, untuk dimusnahkan atau untuk dirusakkan sampai tidak dapat dipergunakan lagi atau jika benda tersebut masih diperlukan sebagai barang bukti dalam perkara lain. Perbedaan alat bukti yang sah menurut Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana dengan barang bukti. Alat bukti yang sah menurut Pasal 184 KUHAP, yaitu: f. Keterangan saksi g. Keterangan ahli h. Surat i. Petunjuk j. Keterangan terdakwa Hanya alat-alat bukti yang sah menurut undang-undang yang dapat dipergunakan untuk alat pembuktian. Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana KUHAP memang tidak menyebutkan secara jelas tentang apa yang dimaksud dengan barang bukti. Namun dalam pasal 39 ayat 1 KUHAP disebutkan apa-apa yang disita. Untuk kepentingan pembuktian tersebut maka kehadiran benda-benda yang tersangkut dalam suatu tindak pidana, sangat diperlukan. Benda- benda dimaksud dengan istilah “barang bukti”.Barang bukti atau corpus delicti adalah barang bukti kejahatan, meskipun barang bukti itu mempunyai peranan yang sangat penting dalam proses pidana. Selain itu didalam Hetterzine in landcsh regermentHIR juga terdapat perihal barang bukti. Dalam Pasal 42 HIR disebutkan bahwa para pegawai, pejabat ataupun orang-orang berwenang diharuskan mencari kejahatan dan pelanggaran kemudian selanjutnya mencari dan merampas barang-barang yang dipakai untuk melakukan suatu kejahatan serta barang-barang yang didapatkan dari sebuah kejahatan. Penjelasan Pasal 42 HIR menyebutkan barang-barang yang perlu di-beslag diantaranya: e. Barang yang menjadi sarana tindak pidana corpora delicti f. Barang-barang yang terjadi sebagai hasil dari tindak pidana corpora delicti g. Barang-barang yang dipergunakan untuk melakukan tindak pidana instrumenta delicti h. Barang-barang yang pada umumnya dapat dipergunakan untuk membuatkan atau meringankan kesalahan terdakwa corpora delicti. Apabila benda tersebut adalah surat maka diperlukan untuk pemeriksaan surat, sebagaimana yang diatur Pasal 47 KUHAP dan Pasal 48 KUHAP, yaitu sebagai berikut: Pasal 47 KUHAP antara lain menyebutkan: 1 Penyidik berhak membuka, memeriksa dan menyita surat lain yang dikirim melalui kantor pos dan telekomunikasi, jawatan atau perusahaan komunikasi atau pengangkutan jika benda tersebut dicurigai dengan alasan yang kuat mempunyai hubungan dengan perkara pidana yang sedang diperiksa, dengan izin khusus yang diberikan untuk itu dari ketua pengadilan negeri. 2 Untuk kepentingan tersebut. penyidik dapat meminta kepada kepala kantor pos dan telekomunikasi, kepala jawatan atau perusahaan komunikasi atau pengangkutan lain untuk menyerahkan kepadanya surat yang dimaksud dan untuk itu harus diberikan surat tanda penerimaan. Pasal 48 KUHAP mengatur bahwa: 1 Apabila sesudah dibuka dan diperiksa, ternyata bahwa surat itu ada hubungannya dengan perkara yang sedang diperiksa, surat tersebut dilampirkan pada berkas perkara. 2 Apabila sesudah diperiksa ternyata surat itu tidak ada hubungannya dengan perkara tersebut, surat itu ditutup rapi dan segera diserahkan kembali kepada kantor pos dan telekomunikasi, jawatan atau perusahaan komunikasi atau pengangkutan lain setelah dibubuhi cap yang berbunyi telah dibuka oleh penyidik dengan dibubuhi tanggal, tanda tangan beserta identitas penyidik. 3 Penyidik dan para pejabat pada semua tingkat pemeriksaan dalam proses peradilan wajib merahasiakan dengan sungguh-sungguh atas kekuatan sumpah jabatan isi surat yang dikembalikan itu. Hal ini mengandung arti bahwa barang bukti selain dapat dikembalikan dalam hal perkara tersebut dihentikan penyidikan atau penuntutannya, akan tetapi dapat juga dikembalikan kepada yang berhak sebelum perkara itu mempunyai kekuatan hukum tetap, baik perkara tersebut masih di tingkat penyidikan, penuntutan maupun setelah di persidang pengadilan. Dasar pengembalian benda tersebut adalah karena diperlukan untuk mencari nafkah atau sebagai sumber kehidupan. Hanya bedanya Pasal 194 ayat 3 KUHAP yaitu menyatakan bahwa : 3 Perintah penyerahan barang bukti dilakukan tanpa disertai suatu syarat apapun kecuali dalam hal putusan pengadilan belum mempunyai kekuatan hukum tetap. Dalam pengembalian barang bukti sebelum mendapatkan putusan kekuatan hukum tetap tidak menyebutkan syarat-syarat pengembalian benda sitaan yang dapat dipinjam-pakaikan kepada orang atau mereka dari mana benda tersebut disita atau kepada mereka yang paling berhak, namun dalam praktek pelaksanaan, pejabat yang bertanggungjawab secara yuridis atas benda sitaan tersebut memberikan syarat-syarat tertentu yang harus dipatuhi oleh si penerima barang bukti tersebut. Adapun syarat yang harus dipenuhi oleh si pemohon atau orang yang berhak menerima barang bukti sesuai isi petikan putusan adalah sebagai berikut : a. Bersedia menghadapkan barang bukti itu apabila sewaktu-waktu diperlukan kembali untuk kepentingan pembuktian. b. Bersedia menjaga keutuhan barang bukti tersebut, artinya bahwa barang bukti tersebut tidak akan dirubah atau rusak atau dipendah-tangankan kepada orang lain. c. Bersedia barang bukti tersebut ditarik kembali dan bersedia dituntut menurut hukum yang berlaku apabila tidak menepati janji sebagai mana tersebut. Pada umumnya benda sitaan yang dipinjam-pakaikan adalah benda yang merupakan objek kejahatan, misalnya : mobil, sepeda motor, emas, TV, video, radio dan lain-lain. Benda yang tidak dapat dipinjam-pakaikan antara lain : a. Benda tersebut merupakan alat untuk melakukan kejahatan, misalnya : pisau, linggis, dan alat-alat lainnya. Kecuali jika jelas bahwa benda tersebut adalah milik suatu instansi, misalnya pistol yang dipakai untuk membunuh adalah milik Departemen Hankam, maka pistol tersebut dapat dikembalikan pada instansi yang bersangkutan. b. Benda tersebut merupakan hasil perbuatan jahat terdakwa, misalnya uang palsu, emas palsu dan lain-lain. c. Benda terlarang, misalnya : ganja, heroin, obat-obatan dan lain-lain. d. Benda yang kepemilikannya kurang jelas atau saling kait mengkait antar pelapor dengan orang lain. Dalam hal barang bukti masih diperlukan dalam perkara lain, maka putusan pengadilan yang berkenaan dengan barang bukti tersebut menyatakan bahwa: barang bukti masih dikuasai jaksa, karena masih diperlukan dalam perkara lain atau barang bukti dikembalikan kepada Jaksa Penuntut Umum karena masih diperlukan dalam perkara lain. Ada tiga kemungkinan yang bisa menimbulkan putusan seperti berikut: d. Ada dua delik dimana pelakunya hanya satu orang, perkara pertama sudah diputus oleh hakim sedangkan barang buktinya masih diperlukan untuk pembuktian perkara yang kedua. e. Ada suatu delik pelakunya lebih dari seorang, para terdakwa diperiksa secara terpisah atau perkaranya displitsing. Terdakwa pertama sudah diputus sedangkan barang buktinya masih diperlukan untuk pembuktian terdakwa yang lain. f. Perkara koneksitas, dalam hal ini satu delik dilakukan lebih dari satu orang sipil dan ABRI. Terdakwa Sipil sudah diputus oleh pengadilan, sedangkan barang buktinya masih diperlukan untuk perkara yang terdakwanya ABRI. Mengenai permintaan pengeluaran benda sitaan untuk kepentingan penyidikan dan penuntutan tidak ditentukan jangka waktu kapan surat tersebut harus diajukan. Sedangkan permintaan pengeluaran benda sitaan untuk keperluan sidang pengadilan, menurut Pasal 9 ayat 1 Peraturan Menteri Kehakiman RI Nomor M.05-UM.01.06 Tahun 1983, surat tersebut harus sudah diterima oleh Kepala RUPBASAN selambat- lambatnya 1 X 24 jam sebelum hari sidang. Ketentuan ini adalah untuk mencegah adanya permintaan pengeluaran benda sitaan yang bersifat mendesak atau terburu-buru, dan pada saat sidang dimulai barang bukti yang diperlukan sudah siap untuk dihadapkan ke persidangan. Untuk mengeluarkan benda sitaan guna keperluan sidang pengadilan, petugas RUPBASAN harus: a. Meneliti surat permintaan pengeluaran benda sitaan negara b. Membuat berita acara serah terima dan menyampaikannya kepada instansi yang menyita c. Mencatat lama peminjaman benda sitaan negara, dalam register yang tersedia Benda sitaan negara hanya digunakan untuk keperluan barang bukti dalam pemeriksaan pada tingkat penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan. Apabila digunakan untuk kepentingan lain tentunya tindakan tersebut tidak dibenarkan. Surat penyerahan benda sitaan tersebut dilampirkan pula dengan surat perintah penyitaan, berita acara penyitaan dan atau berita acara penyisihan. Sedangkan benda sitaan yang akan diserahkan kepada RUPBASAN Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara, harus sudah diberi label, dilak, distempel, sehingga mudah untuk mencocokkannya dengan surat penyerahannya, dan disamping itu tidak tertukar dengan benda lain dan mudah ditemukan bila suatu saat diperlukan. Dijelaskan dalam Pasal 27 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Kitab Undang - Undang Hukum Acara Pidana yaitu: 1 Di dalam RUPBASAN ditempatkan benda yang harus disimpan untuk keperluan barang bukti dalam pemeriksaan dalam tingkat penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang pengadilan termasuk barang yang dinyatakan dirampas berdasarkan putusan hakim; 2 Dalam hal benda sitaan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 tidak mungkin dapat disimpan dalam RUPBASAN, maka cara penyimpanan benda sitaan tersebut diserahkan kepada Kepala RUPBASAN; 3 Benda sitaan disimpan di tempat RUPBASAN untuk menjamin keselamatan dan keamanannya; Menurut beberapa keterangan yang diperoleh dari ibu Kartika selaku jaksa bagian barang bukti, bahwa: “Prosedur yang diperlukan dalam pengambilan barang bukti yaitu orang yang sudah disebutkan dalam isi petikan putusan untuk mengambil surat pengantar dan surat pengambilan barang bukti untuk ditunjukkan kepada pihak RUPBASAN. Baru orang yang disebutkan dalam isi petikan putusan bisa mengambil barang bukti tersebut ke RUPBASAN Rumah Pen yimpanan Benda Sitaan Negara”. Keterangan yang diberikan ibu Kartika selaku Jaksa Bagian Barang Bukti yaitu sudah sesuai dengam Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana Pasal 28 ayat 2 yaitu Pengeluaran barang rampasan untuk melaksanakan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, dilakukan atas permintaan jaksa secara tertulis. Menjelaskan mengenai pengeluaran barang bukti dari RUPBASAN yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, yang dilakukan atas permintaan jaksa secara tertulis. Syarat pengambilan barang bukti dari RUPBASAN, jaksa harus membuat Surat Berita Acara Pengambilan Barang Bukti BA-20 dan Surat Pengantar Pengambilan Barang Bukti. Seperti yang dijelaskan oleh ibu Kartika selaku Jaksa Bagian Barang Bukti. 4.2 Kendala dalam Pelaksanaan Pengembalian Barang Bukti yang Disita Setelah Adanya Putusan Hakim yang Memperoleh Kekuatan Hukum Tetap. Menurut keterangan yang diberikan oleh Bapak Hardi selaku jaksa bagian barang bukti mengenai kendala yang dihadapi oleh jaksa dalam pengembalian barang bukti adalah: “orang yang sudah disebutkan atau dijelaskan dalam isi petikan putusan tidak mau mengambil barang bukti tersebut, dan orang yang sudah disebutkan dalam isi petikan putusan lama dalam pengambilan barang bukti tersebut. Jadi barang bukti yang tidak diambil atau pengambilanya terlalu lama mengak ibatkan RUPBASAN menjadi penuh.” Seperti yang dijelaskan dalam Pasal 28 Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia Nomor: M.04-PR.07.03 Tahun 1985 tentang Organisasi dan Tata Kerja Rumah Tahanan Negara dan Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara yaitu RUPBASAN mempunyai tugas melakukan penyimpanan benda sitaan negara dan barang rampasan negara. Pasal 29 Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia Nomor: M.04- PR.07.03 Tahun 1985 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Rumah Tahanan Negara dan Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara yaitu untuk menyelenggarakan tugas tersebut pada Pasal 28, RUPBASAN mempunyai fungsi: a. Melakukan pengadministrasian benda sitaan dan barang rampasan negara. b. Melakukan pemeliharaan dan mutasi benda sitaan dan barang rampasan negara c. Melakukan pengamanan dan pengelolaan RUPBASAN. d. Melakukan urusan surat menyurat dan kearsipan. Menurut keterangan yang diberikan oleh Bapak Hardi selaku jaksa bagian barang bukti mengenai langkah yang diambil jika ada kendala dalam pengembalian barang bukti oleh jaksa dalam perkara pidana yaitu “jaksa membuat surat panggilan kepada pihak yang sudah disebutkan dalam isi petikan putusan untuk mengambil barang bukti yang disebu tkan dalam isi petikan putusan.” Benda-benda sitaan yang akan disimpan di RUPBASANRumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara itu tidak dilengkapi dengan surat penyitaan dan atau tidak cocok dengan jumlah atau jenis benda yang tercantum dalam berita acara penyitaan, maka petugas RUPBASAN dilarang untuk menerima benda sitaan tersebut. Untuk lebih jelas siapa yang menyerahkan dan menyimpan benda sitaan tersebut, maka selain pejabat yang bertanggung jawab secara yuridis, tugas RUPBASAN yang menerima benda sitaan pun harus menandatangani surat penyerahan benda sitaan tersebut. Dijelaskan dalam Pasal 27 ayat 4 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana yaitu Kepala RUPBASAN tidak boleh menerima benda yang harus disimpan untuk keperluan barang bukti dalam pemeriksaan, jika tidak disertai surat penyerahan yang sah, yang dikeluarkan oleh pejabat yang bertanggung jawab secara juridis atas benda sitaan tersebut. Menurut jaksa Hardi SH, sebagai jaksa bagian barang bukti tenggang waktu yang diperlukan penyimpanan barang bukti di RUPBASAN yaitu “berdasarkan putusan dari pengadilan semakin lama perkara mendapatkan putusan inkracht putusan yang sudah mendapatkan kekuatan hukum tetap maka semakin lama juga tenggang waktu yang diperlukan dalam penyimpanan barang bukti di RUPBASAN. Dalam penyimpanan barang bukti disimpan di RUPBASAN rumah penyimpanan benda sitaan negara yang sudah sesuai dengan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana dalam Pasal 44 ayat 1 KUHAP yaitu Benda sitaan disimpan dalam rumah penyimpanan benda sitaan negara.” Berdasarkan putusan pengadilan serta surat perintah Kepala Kejaksaan Negeri, jaksa yang bersangkutan mengajukan permintaan kepada RUPBASAN agar mengeluarkan benda sitaan barang bukti yang dimaksud. Selanjutnya menurut Pasal 8 ayat 1 Peraturan Menteri Kehakiman RI Nomor: M.05.UM.01.06 Tahun 1983, pihak RUPBASAN melakukan hal- hal sebagai berikut: a. Meneliti putusan pengadilan yang bersangkutan. b. Membuat berita acara serah terima yang tembusannya harus dismpaikan kepada instansi yang menyita. c. Mencatat dan mencoret benda sitaan tersebut dari daftar yang tersedia. Apabila RUPBASAN belum terbentuk, dalam hal ini maka jaksa yang bersangkutan melaksanakan pengembalian benda tersebut dengan membuat berita acaranya, serta ditandatangani oleh Jaksa Penuntut Umum yang bersangkutan, yang menerima barang bukti dan para saksi yang menyaksikan acara pelaksanaan pengembalian barang bukti. Selanjutnya Jaksa Penuntut Umum yang bersangkutan melaporkan pelaksanaan tugasnya kepada Kepala Kejaksaan Negeri dengan melampirkan berita acaranya biasanya dalam acara atau perkara singkat, setelah sidang ditutup Jaksa Penuntut Umum langsung mengembalikan bukti tersebut kepada orang yang berhak yang namanya tercantum dalam putusan pengadilan tersebut, jika ia hadir dalam persidangan itu, pengembalian barang bukti tersebut dilakukan dengan berita acara. Tenggang waktu yang diperlukan oleh jaksa dalam penyimpanan barang bukti yaitu “berdasarkan putusan pengadilan. Setelah adanya putusan inkracht keputusan yang sudah memiliki kekuatan hukum tetap jaksa langsung menjalankan tugas untuk mengembalikan barang bukti ke orang yang sudah disebutkan atau dijelaskan dalam isi petikan putusan. Jaksa akan diberikan petikan putusan lalu membuat berita acara pelaksanaan penetapan hakim BA - 6 dan membuat berita acara pengambilan barang bukti BA - 20. ” Menurut keterangan yang diperoleh dari bapak Hardi, SH, selaku jaksa bagian barang bukti: 1. “Cara mengatasi barang bukti yang mudah rusak, rapuh atau sulit pemeliharanya yaitu pihak kejaksaan dan pihak RUPBASAN tidak melakukan pemeliharaan yang lebih. Pihak kejaksaan dan pihak RUPBASAN cuma menjaga menyimpannya saja sampai dikembalikan kepada pihak yang disebutkan dalam isi petikan putusan, karena tidak ada biaya dan tenaga untuk perawatan barang bukti yang mudah rusak, rapuh atau sulit pemeliharanya. ” Keterangan yang diberikan oleh bapak Hardi selaku jaksa bagian barang bukti yang menerangkan tentang cara mengatasi barang bukti yang mudah rusak, rapuh atau sulit pemeliharanya, sudah sesuai dengan Kitab Undang-undang Hukum Pidana Pasal 44 ayat 2 yaitu: penyimpanan benda sitaan dilaksanakan dengan sebaik-baiknya dan tanggungjawab atasnya ada pada pejabat yang berwenang sesuai dengan tingkat pemeriksaan dalam proses peradilan dan benda tersebut dilarang untuk dipergunakan oleh siapapun juga. Dan Pasal 45 ayat 1 KUHAP yaitu : dalam hal benda sitaan terdiri atas benda yang dapat lekas rusak atau yang membahayakan, sehingga tidak mungkin untuk disimpan sampai putusan pengadilan terhadap perkara yang bersangkutan memperoleh kekuatan hukum tetap atau jika biaya penyimpanan benda tersebut akan menjadi terlalu tinggi, sejauh mungkin dengan persetujuan tersangka atau kuasanya dapat diambil tindakan sebagai berikut: a. Apabila tersangka masih ada ditangan penyidik atau penuntut umum, benda tersebut dapat dijual lelang atau dapat diamankan oleh penyidik atau penuntut umum, dengan disaksikan oleh tersangka atau kuasanya. b. Apabila perkara sudah ada ditangan pengadilan, maka benda tersebut dapat diamankan atau dijual lelang oleh penuntut umum atas izin hakim yang menyidangkan perkaranya dan disaksikan oleh terdakwa atau kuasanya. 2. “Orang yang berhak menerima barang bukti tersebut menolak menerima barang bukti maka jaksa akan membuat surat panggilan terhadap orang yang sudah disebutkan dalam isi petikan putusan untuk mengambil barang bukti yang sudah disebutkan dalam isi petikan putusan. Jangka waktu pengambilan barang bukti kurang lebih 2 dua tahun kalau tetap tidak diambil barang bukti tersebut maka jaksa akan membuat surat keterangan kalau barang bukti tidak diambil akan dibuang atau dimusnahkan dan orang yang disebutkan dalam isi petikan putusan harus menandatangani, sebagai bukti kalau barang bukti itu akan dibuang atau dimusnahkan. ” Proses pemeriksaan barang bukti pada kejaksaan dilakukan sebagai berikut: Jaksa Penuntut Umum mencocokan barang-barang tersebut dengan yang tercantum dalam daftar barang bukti sebagaimana terlampir dalam berkas perkara dengan disaksikan oleh penyidik dan tersangka. Menurut Instruksi Jaksa Agung RI. Nomor: INS- 006J.A71986 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Administrasi Teknik Yudisial Perkara Pidana Umum, penelitian mengenai barang bukti tersebut meliputi: a. Jenismacamnya, contoh: jenismacam dari barang bukti yang disita oleh jaksa dari terdakwa atau pemiliknya, seperti: motor mereknya, rumah, mobil mereknya, suratdokumen, alat-alat yang dipergunakan dalam melakukan tindak pidana. b. Jumlahkesatuannya, yaitu jumlahbanyaknya dari barang bukti yang yang disita dari terdakwa atau pemilik barang bukti. c. Mutukadarnya, yaitu mutu kadar dari barang bukti tersebut seperti ganja yang disita dari terdakwa sebanyak 3kg. Keterangan yang diberikan oleh bapak Hardi selaku bagian barang bukti mengenai penjelasan tentang jangka waktu pengambilan barang bukti tidak sesuai dengan Instruksi Jaksa Agung RI Nomor : INS 006JA786 Tanggal 15 Juli 1986, apabila pemilik atau orang yang berhak atas barang bukti tidak datang walaupun telah dipanggil secara sah menurut hukum, dalam waktu 6 enam bulan, baik melalui surat panggilan dalam mass media, maka barang bukti tersebut dapat dijual lelang melalui Kantor Lelang Negara Instruksi presiden Nomor : 9 Tahun 1970 Tanggal 21 Mei 1970. Menurut keterangan yang diberikan oleh Bapak Hardi selaku jaksa bagian barang bukti menangani barang bukti yang berbentuk makhluk hidup dan jumlahnya tidak sedikit adalah: 1. “Jaksa akan membuat surat berita acara penitipan kepada orang yang disebutkan dalam isi petikan putusan karena jaksa tidak bisa untuk memelihara hewan yang jumlahnya banyak, jadi jaksa membuat surat berita acara penitipan barang kepada orang yang disebutkan dalam isi petikan putusan. Karena takut kalau hewan tersebut sakit atau meninggal. ” 2. “Jaksa sebelum menitipkan barang bukti kepada orang yang disebutkan dalam isi petikan putusan, jaksa mengambil foto dari barang bukti tersebut terlebih dahulu. Untuk menggantikan barang bukti yang berbentuk hewan yang jumlahnya tidak sedikit karena tidak semua hewan tersebut bisa dihadapkan di persidangan. ” 3. “Jaksa juga mengambil sempel seperti bulu dari hewan tersebut yang menjadi barang bukti. ” Keterangan yang dijelaskan oleh bapak Hardi selaku jaksa bagian barang butkti sudah sesuai dengan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana Pasal 42 ayat 1 yaitu: penyidik berwenang memerintahkan kepada orang yang menguasai benda yang dapat disita, menyerahkan benda tersebut kepadanya untuk kepentingan pemeriksaan dan kepada yang menyerahkan benda itu harus diberikan surat tanda penerimaan. Barang bukti itu sangat penting arti dan peranannya dalam mendukung upaya bukti dalam persidangan, sekaligus memperkuat dakwaan Jaksa Penuntut Umum terhadap tindak pidana yang dilakukan oleh terdakwa, serta dapat membentuk dan menguatkan keyakinan hakim atas kesalahan terdakwa. Itulah sebabnya Jaksa Penuntut Umum semaksimal mungkin harus mengupayakan atau menghadapkan barang bukti selengkap-lengkapnya di sidang pengadilan. Dalam Pasal 181 KUHAP mengatur mengenai pemeriksaan barang bukti dipersidangan yaitu Hakim ketua sidang memperlihatkan kepada terdakwa segala barang bukti dan menanyakan kepadanya apakah ia mengenal benda itu dengan memperhatikan ketentuan sebagai mana yang dimaksud dalam Pasal 45 KUHAP yaitu: 1 dalam hal benda sitaan terdiri atas benda yang dapat lekas rusak atau yang membahayakan, sehingga tidak mungkin untuk disimpan sampai putusan pengadilan terhadap perkara yang bersangkutan memperoleh kekuatan hukum tetap atau jika biaya penyimpanan benda tersebut akan menjadi terlalu tinggi, sejauh mungkin dengan persetujuan tersangka atau kuasanya dapat diambil tindakan sebagai berikut: a. Apabila tersangka masih ada ditangan penyidik atau penuntut umum, benda tersebut dapat dijual lelang atau dapat diamankan oleh penyidik atau penuntut umum, dengan disaksikan oleh tersangka atau kuasanya. b. Apabila perkara sudah ada ditangan pengadilan, maka benda tersebut dapat diamankan atau dijual lelang oleh penuntut umum atas izin hakim yang menyidangkan perkaranya dan disaksikan oleh terdakwa atau kuasanya. 2 Hasil pelelangan benda yang bersangkutan yang berupa uang dipakai sebagai barang bukti. 3 Guna kepentingan pembuktian sedapat mungkin disisihkan sebagaian kecil dari benda sebagaimana dimaksud dalam ayat 1. 4 Benda sitaan yang bersifat terlarang atau dilarang untuk diedarkan, tidak termasuk ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1, dirampas untuk dipergunakan bagi kepentingan negara atau untuk dimusnahkan. Jika perlu benda itu diperlihatkan juga oleh hakim ketua sidang kepada saksi. Apabila dianggap perlu untuk pembuktian, hakim ketua sidang membacakan atau memperlihatkan surat atau berita acara kepada terdakwa atau saksi dan selanjutnya minta keterangan seperlunya tentang hal itu. “Menurut keterangan yang diberikan oleh Bapak Hardi selaku jaksa bagian barang bukti mengenai barang buktinya berbentuk makhluk hidup yang jumlahnya banyak dan tidak bisa dihadapkan kedepan sidang pengadilan, jadi jaksa hanya mengambil sampel seperti foto, bulu dari makhluk hidup tersebut. Barang bukti yang berbentuk makhluk hidup dan jumlahnya tidak sedikit tersebut dititipkan kepada orang yang disebutkan dalam isi petikan putusan, dan jaksa langsung membuat surat berita acara penititan barang bukti. Pihak kejaksaan tidak bisa menyimpan barang bukti yg berbentuk makhluk hidup dan jumlahnya tidak sedikit di RUPBASAN Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara karena takut terjadi jika ada yang mati atau sakit, jadi lebih baik dititipkan kepada orang yang sudah terdapat dalam isi petikan putusan. ” Dari keterangan yang diterangkan oleh bapak Hardi selaku jaksa bagian barang bukti sudah sesuai dengan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana Pasal 42 ayat 1 yaitu: penyidik berwenang memerintahkan kepada orang yang menguasai benda yang dapat disita, menyerahkan benda tersebut kepadanya untuk kepentingan pemeriksaan dan kepada yang menyerahkan benda itu harus diberikan surat tanda penerimaan. Dan Peraturan Pemerintah Nomor 27 tahun 1983 Tentang Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana Pasal 27 ayat 4 yaitu Kepala RUPBASAN tidak boleh menerima benda yang harus disimpan untuk keperluan barang bukti dalam pemeriksaan, jika tidak disertai surat penyerahan yang sah, yang dikeluarkan oleh pejabat yang bertanggung jawab secara yuridis atas benda sitaan tersebut. Setelah putusan pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap, berdasarkan Pasal 194 ayat 3 KUHAP, perintah penyerahan barang bukti dilakukan tanpa disertai dengan syarat apapun. Jaksa penuntut umum yang ditunjuk berdasarkan surat perintah Kepala Kejaksaan Negeri yang bersangkutan segera melaksanakan pengembalian barang bukti. Berdasarkan putusan pengadilan serta surat perintah Kepala Kejaksaan Negeri, jaksa yang bersangkutan mengajukan permintaan kepada RUPBASAN agar mengeluarkan benda sitaan barang bukti yang dimaksud. Selanjutnya menurut Pasal 8 ayat 1 Peraturan Menteri Kehakiman RI Nomor: M.05-UM.01.06 Tahun 1983, pihak RUPBASAN melakukan hal- hal sebagai berikut: a. Meneliti putusan pengadilan yang bersangkutan. b. Membuat berita acara serah terima yang tembusannya harus disampaikan kepada instansi yang menyita. c. Mencatat dan mencoret benda sitaan tersebut dari daftar yang tersedia. Apabila RUPBASAN Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara belum terbentuk, dalam hal ini maka jaksa yang bersangkutan melaksanakan pengembalian benda tersebut dengan membuat berita acaranya, serta ditandatangani oleh Jaksa Penuntut Umum yang bersangkutan, yang menerima barang bukti dan para saksi yang menyaksikan acara pelaksanaan pengembalian barang bukti. Selanjutnya Jaksa Penuntut Umum yang bersangkutan melaporkan pelaksanaan tugasnya kepada Kepala Kejaksaan Negeri dengan melampirkan berita acaranya biasanya dalam acara atau perkara singkat, setelah sidang ditutup Jaksa Penuntut Umum langsung mengembalikan bukti tersebut kepada orang yang berhak yang namanya tercantum dalam putusn pengadilan tersebut, jika orang yang berhak yang namanya tercantum dalam putusan pengadilan hadir dalam persidangan itu maka pengembalian barang bukti tersebut dilakukan dengan berita acara. Menurut beberapa keterangan yang diperoleh dari ibu Kartika selaku jaksa bagian barang bukti: “Pelaksanaan pemusnahan barang bukti yang dirampas untuk dimusnahkan yaitu jaksa membuat surat berita acara pemusnahan harus ada instansi yang terkait seperti polisi, dinas kesehatan, jaksa, wartawan dan lain-lain. Dalam pelaksanaan pemusnahan barang bukti yang dirampas untuk Negara, tidak ada kendala dalam pelaksanaan pemusnahan barang bukti yang dirampas untuk Negara. ” Putusan hakim yang berbunyi bahwa barang bukti dirampas untuk kepentingan negara biasanya ditemui dalam perkara tindak pidana ekonomi, penyelundupan senjata api, bahan peledak, narkotika. Barang tersebut dijual lelang kemudian hasil lelang menjadi milik negara. Akan tetapi ada pula barang rampasan negara yang tidak dapat dijual lelang yaitu barang yang bersifat terlarang atau dilarang untuk diedarkan, karena benda tersebut tidak boleh dimiliki oleh umum. Menurut Pasal 45 ayat 4 KUHAP dan penjelasannya, “benda tersebut harus diserahkan kepada departemen yang bersangkutan sesuai dengan ketentuan yang berlaku”. Misalnya bahan peledak amunisi atau senjata api diserahkan kepada Departemen Pertahanan dan Keamanan. Barang yang dapat dirampas untuk dimusnahkan atau dirusak sehingga tidak dapat dipergunakan lagi biasanya benda tersebut merupakan alat untuk melakukan kejahatan misalnya golok untuk menganiaya korban atau linggis yang dipakai untuk membongkar rumah orang lain. Penjelasan mengenai Pasal 45 ayat 4 KUHAP diatas sudah sesuai dengan isi Pasal 45 ayat 4 KUHAP yaitu: benda sitaan yang bersifat terlarang atau dilarang untuk diedarkan, tidak termasuk ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1, dirampas untuk dipergunakan bagi kepentingan negara atau untuk dimusnahkan. Menurut beberapa keterangan yang diperoleh dari ibu Kartika selaku jaksa bagian barang bukti mengenai jangka waktu yang diberikan untuk barang bukti yang harus berdasarkan putusan hakim yang sifatnya inkracht dimusnahkan yaitu “tidak bisa langsung dilaksanakan pemusnahan setiap perkara, karena Kejaksaan Negeri Semarang melaksanakan pemusnahan barang bukti dilaksanakan 2 - 4 dua sampai empat kali dalam satu tahun. Orang yang berhak menerima barang bukti adalah orang yang disebutkan dalam isi petikan putusan. ” Putusan hakim yang berkenaan dengan barang bukti adalah sebagai berikut: Dikembalikan kepada pihak yang paling berhak. Pada hakekatnya, apabila perkara sudah diputus maka benda yang disita untuk dijadikan barang bukti dalam persidangan dikembalikan kepada orang atau mereka yang berhak sebagai mana dimaksud dalam putusan hakim. Undang-undang tidak menyebutkan siapa yang dimaksud dengan yang berhak tersebut. Dengan demikian kepada siapa barang bukti tersebut dikembalikan diserahkan kepada hakim yang bersangkutan setelah mendengar keterangan para saksi dan terdakwa, baik mengenai perkaranya maupun yang menyangkut barang bukti dalam pemeriksaan sidang di pengadilan. Putusan Hakim yang berkenaan dengan barang bukti yang harus dikembalikan kepada pihak yang paling berhak, sudah sesuai dengan Pasal 46 KUHAP yaitu: 1 Benda yang dikenakan penyitaan dikembalikan kepada orang atau kepada mereka dari siapa benda itu disita, atau kepada orang atau kepada mereka yang paling berhak apabila: a. Kepentingan penyidikan dan penuntutan tidak memerlukan lagi; b. Perkara tersebut tidak jadi dituntut karena tidak cukup bukti atau ternyata tidak merupakan tindak pidana; c. Perkara tersebut dikesampingkan untuk kepentingan umum atau perkara tersebut ditutup demi hukum, kecuali apabila benda itu diperoleh dari suatu tindak pidana atau yang dipergunakan untuk melakukan suatu tindak pidana. 2 Apabila perkara sudah diputus, maka benda yang dikenakan penyitaan dikembalikan kepada orang atau kepada mereka yang disebut dalam putusan tersebut, kecuali jika menurut putusan hakim benda itu diperoleh dari suatu tindak pidana atau yang dipergunakan untuk melakukan suatu tindak pidana. Orang yang berhak menerima barang bukti antara lain : e. Orang atau mereka dari siapa barang tersebut disita, yaitu orang atau mereka yang memegang atau menguasai barang itu pada waktu penyidik melakukan penyitaan dimana barang itu pada waktu penyidik melakukan penyitaan dimana dalam pemeriksaan di persidangan memang dialah yang berhak atas barang tersebut. f. Pemilik yang sebenarnya, sewaktu disita benda yang dijadikan barang bukti tidak dalam kekuasaan orang tersebut. Namun, dalam pemeriksaan ternyata benda tersebut adalah miliknya yang dalam perkara itu bertindak sebagai saksi korban. Hal ini sering terjadi dalam perkara kejahatan terhadap harta benda. g. Ahli waris, dalam hal yang berhak atas barang bukti tersebut sudah meninggal dunia sebelum putusan dijatuhkan, maka berkenaan dengan barang bukti tersebut putusan hakim menetapkan bahwa barang bukti dikembalikan kepada ahli waris atau keluarganya. h. Pemegang hak terakhir, barang bukti dapat pula dikembalikan kepada pemegang hak terakhir atas benda tersebut asalkan dapat dibuktikan bahwa ia secara sah benar-benar mempunyai hak atas benda tersebut. Menurut beberapa keterangan yang diperoleh dari ibu Kartika selaku jaksa bagian barang bukti mengenai pelaksanaan penyerahan barang bukti ke RUPBASAN dan pengambilan barang bukti oleh jaksa dari RUPBASAN yaitu syarat - syaratnya adalah : 1. “Syarat penyerahan barang bukti oleh jaksa ke RUPBASAN : a. Harus ada surat perintah kepala kejaksaan. b. Berita acara penyitaan dari polisi dikeluarkan oleh penyidik. c. Surat ijin sita dikeluarkan oleh pengadilan. d. Berita acara penitipan BA - 17 dikeluarkan oleh kejaksaan.” 2. “Syarat pengambilan barang bukti dari RUPBASAN adalah: a. Berita acara pengambilan barang bukti BA - 20. b. Surat pengantar pengambilan barang bukti.” Menurut penjelasan dari bapak Hardi selaku jaksa bagian barang bukti yang telah menjelaskan tentang struktur format dari surat-surat yang diperlukan dalam pelaksanaan pengembalian barang bukti oleh jaksa, sebagai berikut: a. Format Surat Berita Acara Pelaksanaan Penetapan Hakim BA-6 yaitu : 1. Kepala surat. 2. Hari, tanggal, bulan, tahun. 3. Identitas dari Jaksa Penuntut Umum yaitu nama Jaksa Penuntut Umum, pangkat NIP, jabatan. 4. Nomor Surat Perintah Kepala Kejaksaan Negeri Semarang. 5. Tanggal Penetapan Hakim dan Nomor Penetapan Hakim. 6. Identitas terdakwa yaitu nama, alamat. 7. Jumlah dan jenis barang bukti. 8. Penutup Surat Berita Acara Pelaksanaan Penetapan Hakim. 9. Tanda tangan orang yang menerima barang bukti di sebelah kiri bawah. 10. Tanda tangan Jaksa Penuntut Umum disebelah kanan bawah. b. Format Surat Berita Acara Pengembalian Barang Bukti BA-20 yaitu : 1. Kepala surat. 2. Hari, tanggal, tahun, dan tempat kejaksaan yang mengeluarkan surat Berita Acara Pengambilan Barang Bukti. 3. Identitas Jaksa Penuntut Umum yaitu nama, pangkat NIP, jabatan. 4. Isi Surat Berita Acara Pengembalian Barang Bukti yaitu berdasarkan: nomor surat perintah Kepala Kejaksaan Negeri Semarang, nama Terpidana, Pasal yang dikenakan untuk terdakwa, dan pernyataan bahwa barang bukti tersebut tidak diperlukan lagi untuk kepentingan penuntutan perkaranya dihentikan penuntutannya dikesampingkan untuk kepentingan umum untuk dilaksanakan putusan PN PT serta nomor surat putusan pengadilan. 5. Barang bukti apa saja yang telah dikembalikan kepada orang yang berhak menerimanya pemiliknya. 6. Identitas orang yang berhak menerima barang bukti atau pemiliknya yaitu nama, pekerjaan, alamat. 7. Penutut surat Berita Acara Pengembalian Barang Bukti. 8. Tanda tangan yang orang mengambil atau orang yang berhak menerima barang bukti tersebut di sebelah kiri surat Berita Acara Pengembalian Barang Bukti. 9. Tanda tangan saksi-saksi sebelah kiri di bawah tanda tangan orang yang mengambil barang bukti. 10. Tanda tangan yang mengembalikan barang bukti yaitu Jaksa Penuntut Umum. c. Format Surat Penetapan yaitu : 1. Kepala surat yaitu nomor surat penetapan. 2. Majelis hakim pada pengadilan negeri yang membacakan surat Penetapan Ketua Pengadilan ketua pengadilan Negeri Semarang dan surat Pelimpahan perkara dari Kejaksaan Negeri Semrang yang dibuat oleh Jaksa Penuntut Umum. 3. Isi penetapan. 4. Tanda tangan panitera di sebelah kiri bawah dari surat Penetapan. 5. Catatan yaitu nama Hakim Ketua Majelis, nama Panitera Pengganti, nama Jaksa Penuntut Umum yang terletak di kiri bawah tanda tangan dari tanda tangan panitera. 6. Tanggal penetapan di kanan bawah surat penetapan. 7. Tanda tangn hakim ketua majelis di bawah tanggal penetapan kanan bawah surat Penetapan. d. Format Petikan Putusan yaitu : 1. Nomor surat petikan putusan. 2. Identitas terdakwa yaitu nama lengkap, tempat lahir, umur tanggal lahir, jenis kelamin, kebangsaan, tempat tinggal, agama, pekerjaan, pendidikan. 3. Tanggal terdakwa berada dalam tahanan. 4. Isi dari mengadili yaitu menyatakan terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana, dan menjatuhkan pidana penjara kepada terdakwa, memerintahkan agar barang bukti dikembalikan kepada pemiliknya yang berhak, membebankan kepada para terdakwa untuk membayar biaya perkara masing-masing 1.000 seribu rupiah. 5. Penutup Petikan Putusan. 6. Tanda tangan hakim-hakim anggota di kiri bawah penutup petikan putusan. 7. Tanda tangan hakim ketua majelis di kanan bawah penutup petikan putusan. 8. Tanda tangan panitera pengganti di tengah bawah tanda tangan hakim-hakim anggota dan hakim ketua majelis. 9. Catatan dari surat petikan putusan di bawah tanda tangan panitera pengganti. 10. Tanda tangan patenitera di kiri bawah kiri. 11. Tanda tangan wakil panitera kanan bawah. e. Format surat pengantar penitipan barang yaitu : 1. Kepala surat yaitu kop surat, tanggal surat, alamat surat. 2. Isi surat pengantar penitipan barang di RUPBASAN. 3. Tanda tangan Kepala Kejaksaan Negeri Semarang f. Format surat pengambilan barang bukti yaitu : 1. Kepala surat yaitu kop surat, nomor surat, sifat surat, lampiran, perihal surat, tanggal surat, alamat surat. 2. Isi surat mengenai pengambilan barang bukti guna pelaksanaan eksekusi. 3. Salam penutup surat. 4. Tanda tangan dan nama terang Kepala kejaksaan Negeri Semarang di kanan bawah surat. 5. Tembusan surat di kiri bawah tanda tangan dan nama terang Kepala kejaksaan Negeri Semarang. 63

BAB 5 PENUTUP