berita acara pelaksanaan
penetapa hakim BA
–6 dan membuat
berita acara pengambilan
– Orang  yang dijelaskan
dalam isi petikan putusan
RUPBASAN a Melakukan pengadministrasian benda sitaan dan barang rampasan Negara;
b Melakukan pemeliharaan dan mutasi benda sitaan dan barang rampasan Negara; c   Melakukan pengamanan dan pengelolaan RUPBASAN
4.1 Pelaksanaan Pengembalian Barang Bukti Oleh Jaksa Dalam Perkara Pidana
Dari  hasil  penelitian  yang  dilakukan  di  Kejaksaan  Negeri  Semarang,  bahwa pelaksanaan pengembalian barang bukti oleh jaksa dalam perkara pidana adalah sebagai
berikut: HAKIM
Surat Petikan Jaksa
Putusan inkracht putusan yang sudah
mendapatkan kekuatan hukum tetap
Bagan.1 .Mekanisme pengembalian barang bukti oleh jaksa dalam perkara pidana Dari  keterangan  yang  diberikan  oleh  Bapak  Hardi  selaku  jaksa  bagian  barang
bukti yang menjelaskan tentang pelaksanaan pengembalian barang bukti oleh jaksa dalam perkara  pidana  adalah  seperti  bagan  mekanisme  pengembalian  barang  bukti  oleh  jaksa
dalam perkara pidana tersebut dan penjelasan dari bagan mekanisme pengembalian barang bukti oleh jaksa dalam perkara pidana adalah:
“Perkara  yang  sudah  mendapatkan  putusan  inkracht  putusan  yang sudah  mendapatkan  kekuatan  hukum  tetap  lalu  hakim  menbuat  surat
petikan putusan, petikan putusan keluar 1 satu minggu setelah putusan inkracht  putusan  yang  sudah  mendapatkan  kekuatan  hukum  tetap.
Petikan putusan tersebut lalu diberikan kepada jaksa agar jaksa langsung membuat  berita  acara  pelaksanaan  penetapan  hakim    BA  -  6    dan
membuat berita acara pengambilan barang bukti  BA - 20 . Setelah itu berita  acara  pelaksanaan  penetapan  hakim    BA  -  6    dan  membuat
berita  acara  pengambilan  barang  bukti    BA  -  20    diberikan  kepada orang  yang  sudah  disebutkan atau  dijelaskan  dalam  isi  petikan  putusan
yang  ditetapkan  oleh  hakim.  Karena  berita  acara  pelaksanaan  penetapa hakim  BA - 6  dan membuat berita acara pengambilan barang bukti
BA  -  20    untuk  mengambil  barang  bukti  yang  di  sebutkan  dalam  isi petikan putusan di Kejaksaan atau di RUPBASAN rumah penyimpanan
benda sitaan negara. Wawancara  dengan  Hardi,  SH  sebagai  jaksa    bagian  barang  bukti,  26
November 2012, Pukul 13.00 wib. Jadi  yang  diterangkan  oleh  Bapak  Hardi  selaku  jaksa  bagian  barang  bukti  sudah
sesuai dengan  Kitab Undang-Undang  Hukum Acara Pidana Pasal 46 ayat 2  KUHAP yaitu  apabila  perkara  sudah  diputus  maka  benda  yang  dikenakan  penyitaan
dikembalikan  kepada  orang  atau  kepada  mereka  yang  disebut  dalam  putusan  tersebut, kecuali  jika  menurut  putusan  hakim  benda  itu  dirampas  untuk  negara,  untuk
dimusnahkan  atau  untuk  dirusakkan  sampai  tidak  dapat  dipergunakan  lagi  atau  jika benda tersebut masih diperlukan sebagai barang bukti dalam perkara lain.
Mengenai  pengembalian  barang  bukti  yang  diatur  dalam  Pasal  46 KUHAP yaitu menyatakan bahwa :
1 Benda  yang  dikenakan  penyitaan  dikembalikan  kepada  orang  atau
kepada  mereka  dari  siapa  benda  itu  disita,  atau  kepada  orang  atau kepada mereka yang paling berhak apabila:
a. Kepentingan penyidikan dan penuntutan tidak memerlukan lagi;
b. Perkara tersebut tidak jadi dituntut karena tidak cukup bukti atau
ternyata tidak merupakan tindak pidana; c.
Perkara tersebut dikesampingkan untuk kepentingan umum atau perkara  tersebut  ditutup  demi  hukum,  kecuali  apabila  benda
diperoleh dari suatu tindak pidana atau yang dipergunakan untuk melakukan suatu tindak pidana.
2 Apabila  perkara  sudah  diputus,  maka  benda  yang  dikenakan
penyitaan  dikembalikan  kepada  orang  atau  kepada  mereka  yang disebut dalam putusan tersebut, kecuali jika menurut putusan hakim
benda  itu  dirampas  untuk  negara,  untuk  dimusnahkan  atau  untuk dirusakkan  sampai  tidak  dapat  dipergunakan  lagi  atau  jika  benda
tersebut masih diperlukan sebagai barang bukti dalam perkara lain.
Perbedaan  alat  bukti  yang  sah  menurut  Kitab  Undang-Undang  Hukum  Acara Pidana dengan barang bukti. Alat bukti yang sah menurut Pasal 184 KUHAP, yaitu:
f. Keterangan saksi
g. Keterangan ahli
h. Surat
i. Petunjuk
j. Keterangan terdakwa
Hanya  alat-alat  bukti  yang  sah  menurut undang-undang  yang  dapat  dipergunakan  untuk alat pembuktian.
Kitab  Undang-Undang  Hukum  Acara  Pidana  KUHAP  memang  tidak menyebutkan secara jelas tentang apa yang dimaksud dengan barang bukti. Namun dalam
pasal 39 ayat 1 KUHAP disebutkan apa-apa yang disita. Untuk kepentingan pembuktian tersebut maka kehadiran benda-benda yang tersangkut dalam suatu tindak pidana, sangat
diperlukan.  Benda- benda  dimaksud  dengan  istilah  “barang  bukti”.Barang  bukti  atau
corpus  delicti  adalah  barang  bukti  kejahatan,  meskipun  barang  bukti  itu  mempunyai peranan yang sangat penting dalam proses pidana.
Selain  itu  didalam  Hetterzine  in  landcsh  regermentHIR  juga  terdapat  perihal barang  bukti.  Dalam  Pasal  42  HIR  disebutkan  bahwa  para  pegawai,  pejabat  ataupun
orang-orang  berwenang  diharuskan  mencari  kejahatan  dan  pelanggaran  kemudian selanjutnya  mencari  dan  merampas  barang-barang  yang  dipakai  untuk  melakukan  suatu
kejahatan  serta  barang-barang  yang  didapatkan  dari  sebuah  kejahatan.  Penjelasan  Pasal 42 HIR menyebutkan barang-barang yang perlu di-beslag diantaranya:
e. Barang yang menjadi sarana tindak pidana corpora delicti
f. Barang-barang yang terjadi sebagai hasil dari tindak pidana corpora delicti
g. Barang-barang  yang  dipergunakan  untuk  melakukan  tindak  pidana  instrumenta
delicti h.
Barang-barang  yang  pada  umumnya  dapat  dipergunakan  untuk  membuatkan  atau meringankan kesalahan terdakwa corpora delicti.
Apabila  benda  tersebut  adalah  surat  maka  diperlukan  untuk  pemeriksaan  surat, sebagaimana yang diatur Pasal 47 KUHAP dan Pasal 48 KUHAP, yaitu sebagai berikut:
Pasal 47 KUHAP antara lain menyebutkan: 1  Penyidik  berhak  membuka,  memeriksa  dan  menyita  surat  lain  yang
dikirim  melalui  kantor  pos  dan  telekomunikasi,  jawatan  atau perusahaan  komunikasi  atau  pengangkutan  jika  benda  tersebut
dicurigai  dengan  alasan  yang  kuat  mempunyai  hubungan  dengan perkara  pidana  yang  sedang  diperiksa,  dengan  izin  khusus  yang
diberikan untuk itu dari ketua pengadilan negeri.
2  Untuk kepentingan tersebut. penyidik dapat meminta kepada kepala kantor  pos  dan  telekomunikasi,  kepala  jawatan  atau  perusahaan
komunikasi  atau  pengangkutan  lain  untuk  menyerahkan  kepadanya surat  yang  dimaksud  dan  untuk  itu  harus  diberikan  surat  tanda
penerimaan.
Pasal 48 KUHAP mengatur bahwa: 1   Apabila sesudah dibuka dan diperiksa, ternyata bahwa surat itu ada
hubungannya  dengan  perkara  yang  sedang  diperiksa,  surat  tersebut dilampirkan pada berkas perkara.
2  Apabila  sesudah  diperiksa  ternyata  surat  itu  tidak  ada  hubungannya dengan perkara tersebut, surat itu ditutup rapi dan segera diserahkan
kembali  kepada  kantor  pos  dan  telekomunikasi,  jawatan  atau perusahaan komunikasi atau pengangkutan lain setelah dibubuhi cap
yang  berbunyi  telah  dibuka  oleh  penyidik  dengan  dibubuhi tanggal, tanda tangan beserta identitas penyidik.
3  Penyidik  dan  para  pejabat  pada  semua  tingkat  pemeriksaan  dalam proses  peradilan  wajib  merahasiakan  dengan  sungguh-sungguh  atas
kekuatan sumpah jabatan isi surat yang dikembalikan itu.
Hal ini mengandung arti bahwa barang bukti selain dapat dikembalikan dalam hal perkara  tersebut  dihentikan  penyidikan  atau  penuntutannya,  akan  tetapi  dapat  juga
dikembalikan  kepada  yang  berhak  sebelum  perkara  itu  mempunyai  kekuatan  hukum tetap, baik perkara tersebut masih di tingkat penyidikan, penuntutan maupun setelah di
persidang  pengadilan.  Dasar  pengembalian  benda  tersebut  adalah  karena  diperlukan untuk  mencari  nafkah  atau  sebagai  sumber  kehidupan.  Hanya  bedanya  Pasal  194  ayat
3 KUHAP yaitu menyatakan bahwa : 3
Perintah  penyerahan  barang  bukti  dilakukan  tanpa  disertai  suatu  syarat  apapun kecuali dalam hal putusan pengadilan belum mempunyai kekuatan hukum tetap.
Dalam  pengembalian  barang  bukti  sebelum  mendapatkan  putusan  kekuatan hukum  tetap  tidak  menyebutkan  syarat-syarat  pengembalian  benda  sitaan  yang  dapat
dipinjam-pakaikan  kepada  orang  atau  mereka  dari  mana  benda  tersebut  disita  atau kepada  mereka  yang  paling  berhak,  namun  dalam  praktek  pelaksanaan,  pejabat  yang
bertanggungjawab  secara  yuridis  atas  benda  sitaan  tersebut  memberikan  syarat-syarat tertentu yang harus dipatuhi oleh si penerima barang bukti tersebut. Adapun syarat yang
harus dipenuhi oleh si pemohon atau orang yang berhak menerima barang bukti sesuai isi petikan putusan adalah sebagai berikut :
a. Bersedia menghadapkan barang bukti itu apabila sewaktu-waktu diperlukan kembali
untuk kepentingan pembuktian. b.
Bersedia  menjaga  keutuhan  barang  bukti  tersebut,  artinya  bahwa  barang  bukti tersebut tidak akan dirubah atau rusak atau dipendah-tangankan kepada orang lain.
c. Bersedia barang bukti tersebut ditarik kembali dan bersedia dituntut menurut hukum
yang berlaku apabila tidak menepati janji sebagai mana tersebut.
Pada  umumnya  benda  sitaan  yang  dipinjam-pakaikan  adalah  benda  yang merupakan objek kejahatan, misalnya : mobil, sepeda motor, emas, TV, video, radio dan
lain-lain. Benda yang tidak dapat dipinjam-pakaikan antara lain : a.
Benda  tersebut  merupakan  alat  untuk  melakukan  kejahatan,  misalnya  :  pisau, linggis,  dan  alat-alat  lainnya.  Kecuali  jika  jelas  bahwa  benda  tersebut  adalah  milik
suatu  instansi,  misalnya  pistol  yang  dipakai  untuk  membunuh  adalah  milik Departemen  Hankam,  maka  pistol  tersebut  dapat  dikembalikan  pada  instansi  yang
bersangkutan. b.
Benda  tersebut  merupakan  hasil  perbuatan  jahat  terdakwa,  misalnya  uang  palsu, emas palsu dan lain-lain.
c. Benda terlarang, misalnya : ganja, heroin, obat-obatan dan lain-lain.
d. Benda  yang  kepemilikannya  kurang  jelas  atau  saling  kait  mengkait  antar  pelapor
dengan orang lain. Dalam  hal  barang  bukti  masih  diperlukan  dalam  perkara  lain,  maka  putusan
pengadilan  yang  berkenaan  dengan  barang  bukti  tersebut  menyatakan  bahwa:  barang bukti  masih  dikuasai  jaksa,  karena  masih  diperlukan  dalam  perkara  lain  atau  barang
bukti  dikembalikan  kepada  Jaksa  Penuntut  Umum  karena  masih  diperlukan  dalam perkara lain. Ada tiga kemungkinan yang bisa menimbulkan putusan seperti berikut:
d. Ada dua delik dimana pelakunya hanya satu orang, perkara pertama sudah diputus
oleh hakim sedangkan barang buktinya masih diperlukan untuk pembuktian perkara yang kedua.
e. Ada  suatu  delik  pelakunya  lebih  dari  seorang,  para  terdakwa  diperiksa  secara
terpisah  atau  perkaranya  displitsing.  Terdakwa  pertama  sudah  diputus  sedangkan barang buktinya masih diperlukan untuk pembuktian terdakwa yang lain.
f. Perkara koneksitas, dalam hal ini satu delik dilakukan lebih dari satu orang sipil dan
ABRI.  Terdakwa  Sipil  sudah  diputus  oleh  pengadilan,  sedangkan  barang  buktinya masih diperlukan untuk perkara yang terdakwanya ABRI.
Mengenai  permintaan  pengeluaran  benda  sitaan  untuk  kepentingan  penyidikan dan  penuntutan  tidak  ditentukan  jangka  waktu  kapan  surat  tersebut  harus  diajukan.
Sedangkan  permintaan  pengeluaran  benda  sitaan  untuk  keperluan  sidang  pengadilan, menurut  Pasal  9  ayat  1  Peraturan  Menteri  Kehakiman  RI  Nomor  M.05-UM.01.06
Tahun  1983,  surat  tersebut  harus  sudah  diterima  oleh  Kepala  RUPBASAN  selambat- lambatnya  1  X  24  jam  sebelum  hari  sidang.  Ketentuan  ini  adalah  untuk  mencegah
adanya permintaan pengeluaran benda sitaan yang bersifat mendesak atau terburu-buru, dan pada saat sidang dimulai barang bukti yang diperlukan sudah siap untuk dihadapkan
ke  persidangan.  Untuk  mengeluarkan  benda  sitaan  guna  keperluan  sidang  pengadilan, petugas RUPBASAN harus:
a. Meneliti surat permintaan pengeluaran benda sitaan negara
b. Membuat  berita  acara  serah  terima  dan  menyampaikannya  kepada  instansi  yang
menyita c.
Mencatat lama peminjaman benda sitaan negara, dalam register yang tersedia Benda  sitaan  negara  hanya  digunakan  untuk  keperluan  barang  bukti  dalam
pemeriksaan  pada  tingkat  penyidikan,  penuntutan,  dan  pemeriksaan  di  sidang pengadilan. Apabila digunakan untuk kepentingan lain tentunya tindakan tersebut tidak
dibenarkan.  Surat  penyerahan  benda  sitaan  tersebut  dilampirkan  pula  dengan  surat perintah penyitaan, berita acara penyitaan dan atau berita acara penyisihan. Sedangkan
benda  sitaan  yang  akan  diserahkan  kepada  RUPBASAN  Rumah  Penyimpanan  Benda Sitaan  Negara,  harus  sudah  diberi  label,  dilak,  distempel,  sehingga  mudah  untuk
mencocokkannya dengan surat penyerahannya, dan disamping itu tidak tertukar dengan benda lain dan mudah ditemukan bila suatu saat diperlukan. Dijelaskan dalam Pasal 27
Peraturan  Pemerintah  Republik  Indonesia  Nomor  27  Tahun  1983  tentang  Pelaksanaan Kitab Undang - Undang Hukum Acara Pidana yaitu:
1 Di  dalam  RUPBASAN  ditempatkan  benda  yang  harus  disimpan
untuk  keperluan  barang  bukti  dalam  pemeriksaan  dalam  tingkat penyidikan,  penuntutan  dan  pemeriksaan  di  sidang  pengadilan
termasuk  barang  yang  dinyatakan  dirampas  berdasarkan  putusan hakim;
2 Dalam hal benda sitaan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 tidak
mungkin  dapat  disimpan  dalam  RUPBASAN,  maka  cara penyimpanan  benda  sitaan  tersebut  diserahkan  kepada  Kepala
RUPBASAN;
3 Benda  sitaan  disimpan  di  tempat  RUPBASAN  untuk  menjamin
keselamatan dan keamanannya; Menurut beberapa keterangan yang diperoleh dari ibu Kartika selaku jaksa bagian
barang bukti, bahwa: “Prosedur yang diperlukan dalam pengambilan barang bukti yaitu orang
yang  sudah    disebutkan  dalam  isi  petikan  putusan  untuk  mengambil surat  pengantar  dan  surat  pengambilan  barang  bukti  untuk  ditunjukkan
kepada  pihak  RUPBASAN.  Baru  orang  yang  disebutkan  dalam  isi petikan  putusan  bisa  mengambil  barang bukti  tersebut  ke  RUPBASAN
Rumah Pen
yimpanan Benda Sitaan Negara”. Keterangan  yang  diberikan  ibu  Kartika  selaku  Jaksa  Bagian  Barang  Bukti  yaitu
sudah  sesuai  dengam  Peraturan  Pemerintah  Nomor  27 Tahun  1983  tentang  Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana Pasal 28 ayat 2 yaitu Pengeluaran barang
rampasan  untuk  melaksanakan  putusan  pengadilan  yang  telah  memperoleh  kekuatan
hukum  tetap,  dilakukan  atas  permintaan  jaksa  secara  tertulis.  Menjelaskan  mengenai pengeluaran  barang  bukti  dari  RUPBASAN  yang  telah  memperoleh  kekuatan  hukum
tetap,  yang  dilakukan  atas  permintaan  jaksa  secara  tertulis.  Syarat  pengambilan  barang bukti  dari  RUPBASAN,  jaksa  harus  membuat  Surat  Berita  Acara  Pengambilan  Barang
Bukti  BA-20  dan  Surat  Pengantar  Pengambilan  Barang  Bukti.  Seperti  yang  dijelaskan oleh ibu Kartika selaku Jaksa Bagian Barang Bukti.
4.2   Kendala  dalam  Pelaksanaan  Pengembalian  Barang  Bukti  yang  Disita  Setelah Adanya Putusan Hakim yang Memperoleh Kekuatan Hukum Tetap.
Menurut keterangan yang diberikan oleh Bapak Hardi selaku jaksa bagian barang bukti  mengenai  kendala  yang  dihadapi  oleh  jaksa  dalam  pengembalian  barang  bukti
adalah: “orang yang sudah disebutkan atau dijelaskan dalam isi petikan putusan
tidak  mau  mengambil  barang  bukti  tersebut,  dan  orang  yang  sudah disebutkan  dalam  isi  petikan  putusan  lama  dalam  pengambilan  barang
bukti tersebut. Jadi barang bukti yang tidak diambil atau pengambilanya terlalu lama mengak
ibatkan RUPBASAN menjadi penuh.” Seperti yang dijelaskan dalam Pasal 28 Keputusan Menteri Kehakiman Republik
Indonesia Nomor: M.04-PR.07.03 Tahun 1985 tentang Organisasi dan Tata Kerja Rumah Tahanan  Negara  dan  Rumah  Penyimpanan  Benda  Sitaan  Negara  yaitu  RUPBASAN
mempunyai  tugas  melakukan  penyimpanan  benda  sitaan  negara  dan  barang  rampasan negara.  Pasal  29  Keputusan  Menteri  Kehakiman  Republik  Indonesia  Nomor:  M.04-
PR.07.03  Tahun  1985  Tentang  Organisasi  dan  Tata  Kerja  Rumah  Tahanan  Negara  dan Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara yaitu untuk menyelenggarakan tugas tersebut
pada Pasal 28, RUPBASAN mempunyai fungsi: a.
Melakukan  pengadministrasian  benda  sitaan  dan  barang  rampasan negara.
b. Melakukan  pemeliharaan  dan  mutasi  benda  sitaan  dan  barang
rampasan negara c.
Melakukan pengamanan dan pengelolaan RUPBASAN. d.
Melakukan urusan surat menyurat dan kearsipan. Menurut keterangan yang diberikan oleh Bapak Hardi selaku jaksa
bagian  barang  bukti  mengenai  langkah  yang  diambil  jika  ada  kendala dalam pengembalian barang bukti oleh jaksa dalam perkara pidana yaitu
“jaksa  membuat  surat  panggilan  kepada  pihak  yang  sudah  disebutkan dalam  isi  petikan  putusan  untuk  mengambil  barang  bukti  yang
disebu tkan dalam isi petikan putusan.”
Benda-benda  sitaan  yang  akan  disimpan  di  RUPBASANRumah  Penyimpanan Benda Sitaan Negara itu tidak dilengkapi dengan surat penyitaan dan atau tidak cocok
dengan  jumlah  atau  jenis  benda  yang  tercantum  dalam  berita  acara  penyitaan,  maka petugas RUPBASAN dilarang untuk menerima benda sitaan tersebut. Untuk lebih jelas
siapa  yang  menyerahkan  dan  menyimpan  benda  sitaan  tersebut,  maka  selain  pejabat yang bertanggung jawab secara yuridis, tugas RUPBASAN yang menerima benda sitaan
pun  harus  menandatangani  surat  penyerahan  benda  sitaan  tersebut.  Dijelaskan  dalam Pasal  27  ayat  4  Peraturan  Pemerintah  Republik  Indonesia  Nomor  27  Tahun  1983
tentang  Pelaksanaan  Kitab  Undang-Undang  Hukum  Acara  Pidana  yaitu  Kepala RUPBASAN tidak boleh menerima benda yang harus disimpan untuk keperluan barang
bukti  dalam  pemeriksaan,  jika  tidak  disertai  surat  penyerahan  yang  sah,  yang dikeluarkan  oleh  pejabat  yang  bertanggung  jawab  secara  juridis  atas  benda  sitaan
tersebut. Menurut  jaksa  Hardi  SH,  sebagai  jaksa  bagian  barang  bukti
tenggang  waktu  yang  diperlukan  penyimpanan  barang  bukti  di RUPBASAN yaitu
“berdasarkan putusan dari pengadilan semakin lama perkara  mendapatkan  putusan  inkracht    putusan  yang  sudah
mendapatkan kekuatan hukum tetap maka semakin lama juga tenggang waktu  yang  diperlukan    dalam  penyimpanan  barang  bukti  di
RUPBASAN.  Dalam  penyimpanan  barang  bukti  disimpan  di RUPBASAN  rumah  penyimpanan  benda  sitaan  negara  yang  sudah
sesuai dengan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana dalam Pasal 44  ayat  1  KUHAP  yaitu  Benda  sitaan  disimpan  dalam  rumah
penyimpanan benda sitaan negara.” Berdasarkan  putusan  pengadilan  serta  surat  perintah  Kepala  Kejaksaan  Negeri,
jaksa  yang  bersangkutan  mengajukan  permintaan  kepada  RUPBASAN  agar mengeluarkan benda sitaan barang bukti  yang dimaksud. Selanjutnya menurut  Pasal 8
ayat 1 Peraturan Menteri Kehakiman RI  Nomor:  M.05.UM.01.06 Tahun 1983, pihak RUPBASAN melakukan hal- hal sebagai berikut:
a. Meneliti putusan pengadilan yang bersangkutan.
b. Membuat  berita  acara  serah  terima  yang  tembusannya  harus  dismpaikan  kepada
instansi yang menyita. c.
Mencatat dan mencoret benda sitaan tersebut dari daftar yang tersedia. Apabila  RUPBASAN  belum  terbentuk,  dalam  hal  ini  maka  jaksa  yang
bersangkutan  melaksanakan  pengembalian  benda  tersebut  dengan  membuat  berita acaranya,  serta  ditandatangani  oleh  Jaksa  Penuntut  Umum  yang  bersangkutan,  yang
menerima  barang  bukti  dan  para  saksi  yang  menyaksikan  acara  pelaksanaan pengembalian barang bukti.
Selanjutnya  Jaksa  Penuntut  Umum  yang  bersangkutan  melaporkan  pelaksanaan tugasnya  kepada  Kepala  Kejaksaan  Negeri  dengan  melampirkan  berita  acaranya
biasanya dalam acara atau perkara singkat, setelah sidang ditutup Jaksa Penuntut Umum langsung  mengembalikan  bukti  tersebut  kepada  orang  yang  berhak  yang  namanya
tercantum  dalam  putusan  pengadilan  tersebut,  jika  ia  hadir  dalam  persidangan  itu, pengembalian barang bukti tersebut dilakukan dengan berita acara.
Tenggang waktu yang diperlukan oleh jaksa dalam penyimpanan barang bukti  yaitu
“berdasarkan  putusan  pengadilan.  Setelah  adanya  putusan
inkracht  keputusan yang sudah memiliki kekuatan hukum tetap  jaksa langsung  menjalankan  tugas  untuk  mengembalikan  barang  bukti  ke
orang yang sudah disebutkan atau dijelaskan dalam isi petikan putusan. Jaksa  akan  diberikan  petikan  putusan  lalu  membuat  berita  acara
pelaksanaan  penetapan  hakim  BA  -  6  dan  membuat  berita  acara pengambilan barang bukti BA - 20.
” Menurut  keterangan  yang  diperoleh  dari  bapak  Hardi,  SH,  selaku  jaksa  bagian
barang bukti: 1.
“Cara  mengatasi  barang  bukti  yang  mudah  rusak,  rapuh  atau  sulit pemeliharanya  yaitu  pihak  kejaksaan  dan  pihak  RUPBASAN  tidak
melakukan  pemeliharaan  yang  lebih.  Pihak  kejaksaan  dan  pihak RUPBASAN
cuma menjaga
menyimpannya saja
sampai dikembalikan  kepada  pihak  yang  disebutkan  dalam  isi  petikan
putusan, karena tidak ada biaya dan tenaga untuk perawatan barang bukti yang mudah rusak, rapuh atau sulit pemeliharanya.
” Keterangan yang diberikan oleh bapak Hardi selaku jaksa bagian barang bukti
yang  menerangkan  tentang  cara  mengatasi  barang  bukti  yang  mudah  rusak,  rapuh atau  sulit  pemeliharanya,  sudah  sesuai  dengan  Kitab  Undang-undang  Hukum
Pidana  Pasal  44  ayat  2  yaitu:  penyimpanan  benda  sitaan  dilaksanakan  dengan sebaik-baiknya  dan  tanggungjawab  atasnya  ada  pada  pejabat  yang  berwenang
sesuai  dengan  tingkat  pemeriksaan  dalam  proses  peradilan  dan  benda  tersebut dilarang  untuk  dipergunakan  oleh  siapapun  juga.  Dan  Pasal  45  ayat  1  KUHAP
yaitu  : dalam hal benda sitaan terdiri atas benda  yang dapat lekas rusak atau  yang membahayakan,  sehingga  tidak  mungkin  untuk  disimpan  sampai  putusan
pengadilan terhadap perkara yang bersangkutan memperoleh kekuatan hukum tetap atau  jika  biaya  penyimpanan  benda  tersebut  akan  menjadi  terlalu  tinggi,  sejauh
mungkin  dengan  persetujuan  tersangka  atau  kuasanya  dapat  diambil  tindakan sebagai berikut:
a. Apabila  tersangka  masih  ada  ditangan  penyidik  atau  penuntut  umum,  benda
tersebut  dapat  dijual  lelang  atau  dapat  diamankan  oleh  penyidik  atau  penuntut umum, dengan disaksikan oleh tersangka atau kuasanya.
b. Apabila  perkara  sudah  ada  ditangan  pengadilan,  maka  benda  tersebut  dapat
diamankan  atau  dijual  lelang  oleh  penuntut  umum  atas  izin  hakim  yang menyidangkan perkaranya dan disaksikan oleh terdakwa atau kuasanya.
2. “Orang  yang  berhak  menerima  barang  bukti  tersebut  menolak
menerima  barang  bukti  maka  jaksa  akan  membuat  surat  panggilan terhadap  orang  yang  sudah  disebutkan  dalam  isi  petikan  putusan
untuk  mengambil  barang  bukti  yang  sudah  disebutkan  dalam  isi petikan  putusan.  Jangka  waktu  pengambilan  barang  bukti  kurang
lebih  2  dua  tahun  kalau  tetap  tidak  diambil  barang  bukti  tersebut maka jaksa akan membuat surat keterangan kalau barang bukti tidak
diambil akan dibuang atau dimusnahkan dan orang yang disebutkan dalam isi petikan putusan harus menandatangani, sebagai bukti kalau
barang bukti itu akan dibuang atau dimusnahkan.
” Proses pemeriksaan barang bukti pada kejaksaan dilakukan sebagai berikut: Jaksa
Penuntut  Umum  mencocokan  barang-barang  tersebut  dengan  yang  tercantum  dalam daftar barang bukti sebagaimana terlampir dalam berkas perkara dengan disaksikan oleh
penyidik  dan  tersangka.  Menurut  Instruksi  Jaksa  Agung  RI.  Nomor:  INS- 006J.A71986  Tentang  Petunjuk  Pelaksanaan  Administrasi  Teknik  Yudisial  Perkara
Pidana Umum, penelitian mengenai barang bukti tersebut meliputi: a.
Jenismacamnya, contoh: jenismacam dari barang bukti yang disita oleh jaksa dari terdakwa atau pemiliknya, seperti: motor mereknya,
rumah, mobil
mereknya, suratdokumen,
alat-alat yang
dipergunakan dalam melakukan tindak pidana. b.
Jumlahkesatuannya, yaitu jumlahbanyaknya dari barang bukti yang yang disita dari terdakwa atau pemilik barang bukti.
c. Mutukadarnya, yaitu mutu kadar dari barang bukti tersebut seperti
ganja yang disita dari terdakwa sebanyak 3kg. Keterangan  yang  diberikan  oleh  bapak  Hardi  selaku  bagian  barang  bukti
mengenai  penjelasan  tentang  jangka  waktu  pengambilan  barang  bukti  tidak  sesuai
dengan  Instruksi  Jaksa  Agung  RI  Nomor  :  INS  006JA786  Tanggal  15  Juli  1986, apabila pemilik atau orang  yang berhak atas barang bukti tidak datang walaupun telah
dipanggil  secara  sah  menurut  hukum,  dalam  waktu  6  enam  bulan,  baik  melalui  surat panggilan  dalam  mass  media,  maka  barang  bukti  tersebut  dapat  dijual  lelang  melalui
Kantor  Lelang  Negara  Instruksi  presiden  Nomor  :  9  Tahun  1970  Tanggal  21  Mei 1970.
Menurut keterangan yang diberikan oleh Bapak Hardi selaku jaksa bagian barang bukti  menangani  barang  bukti  yang  berbentuk  makhluk  hidup  dan  jumlahnya  tidak
sedikit adalah: 1.
“Jaksa akan membuat surat berita acara penitipan kepada orang yang disebutkan  dalam  isi  petikan  putusan  karena  jaksa  tidak  bisa  untuk
memelihara  hewan  yang  jumlahnya  banyak,  jadi  jaksa  membuat surat  berita  acara  penitipan  barang  kepada  orang  yang  disebutkan
dalam  isi  petikan  putusan.  Karena  takut  kalau  hewan  tersebut  sakit atau meninggal.
” 2.
“Jaksa  sebelum  menitipkan  barang  bukti  kepada  orang  yang disebutkan  dalam  isi  petikan  putusan,  jaksa  mengambil  foto  dari
barang  bukti  tersebut  terlebih  dahulu.  Untuk  menggantikan  barang bukti  yang  berbentuk  hewan  yang  jumlahnya  tidak  sedikit  karena
tidak semua hewan tersebut bisa dihadapkan di persidangan. ”
3. “Jaksa juga mengambil sempel seperti bulu dari hewan tersebut yang
menjadi barang bukti. ”
Keterangan  yang  dijelaskan  oleh  bapak  Hardi  selaku  jaksa  bagian  barang  butkti sudah  sesuai  dengan  Kitab  Undang-Undang  Hukum  Acara  Pidana  Pasal  42  ayat  1
yaitu:  penyidik  berwenang  memerintahkan  kepada  orang  yang  menguasai  benda  yang dapat  disita,  menyerahkan  benda  tersebut  kepadanya  untuk  kepentingan  pemeriksaan
dan kepada yang menyerahkan benda itu harus diberikan surat tanda penerimaan. Barang  bukti  itu  sangat  penting  arti  dan  peranannya  dalam  mendukung  upaya
bukti  dalam  persidangan,  sekaligus  memperkuat  dakwaan  Jaksa  Penuntut  Umum
terhadap  tindak  pidana  yang  dilakukan  oleh  terdakwa,  serta  dapat  membentuk  dan menguatkan keyakinan hakim atas kesalahan terdakwa. Itulah sebabnya Jaksa Penuntut
Umum  semaksimal  mungkin  harus  mengupayakan  atau  menghadapkan  barang  bukti selengkap-lengkapnya di sidang pengadilan.
Dalam  Pasal  181  KUHAP  mengatur  mengenai  pemeriksaan  barang  bukti dipersidangan  yaitu  Hakim  ketua  sidang  memperlihatkan  kepada  terdakwa  segala
barang  bukti  dan  menanyakan  kepadanya  apakah  ia  mengenal  benda  itu  dengan memperhatikan ketentuan sebagai mana yang dimaksud dalam Pasal 45 KUHAP yaitu:
1 dalam hal benda sitaan terdiri atas benda yang dapat lekas rusak atau
yang  membahayakan,  sehingga  tidak  mungkin  untuk  disimpan sampai  putusan  pengadilan  terhadap  perkara  yang  bersangkutan
memperoleh  kekuatan  hukum  tetap  atau  jika  biaya  penyimpanan benda  tersebut  akan  menjadi  terlalu  tinggi,  sejauh  mungkin  dengan
persetujuan tersangka atau kuasanya dapat diambil tindakan sebagai berikut:
a.
Apabila  tersangka  masih  ada  ditangan  penyidik  atau  penuntut umum, benda tersebut  dapat dijual lelang atau dapat diamankan
oleh  penyidik  atau  penuntut  umum,  dengan  disaksikan  oleh tersangka atau kuasanya.
b. Apabila  perkara  sudah  ada  ditangan  pengadilan,  maka  benda
tersebut dapat diamankan atau dijual lelang oleh penuntut umum atas  izin  hakim  yang  menyidangkan  perkaranya  dan  disaksikan
oleh terdakwa atau kuasanya.
2 Hasil pelelangan benda yang bersangkutan yang berupa uang dipakai
sebagai barang bukti. 3
Guna  kepentingan  pembuktian  sedapat  mungkin  disisihkan sebagaian kecil dari benda sebagaimana dimaksud dalam ayat 1.
4 Benda sitaan yang bersifat terlarang atau dilarang untuk diedarkan,
tidak  termasuk  ketentuan  sebagaimana  dimaksud  dalam  ayat  1, dirampas  untuk  dipergunakan  bagi  kepentingan  negara  atau  untuk
dimusnahkan.
Jika  perlu  benda itu  diperlihatkan juga  oleh  hakim  ketua  sidang  kepada  saksi.  Apabila dianggap  perlu  untuk  pembuktian,  hakim  ketua  sidang  membacakan  atau
memperlihatkan  surat  atau  berita  acara  kepada  terdakwa  atau  saksi  dan  selanjutnya minta keterangan seperlunya tentang hal itu.
“Menurut  keterangan  yang  diberikan  oleh  Bapak  Hardi  selaku  jaksa bagian  barang  bukti  mengenai  barang  buktinya  berbentuk  makhluk
hidup  yang  jumlahnya  banyak  dan  tidak  bisa  dihadapkan  kedepan sidang pengadilan, jadi jaksa hanya mengambil sampel seperti foto, bulu
dari  makhluk  hidup  tersebut.  Barang  bukti  yang  berbentuk  makhluk hidup dan jumlahnya tidak sedikit tersebut dititipkan kepada orang yang
disebutkan dalam isi petikan putusan, dan jaksa langsung membuat surat berita  acara  penititan  barang  bukti.  Pihak  kejaksaan  tidak  bisa
menyimpan  barang  bukti  yg  berbentuk  makhluk  hidup  dan  jumlahnya tidak  sedikit  di  RUPBASAN  Rumah  Penyimpanan  Benda  Sitaan
Negara karena takut terjadi jika ada yang mati atau sakit, jadi lebih baik dititipkan kepada orang yang sudah terdapat dalam isi petikan putusan.
” Dari  keterangan  yang  diterangkan  oleh  bapak  Hardi  selaku  jaksa  bagian  barang
bukti sudah sesuai dengan  Kitab Undang-Undang  Hukum  Acara Pidana Pasal 42 ayat 1  yaitu:  penyidik  berwenang  memerintahkan  kepada  orang  yang  menguasai  benda
yang  dapat  disita,  menyerahkan  benda  tersebut  kepadanya  untuk  kepentingan pemeriksaan  dan  kepada  yang  menyerahkan  benda  itu  harus  diberikan  surat  tanda
penerimaan.  Dan  Peraturan  Pemerintah  Nomor  27  tahun  1983  Tentang  Pelaksanaan Kitab  Undang-Undang  Hukum  Acara  Pidana  Pasal  27  ayat  4  yaitu  Kepala
RUPBASAN tidak boleh menerima benda yang harus disimpan untuk keperluan barang bukti  dalam  pemeriksaan,  jika  tidak  disertai  surat  penyerahan  yang  sah,  yang
dikeluarkan  oleh  pejabat  yang  bertanggung  jawab  secara  yuridis  atas  benda  sitaan tersebut.
Setelah putusan pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap, berdasarkan Pasal 194 ayat 3 KUHAP, perintah penyerahan barang bukti dilakukan tanpa disertai dengan
syarat  apapun.  Jaksa  penuntut  umum  yang  ditunjuk  berdasarkan  surat  perintah  Kepala Kejaksaan Negeri yang bersangkutan segera melaksanakan pengembalian barang bukti.
Berdasarkan  putusan  pengadilan  serta  surat  perintah  Kepala  Kejaksaan  Negeri, jaksa  yang  bersangkutan  mengajukan  permintaan  kepada  RUPBASAN  agar
mengeluarkan benda sitaan barang bukti  yang dimaksud. Selanjutnya menurut  Pasal 8 ayat 1 Peraturan Menteri Kehakiman RI Nomor:  M.05-UM.01.06 Tahun 1983, pihak
RUPBASAN melakukan hal- hal sebagai berikut: a.
Meneliti putusan pengadilan yang bersangkutan. b.
Membuat  berita  acara  serah  terima  yang  tembusannya  harus  disampaikan  kepada instansi yang menyita.
c. Mencatat dan mencoret benda sitaan tersebut dari daftar yang tersedia.
Apabila  RUPBASAN  Rumah  Penyimpanan  Benda  Sitaan  Negara  belum terbentuk,  dalam  hal  ini  maka  jaksa  yang  bersangkutan  melaksanakan  pengembalian
benda  tersebut  dengan  membuat  berita  acaranya,  serta  ditandatangani  oleh  Jaksa Penuntut  Umum  yang  bersangkutan,  yang  menerima  barang  bukti  dan  para  saksi yang
menyaksikan acara pelaksanaan pengembalian barang bukti. Selanjutnya Jaksa Penuntut Umum yang bersangkutan melaporkan pelaksanaan tugasnya kepada Kepala Kejaksaan
Negeri dengan melampirkan berita acaranya biasanya dalam acara atau perkara singkat, setelah  sidang  ditutup  Jaksa  Penuntut  Umum  langsung  mengembalikan  bukti  tersebut
kepada orang yang berhak yang namanya tercantum dalam putusn pengadilan tersebut, jika orang yang berhak yang namanya tercantum dalam putusan pengadilan hadir dalam
persidangan  itu  maka  pengembalian  barang  bukti  tersebut  dilakukan  dengan  berita acara.
Menurut beberapa keterangan yang diperoleh dari ibu Kartika selaku jaksa bagian barang bukti:
“Pelaksanaan  pemusnahan  barang  bukti  yang  dirampas  untuk dimusnahkan  yaitu jaksa membuat surat berita acara pemusnahan harus
ada instansi yang terkait seperti polisi, dinas kesehatan, jaksa, wartawan dan  lain-lain.  Dalam  pelaksanaan  pemusnahan  barang  bukti  yang
dirampas  untuk  Negara,  tidak  ada  kendala  dalam  pelaksanaan pemusnahan barang bukti yang dirampas untuk Negara.
” Putusan  hakim  yang  berbunyi  bahwa  barang  bukti  dirampas  untuk  kepentingan
negara biasanya ditemui dalam perkara tindak pidana ekonomi, penyelundupan senjata api,  bahan  peledak,  narkotika.  Barang  tersebut  dijual  lelang  kemudian  hasil  lelang
menjadi  milik  negara.  Akan  tetapi  ada  pula  barang  rampasan  negara  yang  tidak  dapat dijual lelang yaitu barang yang bersifat terlarang atau dilarang untuk diedarkan, karena
benda tersebut tidak boleh dimiliki oleh umum. Menurut  Pasal  45  ayat  4  KUHAP  dan  penjelasannya,
“benda  tersebut  harus diserahkan  kepada  departemen  yang  bersangkutan  sesuai  dengan  ketentuan  yang
berlaku”.  Misalnya  bahan  peledak  amunisi  atau  senjata  api  diserahkan  kepada Departemen  Pertahanan  dan  Keamanan.  Barang  yang  dapat  dirampas  untuk
dimusnahkan  atau  dirusak  sehingga  tidak  dapat  dipergunakan  lagi  biasanya  benda tersebut merupakan alat untuk melakukan kejahatan misalnya golok untuk menganiaya
korban atau linggis yang dipakai untuk membongkar rumah orang lain. Penjelasan  mengenai  Pasal  45  ayat  4  KUHAP  diatas  sudah  sesuai  dengan  isi
Pasal 45 ayat 4 KUHAP yaitu: benda sitaan yang bersifat terlarang atau dilarang untuk diedarkan,  tidak  termasuk  ketentuan  sebagaimana  dimaksud  dalam  ayat  1,  dirampas
untuk dipergunakan bagi kepentingan negara atau untuk dimusnahkan.
Menurut  beberapa  keterangan  yang  diperoleh  dari  ibu  Kartika  selaku jaksa bagian barang bukti mengenai jangka waktu yang diberikan untuk
barang  bukti  yang  harus  berdasarkan  putusan  hakim  yang  sifatnya inkracht  dimusnahkan  yaitu
“tidak    bisa  langsung  dilaksanakan pemusnahan  setiap  perkara,  karena  Kejaksaan  Negeri  Semarang
melaksanakan pemusnahan barang bukti dilaksanakan 2 - 4 dua sampai empat  kali  dalam  satu  tahun.  Orang  yang  berhak  menerima  barang
bukti adalah orang yang disebutkan dalam isi petikan putusan. ”
Putusan hakim yang  berkenaan dengan barang bukti adalah sebagai berikut: Dikembalikan  kepada  pihak    yang  paling  berhak.  Pada  hakekatnya,  apabila  perkara
sudah diputus maka benda yang disita untuk dijadikan barang bukti dalam persidangan dikembalikan  kepada  orang  atau  mereka  yang  berhak  sebagai  mana  dimaksud  dalam
putusan hakim.  Undang-undang tidak menyebutkan siapa  yang dimaksud dengan  yang berhak  tersebut.  Dengan  demikian  kepada  siapa  barang  bukti  tersebut  dikembalikan
diserahkan  kepada  hakim  yang  bersangkutan  setelah  mendengar  keterangan  para saksi dan  terdakwa,  baik  mengenai  perkaranya  maupun  yang      menyangkut  barang  bukti
dalam pemeriksaan sidang di pengadilan. Putusan  Hakim  yang  berkenaan  dengan  barang  bukti  yang  harus  dikembalikan
kepada pihak yang paling berhak, sudah sesuai dengan Pasal 46 KUHAP yaitu: 1
Benda  yang  dikenakan  penyitaan  dikembalikan  kepada  orang  atau kepada  mereka  dari  siapa  benda  itu  disita,  atau  kepada  orang  atau
kepada mereka yang paling berhak apabila: a.
Kepentingan penyidikan dan penuntutan tidak memerlukan lagi; b.
Perkara tersebut tidak jadi dituntut karena tidak cukup bukti atau ternyata tidak merupakan tindak pidana;
c. Perkara tersebut dikesampingkan untuk kepentingan umum atau
perkara  tersebut  ditutup  demi  hukum,  kecuali  apabila  benda  itu diperoleh dari suatu tindak pidana atau yang dipergunakan untuk
melakukan suatu tindak pidana.
2 Apabila  perkara  sudah  diputus,  maka  benda  yang  dikenakan
penyitaan  dikembalikan  kepada  orang  atau  kepada  mereka  yang disebut dalam putusan tersebut, kecuali jika menurut putusan hakim
benda itu diperoleh dari suatu tindak pidana atau yang dipergunakan untuk melakukan suatu tindak pidana.
Orang yang berhak menerima  barang bukti antara lain : e.
Orang  atau  mereka  dari  siapa  barang  tersebut  disita,  yaitu  orang  atau  mereka  yang memegang  atau  menguasai  barang  itu  pada  waktu  penyidik  melakukan  penyitaan
dimana  barang  itu  pada  waktu  penyidik  melakukan  penyitaan  dimana  dalam pemeriksaan di persidangan memang dialah yang berhak atas barang tersebut.
f. Pemilik  yang  sebenarnya,  sewaktu  disita  benda  yang  dijadikan  barang  bukti  tidak
dalam kekuasaan orang tersebut. Namun, dalam pemeriksaan ternyata benda tersebut adalah miliknya yang dalam perkara itu bertindak sebagai saksi korban. Hal ini sering
terjadi dalam perkara kejahatan terhadap harta benda. g.
Ahli waris, dalam hal yang berhak atas barang bukti tersebut sudah meninggal dunia sebelum  putusan  dijatuhkan,  maka  berkenaan  dengan  barang  bukti  tersebut  putusan
hakim  menetapkan  bahwa  barang  bukti  dikembalikan  kepada  ahli  waris  atau keluarganya.
h. Pemegang hak terakhir, barang bukti dapat pula dikembalikan kepada pemegang hak
terakhir atas benda tersebut asalkan dapat dibuktikan bahwa ia secara sah benar-benar mempunyai hak atas benda tersebut.
Menurut beberapa keterangan yang diperoleh dari ibu Kartika selaku jaksa bagian barang  bukti  mengenai  pelaksanaan  penyerahan  barang  bukti  ke  RUPBASAN  dan
pengambilan barang bukti oleh jaksa dari RUPBASAN yaitu syarat - syaratnya adalah : 1.
“Syarat penyerahan barang bukti oleh jaksa ke RUPBASAN : a.
Harus ada surat perintah kepala kejaksaan. b.
Berita acara penyitaan dari polisi dikeluarkan oleh penyidik. c.
Surat ijin sita dikeluarkan oleh pengadilan. d.
Berita acara penitipan BA - 17 dikeluarkan oleh kejaksaan.” 2.
“Syarat pengambilan barang bukti dari RUPBASAN adalah: a.
Berita acara pengambilan barang bukti BA - 20.
b. Surat pengantar pengambilan barang bukti.”
Menurut penjelasan dari bapak Hardi selaku jaksa bagian barang bukti yang telah menjelaskan tentang struktur format dari surat-surat yang diperlukan dalam pelaksanaan
pengembalian barang bukti oleh jaksa, sebagai berikut: a.
Format  Surat  Berita  Acara  Pelaksanaan  Penetapan  Hakim  BA-6 yaitu :
1. Kepala surat.
2. Hari, tanggal, bulan, tahun.
3. Identitas dari Jaksa Penuntut Umum yaitu nama Jaksa Penuntut
Umum, pangkat  NIP, jabatan. 4.
Nomor Surat Perintah Kepala Kejaksaan Negeri Semarang. 5.
Tanggal Penetapan Hakim dan Nomor Penetapan Hakim. 6.
Identitas terdakwa yaitu nama, alamat. 7.
Jumlah dan jenis barang bukti. 8.
Penutup Surat Berita Acara Pelaksanaan Penetapan Hakim. 9.
Tanda tangan orang yang menerima barang bukti di sebelah kiri bawah.
10. Tanda tangan Jaksa Penuntut Umum disebelah kanan bawah.
b. Format  Surat  Berita  Acara  Pengembalian  Barang  Bukti  BA-20
yaitu : 1.
Kepala surat. 2.
Hari,  tanggal,  tahun,  dan  tempat  kejaksaan  yang  mengeluarkan surat Berita Acara Pengambilan Barang Bukti.
3. Identitas  Jaksa  Penuntut  Umum  yaitu  nama,  pangkat    NIP,
jabatan. 4.
Isi  Surat  Berita  Acara  Pengembalian  Barang  Bukti  yaitu berdasarkan:  nomor  surat  perintah  Kepala  Kejaksaan  Negeri
Semarang,  nama  Terpidana,  Pasal  yang  dikenakan  untuk terdakwa,  dan  pernyataan  bahwa  barang  bukti  tersebut  tidak
diperlukan  lagi  untuk  kepentingan  penuntutan    perkaranya dihentikan  penuntutannya    dikesampingkan  untuk  kepentingan
umum    untuk  dilaksanakan  putusan  PN    PT  serta  nomor  surat putusan pengadilan.
5. Barang  bukti  apa  saja  yang  telah  dikembalikan  kepada  orang
yang berhak menerimanya  pemiliknya. 6.
Identitas  orang  yang    berhak  menerima  barang  bukti  atau pemiliknya yaitu nama, pekerjaan, alamat.
7. Penutut surat Berita Acara Pengembalian Barang Bukti.
8. Tanda  tangan  yang  orang  mengambil  atau  orang  yang  berhak
menerima barang bukti tersebut di sebelah kiri surat Berita Acara Pengembalian Barang Bukti.
9. Tanda  tangan  saksi-saksi  sebelah  kiri  di  bawah  tanda  tangan
orang yang mengambil barang bukti. 10.
Tanda  tangan  yang  mengembalikan  barang  bukti    yaitu  Jaksa Penuntut Umum.
c. Format Surat Penetapan yaitu :
1. Kepala surat yaitu nomor surat penetapan.
2. Majelis  hakim  pada  pengadilan  negeri  yang  membacakan  surat
Penetapan Ketua Pengadilan ketua pengadilan Negeri Semarang dan  surat  Pelimpahan  perkara  dari  Kejaksaan  Negeri  Semrang
yang dibuat oleh  Jaksa Penuntut Umum.
3. Isi penetapan.
4. Tanda  tangan  panitera  di  sebelah  kiri  bawah  dari  surat
Penetapan. 5.
Catatan  yaitu  nama  Hakim  Ketua  Majelis,  nama  Panitera Pengganti,  nama  Jaksa  Penuntut  Umum  yang  terletak  di  kiri
bawah tanda tangan dari tanda tangan panitera. 6.
Tanggal penetapan di kanan bawah surat penetapan. 7.
Tanda  tangn  hakim  ketua  majelis  di  bawah  tanggal  penetapan kanan bawah surat Penetapan.
d. Format Petikan Putusan yaitu :
1. Nomor surat petikan putusan.
2. Identitas  terdakwa  yaitu  nama  lengkap,  tempat  lahir,  umur
tanggal lahir, jenis kelamin, kebangsaan, tempat tinggal, agama, pekerjaan, pendidikan.
3. Tanggal terdakwa berada dalam tahanan.
4. Isi dari mengadili yaitu menyatakan terdakwa terbukti secara sah
dan  meyakinkan  bersalah  melakukan  tindak  pidana,  dan menjatuhkan  pidana  penjara  kepada  terdakwa,  memerintahkan
agar barang bukti dikembalikan kepada pemiliknya yang berhak, membebankan  kepada  para  terdakwa  untuk  membayar  biaya
perkara masing-masing 1.000  seribu rupiah.
5. Penutup Petikan Putusan.
6. Tanda  tangan  hakim-hakim  anggota  di  kiri  bawah  penutup
petikan putusan. 7.
Tanda  tangan  hakim  ketua  majelis  di  kanan  bawah  penutup petikan putusan.
8. Tanda tangan panitera pengganti di tengah bawah tanda tangan
hakim-hakim anggota dan hakim ketua majelis. 9.
Catatan  dari  surat  petikan  putusan  di  bawah  tanda  tangan panitera pengganti.
10. Tanda tangan  patenitera di kiri bawah kiri.
11. Tanda tangan wakil panitera kanan bawah.
e. Format surat pengantar penitipan barang yaitu :
1. Kepala surat yaitu kop surat,  tanggal surat, alamat surat.
2. Isi surat pengantar penitipan barang di RUPBASAN.
3. Tanda tangan Kepala Kejaksaan Negeri Semarang
f. Format surat pengambilan barang bukti yaitu :
1. Kepala surat yaitu kop surat, nomor surat, sifat surat, lampiran,
perihal surat, tanggal surat, alamat surat. 2.
Isi surat mengenai pengambilan barang bukti guna pelaksanaan eksekusi.
3. Salam penutup surat.
4. Tanda  tangan    dan  nama  terang  Kepala  kejaksaan  Negeri
Semarang di kanan bawah surat. 5.
Tembusan  surat  di  kiri  bawah  tanda  tangan  dan  nama  terang Kepala kejaksaan Negeri Semarang.
63
BAB 5 PENUTUP